Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada
di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha
ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha.
Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi
Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa.
Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada
ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para
Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan!
Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan
perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji
jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni.
Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada
di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5
macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan Maha Prajna (kebijaksanaan
tertinggi) serta Riddhi-Abhijnabala (tenaga batin) untuk menundukkan para umat
manusia yang berhati keras, dan membimbing mereka hingga sadar serta dapat
mengerti jalan yang menuju kebahagiaan dan dapat menghindari jalan yang menuju
penderitaan!
Ketika para siswa/umat yang pernah dibimbing oleh Sang
Buddha (yang telah dilahirkan di pelbagai alam Surga) mendengar Maha Gurunya
datang ke istana Surga Trayastrimsa, mereka semua mengirim wakilnya atau datang
sendiri guna memberi penghormatan kepada Maha Gurunya untuk membalas Maha Budi-Nya.
Pada saat itu Sang Buddha merasa amat gembira, Beliau tersenyum dan
mengeluarkan ratusan ribu koti (1 koti = 10 juta) “Maha-Rasmihprabha-Megha”
yaitu awan yang bercahaya yang amat terang dari seluruh badan-Nya dan jenisnya
berupa-rupa seperti: Awan bercahaya yang Maha Pari-Purna, Awan bercahaya yang
Maha-Maitri, Maha-Jnana, Maha-Prajna, Maha-Samadhi, Maha-Sri, Maha-Punya,
Maha-Guna, Maha-Sarana, Maha Stotra serta awan-awan indah dan sinar-sinar
Buddha yang amat terang lainnya. Banyaknya sungguh tak terhingga dan tak
terkatakan!
Setelah awan-awan dan sinar-sinar itu berhenti keluar dari
seluruh badan Sang Buddha, lalu terdengar bermacam-macam suara yang sangat
merdu yang keluar dari mulut Sang Buddha.
Suara-suara yang merdu ini dapat membimbing semua makhluk
hidup untuk mencapai penerangan yaitu: suara dari Dana-Paramita-Ghosa, dari
Sila-Paramita-Ghosa, Ksanti-Paramita-Ghosa, Virya-Paramita-Ghosa,
Dhyana-Paramita-Ghosa, Prajna-Paramita-Ghosa, Maitri Ghosa, Karuna Ghosa, Mudita
Ghosa, Upekkha Ghosa, Vimoksa Ghosa, Anasvara Ghosa, Jnana Ghosa, Maha Jnana
Ghosa, Simhadana Ghosa, Garjita Ghosa, Maha Garjita Ghosa, serta suara-suara
lainnya. Banyaknya tak terhitung!
Ketika suara-suara tersebut selesai dikumandangkan,
datanglah rombongan Para Dewata, Naga, Hantu dan Makhluk-Makhluk Suci beserta
rombongan-rombongan lainnya yang jumlahnya banyak sekali! Mereka ada yang
datang dari alam Sahaloka (alam manusia), alam Surga Maha-Raja-Kajika, atau
Surga Trayastrimsa jurusan 33 alam Surga, atau Surga Yama, Tusita, Nimanarati,
Paranirmitavasavartin, Surga Brahmakajika, Brahmaparsadya, Brahma-puronita dan
Surga Mahabrahma, Parittabha, Apramanabha, Abhasvara, Parittasubha,
Apramasubha, Subhakrtsna, Anabhraka, Punyaprasava, Brhatphala, Avrha, Atapa,
Sudrsa, Sudarsana, Akanistha, Mahamahesvara hingga Surga
Naivasamjnanasamjnayatana yaitu Surga yang tertinggi dari para mulia, semua
dari mereka telah berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa
tersebut!
Kemudian hadir juga rombongan Dewa Penguasa Laut, Dewa
Sungai, Dewa Pohon, Dewa Gunung, Dewa Bumi, Dewa Danau, Dewa Pertanian, Dewa
Perondaan Siang, Dewa Perondaan Malam, Dewa Angkasa, Dewa Langit, Dewa Minuman
dan Makanan, Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan serta rombongan dari Para Makhluk
Suci lainnya.
Dan dari rombongan tersebut baik yang datang dari alam
Sahaloka (alam manusia) atau datang dari alam lain, semuanya telah berkumpul di
arena pesamuhan agung tersebut.
Kemudian hadir pula rombongan dari Para Raja Setan seperti:
Raja Setan Bermata Kejam, Raja Setan Pengisap Darah, Raja Setan Pengisap Sari
Mani, Raja Setan Pemakan Janin dan Telur, Raja Setan Penyebar Penyakit, Raja
Setan Penolak Tuba serta para Raja Setan Pengasih Penyayang, para Raja Setan
Pemberi Rezeki kepada umat manusia, para Raja Setan Berbudi Luhur serta
rombongan Para Raja Setan yang lain beserta pengikutnya, jumlahnya banyak
sekali dan semuanya telah berkumpul di arena pesamuhan agung tersebut!
Pada saat itu, Sang Buddha bersabda kepada Pangeran Dharma
Manjushri Bodhisattva-Mahasattva: “O, Ariya Manjushri yang Maha Bijak! Bisakah
Anda menghitung jumlah dari para hadirin yang berada di dalam pesamuhan agung
ini?”
“Tidak mungkin O, Bhagava Yang Termulia,” jawab Sang
Manjushri. “Walaupun dengan kepandaian serta daya Riddhi-Abhijnabala-Ku (tenaga
batin), aku tidak mampu menghitung jumlah dari para hadirin ini walaupun selama
ribuan Kalpa (waktu yang panjangnya tak terkira) Aku menghitungnya.”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Manjushri: “Benar!
Jumlahnya sungguh sulit kita ketahui, Aku pun telah menghitungnya dengan
Buddhacaksu-Ku (Mata Buddha) namun, tetap tidak bisa Kuketahui berapa
jumlahnya! Tentu lebih sulit lagi bagimu.”
“Ketahuilah O, Ariya Manjushri! Kehadiran mereka itu
merupakan suatu prestasi tersendiri dari Bodhisattva Ksitigarbha.
Sejak zaman dulu hingga sekarang Beliau terus menjalankan
tugas suci-Nya di alam semesta tanpa berhenti, sehingga para makhluk, baik yang
telah diselamatkan oleh-Nya, maupun yang akan diselamatkan, juga yang belum
diselamatkan, atau dengan kata lain, baik yang telah mencapai penerangan, atau
yang akan mencapai penerangan serta yang belum mencapai penerangan atau
Kebodhian dapat memperoleh manfaat yang sangat besar jika mereka mengikuti
ajaran-Nya.
Sang Manjushri berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Peristiwa
yang mengagumkan ini bagi-Ku tidaklah menimbulkan keraguan, sebab, sejak masa
silam Aku telah melaksanakan berbagai Karma Kusalamulena (perbuatan kebajikan)
dan telah memperoleh pengetahuan Avaranajnana (kebijaksanaan tanpa halangan),
maka Aku akan merasa yakin sepenuhnya terhadap uraian Sang Buddha, namun, bagi
para Sravaka, yang berpahala kecil, bagi para Dewa, Naga, Asta Gatyah (delapan
kelompok makhluk) serta para umat manusia di masa yang akan datang, apabila
mereka mendengar sabda Tathagata tentang peristiwa hari ini, mungkin mereka
tidak dapat memahaminya sehingga dapat menimbulkan keraguan dalam hati mereka!
Apabila kita langsung mengajarkan Dharma ini kepada mereka,
mungkin mereka akan melakukan dosa pemfitnahan, demi untuk mencegah timbulnya
keraguan terhadap sutra ini, maka kami mohon agar Sang Buddha sudi menguraikan
tentang prestasi tersendiri dari Bodhisattva Ksitigarbha serta saat Beliau
melaksanakan Carya dan Bhavana (menjalankan dan mempraktekkan Dharma) beserta
jasa-jasa dan kebajikan yang pernah Beliau buat.
Juga tentang Maha-Pranidhana-Nya, niat suci-Nya yang Maha
Mulia serta kunci keberhasilan-Nya yang membuat Beliau dapat membimbing
sedemikian banyak umat di alam semesta ini.”
Sang Buddha bersabda: “O, Ariya Manjushri yang Maha Bijak!
Seandainya semua tumbuhan seperti rumput, pohon, hutan, rimba, padi, rami,
bambu, kumpai serta batu, gunung, debu halus yang berada di dunia dalam
Trisahasra-Mahasahasra masing-masing diubah menjadi Sungai Gangga dan butiran
pasir yang berada di setiap Sungai Gangga itu, tiap butirnya dijadikan alam
Trisahasra-Mahasahasra, butiran debu yang berada di tiap alam Trisahasra itu
tiap butirnya dijadikan satu kalpa, tumpukan debu selama satu kalpa itu tiap
butir debunya dijadikan masa kalpa lagi, maka berapa kalpa jumlahnya, akan
sangat sukar sekali dihitung, bukan?
Namun, jasa-jasa Bodhisattva Ksitigarbha sejak Beliau
mencapai Dasa-Bhumayah berstatus setingkat dengan Buddha hingga sekarang,
lamanya telah mencapai ribuan kali lipat daripada perumpamaan kita tadi!”
“Apalagi sewaktu Beliau masih di Sravaka Bhumi atau di
Pratyekabuddha-Bhumi, waktu yang lamanya juga tak terhitungkan! O, Ariya
Manjushri, Ketahuilah, baik kewibawaan maupun kesucian dari cita-cita dan
Pranidhana (tekad utama) dari Bodhisattva ini sangatlah agung dan sulit
diperkirakan banyaknya, maka itu apabila terdapat putra-putri yang berbudi di
masa yang akan datang, setelah mereka mendengar nama agung dari Bodhisattva
ini, walaupun mereka hanya memberi hormat atau memuji jasa-Nya, atau memuliakan
nama-Nya atau mengadakan puja-bhakti dengan dupa, Gandha, bunga dan sebagainya,
atau membuat rupa-Nya, baik dalam bentuk lukisan berwarna maupun berbentuk
ukiran, pahatan dan sebagainya, maka putra-putri yang berbudi itu akan dianugerahi
kesempatan yang amat cerah yakni dilahirkan di Surga Trayastrimsa hingga
ratusan kali, dan selamanya tidak akan dilahirkan lagi di alam sengsara!”
“O, Ariya Manjushri yang Maha Bijak”, sabda Sang Buddha:
“Dengarkanlah baik-baik, sekarang Aku akan mulai menguraikan suatu Dharma yang
penting tentang Bodhisattva ini kepada kamu sekalian!”
“Sudilah menguraikannya O, Bhagava Yang Termulia! Kami telah
siap mendengarkannya”, jawab Sang Boddhisattva Manjushri.
“Ketahuilah O, Ariya Manjushri! Sulit dihitung waktunya
yaitu berkalpa-kalpa yang silam Ksitigarbha Bodhisattva Mahasattva merupakan
putra dari seorang Maha Grhapati (orang tua yang berjasa dan banyak memiliki
harta benda), waktu itu, terdapat seorang Buddha yang bernama SIMHA VIKRIDITA
PARIPURNA CARYA Tathagata.
Beliau sedang bertugas di dunia pada waktu itu guna untuk
menyelamatkan para umat yang sengsara. Suatu hari, putra Maha Grhapati datang
ke vihara-Nya dan melihat wajah/rupa Sang Tathagata yang demikian agung dan
menawan hati, lalu Beliau bertanya kepada Buddha Simha Vikridita Praipurna
Carya: “O, Lokanatha Yang Termulia! Katakanlah, Buddha pernah melaksanakan
Dharma apa dan pernah berikrar dengan kata-kata yang bagaimana sehingga dapat
memiliki rupa yang sedemikian agung dan menawan hati?”
“O, Putra-Ku yang berbudi! Jika anda berhasrat ingin
memiliki sesosok badan bercahaya seperti Buddha, maka anda harus menjalankan
‘Pelaksanaan Bodhisattva yaitu bercita-cita untuk hidup suci dan berniat
menyelamatkan umat yang sengsara terus-menerus tanpa berhenti!”
Buddha Sakyamuni bersabda kepada Sang Manjushri: “O, Ariya
Manjushri! Setelah mendengar sabda dari Buddha tersebut putra Maha Grhapati
segera membangkitkan BodhicittaNya atau niat suciNya!
Beliau langsung berikrar di depan Buddha Simha Vikridita
Paripurna Carya dengan berkata: ‘Mulai dari hari ini hingga masa mendatang,
dalam waktu yang ber-Kalpa-Kalpa Aku akan menyelamatkan para umat yang terkena
dosa berat yang sedang menderita di 6 Gati (alam surga, alam asura, alam
manusia, alam neraka, alam hantu kelaparan dan alam binatang) hingga mereka
terbebas!
Dan Aku akan menggunakan berupa-rupa cara yang tepat untuk
membimbing mereka agar dengan cepat mereka dapat membebaskan dirinya dari
belenggu kelahiran dan kematian serta dapat lahir di negeri Buddha dan setelah
semuanya terlaksana barulah Aku akan mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi
Buddha!” Oleh karena itu O, Ariya Manjushri! Maka, putra Maha Grhapati yang
pernah berikrar di depan Buddha itu hingga sekarang, meskipun lamanya telah
melewati ratusan ribu Koti Nayuta Kalpa yang sulit dihitung lamanya, status
Beliau masih Bodhisattva dan Beliau masih dengan tekad bulat menjalankan
tugas-Nya di seluruh alam semesta, sebenarnya Bodhisattva Ksitigarbha sudah
lama sekali mencapai tingkat Buddha, tapi Beliau sering sekali berada di Gati
atau alam Neraka dan kelakuan-Nya tidak berbeda dengan Bodhisattva
Avalokitesvara! Inilah kisah tentang ikrar agung Bodhisattva Ksitigarbha yang
pertama.”
Kemudian selang beberapa masa yang panjang atau beberapa
Asankhyeya-Kalpa yang silam, ada seorang Buddha yang sedang bertugas di dunia
ini. Beliau bernama BUDDHA PADMA SAMADHI SVARA RAJA Tathagata yang usia-Nya
mencapai 4 juta Koti Asankhyeya Kalpa. Setelah masa Periode Saddharma habis,
menyusul masa Periode Dharma Serupa, pada saat itu terdapat seorang putri
Brahmana.
Karena Beliau banyak menanam benih kebajikan pada masa yang
silam, maka Beliau selalu dipuji oleh ornag-orang di sekitarnya. Di manapun
Beliau berada Beliau selalu dilindungi oleh para Dewa Surga. Tetapi, tabiat dan
prilaku ibu-Nya amat buruk. Ibu-Nya bukan saja menganut ajaran sesat melainkan
ia sama sekali tidak percaya pada Tri Ratna, malahan ia berani memfitnah Tri
Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha). Walaupun telah dipergunakan bermacam-macam
cara oleh putrinya untuk merubah tabiat ibu-Nya agar ia dapat mencapai
pandangan yang benar. Namun, hasilnya nihil! Dan berselang tidak beberapa lama
ibu-Nya pun meninggal dunia dan Vinnyana-nya / arwahnya masuk ke alam Neraka
Avici. Kematian ibunya benar-benar membuat putri Brahmana merasa amat berduka
cita. Meskipun beliau belum bisa mengetahui ibu-Nya lahir di alam kesedihan
yang mana, tapi ia mengerti tentang hukum Karma dan hukum sebab akibat bagi
seorang yang berpandangan keliru serta menganut ajaran sesat dan yang enggan menaruh
perhatian terhadap hukum karma atau hukum sebab-musabab serta tidak percaya
pada Dharma ajaran dari para Buddha, malahan berani memfitnah Tri Ratna! Beliau
merasa yakin bahwa ibu-Nya pasti ditempatkan di alam kegelapan! Demi untuk
menyelamatkan ibu-Nya yang malang itu secepat mungkin, maka Sang Putri Brahmana
menjual rumah kediamannya beserta alat-alat perabotan rumah-Nya, kemudian dari
hasil penjualan itu Beliau membeli sejumlah banyak dupa, wangi-wangian,
bermacam-macam bunga segar serta berbagai alat pujaan lainnya, kemudian
saji-sajian tersebut dibawa ke tempat ibadah serta vihara-vihara yang telah
lama ditinggalkan oleh para umat di masa yang lampau, beliau mengadakan
puja-bhakti secara khidmat serta secara besar-besaran kepada para Buddha yang silam.
Saat Sang Putri Brahmana tiba di suatu vihara, Beliau
melihat Buddha rupang (patung Buddha) dari Tathagata Buddha Padma Samadhi Svara
Raja di ruangan vihara tersebut, baik lukisan maupun ukiran dari kayu atau
batu, semua kelihatan sangat agung dan megah, sehingga timbul rasa kagum dalam
hatinya, Beliau pun merenung: “O, Betapa agungnya! Buddha ini memiliki gelar
‘Yang Maha Sadar’!
Beliaulah yang memiliki ‘Sarvajnana’ (segala Kebijaksanaan
Terluhur serta Maha-Tahu) Jika saja Beliau masih berada di dunia ini, Aku akan
memohon kepada Beliau untuk menunjukkan di alam manakah ibu-Ku ditempatkan
setelah ia meninggal dunia, pastilah Buddha ini mau memberitahuku!”
“O, Ariya Manjushri!” Buddha Sakyamuni melanjutkan
sabda-Nya: “Pada saat Sang Putri Brahmana sedang bersedih dan lama sekali
beliau berdiri di depan Buddha rupang tersebut, seluruh muka-Nya dibasahi oleh
air mata yang keluar terus-menerus , tiba-tiba terdengar suara yang datang dari
langit: “O, Putri yang berbudi! Janganlah Engkau terlalu bersedih hati,
sekarang Aku akan menunjukkan kepadamu alam mana yang ditempati ibumu!’
Setelah mendengar suara tersebut segeralah Sang Putri
Brahmana merangkupkan kedua telapak tangannya lalu beranjali ke arah langit
seraya berkata: ‘O, Sang Maha Kuasa! Betapa besar jasa dan rahmat-Mu! Mau
menghilangkan penderitaanku! Sejak ditinggalkan oleh ibuku hingga sekarang,
siang dan malam aku selalu merindukan ibuku yang tersayang, yang telah hilang
dari sisiku! Namun, dimanakah beliau berada saat ini? Dan kepada siapakah dapat
kutanyakan?’ Kemudian datang lagi suara dari langit: ‘O, Putri yang berbudi!
Aku bukan Sang Maha Kuasa atau Dewata, Aku adalah seorang Buddha masa lampau
yang bernama Tathagata BUDDHA PADMA SAMADHI SVARA RAJA, yang sedang engkau puja
dan anda renung, karena kerinduan Sang Putri yang penuh belas-kasih, telah
melebihi kesedihan umat-umat lain, maka Aku datang memberi bantuan kepadamu!’
Sang Putri Brahmana merasa sangat terharu setelah mendengar
sabda Buddha tersebut. Lalu ia pun menyembah dengan sekuat tenaganya, kemudian
ia terjatuh, lalu pingsan. Setelah dia dirawat oleh pengikutnya serta para
viharawan lama kemudian Beliau siuman kembali.
Lalu Beliau menengadah ke atas langit lagi sambil berdoa dan
berkata: ‘Kasihanilah aku, Buddha Yang Termulia! Katakanlah segera di alam
manakah ibuku sekarang berada? Sebab, sejak ibuku meninggal dunia, baik ragaku
maupun batinku sudah hancur total, mungkin tidak lama lagi kehidupanku pun akan
berakhir!’
“Waktu itu O, Ariya Manjushri!” Sang Buddha melanjutkan
sabda-Nya: “Tathagata Buddha Padma Samadhi Svara Raja dengan menggunakan suara
batin-Nya, Beliau meyakinkan Sang Putri Brahmana: ‘O, Putri yang berbudi!
Setelah puja bhaktimu ini selesai, cepatlah kembali ke rumahmu. Kemudian
duduklah bersila di dalam kamar yang bersih dan pusatkan pikiranmu, lalu
renungkanlah nama-Ku terus-menerus, pasti anda dapat mengetahui di alam mana
ibumu berada!”
Setelah mendengar sabda tersebut Sang Putri Brahmana merasa
sangat gembira dan lega, bergegas beliau memberi hormat kepada Tathagata
tersebut lalu beliau kembali ke rumahnya. Setiba di rumahnya, Sang Putri
Brahmana duduk bersila dan dengan sepenuh hati beliau merenungkan nama Buddha
Padma Samadhi Svara Raja dengan cara bermeditasi selama satu hari satu malam
tanpa berhenti.
Dalam samadhinya, Sang Putri Brahmana merasa dirinya berada
di suatu tempat yang asing yaitu pantai laut yang amat luas, air laut tampak
mendidih dan bergolak-golak. Banyak binatang buas yang berbadan baja
berkejar-kejaran di tengah laut. Di sana juga terdapat ratusan ribu orang,
laki-laki dan perempuan, mereka timbul-tenggelam di dalam air laut itu, ada
sebagian dari mereka dimangsa oleh binatang buas yang berada di dalam laut itu!
Tak berapa lama, datanglah berupa-rupa Setan Yaksa, ada yang
bertangan banyak, yang bermata banyak, berkaki banyak, berkepala banyak, atau
yang bertaring setajam pedang. Mereka berbondong-bondong mengusir orang yang
dihukum itu menuju ke kelompok binatang buas di situ. Lalu Para Setan Yaksa
beramai-ramai menangkap orang-orang tersebut, lalu menekuk kepala dan kaki
mereka dan menggulungnya menjadi gumpalan, ada yang menarik tubuh orang
tersebut hingga menjadi panjang sekali, lalu mematahkan seluruh tulangnya, atau
menyobek-nyobek dagingnya hingga mati, kemudian mayatnya dibuang ke dalam laut.
Tingkah laku mereka yang demikian bengis itu sungguh sangat menakutkan sehingga
tidak ada seorangpun yang sanggup memandangnya lama-lama!
Namun, Sang Putri Brahmana tersebut tidak merasa takut
sedikitpun! Apa sebabnya? Karena dia telah memuliakan nama Buddha Padma Samadhi
Svara Raja dan telah di-Adhisthanakan (dikuatkan batinnya) oleh Sang Tathagata
tersebut!
Saat itu datanglah seorang Raja Setan yang bernama Amagadha
menyambut Sang Putri Brahmana dengan penuh sujud seraya berkata: ‘Sadhu! Sadhu!
Sadhu! Bodhisattva Yang Mulia! Ada apa gerangan anda datang ke wilayah alam ini?’
‘Memang ada keperluan sesuatu O, Raja Setan yang budiman!
Apa nama alam ini?’, Tanya Sang Putri Brahmana.
‘Namanya “Lautan Karma” yang pertama, letaknya di sebelah
barat dari pusat Maha-Cakravada (Gunung Kepungan Besi yang utama)’, jawab Raja
Setan.
‘Benarkah di tengah-tengah Maha-Cakravada terdapat alam
Neraka?’
‘Benar! Alam Neraka persis di tengah-tengahnya.’
Sang Putri bertanya lagi: ‘O, Raja Setan yang budiman!
Katakanlah mengapa aku dapat mengunjungi wilayah Neraka ini?’
‘Seperti yang anda ketahui O, Bodhisattva Yang Mulia!’ Jawab
Sang Amagadha: ‘Semua makhluk yang dapat mengunjungi wilayah alam Neraka ini,
mereka harus memenuhi satu dari 2 syarat sebagai berikut:
1) Orang
yang memiliki tenaga batin serta becitra penuh martabat;
2) Orang
yang memiliki dosa berat dari Karma jahat.
Jika salah satu tidak dipenuhi, siapapun sulit datang ke
wilayah ini!’
Sang Putri bertanya kepada Sang Amagadha lagi: ‘Apa sebabnya
air laut ini mendidih terus-menerus? Dan apa sebabnya di permukaan air mendidih
itu terdapat sedemikian banyak orang dan binatang buas?’
Sang Amagadha menjawab: ‘Orang-orang tersebut datang dari
dunia Jambudvipa (alam manusia), mereka berdosa berat dan baru meninggal dunia.
Tapi, dalam waktu 49 hari tiada seorangpun dari anggota keluarganya yang
membuat jasa-jasa atau kebajikan untuk disalurkan kepada mereka, untuk
menyelamatkan mereka.
Karena sewaktu mereka masih berada di dunia, mereka enggan
menanam benih kebaikan! Maka, tanpa membawa suatu apapun kecuali dosa beratnya,
kini mereka harus menanggung akibat perbuatannya. Dan, sesuai dengan hukum
Karma, mereka diterjunkan ke alam kesedihan. Mereka harus menyeberangi lautan
yang berair mendidih ini ke alam Neraka, namun, sebelum tiba ke tempatnya,
mereka telah menjadi korban di tengah-tengah lautan ini!’ Di jurusan timur,
kira-kira 100 Yojana dari lautan pertama ini, terdapat satu lautan lagi yang
kondisinya lebih menyedihkan jika dibandingkan dengan laut pertama ini! Dan di
sebelah timur lautan kedua, terdapat satu lautan yang lebih menyedihkan lagi
dan hukumannya lebih berat beberapa kali lipat dari lautan kedua! Barang siapa
yang telah mendengar 3 macam dosa terjahat atau dinamai dosa Tri Karma yakni:
perbuatan jahat yang dilakukan melalui: jasmani/Akusala Kayakarma,
perkataan/Akusala Vaccikarma dan pikiran/Akusala Manokarma.
Maka mereka secara otomatis harus menyeberangi lautan
tersebut untuk menuju ke alam Neraka setelah kehidupan mereka di alam manusia
berakhir. Maka dari itu, ketiga lautan ini dinamakan: Lautan Karma atau
Karmasagara!’ Demikian Sang Amagadha menjelaskan.
Selanjutnya Sang Putri Brahmana bertanya lagi: ‘Terletak
dimanakah alam Neraka itu?’
Jawab Sang Amagadha: ‘Di bawah ketiga lautan ini dan jenisnya
serta bentuknya berupa-rupa. Neraka yang besar jumlahnya 18 buah, yang sedang
500 buah dan hukumannya berat sekali! Sedangkan neraka kecil, Wah, Banyak
sekali! Hingga ratusan ribu buah dan hukumannya juga sangat berat!’
Kemudian Putri
Brahmana berkata: ‘Ibuku baru saja meninggal dunia, tapi aku sama sekali
tidak tahu arwahnya berada di alam yang mana?’
Raja Setan bertanya:
‘Saat ibumu berada di dunia (alam manusia) beliau pernah bekerja seperti apa?’
Putri Brahmana
menjawab: ‘Pekerjaannya biasa saja, tapi ibuku berpandangan sesat dan
beliau pernah memfitnah Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha).
Jika beliau dinasehati, beliau hanya percaya sebentar saja
kepada Sang Tri Ratna, setelah itu beliau berubah lagi, beliau tidak bersedia
menghormati Tri Ratna! Kini, meskipun ibuku belum lama meninggal, tapi, di alam
manakah ibuku dilahirkan, aku tidak tahu!’
‘Siapa nama ibumu dan berasal dari suku apa?’ Tanya Raja
Setan.
‘Orang tuaku adalah keturunan kaum Brahmana. Ayahku bernama
Silasudharsana dan ibuku bernama Vatri.’ Jawab Putri Brahmana.
Setelah Sang Raja Setan Amagadha mendengar nama ibunya lalu
merangkupkan kedua telapak tangannya seraya berkata: ‘Pulanglah sekarang O,
Bodhisattva Yang Mulia! Tinggalkan alam yang menyedihkan ini, kembalilah ke
tempat asalmu, dan mulai sekarang tak usah cemas dan sedih lagi! Sebab tiga
hari yang lalu, seorang yang dihukum di Neraka Avici bernama Vatri, telah
dilahirkan di alam Surga dan menurut kabar dari Surga, Sang Vatri diberkahi
oleh putrinya yang amat menyayangi orang tuanya itu, yang pernah mengadakan
puja-bhakti di beberapa taman ibadah dan di berbagai stupa serta vihara-vihara
Buddha di dunianya dengan upacara yang sangat khidmat dan secara besar-besaran
termasuk vihara serta stupa dari Buddha Padma Samadhi Svara Raja itupun
dipersembahi olehnya. Maka, kali ini bukan saja ibunya terbebas dari Neraka
Avici, akan tetapi banyak penghuni dari neraka Avici pun ikut bergembira dan
mereka semua mendapat kesempatan bebas dari alam kesedihan dan dilahirkan di
alam Surga.’
Setelah Sang Amagadha selesai menjelaskannya, beliau
bersikap anjali lagi lalu pergi. Sang Putri Brahmana pun merasa dirinya
bagaikan orang yang baru sadar dari mimpi. Setelah ia mengakhiri Samadhi-Nya
hati-Nya merasa amat riang gembira, karena Beliau telah mengetahui asal usul
dan sebab musabab tersebut!
Kemudian Beliau kembali lagi ke vihara tersebut dan berikrar
di stupa, tepat di depan patung Tathagata Buddha Padma Samadhi Svara Raja,
beliau berkata: ‘Aku berjanji, bahwa Aku bertekad akan menggunakan bermacam
cara yang tepat untuk menyelamatkan segala makhluk yang berdosa agar mereka
semua dapat membebaskan dirinya dari belenggu kesengsaraan! Dan, tugas-Ku akan
berlangsung terus hingga berKalpa-Kalpa yang akan datang. Apabila penghuni
Neraka belum kosong, aku tidak akan mencapai ke-Buddha-an!’
Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada Sang Manjushri: “O,
Ariya Manjushri! Tahukah Anda? Yang disebut Raja Setan Amagadha itu, Beliau
sekarang adalah Bodhisattva Dravyasri. Dan yang disebut putri Brahmana itu,
Beliau sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha! Mereka sejak dahulu kala telah
menjalankan tugas di 6 Gati atau di 6 alam kehidupan dan hingga sekarang pun
Beliau masih terus menjalankan tugas-Nya tanpa berhenti sekejap pun! Inilah
kisah tentang ikrar agung Ksitigarbha Bodhisattva yang kedua.”
Bab 2 – Persamuan Dari
Tubuh Jelmaan
Pada saat itu, di pesamuhan agung istana surga Trayastrimsa
telah hadir badan jelmaan dari Sang Ksitigarbha yang selama ini bertugas di
“kantor-kantor” Neraka di pelbagai dunia yang banyaknya hingga ratusan ribu
Koti Asankhyeya, sulit diperkirakan!
Kini, mereka berkumpul bersama-sama dengan jutaan Koti
Nayuta umat suci yang telah bebas dari duniawi serta para makhluk hidup yang
telah keluar dari berbagai alam sengsara yang telah diberkati oleh Maha
Riddhi-Abhijnabala (tenaga batin luhur) dari Buddha Sakyamuni, semua dari
mereka membawa bermacam-macam bunga-bunga harum untuk dipersembahkan kepada
Buddha Sakyamuni.
Dan para hadirin yang pernah diberkati oleh bimbingan Sang
Ksitigarbha kebanyakan dari mereka telah mencapai tingkat gelar Avinivartaniya
Anuttara Samyaksambodhi. Tetapi sebelum mereka mencapai tingkat kesucian ini
mereka senantiasa berputar terus dalam lingkaran kelahiran dan kematian di 6
Gati tanpa berhenti semasapun! Kini, mereka telah diberkahi
ke-Maha-belas-kasihan (Maha-Karuna) dan Niat Suci Utama (Maha-Pranidhana) dari
Bodhisattva Ksitigarbha, mereka semua telah mencapai Kebodhian.
Setibanya di arena pesamuhan agung di istana Surga
Trayastrimsa, mereka semua merasa amat gembira dan dengan penuh kasih mereka
memuja Buddha Sakyamuni, mata mereka terus-menerus memandang ke wajah Buddha
Sakyamuni tanpa bergerak sekejabpun.
Kemudian Buddha Sakyamuni menjulurkan lengannya yang
berwarna keemasan menjadi jutaan tangan emas sambil meraba ubun-ubun kepala
dari setiap jelmaan Sang Ksitigarbha yang banyaknya ratusan ribu Koti
Asankhyeya itu seraya berkata: “O, Maha Ariya Ksitigarbha yang berwelas-asih!
Ketahuilah sejak Aku bertugas di Alam Sahaloka yang sedang mengalami
Panca-Kasayah (5 kekeruhan) ini, Aku berniat membimbing para umat yang masih
bertegar hati hingga menjadi sadar dan kembali ke jalan yang benar.
Meskipun Aku telah lama bekerja keras, namun masih ada
sebagian umat yang tetap memiliki kelakuan yang tidak baik. Betapa menyedihkan!
O, Maha Ariya Ksitigarbha! Sungguh, pekerjaan-Ku ini tidak berbeda dengan Anda.
Anda pernah menjelmakan badan-Mu hingga demikian banyak, namun, selaku seorang
Buddha, Akupun pernah menjelma badan-Ku hingga ratusan ribu Koti, kemudian
dengan berbagai cara yang tepat aku menyelamatkan para makhluk yang sengsara.
Tentu saja, para umat yang bijak, yang berindera tajam, dapat memahami
ajaran-Ku. Demikian juga bagi yang banyak menanam kebajikan pada masa silam,
mereka cepat sadar. Akan tetapi, mereka yang berkarma berat, berbatin gelap,
membutuhkan waktu yang lama sekali untuk merubah pandangannya yang keliru, yang
telah lama sekali mereka miliki! Untuk umat yang mempunyai karma berat dan yang
enggan mentaati ajaran para Buddha atau sama sekali tidak menghormati Buddha
Dharma.
Umat yang sulit “diobati” ini tetap kuselamatkan dengan
badan jelmaan-Ku. Demi untuk membimbing mereka, Aku selalu menjelmakan badan-Ku
menjadi seorang lelaki atau wanita, Dewa, Naga, Makhluk-makhluk suci, Setan.
Bahkan Aku pernah menjelmakan diri-Ku menjadi gunung, hutan, sungai, padang,
sungai kecil, kolam, sumber air dan sebagainya agar dapat menolong makhluk yang
sengsara!
Kadangkala Aku juga menjelmakan diri-Ku menjadi Raja Indra,
Raja Brahma, Raja Cakravartin atau seorang Kulapati, atau seorang Raja,
Menteri, Pegawai Negara, atau seorang Bhikshu-Bhikshuni, Upasaka, Upasika,
Sravaka, Pratyeka Buddha, Arahat atau Bodhisattva dan sebagainya guna untuk
menyelamatkan para makhluk sengsara di seluruh alam semesta! Maka itu bukan
hanya dengan tubuh Buddha saja para Buddha menjalankan tugasNya.
“O, Maha Ariya Ksitigarbha yang berwelas-asih!” Sang Buddha
melanjutkan sabda-Nya: “Lihatlah, hadirin yang sebagian besar adalah berasal
dari makhluk-makhluk yang bertegar hati yang mana terus menerus Aku membimbingnya
selama ber-Kalpa-Kalpa, dan kini mereka semua telah terbebas dari belenggu.
Tetapi masih ada umat yang terlibat Karma berat dan enggan menaati ajaran-Ku,
sehingga mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan Hukum
Karma! O, Maha Ariya Ksitigarbha! Tolonglah, apabila para umat tersebut telah
diterjunkan ke alam kesengsaraan dan sedang menjalani hukuman terberat, engkau
semua harus mengingat nasehat yang Ku-ucapkan ini sewaktu kita berada di Surga
Trayastrimsa, agar semua makhluk hidup yang berada di alam manusia hingga pada
masa Bodhisattva Maitreya lahir, semuanya dapat dibebaskan dari belenggu
penderitaan dan dapat memperoleh kesempatan untuk bertemu dengan Buddha.
Semoga mereka semua dapat di-Vyakarana (divisuddhi) langsung
oleh Buddha Maitreya di masa yang akan datang!” Pada saat itu, semua badan
jelmaan Sang Bodhisattva Ksitigarbha dari berbagai dunia sejak berkalpa-kalpa
yang lalu semuanya bersatu kembali ke badan asal-Nya!
Lalu beliau memberi penghormatan kepada Buddha Sakyamuni dan
dengan perasaan haru dan air mata yang berlinang, Bodhisattva Ksitigarbha
berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Atas bimbingan Buddhalah
Saya dapat mencapai tingkat kesucian dan memiliki kebijaksanaan. Saya tahu
dalam selang waktu yang tidak lama lagi Sang Bhagava akan meninggalkan kami
sekalian guna melakukan Parinirvana, karena segala kewajiban Sang Buddha telah
selesai. Betapa sedihnya! O, Bhagava Yang Termulia!
Sungguh, Aku senantiasa terkenang akan jasa-jasa-Mu yang
demikian agung! Dan Aku juga tidak akan lupa, sejak dahulu kala Aku selalu
dilindungi oleh Sang Bhagava dan diberkahi dengan Riddhi-Abhijnabala (tenaga
batin terluhur) yang kekuatannya luar biasa, sehingga sejauh ini baik
kebijaksanaan-Ku maupun ketrampilan-Ku menjadi sedemikian luhur dan ajaib.
Terutama berkat Sang Buddha Aku dapat menjelmakan badan-Ku hingga sedemikian
banyak dan semua badan jelmaan-Ku dapat bertugas di ratusan ribu Koti dunia.
Bahkan setiap dunia dapat Aku datangi dengan badan
jelmaan-Ku dan setiap badan jelmaan-Ku mampu menyelamatkan ratusan ribu Koti
umat, mengajari mereka untuk yakin kepada Tri Ratna agar mereka dapat bebas
dari penderitaan lahir dan mati, dapat melaksanakan Dharma luhur hingga
mencapai Nirvana! O, Bhagava Yang Termulia! Ketahuilah, barang siapa yang dapat
menganut Buddha Dharma, dan dapat berbuat jasa-jasa kebaikan, walaupun jasanya
hanya seujung rambut, atau hanya setetes air, atau bagaikan sebutir pasir
bahkan hanya sekecil atom, Aku bertekad menolong mereka selangkah demi selangkah
hingga akhirnya mereka mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Buddha Maitreya
di masa yang akan datang! Sekarang, kami dengan tulus ikhlas memohon Sang
Bhagava untuk tidak mengkhawatirkan para makhluk yang terlibat hukuman berat,
baik yang berada di masa sekarang ataupun di masa mendatang itu!” Demikianlah,
kata-kata itu diulangi 3 kali oleh Sang Ksitigarbha di depan Buddha Sakyamuni.
“Sadhu! Sadhu! Sadhu! Cita-cita-Mu sedemikian luhur dan
patut Kuhargai!” Sang Buddha memuji Sang Ksitigarbha: “Aku ikut bergembira atas
segala hasil kerja-Mu yang sedemikian gemilang! Apabila kelak Anda telah
mensukseskan Niat Suci Utama-Mu yang pernah Anda ikrarkan pada masa yang silam
itu, berarti kewajiban agung-Mu sudah selesai, dan Anda langsung dapat mencapai
Anuttara Samyaksambodhi dan menjadi seorang Buddha baru, sambil menjalankan
tugas agung di suatu dunia yang Anda inginkan!”
Bab 3 – Melihat Kondisi
Karma Makhluk Hidup
Sang Ibu DEWI MAHAMAYA (Buddhamatraka atau ibunda dari
Buddha Sakyamuni) bangkit dari tempat duduk-Nya, lalu merangkupkan kedua
telapak tangan-Nya, memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha yang berwelas
asih! Saya ingin mengetahui tentang Hukum Karma yang berlaku bagi para makhluk
dari dunia Jambudvipa (alam manusia). Terutama para makhluk yang melakukan
berbagai jenis perbuatan buruk atau jahat dan akibat karma yang harus mereka
terima.
“O, Maha Buddhamatrka Yang Mulia!” Jawab Sang Ksitigarbha:
“Dunia dari para makhluk hidup serta alam-alam dari para Buddha jumlahnya
banyak sekali sampai berjuta-juta! Dunia dari makhluk hidup ada yang terdapat
alam neraka, dan ada yang tidak terdapat alam neraka sama sekali, demikian juga
kaum wanita, Sravaka, Pratyekabuddha termasuk Buddha Dharma tidak terdapat di
semua alam kehidupan.
Sang Ibu Dewi Maha Maya sekali lagi memohon kepada
Bodhisattva Ksitigarbha: O, Maha Ariya Ksitigarbha! Aku ingin mengetahui
tentang hukuman yang harus diterima oleh makhluk Jambudvipa (alam manusia)
terutama bagi mereka yang melakukan perbuatan jahat!” Pinta Sang Ibu Mahamaya.
“Dengarlah baik-baik O, Maha Buddhamatrka! Aku akan
menguraikannya secara singkat.” Sabda Sang Bodhisattva Ksitigarbha.
“Sudilah menerangkannya. Kami sekalian telah siap
mendengarkan-Nya!” Sahut Buddhamatrka Dewi Mahamaya.
Bodhisattva Ksitigarbha menguraikannya kepada Sang Ibu Dewi
Mahamaya dengan mengatakan: “Hukuman terberat dari Neraka yang berlaku di dunia
Jambudvipa (alam manusia) adalah sebagai berikut:
- Apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak pernah mematuhi orang tuanya, bahkan ia berani membunuh orang tuanya, maka manusia yang berkelakuan buruk ini setelah ia meninggal akan diterjunkan ke Neraka Avici untuk menjalani hukumannya hingga jutaan Kalpa, sulit memperoleh kesempatan untuk keluar lagi!
- Apabila terdapat seorang umat yang berani melukai badan Buddha, atau menghancurkan patung Buddha dan Bodhisattva serta berani memfitnah Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha), atau tidak menghormati Kitab Suci ajaran para Buddha, maka hukumannya sama yaitu diterjunkan ke Neraka Avici!
- Apabila terdapat seorang umat yang berani menyakiti para Bhikshu, berani menodai Bhikshuni atau berani melakukan perbuatan asusila di vihara atau berani membunuh makhluk bernyawa di dalam vihara, hukuman mereka adalah sama yaitu diterjunkan ke neraka Avici.
- Apabila terdapat seorang umat yang berani menyamar sebagai seorang Sramana (rohaniawan-rohaniawati), tapi hatinya bukan Sramana, dan ia memboroskan harta benda yang dimiliki Sangha, menipu para penganut agama yang bersembahyang di dalam vihara, selalu melanggar tata-tertib vihara dan melakukan bermacam-macam Karma jahat, hukuman yang akan mereka terima adalah sama yaitu diterjunkan ke neraka Avici.
- Apabila terdapat para umat yang berani mencuri harta benda milik Sangha, seperti barang-barang keperluan sehari-hari, beras atau palawija, makanan atau minuman, jubah atau pakaian dan lain-lainnya, walaupun hanya sedikit atau benda yang tidak berharga sekalipun, namun diperoleh dengan mencuri, maka hukuman bagi mereka tidak berbeda dengan nomor 1, yakni mereka harus diterjunkan ke Neraka Avici selama jutaan Kalpa, sulit mendapat kesempatan untuk keluar lagi!
Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan urain-Nya: “O, Maha
Buddhamatrka! Barang siapa yang terlibat dosa berat seperti yang Kuuraikan
tadi, mereka harus diterjunkan di Neraka “Pancanantarya” atau disebut Neraka
Avici, dan selama menjalani masa hukuman di Neraka Avici, mereka harus menerima
kesedihan dan kesakitan yang tanpa berhenti sekejappun. Betapa menyedihkan!”
“O, Maha Ariya Ksitigarbha! Bagaimanakah keadaannya di dalam
alam Neraka Pancanantarya itu?” Tanya Sang Ibu Dewi Mahamaya. Bodhisattva
Ksitigarbha menjawab: “Bentuk Neraka berupa-rupa O, Maha Buddhamatrka! Dan
semuanya berada di dalam Gunung “Maha Cakravada”, bentuk neraka yang besar
jumlahnya 18 buah, bentuk neraka yang sedang berjumlah 500 buah dan setiap
Neraka masing-masing mempunyai nama tersendiri.
Sedangkan yang kecil jumlahnya banyak sekali sampai jutaan
buah dan namanya pun berbeda-beda juga! Ketahuilah O, Maha Buddhamatrka! Neraka
Pancanantarya itu, luasnya kurang lebih 80.000 Yojana. Semua dilengkapi dengan
tembok besi, tinggi dari tembok tersebut 10 ribu Yojana. Di dalam Neraka
tersebut tidak ada tempat yang kosong, semuanya dipenuhi kobaran api yang
dahsyat!.
Neraka ini dibagi menjadi beberapa jajaran ruangan dan tiap
jajaran masing-masing mempunyai nama sendiri-sendiri. Di antaranya terdapat
sebuah Neraka yang terbesar, itulah Neraka Avici, luasnya 18.000 Yojana,
temboknya juga terbuat dari besi dan tingginya 1.000 Yojana! Kobaran api yang menyala
di dalamnya sangat panas, apinya menjalar-jalar ke atas, kemudian turun lagi ke
dasar bawah terus-menerus membakar tanpa berhenti sekejappun!
Di dalam Neraka tersebut terdapat 84.000 ekor ular yang
bertubuh besi dan di 4 sudutnya terdapat 4 ekor anjing, besarnya bagaikan
gunung, tubuhnya juga terbuat dari besi. Binatang yang bertubuh besi ini semua
dapat mengeluarkan api dari mulutnya, sinar matanya bagaikan kilat, giginya
setajam pedang. Dan bulu di tubuh anjing besi itu selalu menyala-nyala. Mereka
saling berkejar-kejaran di dalam tembok besi itu, atau berlari-lari di dalam
kobaran api dan melukai si pembuat dosa.
Mereka kadang-kadang berlari ke arah timur, lalu kembali ke
barat, larinya sangat cepat, tak pernah berhenti sekejappun! Di dalam Neraka tersebut
terdapat ranjang besi yang penuh sesak, luasnya 10 ribu Yojana! O,Maha
Buddhamatrka! Betapa hebatnya, apabila terdapat seorang terhukum terbaring di
atas ranjang besi itu, ia lantas melihat dirinya telah berada di setiap ranjang
besi yang jumlahnya ribuan!
Demikian juga, apabila terdapat jutaan orang yang harus
menjalani hukuman berbaring di atasnya, mereka lantas melihat tubuh mereka
telah berada di setiap ranjang tersebut juga! Mengapa demikian? Itu tak lain
karena mereka telah berbuat dosa yang sedemikian banyaknya!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan: “Setelah si pembuat dosa itu
disiksa oleh Ular besi dan Anjing besi, datang lagi ribuan Setan Yaksa dan
Iblis-Iblis yang sangat bengis, gigi mereka seperti keris yang tajam, sinar
matanya seperti kilat, kukunya sangat runcing terbuat dari tembaga kuning.
Mereka menangkap si pembuat dosa dengan cakarnya yang runcing lalu digigit
hingga tewas. Terdapat juga Setan Yaksa yang memegang tombak yang ujungnya
adalah pedang baja, lalu menusuknya ke tubuh orang-orang yang berdosa, sehingga
mulut, hidung, perut atau punggung dari orang yang berdosa tersebut terluka
parah, kemudian orang yang ditusuk itu dilempar ke atas dan dibiarkan jatuh ke
bawah terus menerus berulang-ulang kali hingga tewas. Ada juga umat yang berdosa
yang ditaruh di atas ranjang besi yang panas membara!
Kemudian datang lagi sekelompok burung Garuda besi yang amat
buas mematuki mata si pembuat dosa dan ular yang bertubuh baja membelit leher
si pembuat dosa, setelah itu seluruh sendi tulang si pembuat dosa dipaku dengan
paku panjang dan lidahnya dicabut lalu dilindasi dengan bajak yang tajam, lalu
usus dari si pembuat dosa dicabut keluar dan diiris-iris menjadi potongan,
kemudian mulutnya dituangi dengan cairan tembaga yang melebur dan seluruh
badannya dibaluti dengan besi yang panas!
Walaupun orang tersebut telah mati disiksa hingga ribuan
kali, apabila masa hukumannya belum habis, begitu ditiupi “Angin Karma” ia akan
hidup kembali, dan harus menjalani hukumannya lagi, terus menerus sampai jutaan
Kalpa, ia akan sulit memperoleh peluang untuk keluar! Akan tetapi, semua alam
yang berada di dalam tata-surya atau disebut “3 ribu Maha sistem dunia” (Trisaharsa
Mahasaharsa Lokadhatu) yang dipengaruhi proses kerusakan pada periode
“Caturkalpa”. Saat dunia tengah mengalami kerusakan, alam Neraka juga ikut
rusak. Tapi, jika masa hukuman dari para umat yang berdosa berat, yang sedang
menjalani hukuman itu belum habis, maka mereka akan dipindahkan ke sistem dunia
lain, apabila dunia dari sana pun mengalami kerusakan, mereka akan dikirim lagi
ke jurusan yang lain dan setelah dunia dari mana ia berasal telah terbentuk
kembali, maka umat yang berdosa itu akan dikembalikan ke dunia yang baru
terbentuk tersebut! Demikianlah tentang Neraka Pancanantarya serta hukuman yang
harus mereka terima!
“O, Maha Buddhamatrka! Masih terdapat lima perihal tentang
hukum Karma yang berkaitan dengan Neraka Pancanantarya itu, yaitu:
- Pada saat orang yang berdosa menjalani hukumannya baik siang maupun malam dalam masa yang berKalpa-Kalpa, mereka tak akan pernah mendapat peluang untuk melepaskan lelahnya sedikitpun, inilah yang disebut ‘Anantarya’ (artinya kewalahan tanpa batas);
- Di Neraka tersebut, berapapun jumlah penghuninya, walaupun hanya 1 orang atau jutaan orang yang dihukum, ruangan itu akan tetap terasa sesak dan padat, inilah ‘Anantarya’;
- Tidak ada satupun dari si terhukum yang dapat menghindar ataupun lolos dari suatu hukuman, baik berupa siksaan pedang tajam, tongkat berat, binatang bertubuh besi seperti burung Garuda besi, ular besi, serigala besi, anjing besi dan sebagainya.
Serta menerima siksaan lesung
serta alu besi yang terbakar panas menumbuk tubuh dari orang yang berdosa atau
tubuh dari si pembuat dosa dilindas, digergaji, dipahat, dikikir atau
diiris-iris menjadi berkeping-keping, atau dimasukkan ke dalam periuk besar
yang berisi air mendidih, atau tubuh si terhukum dibalut dengan jaringan baja
yang panas, atau dipaksa menaiki keledai besi panas atau kuda besi yang panas,
setelah itu si pembuat dosa akan dibakar, dikupas kulitnya, kemudian disirami
cairan besi yang sedang melebur.
Apabila orang yang berdosa itu
merasa lapar dan berteriak kelaparan, ia akan diberi makanan yang berupa
gumpalan besi yang membara dan dipaksa menelannya sampai gumpalan besi itu
jebol keluar dari perutnya dalam keadaan yang masih membara, menyebabkan usus
dari umat yang berdosa itu terbakar hangus dan mengeluarkan darah
terus-menerus. Dan hukuman tersebut harus dijalaninya selama berKalpa-Kalpa
terus menerus tanpa berhenti sekejappun sampai masa hukumannya habis, inilah
yang disebut ‘Anantarya’;
- Di Neraka tersebut tidak ada alasan untuk meringankan hukuman, baik itu lelaki atau wanita, orang timur atau selatan, barat atau utara, atau yang telah lanjut usianya, atau yang masih muda, berstatus bangsawan ataupun golongan rendah, baik Naga; Dewa; makhluk apa saja termasuk Setan dan lainnya. Siapa saja yang berdosa berat ia harus menanggung hukumannya tanpa dibedakan, ini dinamai ‘Anantarya’;
- Selama masa hukumannya belum habis, maka si terhukum akan berulang kali mengalami kematian dan hidup kembali. Siang dan malam mereka terus menerus menjalani penderitaan ini tanpa berhenti sedetikpun. Dan apabila masa hukumannya telah habis, barulah ia dilahirkan di alam lain, inilah yang dinamai ‘Anantarya’.
Sang Bodhisattva Ksitigarbha
melanjutkan uraian-Nya: “O, Maha Buddhamatrka! Keadaan Neraka Pancanantarya
sungguh banyak sekali, namun dalam Pesamuhan Agung ini Aku hanya dapat
menguraikannya secara singkat, jika Engkau ingin Aku menguraikan tentang semua
alat-alat hukuman serta bentuk-bentuk penderitaannya secara lengkap, mungkin
hingga genap satu Kalpapun uraian-Ku belum selesai!”
Setelah mendengar uraian tersebut,
Sang Ibu Mahamaya merasa amat prihatin dan sedih! Lalu Beliau segera ber-Anjali
kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan kembali ke tempat-Nya.
Bab 4 – Hukum Karma Makhluk Hidup Jambudvipa
Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang
Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Sungguh, atas berkah Maha Riddhi-Abhijnabala
Tathagatalah maka Aku dapat menjelajahi jutaan Koti dunia atau alam dengan
menjelmakan badanku hingga sedemikian banyak untuk membimbing makhluk yang
terlibat Hukum Karma. Apabila tidak dianugerahi oleh welas asih Sang Tathagata,
tentu saja saya tidak akan mampu melakukan perubahan apapun, terutama pada saat
ini aku mendapat pesan dari Sang Buddha agar semua makhluk yang berada di Sad
Gatya yakni 6 alam kehidupan itu dibimbing semuanya, supaya mereka dapat
terbebas dari penderitaan neraka sampai Sang Ajita (Bodhisattva Maitreya)
menjadi Buddha! O, Bhagava Yang Termulia! Tak usah khawatir! Aku akan
melaksanakan tugas ini hingga sempurna!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Ksitigarbha: “O, Maha Ariya
Ksitigarbha! Tahukah Anda? Bahwa semua makhluk yang belum terbebas dari
kesengsaraan itu memiliki tabiat dan pikiran yang tak menentu. Mereka
kadang-kadang melakukan perbuatan jahat dan menciptakan Karma buruk yang berat.
Tetapi kadang-kadang pula mereka melakukan hal-hal yang baik yang menjadikan
kebajikan.
Mereka mudah sekali dipengaruhi oleh lingkungannya, itulah
sebabnya. Maka mereka terus berputar-putar di Panca-Gatya (5 alam Penderitaan
yakni alam Asura, Manusia, neraka, Setan lapar dan binatang) hingga
berKalpa-kalpa mereka tersesat atau terhalang oleh karma buruk. Sungguh,
kelakuan mereka persis seperti ikan-ikan yang senang bermain di dalam air
sungai yang terpasang jala, meskipun untuk sementara mereka dapat lolos dari
jala tersebut, namun tidak beberapa saat berselang mereka terjala lagi. O, Maha
Ariya Ksitigarbha! Para umat yang identik dengan ikan yang malang ini membuat
perasaan-Ku sedih! Untunglah, kini Engkau sanggup menyambung tugas-Ku dengan
tekad seperti yang pernah Anda ikrarkan pada masa-masa yang silam, yakni:
berniat menolong para umat yang berdosa berat di alam semesta. Apakah dengan
kepastian ini, Aku masih perlu khawatir?”
Setelah Sang Buddha selesai bersabda, terdapat seorang
Bodhisattva-Mahasattva yang bernama Dhyana Svara Raja di pesamuhan agung itu.
Beliau bangkit dari tempat-Nya dan ber-Anjali seraya bertanya: ”O, Bhagava Yang
Termulia! Sudilah menerangkan kepadaku secara singkat! Mengapa Sang Bhagava
terus menerus memuji jasa-jasa dan kebajikan Sang Ksitigarbha? Ikrar apakah
yang pernah Beliau janjikan pada masa yang silam?”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Dhyana Svara Raja:
“Dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah uraian-Ku ini, O, Ariya Dhyana Svara
Raja yang budiman! Aku akan mengisahkannya secara terperinci satu persatu!”
“Pada masa dahulu, yaitu pada Asankhyeya Nayuta Kalpa yang
silam, terdapat seorang Buddha yang bernama SARVAJNASIDDHA TATHAGATA yang
memiliki 10 gelar kesucian yakni:
Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha, Vidyacarana, Sampanna,
Sugata, Lokavit, Anuttara, Purusa Damya-Sarathi, Sasta-Devamanusyanam
Buddha-Lokanatha’ti. Usia-Nya 60 ribu Kalpa. Sebelum Beliau meninggalkan
rumahNya dan menjadi Sramana, Beliau adalah seorang raja dan bersahabat dengan
raja dari negeri tetangga-Nya. Pada saat itu, mereka bersama-sama melaksanakan
“Dasa-Kusala” (10 macam kebajikan) di negeri masing-masing guna untuk
memakmurkan rakyat-Nya. Akan tetapi, rakyat dari negeri tetangga-Nya enggan
berbuat baik bahkan melakukan Karma jahat. Kemudian kedua raja tersebut
mengadakan perundingan dan sama-sama mengambil keputusan dengan sepakat
menggunakan cara yang paling tepat untuk membimbing rakyat mereka. Raja yang
pertama berikrar ingin mencapai Kebuddhaan secepat mungkin, agar dapat
menyelamatkan para umat yang berdosa berat. Raja tetangga-Nya juga berikrar
ingin menyelamatkan para umat yang berdosa berat yang sedang mengalami
kesengsaraan itu dan ingin membimbing mereka untuk mencapai kebodhian. Dan
Beliau hanya akan menjadi Buddha setelah ikrar-Nya tercapai!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Dhyana Svara Raja:
“Ketahuilah O, Ariya Dhyana Svara Raja! Raja yang pertama itu kini telah mencapai
Penerangan Agung dan menjadi Buddha, Beliau adalah Sarvajnasiddha Tathagata,
sedangkan Raja tetangga-Nya yang pernah berikrar ingin menyelamatkan para
makhluk yang berdosa berat serta yang sedang mengalami kesengsaraan dan tidak
akan menjadi Buddha sebelum niatnya tercapai, Beliau adalah
Bodhisattva-Mahasattva-Ksitigarbha. Inilah kisah tentang Beliau yang ketiga!”
“Lagi, O Ariya Dhyana Svara Raja yang budiman! Pada masa
dahulu kala, yaitu Asankhyeya Kalpa yang silam, terdapat seorang Buddha yang
lahir di dunia ini, nama-Nya SUDDHA PADMA NETRA Tathagata. Usia-Nya 40 ribu
Kalpa. Setelah memasuki Periode Saddharma-Pratirupaka, terdapat seorang Arahat,
Beliau dengan kebajikan-Nya menyelamatkan para umat yang sengsara dan dengan
menggunakan Dharma, ajaran “Hukum Sebab-Akibat” beliau membimbing para umat.
Pada suatu hari, ketika Sang Arahat tengah menjalankan
tugas-Nya di suatu daerah, Beliau bertemu dengan seorang putri yang bernama
Jyotinetra, beliau menyediakan makanan dan minuman untuk memuja Sang Arahat tersebut.
Setelah selesai makan dan minum Sang Arahat bertanya kepada sang putri itu: ‘O,
sang putri yang berbudi! Jasa-jasa kebajikan yang anda lakukan ini ingin
disalurkan kepada siapa?
Putri Jyotinetra menjawab: ‘O, Bhante! Hari ini adalah Hari
Peringatan Tahun kematian dari ibuku, aku ingin mengamalkan jasa-jasa kebajikan
ini untuk menyelamatkannya! Sayang sekali! Hingga sekarang ini aku sama sekali
tidak tahu di alam manakah ibuku tumimbal lahir! Hal ini membuat aku amat
sedih!’
Setelah mendengar ceritanya, lalu Sang Arahat bermeditasi di
suatu tempat yang bersih, dengan Vipassana (mengamati atau melihat dengan mata
batin) di dalam Samadhi-Nya, dengan jelas Beliau melihat ibu dari sang putri
tersebut sedang berada di alam kesengsaraan dan tengah menjalani hukuman di
sana. Setelah Sang Arahat bangkit dari Samadhi-Nya Beliau segera bertanya
kepada sang putri Jyotinetra:
‘Sewaktu ibumu masih berada di dunia, pekerjaan apa yang
pernah ia buat sehingga ia menderita kesengsaraan berat di alam Kesedihan?’
‘O, Bhante! Ibuku pernah berkelakuan tidak baik, ia terlalu
gemar makan anak ikan serta anak bulus, digoreng atau dimasak dengan sayur,
banyaknya tidak kurang dari 10 ribu nyawa ikan yang telah dibunuhnya! O,
Bhante! Harus dengan cara apakah agar ibuku dapat diselamatkan! Kasihanilah
daku O, Bhante!’ pinta Sang Jyotinetra.
Sang Arahat dengan perasaan welas asih memberitahu kepada
sang putri tersebut satu cara yang praktis, yaitu dengan menyebut nama Buddha
“Namo Suddha Padma Netra Buddhaya” dengan sepenuh hati dan di samping itu juga
membuat sebuah Buddha rupang (patung Buddha) untuk mengadakan puja-bhakti di
rumahnya, karena hal ini sangat baik bagi yang telah meninggal ataupun yang
masih berada di dunia, kedua-duanya akan mendapat perlindungan dari Sang
Buddha!
Setelah sang putri Jyotinetra selesai mendengar ajaran
penting dari Sang Arahat, beliau segera menjual segala barang yang disayanginya
dan dari hasil penjualan tersebut beliau mengundang seorang pelukis untuk
melukis gambar Buddha Suddha Padma Netra, kemudian dipuja-Nya dengan khidmat,
beliau terus menerus memuliakan nama Buddha tersebut. Karena hatinya merasa
sanagt terharu, beliau menangis di depan altar Sang Buddha dan dengan perasaan
sujud beliau terus-menerus memandang gambar Buddha tersebut hingga larut malam.
Saat ia sedang tidur tiba-tiba ia bermimpi didatangi seorang
Buddha. Badan-Nya amat besar bagaikan gunung Semeru dan seluruh badan-Nya
berwarna keemasan memancarkan sinar yang amat terang seraya bersabda: “O,
putriku yang berbudi! Anda tak usah bersedih! Tidak lama lagi ibumu akan keluar
dari alam sengsara dan beliau akan dilahirkan di rumahmu dan pada saat sang
bayi yang baru dilahirkan itu merasa kelaparan dan kedinginan ia akan berbicara
tentang asal-usulnya!’
Tak selang beberapa lama, seorang pramuwismanya yang sedang
mengandung itu melahirkan, dan bayi laki-laki yang baru lahir ke dunia yang
belum genap 3 hari itu, merasa amat lapar dan dingin. Sewaktu bayi pramuwisma
itu melihat Sang Jyotinetra, ia lantas menangis seraya berkata: ‘O, anakku yang
tersayang! Aku adalah ibumu! Semua perbuatan yang pernah aku lakukan semasa
hidupku di dunia harus ditanggung oleh diriku sendiri.
Maka dari itu aku telah diterjunkan ke alam bawah, sejak aku
meninggal hingga baru-baru ini terus-menerus aku masuk-keluar dari berbagai
alam Neraka besar tanpa berhenti. Kini karena diberkahi oleh jasa-jasa dari
kebajikanmu aku baru memperoleh kesempatan untuk dapat lahir-kembali ke alam
manusia dengan status yang sangat rendah dan usiaku pun sangat pendek, yakni
umurku hanya 13 tahun, kemudian aku harus kembali lagi ke alam sengsara. O,
anakku yang tersayang! Apakah engkau dapat menyelamatkan ibumu yang malang ini
untuk bebas dari penderitaan?’
“Setelah Sang Jyotinetra mendengar kata-kata yang diucapkan
oleh sang bayi itu, ia merasa yakin bahwa bayi tersebut benar-benar adalah ibu
kandungnya, karena sang bayi itu telah dikuatkan batinnya oleh Maha Daya
Buddha, maka bayi itu dapat berbicara, Sang Jyotinetra merasa amat sedih, dan
dengan terisak-isak lalu ia bertanya: ‘O, ibundaku yang tercinta! Katakanlah,
karena dosa apa maka ibu diterjunkan di alam kesedihan?’
Putra pramuwisma menjawab: ‘O, anakku! Karena sewaktu masih
berada di dunia, ibumu pernah terlibat 2 macam dosa berat yakni dosa pembunuhan
serta dosa ucapan kasar atau pemfitnahan. Kalau saja tanpa jasa-jasa dan
kebajikanmu, pastilah aku tak akan mendapat kesempatan untuk keluar
sekejappun!’
‘Hukuman apakah yang pernah ibunda jalani di dalam alam
Neraka itu?’ Tanya sang putri.
‘O, anakku! Hukuman di alam Neraka dan kesengsaraannya
amatlah menyedihkan dan sulit untuk diceritakan penderitaannya, apabila
diceritakan secara luas hingga ratusan ribu tahun pun tak akan habis
dijelaskan!’ jawab ibunya.
Setelah sang putri mendengar kata-kata yang diucapkan oleh
sang bayi itu, menangislah ia
tersedu-sedu lalu ia mengarahkan pandangannya ke atas langit seraya berkata:
‘O, Yang Maha Kuasa! Lindungilah ibuku! Agar ibuku dapat terbebas dari alam
kesedihan selama-lamanya!
Bila usia ibuku telah genap 13 tahun, semoga dosanya dapat
dihapuskan dan jangan diterjunkan lagi ke alam sengsara! Sang putri berdiam
sejenak lalu beliau ikrar: ‘O, para Buddha yang berada di sepuluh penjuru
semesta!
Kasihanilah daku dan terimalah “Nadar utamaku” yang akan
kuikrarkan ini! Apabila ibuku dapat membebaskan dirinya dari 3 hal ini yakni:
Mulai dari sekarang ia tidak akan diterjunkan lagi ke 3 alam sengsara, dan jika
umurnya telah genap mencapai 13 tahun ia tidak akan menjadi kaum rendah dan ia
tidak akan terlahir lagi sebagai wanita. Kini aku berdiri di depan gambar
Buddha Suddha Padma Netra dan aku berjanji mulai dari sekarang hingga ratusan
ribu Koti Kalpa yang akan datang, aku akan menyelamatkan semua makhluk yang
berdosa berat, yang sedang mengalami kesengsaraan di 3 alam kesedihan di
pelbagai dunia, aku akan menyelamatkan mereka hingga mereka bisa membebaskan
dirinya dari alam Neraka, alam binatang dan alam setan-lapar. Aku akan
membimbing mereka semua hingga mencapai Kebuddhaan, setelah semuanya terlaksana
barulah hamba mencapai Anuttara Samyaksambuddha!’
Sewaktu ikrar sang putri selesai, lantas ia mendengar suara
gema dari langit, yaitu suara dari Sang Buddha Padma Netra Tathagata: ‘O, Putri
Jyotinetra yang berbudi! Perasaanmu sungguh penuh belas-kasihan! Demi
menyelamatkan ibumu, anda bertekad mengucapkan “Nadar-utama” yang demikian
agung! Dengan jasa kebajikan ini, mulai dari sekarang, bila usia ibumu telah
genap 13 tahun, ia akan terbebas dari hukumannya dan akan dilahirkan di suatu
daerah menjadi Brahmacarin (orang yang bertekad melakukan kehidupan suci),
umurnya akan mencapai 100 tahun. Dan setelah itu, dia akan dilahirkan di
sebelah timur, alam Asokavijayasri, atau Sukhavati, negeri Buddha Amitabha!
Umurnya tidak dapat diperhitungkan dengan Kalpa, dan di alam sana dia akan
melaksanakan Dharma luhur hingga mencapai Kebodhian. Kemudian dia akan
menjalankan tugasnya di pelbagai alam, umat-umat dari Surga atau dari dunia
manusia yang akan diselamatkan olehnya jumlahnya akan seperti butiran pasir di
Sungai Gangga, tidak dapat diperkirakan!’
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Dhyana Svara
Raja: “O, Maha Ariya, Tahukah Anda? Yang disebut Sang Arahat yang pernah
menyelamatkan putri Jyotinetra itu adalah Bodhisattva Aksayamati dan yang
pernah menjadi ibu dari sang putri Jyotinetra itu adalah Bodhisattva Vimuktika.
Dan, sang putri Jyotinetra adalah Bodhisattva Ksitigarbha!”
“Ketahuilah O, Ariya Dhyana Svara Raja! Budi pekerti Sang
Ksitigarbha sejak dari berKalpa-Kalpa yang tak terkira lamanya telah sedemikian
agung, penuh belas-kasihan dan Beliau pernah berikrar dengan nadar-nadar utama
atau Niat Suci yang banyaknya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga. Beliau
juga pernah menyelamatkan para makhluk sengsara yang banyaknya juga tak dapat
diperkirakan! Pada masa yang akan datang, apabila terdapat pria atau wanita
yang enggan berbuat Karma baik, hanya senang berbuat Karma yang jahat dan tidak
percaya akan hukum “Sebab-Akibat” dan selalu melakukan hal-hal yang tak
terpuji, seperti perbuatan asusila, berdusta, berlidah dua, mengeluarkan ucapan
yang kasar, berani memfitnah ajaran Buddha dan sebagainya. Maka umat-umat yang
demikian akan diterjunkan ke alam kesengsaraan setelah mereka meninggal dunia!
Akan tetapi, apabila sebelum meninggal, mereka dapat bertemu dengan seorang
suci (Yang Ariya) atau orang yang bijaksana, yang mengajak mereka bertobat dan
memohon perlindungan kepada Bodhisattva Ksitigarbha, pastilah dosa yang
dimiliki oleh para umat itu akan berubah menjadi ringan atau musnah, dan mereka
pun akan terbebas dari 3 alam sengsara!
Seandainya para umat tersebut telah sadar dan ingin dengan
sepenuh hati memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha, serta memuliakan
nama-Nya atau selalu mengadakan puja-bhakti kepada-Nya dengan dupa, bunga,
jubah, permata, minuman, makanan dan sebagainya. Maka si pemuja, pada masa akan
datang selama ratusan ribu Koti Kalpa akan terus-menerus dilahirkan di alam
Surga untuk menikmati kebahagiaan di sana!
Apabila usianya di Surga telah habis mereka akan mendapat
kesempatan dilahirkan kembali ke alam manusia dengan kedudukan sebagai
bangsawan atau menjadi seorang raja berkuasa, dan lamanya hingga ribuan Kalpa
masa, bahkan di antara mereka banyak yang memiliki ketrampilan bisa mengingat
kehidupan masa lampau, memahami hukum sebab-musabab dan asal-usulnya di masa
yang silam!”
“O, Ariya Dhyana Svara Raja! Sungguh baik dan mulia
Riddhi-Abhijnabala yang dimiliki oleh Sang Ksitigarbha serta jasa-jasa
luhur-Nya, yang mana tak akan habis diceritakan! Demi untuk menolong para umat,
Beliau bekerja keras terus-menerus tanpa berhenti semasapun! Maka dari itu,
Engkau beserta para Bodhisattva harus selalu mengingat Sutra ini
sedalam-dalamnya, kemudian menyebarkan seluas-luasnya kepada para umat manusia!
Inilah kisah tentang Sang Ksitigarbha yang keempat.”
Setelah Sang Bodhisattva Dhyana Svara Raja selesai mendengar
kisah tersebut, Dia berkata kepada Sang Buddha:
“O, Bhagava Yang Termulia! Tak usah khawatir! Kami,
sekeluarga besar dari semua yang berstatus Bodhisattva Mahasattva pasti dapat
mewujudkan pesan Sang Buddha dan akan menjunjung kewibawaan Buddha untuk
mengulang Sutra tersebut di dunia Jambudvipa agar bisa dimanfaatkan oleh semua umat manusia!”
Setelah selesai, Sang Bodhisattva Dhyana Svara Raja
ber-Anjali kepada Sang Bhagava lalu kembali ke tempat duduk-Nya.
Pada saat itu, para Raja Caturmaharajakajika yang datang
dari keempat jurusan Surga bersama-sama bangkit dari tempat duduk-Nya, lalu
merangkupkan kedua telapak tangan-Nya sambil bertanya kepada Sang Buddha: “O,
Bhagava Yang Termulia! Apa sebabnya Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha
sejak zaman dulu telah berikrar dengan niat suci utamanya sampai sedemikian
banyak dan bermaksud hendak membebaskan para makhluk yang sengsara hingga
tuntas, tapi mengapa masih banyak makhluk-makhluk yang belum bisa diselamatkan
dan mengapa Beliau masih terus berikrar?”
Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada ke 4 Maha Raja Kajika:
“Sadhu! Sadhu! Sadhu! O, Maha Raja Kajika Yang Termulia! Baiklah, Aku sekarang
akan mengisahkan tentang hasil kerja Sang Ksitigarbha kepada Raja dan para
hadirin sekalian! Supaya kalian mengetahui mengapa Sang Ksitigarbha selalu
bekerja keras di dunia Jambudvipa Sahaloka (alam manusia) dengan berbagai cara
yang trampil untuk menyelamatkan para makhluk yang sengsara agar dapat terbebas
dari kelahiran dan kematian itu!”
“Terima kasih O, Bhagava Yang Termulia! Kami sekalian telah
siap mendengarkannya.”
Sang Buddha bersabda: “Meskipun Sang Ksitigarbha sejak zaman
dulu hingga sekarang telah banyak berikrar, namun cita-cita agung yang dimiliki
Beliau belum bisa terwujud semuanya, Beliau selalu berpikir dengan hati yang
iba: ‘Jika Aku enggan bertugas di pelbagai alam Neraka, lalu siapa
penggantinya!’
Maka itu Beliau berikrar: ‘Apabila Neraka belum kosong, Aku
tak akan menjadi Buddha!’ Demikian pula, walaupun makhluk-makhluk Jambudvipa telah
banyak sekali yang diselamatkan oleh-Nya hingga terbebas dari tumimbal lahir
dan menjadi sadar bahkan banyak yang telah mencapai Kebodhian. Akan tetapi,
masih terdapat sebagian besar makhluk hidup yang dosanya seperti tanaman
merambat, makin lama makin menjalar secara luas, sulit dibebaskan dalam waktu
yang singkat, maka dari itu Beliau terus berikrar dan berikrar lagi! Dan terus
bertugas di alam Neraka! Dan, terus-menerus menggunakan ribuan Koti cara yang
tepat untuk membimbing para makhluk hidup yang berada di dunia Jambudvipa/ alam
manusia/ Sahaloka.”
“O, Maha Raja Kajika! Seandainya ada umat yang dengan
sengaja melakukan pembunuhan, Sang Ksitigarbha lantas memberitahu kepada mereka
bahwa perbuatan jahat ini akan menerima balasan karma berusia pendek atau mati
muda, atau kena balasan karma yang beratnya akan beberapa kali lipat pada masa
mendatang yang dibalas oleh musuhnya; Bagi yang melakukan pencurian dan
perampokan diberitahu bahwa perbuatan jahat ini akan berakibat tumimbal lahir
di keluarga yang miskin dan akan mengalami banyak kesengsaraan di masa
kehidupan yang akan datang.
Bagi yang melakukan perbuatan asusila akan mendapat balasan
karma dilahirkan di alam binatang berjenis unggas seperti burung pipit,
merpati, belibis dan sebangsanya; Yang melakukan ucapan kasar akan berakibat
rumah tangganya selalu bentrok dan tidak harmonis; Yang melakukan pemfitnahan
akan mendapat balasan karma menjadi orang bisu atau menderita penyakit mulut
yang menahun. Yang senang marah atau membenci orang lain akan berakibat
berbadan cacat dan berparas jelek sekali.
Bagi yang berperangai kikir mendapat balasan karma apa yang
diinginkannya sulit terwujud; Yang terlalu serakah terhadap segala makanan dan
minuman akan berakibat kelaparan, kehausan dan selalu menderita penyakit
tenggorokan; Yang melakukan perburuan menerima akibat karma mati dalam
ketakutan; Yang durhaka terhadap orang tuanya akan berakibat terkena musibah
bencana alam.
Bagi yang membakar hutan menerima balasan karma mati dalam
kegilaan atau kesesatan; Yang senang menganiaya anak tirinya akan mendapatkan
pembalasan dari anak tirinya yang beratnya beberapa kali lipat pada masa
mendatang; Yang selalu melakukan penangkapan terhadap anak binatang atau unggas
dengan alat jala akan berakibat sanak saudaranya terpisah jauh dan sulit
ditemukan;
Yang memfitnah Tri Ratna akan mendapat balasan karma menjadi
buta, tuli dan bisu; Yang menghina Buddha Dharma akan dihukum di alam sengsara
(alam neraka, alam setan dan alam binatang); Yang merusak dan memboroskan
barang-barang milik Sangha akan berakibat dirinya diterjunkan ke alam Neraka
hingga Koti-an Kalpa (waktu yang lama sekali); Yang sengaja menodai Sang Suci
atau mengotori tempat suci akan menerima pembalasan karma diterjunkan ke alam
binatang.
Bagi yang melakukan pembunuhan atau penyiksaan terhadap
binatang bernyawa dengan air mendidih atau dengan kobaran api atau dengan cara
pembantaian, penjagalan akan mendapat balasan karma dibalas dengan cara yang
sama oleh si korban pada masa yang akan datang.
Para Bhikshu yang melanggar Sila Makan atau Sila lainnya
akan berakibat dirinya dilahirkan di alam binatang dan selalu menderita
kelaparan; Yang bertabiat suka memboroskan uang atau barang-barang berharga
akan berakibat pada masa yang akan datang selalu kehilangan benda yang disayangi;
Yang bersikap sombong atau egois akan menerima balasan karma dirinya dilahirkan
di golongan paling rendah.
Yang berlidah dua dan senang bertengkar akan dilahirkan
menjadi makhluk yang tidak dapat berbicara atau menjadi seekor burung yang
hanya pandai berkicau; Yang berpandangan tidak benar atau sesat akan
mengakibatkan dirinya dilahirkan di daerah terpencil! Demikianlah, hukum karma
yang harus diterima oleh umat manusia yang berada di dunia Jambudvipa. Bagi
yang melakukan Karma jahat melalui perbuatan, perkataan dan pikiran yang
banyaknya hingga jutaan macam akan mendapat balsan karma yang jumlahnya juga
jutaan macam!
Meskipun karma umat manusia sedemikian banyak, tapi, Sang
Ksitigarbha tetap dengan ulet terus berusaha dengan menggunakan berbagai cara
yang tepat untuk menyelamatkan dan membimbing mereka hingga menjadi sadar dan
mencapai kesucian.
“O, Maha Raja Kajika! Ketahuilah, para makhluk yang berdosa
berat dari Jambudvipa yang enggan menerima nasehat dari Bodhisattva Ksitigarbha
atau ajaran dari para suci dan para tokoh bijak, semuanya harus menerima
pembalasan karma sesuai dengan perbuatannya di pelbagai alam kesengsaraan!
Yaitu walaupun setelah mereka menerima pembalasan Karma di alam manusia, mereka
akan diterjunkan lagi ke dalam Neraka hingga jutaan tahun lamanya. Maka dari itu,
Maha Raja Kajika serta para Hadirin yang Kuhargai! Mulai dari sekarang Kamu
sekalian harus membangkitkan perasaan belas-kasihan-Mu untuk melindungi para
umat serta Nusa dan bangsanya agar tetap makmur, sejahtera, damai serta aman
dan tenteram, supaya Karma-Karma jahat tidak dilakukan oleh mereka.”
Setelah mendengar sabda Sang Buddha, ke 4 Maha Raja Kajika,
merasa sangat sedih dan dengan wajah sendu mereka memberi hormat kepada Buddha
Sakyamuni, lalu mereka kembali ke tempat-Nya.
Bab 5 – Nama-Nama
Neraka
Bodhisattva Mahasattva Samantabhadra berkata kepada Sang
Ksitigarbha: “O, Maha Ariya Ksitigarbha yang berwelas asih! Sudilah menerangkan
kepada kami tentang Hukum Karma dan jenis-jenis Neraka serta tempat hukuman
bagi para Bhikshu-Bhikshuni, Upasaka dan Upasika serta para umat manusia, baik
yang berada di masa sekarang dan di masa yang akan datang, agar mereka dapat
mengetahui keadaan yang sedemikian pahit tentang alam Neraka beserta akibat dan
Hukum Karmanya!”
“Baiklah O, Ariya Samantabhadra yang Mahacarya!” Sahut Sang
Bodhisattva Ksitigarbha.
“Sekarang berkat kewibawaan Sang Buddha serta kekuatan dari
cita-cita Yang Ariya Samantabhadra, Aku akan menguraikan jenis-jenis dan
nama-nama dari Neraka beserta hukuman yang berlaku di alam itu secara singkat!
O, Yang Mahacarya! Di sebelah timur dari dunia Jambudvipa ini terdapat sebuah
gunung besar yang bernama Maha Cakravada. Di dalam gunung ini gelap sekali dan
sulit ditembusi cahaya Bulan ataupun Matahari!
Di dalamnya terdapat sebuah Neraka utama yang maha besar
bernama Anantarya, dan di sebelahnya juga terdapat sebuah Neraka besar yang
bernama Avici dan disekitarnya juga terdapat Neraka-Neraka lain seperti Neraka
Pojok-Empat, Pedang-Terbang, Panah-Api, Gunung-Berapit, Tembusan Tombak,
Kereta-Baja, Ranjang-Baja, Kerbau-Raja, Jubah-Baja, Mata-Keris-Seribu,
Keledai-Baja, Neraka Lemburan Tembaga, Neraka Peluk Tiang Api, Neraka
Api-Menjalar, Bajak-Lidah, Mengikir-Kepala, Membakar Betis, Mematuk-Mata,
Neraka Menelan-Gumpalan-Besi, Neraka Saling-Bentrok, Kapak Baja, Neraka Saling
Geram dan Neraka-Neraka lainnya. Sang Ksitigarbha berhenti sejenak lalu berkata
lagi: “O, Mahacarya! Tahukah Anda? Neraka-neraka yang berada di dalam gunung
Maha Cakravada ini banyak sekali, seperti Neraka Berdengung, Mencabut-Lidah,
Air-Berkotoran, Gembok-Tembaga, Gajah-Api, Anjing-Api, Elang-Api, Kuda-Api,
Kerbau-Api, Gunung-Api, Batu-Api, Ranjang-Api, Pengupas-Kulit, Pengisap-Darah,
Pembakar-Tangan, Neraka Pembakar-kaki, Neraka Balok-Api, Neraka Gergaji Api,
Neraka Penusuk Tubuh, Rumah-Api, Rumah-Besi, Serigala-Api dan sebagainya. O,
Mahacarya! Di setiap Neraka, di dalamnya terdapat lagi neraka-neraka kecil yang
jumlahnya tidak menentu, ada yang satu, ada yang dua, ada yang tiga atau empat
bahkan hingga ratusan ribu pembagiannya, dan namanya juga berbeda-beda!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan sabda-Nya: “O, Samantabhadra
yang Mahacarya! Neraka-Neraka tersebut disediakan khusus untuk para umat yang
berani berbuat jahat sewaktu mereka berada di alam manusia!
Daya karma ini besar sekali, ke atas dapat menandingi
tingginya Gunung Semeru, ke bawah dapat menyamai dalamnya samudera, dan dapat
menghalangi jalan menuju Buddha Dharma. Oleh karena itu dosa mereka amat sulit
dimusnahkan dalam waktu yang singkat!
Maka dari itu, setiap umat manusia harus selalu waspada akan
Karmanya, jangan meremehkan kesalahan kecil yang dianggap tidak akan membawa
dosa.
Setelah meninggal dunia, yang berbuat dosa pasti akan
dibalas dengan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya, walaupun kesalahannya
hanya seujung rambut, itupun tetap tak akan terlepas dari Hukum Karma!”
“Jika saatnya tiba, hukuman tetap akan dilaksanakan, tak ada
seorangpun yang bisa menggantikannya, walaupun ayah ataupun anaknya sendiri.
Masing-masing mempunyai karmanya sendiri-sendiri, tak dapat saling menggantikan
untuk menerima hukuman.
“O, Mahacarya! Sekarang, Aku sedang dianugerahi kewibawaan
Buddha dan dalam kesempatan ini, Aku akan terus menjelaskan tentang hukuman
berat yang harus dijalani di dalam setiap Neraka kepada Kalian! Harap Maha
Ariya serta para Hadirin sudi memperhatikannya!”
Bodhisattva Samantabhadra berkata kepada Sang Ksitigarbha:
“Telah lama Kuketahui tentang Hukum Karma yang berlaku di alam Triduggati (3
alam sengsara).
Maka sudilah menerangkannya kepada kami agar para umat
manusia yang sengaja melakukan Karma Jahat pada masa Periode menjelang
berakhirnya Dharma akan menjadi sadar, setelah mereka mengetahui atau mendengar
ajaran Buddha Dharma yang pernah diuraikan oleh Sang Ksitigarbha ini, semoga
mereka dapat dengan segera mengamalkan ajaran Buddha untuk membebaskan dirinya
dari belenggu kesengsaraan!”
Sang bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan: “O, Mahacarya!
Jenis hukuman yang harus dijalani di setiap Neraka banyak sekali, dan semua
dilaksanakan sesuai dengan perbuatan jahat yang pernah dilakukan oleh sang umat
semasa hidupnya di dunia! Seandainya, sang umat pernah melakukan perbuatan
jahat melalui perkataan maka lidahnya harus dicabut dan dibajak hingga luka
oleh Kerbau-baja; Yang berhati jahat jantungnya akan dikeluarkan dan dimakan
oleh Sang Yaksa; Yang melakukan perbuatan jahat melalui jasmani akan disediakan
air mendidih untuk memasak tubuhnya atau si terhukum disuruh memeluk tiang
panas yang terbuat dari tembaga hingga tubuhnya hangus;
Ada Neraka yang dipenuhi kobaran api dan apinya akan
menjalar ke tubuh si terhukum; Ada Neraka yang penuh salju yang suhunya dingin
sekali, makhluk apa saja yang masuk ke dalamnya akan mati kedinginan; Ada
neraka yang memiliki kolam yang penuh dengan kotoran berbau busuk dan air tuba,
dan si pembuat dosa akan diterjunkan ke dalamnya; Ada neraka yang
membolak-balik tubuh orang yang berdosa lalu ditusuki dengan tombak runcing;
Ada hukuman yang memukuli dada dan punggung si pembuat dosa; Ada hukuman
membakar tangan atau kaki si pembuat dosa.
Ada Neraka yang menyediakan ular baja panas untuk membelit
tubuh umat yang berdosa; Ada Neraka yang menggunakan anjing besi untuk
menggigit umat yang berdosa hingga tewas; Ada Neraka yang menggunakan
keledai-baja dan kuda-baja yang panas untuk dinaiki si pembuat dosa hingga yang
menaikinya merasa sengsara sekali dan akhirnya tewas di atas punggung binatang
dari baja yang panas itu!”
“O, Mahacarya! Alat-alat hukuman yang digunakan di alam
Neraka itu banyak sekali hingga ratusan ribu jenis, dan bahannya semua terbuat
dari tembaga, baja, batu dan api, dan dibuat khusus untuk para umat yang
berdosa berat. O, Mahacarya! Jika secara luas aku menceritakan keadaan hukuman
di dalam alam neraka, hingga satu kalpapun takkan habis diuraikannya, karena di
setiap neraka terdapat hukuman atau penderitaan yang jumlahnya ratusan ribu
macam, sedangkan neraka-neraka itu sedemikian banyaknya. Kini Aku menerima
kesaktian dari Sang Buddha sehingga mendapat kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dari Yang Ariya (suci). Demikianlah penjelasan-Ku yang singkat
sebagai jawaban terhadap pertanyaan dari Bodhisattva-Mahasattva Samantabhadra,
apabila kujelaskan secara lengkap semua bentuk-bentuk dan keadaan alam neraka,
mungkin hingga satu Kalpapun Aku belum selesai menjelaskan seluruhnya.”
Bab 6 – Pujian
Tathagata
Pada waktu itu, badan Buddha Sakyamuni tiba-tiba bersinar
amat terang, kekuatan dari cahaya yang dipancarkan tembus sampai ke alam-alam
Buddha lain yang banyaknya hingga jutaan Koti bagaikan butiran pasir di Sungai
Gangga. Kemudian sinar yang amat terang benderang itu berubah menjadi suara
merdu yang mengumandangkan nada-nada gembira, memberitahukan sesuatu kepada
para Bodhisattva-Mahasattva serta kepada para Dewa, Naga, Makhluk Suci, Raja
Setan, Kinnara, makhluk yang bukan manusia dan umat lainnya yang berada di
seluruh alam Buddha. Bunyinya: “Para pendengar yang budiman, hari ini aku
memuji Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha yang telah menyalurkan cinta
kasih serta kesaktian yang tidak terperikan ke sepuluh penjuru dunia untuk
menyelamatkan semua makhluk hidup yang menderita untuk mencapai kebebasan.
Apabila Aku memasuki Parinirvana, Kamu selaku Bodhisattva-Mahasattva atau Dewa,
Naga, Makhluk-makhluk suci, Raja Setan serta umat lainnya, dengan segala cara
yang trampil hendaknya memelihara dan melindungi sutra ini agar para umat dapat
mengamalkannya untuk mencapai kebahagiaan Nirvana.
Setelah suara merdu yang berkumandang dengan nada gembira
itu berhenti, Sang Bodhisattva Mahasattva Samantavistara yang berada di
pesamuhan itu bangkit dari tempat-Nya, dengan mengatupkan kedua telapak
tangannya lalu beliau memberi hormat kepada Sang Buddha seraya berkata: ”O,
Bhagava Yang Termulia! Hari ini Sang Bhagava dengan suara yang merdu dan nada
yang gembira menyanjung dan memuji jasa-jasa luhur, kewibawaan, ketrampilan
serta kekuatan suci yang dimiliki Sang Ksitigarbha di pesamuhan agung ini.
Saya mohon Sang Bhagava Yang Termulia sudilah mengumumkan
kepada kami, dengan cara apa dan bagaimana Sang Ksitigarbha membimbing para
Dewa, manusia untuk menanam benih kebajikan yang dapat membuahkan hasil yang
gemilang terutama kepada para umat yang berada pada masa menjelang berakhirnya
Dharma, agar berkat khotbah Sang Buddha bermanfaat bagi para hadirin serta para
Dewa, Naga, ke 8 kelompok makhluk dan para umat manusia yang berada di masa
yang akan datang juga dapat mengamalkan jalan kebajikan tersebut serta
menjunjung ajaran dari para Buddha.
“O, Ariya Samantavistara serta hadirin sekalian!
Dengarkanlah baik-baik!” Sabda Sang Buddha: “Sekarang, Aku akan menguraikan
secara singkat dengan cara apa dan bagaimana Sang Ksitigarbha membimbing para
dewa dan manusia hingga memperoleh kebajikan luhur dan mencapai Jalan
Kebahagiaan!” “Kami siap mendengarkannya, O, Bhagava Yang Termulia!” Sahut Sang
Samantavistara.
“Ketahuilah pada masa mendatang, apabila terdapat
putra-putri berbudi yang setelah mendengar nama Bodhisattva-Mahasattva
Ksitigarbha, lantas atas dasar kesadaran dari hati sanubarinya yang dalam
beliau memberi hormat, memuji dan merenungkan jasa-jasa Bodhisattva
Ksitigarbha, dengan demikian maka si pemuja dapat memusnahkan dosanya sebanyak
30 Kalpa! O, Ariya Vistara! Seandainya terdapat para putra-putri berbudi yang
melukis gambar Sang Bodhisattva Ksitigarbha atau membuat rupanya dengan
bahan-bahan dari tanah liat, batu akik.
Atau dari logam-logam seperti emas, perak, tembaga,
perunggu, besi dan sebagainya, kemudian dipasangkan di suatu tempat yang
bersih, untuk diadakan puja-bhakti pada waktu yang tertentu atau pada waktu
siang/malam, maka si pemuja tersebut akan mendapat kesempatan yang amat cerah
yakni, ia akan dilahirkan di Surga Trayastrimsa sebanyak seratus kali
berturut-turut setelah ia meninggal dunia! Dan, jika usia Surganya telah habis,
beliau masih dapat tumimbal-lahir kembali ke alam manusia menjadi seorang raja
atau bangsawan yang sangat mulia, dan selama itu tak akan sekalipun diterjunkan
ke alam sengsara! O, Ariya Vistara! Seandainya terdapat kaum wanita yang tidak
suka lahir sebagai wanita lagi pada masa yang akan datang, mereka dapat memuja
gambar atau patung Sang Ksitigarbha dengan bunga, dupa, makanan-minuman, jubah,
spanduk sutera, panji-panji, uang logam kuno, permata dan sebagainya (sajian
tak usah lengkap semua, hanya menurut kemampuan si pemuja), beliau yang sering
mengadakan puja-bhakti di depan Bodhisattva Ksitigarbha, apabila kehidupannya
telah berakhir di alam manusia maka mereka akan dilahirkan di alam suci yang
tak ada wanitanya seperti di alam “Sukhavati” (alam Buddha Amitabha) atau
dilahirkan di alam “Suddhavaidurya” (alam Buddha Bhaisajyaguru); Atau tetap
dilahirkan di alam manusia dengan tubuh pria dan selama jutaan Kalpa
berturut-turut, terkecuali jika mereka masih harus lahir sebagai seorang wanita
untuk menjalankan tugas suci di pelbagai alam semesta guna untuk menyelamatkan
para makhluk yang sengsara!
O, Ariya Vistara! Berkat jasa-jasa yang diperoleh dari
pemujaan Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha itu, maka selama jutaan Kalpa ia
tidak akan dilahirkan lagi sebagai kaum wanita!”
“Lagi, O, Ariya Samantavistara!” Sang Buddha melanjutkan
sabda-Nya: “Apabila ada kaum wanita yang tidak senang dengan parasnya yang
jelek, badannya yang kurang sehat dan yang sering menderita penyakit.
Maka, jika sang umat tersebut bersedia memberi hormat kepada
lukisan atau patung Sang Ksitigarbha, walaupun hanya sekali saja, maka di masa
mendatang hingga ratusan ribu kali ia dilahirkan, ia akan memiliki paras yang
cantik dan memiliki tubuh yang sehat! Tetapi apabila si pemuja tidak jemu akan
tubuh wanitanya, dia akan lahir selama jutaan kali dengan status seorang putri
raja atau menjadi ratu atau lahir sebagai seorang putri dari anggota keluarga
termulia seperti putri bangsawan, Menteri, Naigamabharyarupa dan sebagainya,
baik parasnya maupun tubuhnya akan tetap sehat bugar dan elok belia! Ini semua
tidak lain karena si pemuja menghormati Sang Bodhisattva Ksitigarbha dengan
sepenuh hati hingga dirinya dapat menikmati pahala besar dari kebajikan yang
dilakukannya!
“Lagi, O, Ariya Vistara! Seandainya putra-putri yang berbudi
itu senang dengan menggunakan nyanyian dan tarian rohani untuk memuji jasa-jasa
Ksitigarbha dan dengan tulus sang umat menyediakan dupa, bunga, dan sebagainya
untuk menyembah Beliau di depan gambar-Nya, atau mengajak para simpatisan baik
seorang ataupun puluhan bahkan ratusan untuk bersama-sama mengadakan
puja-bhakti kepada Beliau, maka sang umat tersebut baik di masa sekarang maupun
di masa mendatang, akan dilindungi oleh ratusan ribu Dewa yang berbudi baik
siang maupun malam dan sejak itu tidak akan ada kabar buruk yang didengarnya,
juga tidak akan ada musibah atau malapetaka yang menimpanya!”
“Lagi, O, Ariya Vistara!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya:
“Apabila terdapat umat manusia yang berkelakuan jahat, atau para Dewa, Setan
dan makhluk culas yang tidak berbudi lainnya, sewaktu mereka melihat para umat
dengan tulus menyembah, memuji atau menghormati gambar atau patung Sang
Bodhisattva Ksitigarbha, lalu mereka mengejek, menyindir dan menghina bahwa
persembahan ataupun penghormatan dari sang umat tidak ada gunanya, juga tidak
dapat memperoleh jasa dan sebagainya.
Atau mereka berani menertawakan, serta melakukan pemfitnahan
dan mengajak makhluk-makhluk lain ramai-ramai melakukan kejahatan yang tak
terpuji, meskipun kejahatan yang dilakukannya hanya sejenak saja! O, Ariya
Vistara! Para umat manusia atau makhluk lainnya yang berani melakukan kejahatan
seperti itu, mereka akan ditempatkan di Neraka Avici selama Seribu Buddha yang
berada di periode “Bhadrakalpa” ini telah Parinirvarna, dan Periode
“Bhadrakalpa” sudah berakhir, selama waktu yang sebegitu lama itu, mereka harus
menjalani siksaan yang berat di alam neraka Avici. Setelah itu mereka akan
dilahirkan lagi di alam Setan-lapar dan sesudah selang masa seribu Kalpa mereka
baru dipindahkan ke alam binatang dan setelah selang masa seribu Kalpa lagi
mereka baru dapat lahir di alam manusia!
Dan meskipun mereka mendapat kesempatan untuk lahir kembali
ke alam manusia dengan status golongan rendah dan menjadi kaum miskin atau umat
yang menderita cacat tubuh, tetapi karena batin mereka yang masih dipengaruhi
oleh berbagai Karma jahat yang telah dilakukannya pada masa silam sehingga
tidak berapa lama mereka dilahirkan sebagai manusia, mereka diterjunkan lagi ke
alam kesengsaraan! Maka dari itu, O, Ariya Vistara! Pembalasan dari Hukum Karma
bagi yang melakukan pemfitnahan kepada orang yang bersembahyang adalah
sedemikian berat, apalagi yang dengan sengaja berusaha memusnahkan
Buddha-Dharma!”
“Lagi, O, Ariya Vistara! Pada masa mendatang apabila terdapat
seorang lelaki atau wanita yang menderita penyakit parah yang menahun dan tidak
sembuh-sembuh, walaupun sudah sering diobati, sehingga sepanjang hari beliau
harus berbaring terus di atas ranjang, hidupnya sangat merana, mati tidak bisa,
hiduppun sengsara.
Atau terdapat seseorang yang setiap malam bermimpi buruk,
seolah-olah dirinya selalu diajak oleh iblis jahat atau arwah sanak saudaranya
bersama-sama pergi ke suatu gunung yang amat curam, hingga beliau menggigil dan
berkeringat, atau setiap siang dan malam beliau terus digoda oleh makhluk halus
selama bertahun-tahun, hingga badannya semakin lama semakin kurus dan hanya
bisa mengeluh dan merintih di atas ranjang. Keadaan ini tak lain karena arwah
dari para musuhnya telah lama menunggu kedatangan orang tersebut di alam
Yamaloka (alam dari raja Neraka), agar arwah dari orang tersebut dapat diadili
atas kejahatan yang pernah dilakukannya, dengan demikian para arwah baru akan
merasa puas!
Akan tetapi, usia dari orang tersebut belum sampai waktunya,
sehingga harus mengalami kesakitan atau penyiksaan secara jasmani dulu! Sayang
sekali karena manusia hanya memiliki mata jasmani sehingga tidak dapat melihat
arwah musuhnya yang sedang berada di sisinya! O, Ariya Vistara! Mengingat
peristiwa yang luar biasa ini, seharusnya para Bijaksana menerangkan kepada
sang umat, sehingga beliau mengetahui akan hal ini dan dapat menjadi sadar
secepat mungkin! Para Bijaksana juga harus membantu mereka dalam membacakan
Sutra ini dengan khidmat di depan gambar, lukisan atau patung dari para Buddha
atau Bodhisattva-Mahasattva serta membimbing mereka dalam menyediakan
benda-benda persembahan baik di dalam rumah, pekarangan kebun dan sebagainya
sebagai sajian suci. Kemudian Sang Suci atau Sang Tokoh Bijaksana dapat berdiri
di depan orang sakit itu seraya berkata
Namo Buddhaya! Namo Sarva Bodhisattva-Mahasattvaya!
Saya bernama A mewakili B (yang menderita penyakit)
mendanakan barang-barang yang amat suci ini di depan gambar Sang Buddha serta
para Bodhisattva-Mahasattva dan juga di depan Sutra suci Sang Ksitigarbha,
memohon agar segala Karma buruk yang dimiliki si B itu dapat diringankan atau
dimusnahkan oleh kekuatan Yang Maha Kuasa! Atau dengan cara lain yaitu memesan
keluarga B (yang menderita itu) agar berdoa di depan Buddha rupang atau patung
Bodhisattva serta membaca Sutra suci ini atau mengumpulkan dana untuk membuat
patung Buddha, Bodhisattva di tempat ibadah, atau membangun stupa, vihara, atau
menyalakan lampu di dalam rumah suci atau di jalan yang gelap serta mendanakan
sandang-pangan kepada para anggota Sangha. Ketahuilah, para Ariya atau para
tokoh bijkasana boleh menggunakan cara apa saja asalkan sewaktu membaca
“Pernyataan” itu harus diucapkan dengan suara yang cukup keras di sisi orang
sakit itu, agar semua isi dari “Pernyataan” itu dapat didengar olehnya, supaya
jasa-jasa yang diamalkan untuknya dapat diketahuinya dan dapat diingat oleh
Vijnananya (batinnya), bahwa berkat dengan jasa suci tersebut segala Karma
buruk yang dimilikinya akan menjadi ringan atau musnah!
Dan apabila saat sang pasien menghembuskan nafasnya yang
terakhir, Sang tokoh bijaksana tetap harus melanjutkan pembacaan “Pernyataan”
tersebut serta Sutra suci ini dengan nada yang agak tinggi, Ariya Vistara!
Berkat jasa-jasa suci ini sang pasien tersebut akan terbebas dari dosa-dosa
yang pernah dibuat di masa silam dan masa kini!
Bahkan dosa berat seperti 5 Dosa Durhaka pun dapat
dihapuskan. Selanjutnya dia akan dilahirkan di suatu alam yang sejahtera, dan
pada waktu itu dia akan mengetahui apa yang pernah dialaminya pada masa silam.
O, Ariya Vistara! Seandainya para putra-putri yang berbudi telah mengetahui
Sutra suci yang penting ini dan mereka dapat menyalin atau mencetak dan
menyebarkannya, baik perorangan ataupun bersama dan membuat patung Bodhisattva
Ksitigarbha dan memuja-Nya pasti mereka akan dianugerahi oleh
Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha dengan pahala yang sangat agung!
Mereka bisa mencapai Kebuddhaan secepat mungkin! Maka dari
itu, O, Ariya Vistara! Anda berusahalah dengan cepat, apabila Anda berjumpa dengan
umat yang berbudi yang menyayangi Sutra suci ini, memuji atau membaca Sutra
ini, Anda segera menggunakan berbagai cara yang praktis untuk menguatkan
batinnya, agar mereka dapat mempraktekkan Dharma ini hingga dapat mengumpulkan
ratusan ribu Koti jasa pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang!”
Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “O, Ariya Samantavistara
yang berbudi, di masa yang akan datang apabila para umat di waktu tidurnya
sering bermimpi dan melihat banyak makhluk halus datang mengganggu mereka,
merintih dengan suara yang amat menyedihkan atau menangis tersedu-sedu,
mengeluh atau menampakkan bayangannya yang amat menakutkan, atau tubuhnya
menggigil terus-menerus.
Ketahuilah O, Ariya Vistara! Itu bukan makhluk halus
melainkan itu adalah arwah dari leluhur sang umat yang bersangkutan, mungkin
itu adalah orang tuanya, anaknya, adik-kakaknya, suami-isteri atau
sanak-saudaranya pada beberapa keturunan kelahiran yang silam. Karena mereka
terlibat dosa berat hingga sekarang mereka masih ditahan di pelbagai alam
kesedihan dan tidak dapat keluar, mereka tidak mempunyai pelindung untuk
menyelamatkan dirinya! Maka mereka terpaksa datang ke rumah sanak-saudaranya
untuk meminta bantuan agar mereka mendapat peluang untuk membebaskan dirinya
dari penderitaan!”
“O, Ariya Samantavistara yang berbudi! Sayangilah dan
tolonglah mereka! Mulai sekarang Anda boleh dengan kewibawaan atau kepandaianMu
membantu Sang umat tersebut, agar mereka mendapat manfaat dari membaca Sutra
suci ini! Dan, sang umat dapat mengadakan puja-bhakti dengan khidmat dan
membaca Sutra ini selama 3 hari sebanyak 7 kali, jika situasinya mengizinkan
beliau dapat mengundang para suci atau Bhikshu-Bhikshuni dari Sangha
bersama-sama dengan para anggota dari keluarga orang yang bersangkutan untuk mengadakan
puja bakti, maka hasilnya akan lebih baik!
Ketahuilah, bahwa setelah Sutra suci ini selesai dibaca,
maka dengan jasa kebajikan ini leluhur atau arwah dari sanak-saudara sang umat
tersebut akan terbebas dari alam kesedihan! Dan sejak itu, mimpi buruk atau
bayangan dari makhluk halus itu tidak akan pernah muncul lagi!”
Ada lagi, O, Ariya Vistara! Jika pada masa mendatang
terdapat umat dari kaum rendah, budak, pesuruh, pramuwisma dan sebagainya yang
merasa nasibnya selalu dibelenggu oleh kesengsaraan dan mereka ingin bertobat,
dan ingin merubah nasib mereka yang buruk itu, maka mereka harus dengan sepenuh
hati memberi hormat kepada rupang Sang Bodhisattva Ksitigarbha, kemudian
menyebut nama Beliau sebanyaknya 10 ribu kali selama 7 hari. Berkat dari jasa-jasa
kebajikan ini maka kelak mereka akan dilahirkan kembali menjadi anggota dari
keluarga yang termulia tanpa mengalami penderitaan di alam kesengsaraan selama
ratusan ribu masa!”
“Lagi, O, Ariya Vistara! Jika di masa yang akan datang
apabila ada para umat Jambudvipa baik dari suku Ksatriya, Brahmana maupun
Grhapati atau Kulapati serta suku bangsa apapun, seandainya mereka mendapat
karunia seorang bayi, mereka dapat mengadakan upacara yang sederhana yaitu
membaca Sutra ini atau hanya menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha sebanyak 10
ribu kali selama 7 hari sejak bayi tersebut lahir.
Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau walinya atau
Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni. Maka berkat dari jasa suci ini sang bayi baik
laki-laki maupun perempuan akan jarang ditimpa musibah atau malapetaka!
Demikian pula, hidupnya akan selalu bahagia dan usianya pun panjang!”
“Lagi, O, Ariya Vistara! Ada 10 hari suci (Dasa-Upavasatha)
yaitu tanggal 1, 8, 14, 15, 18, 23, 24, 28, 29 dan 30 dari penanggalan
Candra-Sengkala (kalendar Lunar). Kesepuluh hari suci ini sangat berarti bagi
umat-umat yang berasal dari Jambudvipa (alam manusia). Karena segala perbuatan
dari sang umat, baik yang bersifat kebajikan seperti: menjalankan sila
Vegetarian, melepas makhluk hidup, membaca Sutra, berdana untuk keperluan
vihara atau menyumbang kitab suci ataupun perbuatan yang tidak baik seperti
membunuh, mencuri, perbuatan Asusila, berdusta dan Karma-Karma lainnya akan
dikumpulkan pada hari tersebut.
O, Ariya Vistara! Mengingat peristiwa yang penting ini, Anda
harus dengan iba mengasihani para umat terutama membimbing mereka untuk membaca
Sutra ini pada Hari Suci tersebut di depan gambar Buddha atau gambar
Bodhisattva, boleh juga di depan para Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni, agar
daerah-daerah dari keempat jurusan yakni timur, selatan, barat dan utara seluas
satu Yojana tak akan terjadi musibah atau malapetaka yang membahayakan mereka!
Demikian pula, para anggota keluarganya, baik yang berusia
tua ataupun yang masih muda selama mereka berada di dalam lingkungan itu mereka
akan merasa aman tentram dan selama ribuan tahun akan tetap terbebas dari
segala siksaan alam kesengsaraan! O, Ariya Vistara! Mohon beritahukan kepada
para umat Jambudvipa, barang siapa dapat membaca Sutra ini pada setiap “10
(sepuluh) hari Suci” itu, pastilah seisi anggota keluarga dari rumahnya tidak
akan tertimpa musibah atau penyakit parah, selalu cukup sandang dan pangan,
kehidupannya pun amat sejahtera dan bahagia!”
“Maka dari itu O, Ariya Samantavistara yang berbudi! Anda
harus mengenalkan kepada para umat tentang Bodhisattva Ksitigarbha yang
memiliki Riddhi-Abhijnabala yang sedemikian kuat, serta kepandaian-Nya yang
sedemikian luar-biasa, dan kewibawaan-Nya yang sedemikian luhur, yang memiliki
jasa-jasa jutaan Koti! Dan dengan jasa-jasaNya Beliau dapat menolong makhluk
yang sengsara yang banyaknya sulit diperkirakan!
O, Ariya Vistara! Sungguh, umat Jambudvipa sangat disayangi
oleh Sang Mahasattva ini, walaupun sang umat hanya mendengar nama-Nya satu kali
atau hanya melihat gambar-Nya saja, bahkan hanya mendengar 3 atau 5 kata dari
Sutra-Nya, ataupun hanya membaca satu bait syair (Gatha), maka pada masa
sekarang ini juga mereka akan memiliki kehidupan yang aman tentram dan di masa
yang akan datang mereka akan dilahirkan menjadi anggota dari keluarga yang
termulia dengan rupa yang tampan rupawan!”
Setelah mendengar sabda Sang Buddha, Bodhisattva
Samantavistara bersujud kepada Buddha Sakyamuni seraya berkata: “Sang Bhagava
Yang Termulia! Sesungguhnya, sejak dahulu Aku telah mengenal Bodhisattva-Mahasattva
Ksitigarbha Yang memiliki Maha Pranidhana dan Maha Karunika ini, akan tetapi,
agar para umat manusia dapat mengetahui betapa bermanfaat atau berfaedahnya
uraian dari sutra ini, maka Aku dengan sengaja bertanya. O, Sang Bhagava! Apa nama
Sutra ini? Dan dengan cara apakah Aku harus menyebarkan Sutra tersuci ini?”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Samantavistara:
“Sutra ini mempunyai tiga nama:
- Yang pertama adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana Sutra” (Niat Suci Sang Ksitigarbha).
- Yang kedua adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Carya Sutra” (Pelaksanaan Dharma dari Sang Ksitigarbha).
- Yang ketiga adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Sannahabala Sutra” (Kekuatan dari Niat Suci Sang Ksitigarbha).
Akan tetapi, karena Bodhisattva-Mahasattva
Ksitigarbha sejak jutaan Kalpa hingga sekarang selalu berikrar dengan Maha
Pranidhana-Nya (Niat Suci Yang Maha Besar) untuk menolong para makhluk yang
berada di alam semesta, maka, kamu sekalian harus dengan tulus ikhlas
mewujudkan cita-cita-Nya terutama membantu Beliau menyebarkan Sutra ini ke
pelbagai daerah, agar para umat dapat memperoleh manfaat dari Dharma ini!”
Setelah Sang Samantavistara beserta para hadirin mendengar uraian dari Sang
Buddha ini, mereka semua berjanji akan menyebarkan Sutra ini dan dengan
perasaan gembira Sang Samantavistara ber-Anjali kepada Sang Buddha dan kembali
ke tempat duduk-Nya.
Bab 7 – Manfaat Bagi
Yang Hidup dan Yang Meninggal
Pada saat itu, Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha
berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Menurut pendapat-Ku para
umat yang berasal dari dunia Jambudvipa (alam manusia) mudah sekali terlibat
dosa yang dilakukannya melalui pikiran, perkataan dan perbuatan, walaupun
mereka telah dibimbing menjadi baik, namun, selang tidak beberapa lama mereka
menjadi buruk lagi! Terutama apabila mereka digoda oleh hal-hal jahat, dengan
cepat sekali mereka terpengaruh. Kondisi mereka bagaikan orang yang dibebani
batu berjalan melintasi jalan berlumpur, semakin ia melangkah semakin dalam
kakinya terjerambab! Jika pada saat itu terdapat seorang bijaksana yang
bersedia membantu meringankan beban batu (dosanya) itu sebagian atau semuanya,
beruntunglah ia!
Apabila, tokoh bijaksana itu memiliki kekuatan yang cukup
dan bersedia membantu umat yang malang itu untuk keluar dari perjalanan
berlumpur tersebut, Beliau akan berkata ‘Perjalanan berat sudah terlewatkan dan
telah tiba ke Jalan yang rata, anda harus tetap sadar dengan sepenuh hati agar
tidak perlu menempuh jalan berat yang lain lagi, karena mungkin tidak ada lagi
orang yang akan membantu anda, sehingga sulit bagi anda untuk keluar dari jalan
yang menyengsarakan itu!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan: “O, Bhagava Yang Termulia!
Banyak sekali umat manusia yang kondisinya demikian, mulanya mereka hanya
memiliki Karma jahat seujung rambut, akan tetapi, berselang tidak begitu lama,
dosa mereka telah berkembang pesat dan hukuman yang akan ditanggungnya menjadi
berat! Karena hal-hal inilah maka Aku sering meminta para umat agar menaruh perhatian
terhadap orang-orang, baik orang tua ataupun saudara yang akan menghembus
nafasnya yang terakhir, mereka harus mengadakan puja-bhakti dengan menyebut
nama Buddha/Bodhisattva serta berbuat jasa kebajikan, kemudian menyalurkannya
kepada si almarhum sehingga almarhum tidak akan mengalami perjalanan yang amat
gelap! Pada saat akan wafat sediakanlah satu tempat yang bersih dekat mayat
almarhum, dan pasanglah panji-panji, payung sutera dan sebagainya di atasnya,
nyalakanlah beberapa lampu yang diisi dengan minyak bersih dan diletakkan di
atas meja atau di atas petinya, keluarga almarhum boleh membaca Sutra suci
ajaran Sang Buddha dan menyediakan gambar Buddha dan gambar Bodhisattva serta
gambar dari para Ariya dan digantungkan di tempat yang bersih. Kemudian si
pemuja atau Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni dapat menyebut nama-nama Buddha,
Bodhisattva serta Pratyekabuddha di depan gambar tersebut. (seperti Namo
Amitabha Buddha; Namo Avalokitesvara Bodhisattva; Namo Mahasthamaprapta
Bodhisattva, Namo Ksitigarbha Bodhisattva, dan lainnya.) Dengan suara yang
jelas dan agak keras supaya setiap ucapan dari nama Buddha atau Bodhisattva
terdengar oleh arwah tersebut dan bisa diingatnya terus.
Menurut Hukum Karma segala perbuatan jahat dari almarhum
akan membuahkan hasil yang setimpal, dengan kata lain ia harus diadili dengan
peraturan tertentu kemudian dilahirkan ke suatu alam kesengsaraan untuk
menjalani hukumannya. Tetapi berkat jasa-jasa yang diamalkan oleh keluarganya
pada saat almarhum akan meninggal dunia atau setelah meninggal dunia, maka
dosa-dosa yang dimiliki si almarhum akan musnah pada saat itu juga!
Seandainya di antara anggota keluarganya atau umat yang lain
bersedia terus beramal kebajikan selama 49 hari sejak wafatnya sang almarhum
dan jasa kebajikan yang berharga itu langsung disalurkan kepada si almarhum,
maka almarhum tidak akan dijatuhkan ke alam sengsara, dan sebagai gantinya dia
akan menikmati kebahagiaan di Surga atau di alam manusia terus-menerus!
Disamping itu keluarganya yang masih berada di dunia juga memperoleh pahala
keberuntungan yang banyak.”
“Lebih penting lagi O, Bhagava Yang Termulia!” Sang
Ksitigarbha melanjutkan: “Sekarang, di depan Buddha, Bodhisattva-Mahasattva,
para Dewa, Naga, kelompok makhluk manusia atau yang bukan manusia serta para
hadirin sekalian, dengan tulus hati Aku memberikan nasehat dan berpesan agar
para umat yang berasal dari dunia Jambudvipa tidak melakukan penyembelihan
makhluk apapun, dan tidak mengadakan upacara yang tidak layak seperti
mengundang atau menyembah para makhluk halus dan jin-jin yang berpenghuni di
tengah-tengah air atau di gunung manpun untuk datang ke rumah, dan menerima
sajian dari penyembelihan makhluk hidup itu.
Apabila ada anggota keluarga yang meninggal, kalau umat
mengadakan upacara dengan sajian hasil pembunuhan, hal itu sama sekali tidak
memberikan manfaat sedikitpun kepada si almarhum, melainkan dosa almarhum
bertambah berat. Walaupun almarhum pernah beramal jasa sewaktu dia berada di
dunia dan dia pernah dianugerahi oleh para Ariya lainnya untuk mendapat
kesempatan lahir di Surga, namun, jika keluarganya melakukan pembunuhan untuk
dipersembahkan kepada jin-jin, maka ia harus diadili oleh Sang Kuasa atas
makhluk-makhluk yang dibunuh oleh keluarganya itu, akibat dari hal itu sang
almarhum tidak dapat dilahirkan di Surga dalam waktu tertentu! Apabila sang
almarhum sama sekali tidak pernah berbuat jasa kebajikan semasa hidupnya, jika
ditambah lagi Karma pembunuhan, pasti dia akan menanggung Karma itu di alam
kesengsaraan. Peristiwa itu persis seperti seseorang yang datang dari tempat
yang jauh dan sudah 3 hari beliau belum makan/minum karena bekalnya habis dan
pundaknya sedang dibebani ratusan kilo barang lalu beliau bertemu dengan
anggota keluarganya di tengah perjalanan dan mereka menambah lagi beberapa
barang di pundaknya, sehingga kondisinya menjadi semakin buruk dan gawat!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan dan meyakinkan para hadirin:
“O, Bhagava Yang Termulia! Akan tetapi, jika umat Jambudvipa tersebut berbuat
kebaikan dengan berpedoman kepada ajaran Sang Buddha, meskipun kebaikan itu
hanya seujung rambut atau hanya setetes air, atau hanya sebutir pasir bahkan
sehalus debu, namun manfaatnya akan sedemikian besar dan sempurna!”
Pada saat itu, di dalam pesamuhan agung di istana
Trayastrimsa terdapat seorang Grhapati bernama Mahapratibhana, Beliau telah
lama mencapai Nirvana, akan tetapi dengan tubuh jelmaan sebagai seorang
Grhapati, beliau selalu hadir di sepuluh penjuru alam Buddha guna menyelamatkan
para makhluk sengsara. Beliau bangkit dari tempat duduk-Nya dan merangkupkan
kedua telapak tangan bertanya kepada Bodhisattva Ksitigarbha: “O, Ariya
Ksitigarbha yang Maha welas asih! Jika ada umat Jambudvipa yang telah wafat,
dan anggota dari keluarganya baik yang tua atau yang muda ada yang berhasrat
mengamalkan berbagai sajian yang berharga seperti membuat panji, payung
bertirai, gambar Buddha, gambar para Ariya, nyala lampu, dan berdoa menyebut
nama Buddha atau Bodhisattva, membaca Sutra dan sebagainya. Atau mereka
menyediakan sandang-pangan melaksanakan Upavasatha unutk para Bhikshu-Sangha
seperti berdana makanan-minuman, jubah, perabot dan sebagainya. Atau mereka
terus menanam berbagai benih kebaikan (umpamanya mereka berdana uang atau
makanan dan baju untuk rumah yatim piatu, para pengungsi yang terkena musibah,
membangun vihara, stupa, mencetak kitab suci dan sebagainya) kemudian jasa ini
disalurkan kepada sang almarhum. Apakah dengan berkah dan kebajikan yang
dilakukan oleh keluarganya, si almarhum dapat menikmati pahala tersebut dan
akan memperoleh kebebasan?”
“O, Sang Grhapati yang bijak!” Sabda Sang Ksitigarbha: “Baik
sekali pertanyaan-Mu! Sekarang berkat kewibawaan Sang Buddha dan demi
kepentingan bagi semua makhluk di masa sekarang atau di masa yang akan datang,
Aku akan menjawab pertanyaan-Mu secara singkat. O, Sang Grhapati! Ketahuilah,
para umat dari masa apapun, seandainya pada detik-detik terakhir sewaktu mereka
akan menghembuskan nafasnya yang terakhir apabila mereka dapat mendengar nama
Buddha atau Bodhisattva walaupun hanya nama dari seorang Pacceka Buddha saja,
si almarhum yang walaupun telah memiliki dosa ataupun tidak, ia pasti dapat
membebaskan dirinya dari alam kesengsaraan!”
“Akan tetapi, O, Sang Grhapati yang bijaksana! Bagi para
umat, baik pria maupun wanita, yang sewaktu masih berada di dunia enggan
menanam benih kebaikan, melainkan senang melakukan Karma jahat hingga dosanya
banyak sekali. Meskipun keluarganya banyak mengamalkan jasa kebajikan kepada
sang almarhum setelah beliau meninggal dunia, maka jasa apa saja yang terdiri
dari 7 bagian, sang almarhum hanya dapat menerima satu bagian saja dan 6 bagian
lainnya akan dinikmati oleh keluarganya yang berada di dunia! Maka dari itu,
para pria atau wanita yang berada di masa sekarang atau di masa mendatang harus
sadar dan bijaksana dan sedini mungkin dengan menggunakan kesempatan yang amat
berguna ini selama masih sehat dan kuat, mempraktekkan Dharma luhur untuk
menyelamatkan diri dari penderitaan tumimbal-lahir! Dan semua hasil kebajikan
yang dilakukannya akan dinikmati oleh umat itu sendiri tanpa meleset
sedikitpun!
Apabila sang umat enggan sadar secara bijaksana terhadap
peristiwa yang penting ini, maka pada saat maut yang disebut “Setan Anitya”
(hukum ketidakkekalan) datang, maka arwah dari sang almarhum akan seperti
makhluk halus yang terbang tanpa tujuan, karena mereka tidak mengerti dosa dan
jasa yang pernah dibuat selama masih hidup.
Kini, dalam waktu 49 hari sejak wafat, sang almarhum akan
merasa seperti orang tuli dan bisu atau orang yang sedang menderita penyakit
jiwa yang diterjunkan di suatu alam yang asing! Atau karena Hukum Karma,
arwahnya harus jatuh ke alam Yamaraja (Raja Neraka) untuk menunggu hukumannya.
Saat keputusannya belum ditentukan oleh Sang Kuasa, dan arwahnya belum dapat
dilahirkan, maka saat itu kecemasan, kemurungan akan mempengaruhi perasaan
arwah si almarhum! Terutama apabila beliau dilahirkan di pelbagai alam
kesengsaraan! Ketahuilah, saat si almarhum sedang dilanda kesedihan selama 7
minggu itu dia selalu mengenang akan keluarganya yang telah ditinggalkan di dunia.
Maka pada waktu ini sangatlah diharapkan agar para umat dapat mengamalkan
jasa-jasa sebanyak-banyaknya untuk menyelamatkan si almarhum, agar beliau dapat
dengan cepat keluar dari alam sengsara. Sebab, walaupun dia tadinya seorang
yang kuat, tapi setelah menjadi arwah datang ke Akhirat dia tak dapat berbuat
apa-apa lagi! Setelah selang 49 hari (kadang-kadang tak pasti) apabila vonisnya
selesai, si almarhum harus menurut Hukum Karmanya dihukum sesuai dengan
perbuatan yang pernah dilakukannya semasa masih hidup di dunia. Apabila sang
umat benar-benar berdosa berarti dia akan menerima hukumannya di alam neraka
hingga jutaan tahun dan sulit membebaskan diri lagi! Terutama orang yang telah
berbuat dosa durhaka dari Pancanantarya (5 perbuatan durhaka)! Pastilah
arwahnya akan diterjunkan ke Neraka utama hingga ribuan Kalpa bahkan puluhan
ribu Kalpa sulit mendapat kesempatan untuk keluar!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan sabdanya: “Lagi O, Sang
Grhapati yang bijaksana! Kita harus tahu, bahwa umat yang baru meninggal dunia,
keluarganya atau sanak-saudaranya harus mengadakan puja-bhakti dengan cara
mendanakan sandang-pangan bentuk upacara Upavasatha di depan orang suci, dengan
kebajikan ini mereka dapat meringankan dosa almarhum. Tapi, sebelum upacaranya
dimulai, air yang digunakan untuk mencuci beras, sayur dan makanan lainnya
tidak boleh mengotori tempat suci tersebut, dan saji-sajian sebelum dipujakan
pada gambar Buddha dan para Ariya, atau sebelum dipersembahkan kepada para
Bhikshu-Sangha atau para tokoh bijaksana, tidak boleh dimakan duluan oleh
anggota keluarganya!
Apabila si pemuja dengan sengaja melanggar tatakrama atau
kurang menaruh perhatian terhadap hal ini sehingga tempat dan suasananya kurang
suci dan khidmat, maka si almarhum sulit menerima jasa-jasa yang disalurkan
oleh keluarganya! Upacara tersebut harus berjalan lancar hingga selesai, sajian
dan tempatnya harus tetap suci-bersih seperti semulanya.
Demikian juga, pujian terhadap gambar Buddha dan para Ariya
serta para Bhikshu-Bhikshuni-Sangha harus dilaksanakan dengan baik. Apabila
upacaranya berhasil dengan baik, maka si almarhum akan menerima jasa tersebut
sebanyak satu pertujuh.”
“Maka dari itu, O, Sang Grhapati yang bijak! Apabila para
umat dari dunia Jambudvipa itu hendak mengamalkan jasa untuk orang tuanya atau
sanak-saudaranya, maka pada saat beliau akan menghembus nafasnya yang terakhir,
mereka harus dengan perasaan tulus dan khidmat membuat upacara Upavasatha atau
puja-bhakti lainnya. Jika mereka dapat berbuat demikian, manfaatnya baik bagi
orang yang telah meninggal atau yang masih hidup akan sangat baik!”
Ketika Sang Bodhisattva Ksitigarbha mengakhiri sabda-Nya,
terdapat jutaan Koti Nayuta Makhluk Surga dan Bumi serta para Raja Setan yang
berasal dari dunia Jambudvipa, semua yang berada di arena pesamuhan agung di
istana Trayastrimsa itu membangkitkan Bodhicittanya (bercita-cita melaksanakan
Dharma dan berniat menyelamatkan makhluk sengsara) sedalam-dalamnya! Kemudian
Sang Grhapati Mahapratibhana ber-Anjali kepada Buddha Sakyamuni dan Sang Ksitigarbha
setelah itu beliau kembali ke tempat duduk-Nya.
Bab 8 – Pujian Raja
Yama Dan Pengikutnya
Pada saat itu, terdapat rombongan Raja Setan yang dipimpin
para Yamaraja yang jumlahnya banyak sekali, semua telah tiba di istana
Trayastrimsa. Nama-nama dari Raja Setan tersebut adalah: Raja Setan selaku Raja
Kejahatan, Raja Setan Berupa-rupa Kejahatan, Raja Setan Pertengkaran, Raja
Setan Macan-Putih, Raja Setan Macan Darah, Raja Setan Macan-Merah, Raja Setan
Menyebar-Petaka, Raja Setan Terbang, Raja Setan Kilat-Petir, Raja Setan
Bergigi-Serigala, Raja Setan Seribu-Mata, Raja Setan Khusus Penelan Binatang,
Raja Setan Pemikul-Batu, Raja Setan Pengurus Pemborosan, Raja Setan Pengurus
Bencana, Raja Setan Pengurus Makanan, Raja Setan Pengurus Harta-Benda, Raja
Setan Pengurus Ternak, Raja Setan Pengurus Unggas-Unggas, Raja Setan Pengurus
Binatang, Raja Setan Pengurus Para Iblis, Raja Setan Pengurus Kelahiran, Raja
Setan Pengurus Nyawa, Raja Setan Pengurus Penyakit, Raja Setan Pengurus
Kecelakaan, Raja Setan Bermata-Tiga, Raja Setan Bermata-Empat, Raja Setan
Bermata-Lima, Raja Setan Kiris, Raja Setan Maha Kiris, Raja Setan Kriksa, Raja
Setan Maha Kriksa, Raja Setan Anotha, Raja Setan Maha Anotha, dan Raja Setan
lain-lainnya. Setiap Raja Setan memimpin ratusan ribu Raja Setan Muda yang
berasal dari Jambudvipa, semua mempunyai tugas dan kedudukan masing-masing.
Mereka semua bersama Yamaraja. Berkat kekuatan bathin Sang Buddha dan
Ksitigarbha Bodhisattva mereka dapat berada di istana Trayastrimsa untuk
mendengar khotbah Sang Buddha dengan berdiri.
Saat itu, Sang Yamaraja bersujud kepada Sang Buddha seraya
berkata:
“O, Bhagava Yang Termulia! Berkat kewibawaan Sang Buddha
serta kekuatan Riddhi-Abhijnabala Sang Bodhisattva Ksitigarbha, kami dapat
memperoleh kesempatan untuk mengunjungi istana mewah di Surga Trayastrimsa.
Sungguh besar manfaatnya dan membahagiakan! O, Bhagava Yang Termulia! Sekarang
kami ingin menanyakan kepada Sang Buddha suatu hal yang masih kami ragukan,
sudi kiranya Sang Bhagava menerangkannya kepada kami!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Yamaraja: “O, Sang Yamaraja
yang terhormat! Baik sekali! Hal-hal apakah yang masih engkau ragukan?
Sebutkanlah satu persatu, tentu saja Aku bisa menjelaskannya kepadamu!”
Pada waktu itu, Sang Raja dari Yamaloka itu ber-Anjali
kepada Sang Buddha serta mengarahkan muka-Nya kepada Sang Ksitigarbha lalu
berkata:
“O, Bhagava Yang Termulia! Menurut kesimpulan yang kami
amati, selama ini Sang Bodhisattva Ksitigarbha telah menggunakan ratusan ribu
jenis Daya-upaya yang praktis untuk menyelamatkan para makhluk yang berdosa di
6 Gatya kehidupan, dan hingga sekarang pekerjaan-Nya masih berjalan terus tanpa
berhenti dan tanpa merasa lelah-letih sedikitpun! Akan tetapi, hal-hal yang
terpuji ini masih tetap membingungkan kami sekalian! Pada hakikatnya Sang
Bodhisattva telah menggunakan kekuatan-Nya yang demikian hebat untuk menolong
makhluk hidup! Namun, betapa mengagetkan, para makhluk hidup yang baru saja
bebas dari dosanya berselang tidak beberapa lama mereka terjun lagi ke alam
kesengsaraan!
O, Bhagava Yang Termulia! Ksitigarbha Bodhisattva jelas
memiliki kesaktian yang luar biasa dan tak terbayangkan, tetapi, mengapa para
makhluk tidak dapat dibuatnya tetap berada di jalan kebaikan dan mencapai
kebebasan? Sudilah kiranya Sang Bhagava menerangkannya kepada kami sekalian!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Yamaraja: “Sang Raja yang
terhormat! Maklumilah! Umat dari Jambudvipa ada sebagian yang memiliki
pembawaan yang sangat keras dan amat sulit untuk membinanya untuk dapat menjadi
seorang penganut suci! Akan tetapi, Yang Maha Welas-Asih Sang Mahasattva
Ksitigarbha terebut tetap memperjuangkan pembebasan makhluk sengsara dengan
semangat yang tinggi serta keuletan-Nya hingga jutaan Kalpa. Para umat satu
demi satu diselamatkan-Nya, agar mereka dapat dengan cepat bebas dari dosanya!
Termasuk para umat yang berdosa berat yang berada di alam Neraka, pekerjaan
utama Beliau adalah mencabut akar-akar Karma dari sang umat kemudian
memberitahu kepadanya asal-usul Karma yang dibuat oleh umat tersebut pada masa
silam supaya mereka dengan cepat dapat membangkitkan kesadarannya! Tetapi
karena segala tindak-tanduk manusia cenderung pada kejahatan, oleh karena itu
mereka yang baru saja keluar dari Jalan Kesengsaraan tak selang beberapa lama
mereka terjun lagi ke alam tersebut. karena hal itulah Sang Bodhisattva
Ksitigarbha selalu mengalami kesusah-payahan di tengah perjuangan pembebasan
makhluk sengsara itu hingga sedemikian lama!”
Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Ibaratnya terdapat
seseorang yang tersesat dan tidak mengerti tempat asalnya (yaitu jiwa Buddha
yang dimilikinya) dan sejauh itu beliau terus mondar-mandir di jalan
penderitaan (alam Samsara), dan di dalam lingkungannya yang penuh sesak dihuni
oleh berbagai Yaksa jahat (3 akar sifat kejahatan; Ketamakan, Kebencian dan
Kebodohan batin), serta harimau, serigala, singa, bengkarung berbisa, ular
berbisa dan kalajengking bersengat (yaitu 10 macam perbuatan jahat). Maka,
jalan itu amat bahaya bagi orang yang tersesat dan tak lama ia akan menjadi
korban dan jatuh ke alam penderitaan! Untunglah, datang seorang Ariya atau
tokoh bijak yang berpengalaman, yang amat luhur, dapat mencegah racun-racun
dari makhluk satu satwa yang berbahaya tersebut, melihat si tersesat sedang
berada di jalan bahaya, maka ia dengan iba hati cepat menasehatkan kepadanya:
‘Wahai! Putraku yang tersayang! Apa sebabnya anda berani masuk ke jalan yang
berbahaya ini? Apakah anda benar-benar memiliki daya upaya yang sakti dan mampu
melawan racun-racun serta berani menaklukkan para margasatwa yang buas itu?’
Setelah mendengar nasehat dari tokoh bijak, si tersesat menjadi sadar bahwa ia
berada di jalan yang berbahaya dan ingin sekali dengan langkah cepat
meninggalkan jalan penderitaan (berarti Jalan lahir dan mati) itu. Kemudian
Sang Tokoh bijak itu menyambut tangannya dan membimbingnya untuk keluar dari
jalan tersebut agar si tersesat tidak akan menjadi korban dan dapat
menyeberangkan dirinya ke suatu jalan yang aman atau ke Pantai sana untuk
menikmati kebahagiaan!
Sang Tokoh Bijak kembali memberi nasehat: ‘Wahai! Si
tersesat yang kusayangi! Mulai dari hari ini hingga kapan saja jangan lagi
kembali ke jalan yang berbahaya ini! Ketahuilah, telah banyak umat yang
tersesat di jalan ini dan sulit mendapat kesempatan untuk keluar dan akhirnya
menjadi korban yang malang! Setelah si tersesat mendengar peringatan tersebut,
beliau merasa amat terharu di dalam hatinya!
Sewaktu mereka akan berpisah, Sang Tokoh bijak berkata lagi:
‘Apabila anda melihat sanak-saudaramu atau umat-umat yang lain, baik pria
maupun wanita, mohon memberitahu kepada mereka bahwa jalan ini amat berbahaya,
siapapun yang tersesat di lingkungan ini pasti akan menjadi korban. Tolong
nasehatilah para umat yang lain agar tidak terlibat pada kematian yang
percuma!’
“Inilah perumpamaan-Ku O, Sang Raja yang terhormat! Sang
Bodhisattva Ksitigarbha tidak berbeda dengan Sang Tokoh bijak tadi! Beliau
dengan iba hati dan Maha Belas Kasihan menyambut tangan sang umat yang berdosa
untuk keluar dari pelbagai alam kesengsaraan lalu dilahirkan ke surga atau ke
dunia manusia. Ada sebagian besar dari para umat yang berdosa yang telah sadar
diri dan setelah mereka terbebas dari dosanya, mereka tidak akan terlibat lagi
dalam kematian yang percuma itu! Keadaannya sama seperti si tersesat tadi,
walaupun ia pernah terjatuh ke dalam lingkungan yang berbahaya dan diancam oleh
para makhluk jahat tapi setelah tangannya ditarik oleh Sang Tokoh bijak, lantas
ia sadar, lalu dengan langkah cepat ia meninggalkan tempat tersebut!
Bahkan beliau dapat mengulangi nasehat-nasehat dari Sang
Tokoh bijak tersebut kepada para umat yang lain sewaktu ia melihat ada umat
yang akan masuk ke jalan berbahaya itu. Dan di samping itu, ia juga selalu
mengisahkan tentang apa yang pernah dialaminya kepada para umat yang kurang
waspada!
Akan tetapi, masih terdapat sebagian umat yang memiliki dosa
berat, meskipun mereka sudah keluar dari jalan berbahaya tersebut, mungkin
disebabkan pendiriannya yang kurang teguh, tak selang beberapa lama, mereka
masuk kembali ke jalan yang berbahaya tersebut dan mereka sama sekali tidak
mengingat lagi apakah jalan itu sudah pernah dilewati atau belum? Kemudian
mereka tersesat lagi karena mereka tergiur oleh nafsu duniawi. Begitulah
akhirnya mereka menjadi korban dan harus menjalani hukuman di alam kesengsaraan
lagi! Namun, umat yang kurang kesadaran ini masih tetap diselamatkan oleh Sang
Ksitigarbha dengan berbagai Daya-upaya yang tepat, agar mereka dapat terbebas
dari alam kesengsaraan tersebut, dan dapat dilahirkan di Surga atau dunia
manusia. Tetapi apabila pendirian dan keyakinan mereka masih bergoyah, tidak
teguh atau Karmanya masih sedemikian berat, atau sama sekali tidak memiliki
kesadaran, walaupun sudah diberi peringatan, maka umat yang seperti ini selama
berjuta-juta Kalpa tetap harus berada di alam Neraka!
Pada saat itu, Sang Raja Setan merangkupkan kedua telapak
tangan-Nya, memberi hormat kepada Sang Buddha seraya berkata: “O, Bhagava Yang
Termulia! Kami selaku pemimpin dari berbagai rombongan Setan yang mana memiliki
anak buah yang sangat banyak, yang semuanya bertugas di Jambudvipa. Berhubung
karena akibat karma, sanak keluarga kami sewaktu berkeliling di alam manusia
lebih banyak berbuat kejahatan daripada kebajikan. Tetapi sewaktu mereka
melewati satu rumah ke rumah lainnya dalam satu kota, atau dalam satu kampung,
baik di desa, kebun, pekarangan dan sebagainya. Apabila para setan melihat ada
pria atau wanita yang berbuat kebaikan walaupun hanya sedikit saja, terutama
mereka yang memasang panji, payung bertirai di atas rupang Buddha dan rupang
para Bodhisattva; walaupun hanya menyediakan sedikit persembahan yaitu: dupa,
buah-buahan, bunga-bungaan yang diletakkan di atas altar Buddha dan membaca
Sutra ajaran Sang Buddha serta menyebut nama Buddha atau Bodhisattva ataupun
hanya membaca beberapa bait Gatha (Syair) yang tercantumkan di dalam Kitab Suci
ajaran Sang Buddha, maka, orang yang berbudi ini akan selalu dihormati oleh
para setan dan mereka selalu dipandang oleh para setan sebagai Buddha di masa
lalu, sekarang dan yang akan datang! Dan kami selaku Raja Setan selalu
memerintahkan anak buah kami yakni Setan-Setan yang memiliki kekuatan beserta
para Dewa Bumi untuk melindungi mereka dan mencegah hal-hal yang jahat dan
bermacam-macam musibah, penyakit-penyakit aneh yang parah; atau hal-hal yang
kurang baik yang dapat mengganggu lingkungan mereka untuk tidak terjadi,
terutama yang dapat menimpa keluarga mereka!”
Sang Buddha memuji Raja Setan: “Sadhu! Sadhu! Sadhu! Karena
kamu sekalian beserta para raja dari Yamaloka bersedia melindungi para pria dan
wanita yang berbudi, Aku akan memohon kepada Raja Indra di Istana Trayastrimsa
serta raja Brahma di Surga Brahmakayika agar dapat membantu kalian, supaya
tugas kalian dapat berjalan dengan lancar!” Setelah sabda Sang Buddha selesai,
di dalam pesamuhan agung tersebut terdapat seorang Raja Setan yang bernama Raja
Setan “Pengurus-Nyawa” berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia!
Berhubung karena akibat Karma, kami bertugas mengurus nyawa dari para umat
Jambudvipa, baik kelahirannya maupun kematiannya akulah yang mengurusnya.
Sebenarnya cita-citaku hendak memberi manfaat kepada manusia, namun mereka
enggan memperhatikan atau enggan menerima nasehatku, sehingga mereka terutama
yang baru lahir maupun yang akan meninggal dunia tidak mendapat perlindungan
dan keselamatan, sebab para umat dari Jambudvipa baik pria maupun wanita
sewaktu melihat sang ibu yang mengandung atau yang hendak melahirkan, mereka
seharusnya banyak berbuat kebaikan untuk menambah suasana kebajikan dalam rumah
tangganya sehingga kehidupan mereka menjadi lebih aman dan sentosa. Dengan
melihat para umat berbuat kebajikan, para dewa bumi merasa amat gembira dan
senang memberi perlindungan kepada sang ibu dan anaknya, sehingga mereka
beserta seluruh keluarganya selalu dalam keadaan sehat dan bahagia! Dan, pada
saat sang bayi lahir ke dunia, janganlah membunuh makhluk bernyawa dengan
alasan untuk sang ibu, atau dijadikan hidangan untuk mengundang para
sanak-saudara untuk datang ke rumahnya dan berpesta makan daging dari hasil
pembunuhan serta menikmati minuman keras, atau bermain musik, menari dan
menyanyi, hal ini dapat mengakibatkan sang bayi dan ibunya tidak dapat merasa
aman dan tenteram!”
“Mengapa perbuatan tersebut harus dihindari? Karena pada
saat sang ibu akan melahirkan atau sedang mengalami kesukaran dalam melahirkan,
waktu itu para setan jahat, jin-jin liar serta makhluk halus lainnya datang ke
rumah sang umat, karena mereka ingin meminum darah kotor yang berbau itu.
Apabila kedatangan mereka aku ketahui, maka aku segera memerintah para Dewa
Bumi untuk melindungi sang ibu dan bayinya supaya mereka tetap selamat. Di
samping itu keluarganya semestinya harus bersyukur serta banyak berbuat jasa
kebajikan untuk berterima kasih kepada para Dewa karena sang bayi dan ibunya
kedua-duanya telah diselamatkan oleh-Nya. Namun, ada sebagian umat yang tidak
hanya melupakan budi ini, melainkan mereka berani melakukan pembunuhan terhadap
nyawa hewan, dan beramai-ramai beserta para sanak-saudara berpesta pora memakan
daging makhluk hidup dan mengganggu ketenteraman suasana rumah tangga, hal ini
tentu akan membahayakan nyawa sang bayi dan ibunya, betapa menyedihkan!”
“Demikian juga para umat dari Jambudvipa (alam manusia) pada
saat mereka akan meninggal dunia, baik yang berdosa berat atau tidak, semuanya
akan kubantu, agar mereka tidak akan diterjunkan ke alam kesengsaraan.
Apabila sang umat suka berbuat kebaikan pada masa hidupnya,
dapat mempermudah tugasku, pastilah si almarhum dapat membebaskan diri dari
segala rintangan secara cepat! Seperti diketahui, para umat sewaktu akan
meninggal dunia, waktu itu akan datang ratusan ribu iblis jahat atau makhluk
halus dari pelbagai alam sengsara.
Mereka menjelmakan tubuhnya menjadi seperti ayah atau ibu,
atau sanak-saudara dari si almarhum, dan dengan sikap amat akrab mereka
menyambut almarhum, agar si almarhum dengan cepat mengikuti mereka untuk
diterjunkan ke alam kesedihan. Jika si almarhum berdosa berat, maka dengan
cepat beliau akan mengikuti para iblis jahat tersebut bersama-sama untuk pergi
ke alam neraka!”
“Mengapa si almarhum sedemikian mudah diperdayakan? O,
Bhagava Yang Termulia! Sebab, pada saat sang umat akan meninggal dunia
kesadarannya amat gelap dan beliau amat bingung, ia sama sekali tidak bisa
membedakan hal mana yang baik dan hal mana yang buruk, pikirannya keruh sekali!
Bahkan mata dan telinganya serta indera lain pun tidak berfungsi lagi, maka dia
mudah sekali diperdaya oleh para iblis jahat. Pada saat itu, keluarganya harus
sadar dan cepat-cepat mengadakan puja-bhakti secara khidmat dan mengundang para
tokoh suci, Pandita atau Bhikshu, atau Bhikshuni dan sebagainya untuk membaca
Sutra dari Buddha-Dharma atau memuliakan nama Buddha dan nama Bodhisattva,
kemudian jasa berharga ini disalurkan kepada si almarhum, pastilah sang
almarhum dapat bebas dari alam kesengsaraan. Dan para iblis jahat, para makhluk
halus lainnya akan lenyap total dari pandangan si almarhum!”
“Yang terpenting O, Bhagava Yang Termulia! Baik makhluk
apapun pada saat mereka akan meninggal dunia seandainya mereka dapat mendengar
nama dari seorang Buddha atau nama dari seorang Bodhisattva, atau satu bait
Gatha, atau perkataan dari Sutra Mahayana, maka dengan kebajikan ini sang umat
walaupun telah memiliki dosa atau Karma berat pasti akan mendapat kebebasan,
kecuali mereka yang melakukan dosa dari 5 Perbuatan Durhaka dan dosa
pembunuhan!”
Sang Buddha bersabda kepada Raja Setan Pengurus Nyawa:
“O, Raja Setan yang berbudi! Sungguh, anda adalah seorang
raja yang Maha welas asih! Anda berani berjanji kepada para umat, baik yang
akan lahir atau yang akan meninggal dunia bahwa anda bertekad melindungi mereka
atau membantu mereka agar terbebas dari kesengsaraan. Mudah-mudahan usaha anda
dapat berhasil dengan baik. Dan janganlah anda menunda atau melupakan janjimu
yang sedemikian agung itu! Bila terdapat seorang wanita yang mengalami
kesukaran dalam melahirkan dan beliau meninggal dunia, usahakanlah untuk
membantunya juga!”
Sang Raja Setan berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang
Termulia! Mohon Anda tak usah khawatir terhadap masalah ini. Aku sengaja
menjelmakan diriku hingga sedemikian maksudnya tiada lain, hanya satu yaitu akan
kuusahakan agar para umat Jambudvipa baik yang baru lahir atau yang akan
meninggal dunia agar keadaannya tetap tenang, aman dan bahagia! Seandainya para
umat dapat menaruh perhatian dan yakin terhadap nasehat yang kami sampaikan
tersebut, pastilah mereka akan memperoleh manfaat dan akan terbebas dari segala
kesengsaraan!”
Pada saat itu Sang Buddha memberitahu kepada Bodhisattva
Ksitigarbha: “O, Sang Ksitigarbha yang Maha Welas Asih! Ketahuilah, Raja Setan
yang bernama Pengurus Nyawa ini, sejak Beliau memiliki identitas Raja Setan
hampir ratusan ribu masa Beliau selalu menolong para makhluk yang sengsara!
Karena perasaan Beliau dan cita-cita-Nya yang sedemikian welas asih dan agung,
maka Beliau dengan sengaja menjelmakan diri-Nya menjadi seorang Raja Setan,
padahal bukan! Sesungguhnya beliau adalah seorang Bodhisattva yang penuh welas
asih yang berniat menyelamatkan umat dari penderitaan dan kira-kira 170 kalpa
lagi, Beliau akan menjadi seorang Buddha dan gelar-Nya adalah “Animitta”
Tathagata, nama Kalpa-Nya “Sukham”, namanya di alam manusia adalah “Posadha”
dan usia-Nya panjang sekali sulit dihitung dengan masa Kalpa! O, Sang
Ksitigarbha! Demikianlah tentang karir Raja Setan yang hasil kerja-Nya pun
terlampau banyak untuk diterangkan secara keseluruhan! Terutama para umat
manusia serta para Dewa yang pernah diselamatkan oleh Beliau juga tak terhingga
banyaknya!”
Bab 9 – Nama Para
Buddha
Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang
Buddha:
“O, Bhagava Yang Termulia! Sekarang Aku ingin menguraikan
suatu cara yang mudah dan bermanfaat untuk para umat di masa yang akan datang,
agar mereka dapat memanfaatkannya pada saat kelahiran dan kematian yang mana selalu
mereka alami dari masa ke masa!”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha dengan
berkata:
“O, Ariya Ksitigarbha yang Maha Welas Asih! Benar, sekarang
adalah waktu yang tepat untuk menjelaskannya! Demi semua makhluk yang berdosa
yang masih berada di 6 alam kehidupan itu! Penjelasanmu dapat membantu para
umat untuk dapat bebas dari berbagai penderitaan! Uraikanlah O, Ariya
Ksitigarbha! Beberapa saat lagi Aku akan Parinirvana dan apabila cita-cita-Mu
telah tercapai Aku tidak akan khawatir lagi tentang para umat yang berada di
masa sekarang dan di masa mendatang!”
Sang Bodhisattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha:
“Cara yang mudah itu adalah ‘Dengan Menyebut Nama Buddha’.
O, Bhagava! Seperti yang diketahui bahwa pada masa silam yang waktunya telah
mencapai Asankhyeya Kalpa itu, terdapat seorang Buddha yang muncul di dunia,
nama-Nya ANANTAKAYAH TATHAGATA, apabila terdapat para pria atau wanita yang
setelah mendengar nama Buddha tersebut lalu bangkit rasa hormat di dalam hati
sanubarinya, dan merenungkan Beliau dengan menyebut ‘NAMO ANANTAKAYAH
BUDDHAYA’, maka para pria atau wanita yang berbudi itu dapat menghapus dosa
Jaramarana (dosa dari kelahiran dan kematian setiap masa) sebanyak 40 Kalpa!
Dan jika mereka dapat membuat atau melukis gambar Buddha tersebut untuk
melakukan puja-bhakti di rumah atau di ruang ibadah, mereka akan memperoleh
jasa-jasa dan kebajikan yang teragung yang banyaknya tak terhingga!”
“Adalagi O, Bhagava Yang Termulia!” Sang Ksitigarbha
melanjutkan sabda-Nya: “Pada masa dahulu kala yang lamanya bagaikan butiran
pasir di Sungai Gangga, terdapat seorang Buddha yang datang ke dunia. Beliau
bernama RATNAKARA TATHAGATA. Seandainya para pria atau wanita setelah mendengar
nama Buddha tersebut lantas bangkit dari hati sanubarinya untuk berlindung
kepada Beliau dan memuliakan nama-Nya, mereka dapat mencapai tingkat kesucian
Anuttara Samyaksambodhi!”
“Adalagi, pada masa yang silam terdapat seorang Buddha yang
bernama PADMAJINA TATHAGATA. Apabila para pria atau wanita yang setelah mendengar
nama Beliau lalu terus mengingat-Nya di dalam hatinya, maka umat tersebut akan
mendapat kesempatan dilahirkan di Surga Sad Janadhatu selama ribuan kali.
Terutama jika mereka dapat menyebut nama-Nya ‘NAMO PADMAJINA BUDDHAYA’ dengan
sepenuh hati, mereka akan mencapai Kebuddhaan secepat mungkin!”
“Adalagi, pada masa yang lampau yang lamanya Asankhyeya
Kalpa yang sulit diperhitungkan, terdapat seorang Buddha yang bernama SIMHANADA
TATHAGATA, jika terdapat para pria atau wanita yang setelah mendengar nama-Nya
lalu merenungkannya dan berhasrat ingin berlindung kepada Beliau, maka umat
tersebut akan divisuddhi/diberkahi oleh para Buddha yang banyaknya tak
terhingga pada masa mendatang!”
“Adalagi, pada masa yang lampau, terdapat seorang Buddha
yang bernama KRAKUCHANDAH BUDDHA, apabila terdapat para pria atau wanita yang
setelah mendengar nama Buddha Krakuchandah itu lalu dengan kebulatan hati
memberi hormat dan memuji nama Beliau, maka umat terebut akan memperoleh
kesempatan menjadi Raja Maha Brahma, dan mereka akan divisuddhi/diberkahi di
pesamuhan “Seribu Buddha” pada masa “Bhadrakalpa”!”
“Adalagi, pada masa yang lampau, ada seorang Buddha yang
bernama PRABHUTARATNA BUDDHA di dunia ini. Seandainya barang siapa yang pernah
mendengar nama Buddha ini dan merenungkan-Nya serta menyebut namaNya “NAMO
PRABHUTARATNA BUDDHAYA”, mereka tidak akan diterjunkan ke alam kesengsaraan dan
selalu dilahirkan di Surga atau dunia manusia serta dapat menikmati
kebahagiaan!”
“Adalagi, pada masa yang lalu yang waktunya bagaikan jumlah
butiran pasir di Sungai Gangga yang tak terkira lamanya, terdapat seorang
Buddha yang bernama RATNAKETU TATHAGATA datang ke dunia. Seumpamanya terdapat
umat yang berbudi setelah mendengar nama-Nya lantas timbul rasa khidmat lalu
memuliakan jasa-jasa Beliau, maka, jika saatnya sudah tiba mereka akan mencapai
tingkat kesucian seperti yang dimiliki oleh para Arahat!”
“Adalagi, pada masa Asankhyeya Kalpa yang silam terdapat
seorang Buddha yang bernama KASAYADHVAJA TATHAGATA, barang siapa yang telah
mendengar nama-Nya, dosa dari Tumimbal-lahir dan kematian akan dihapus hingga
100 Kalpa, jika para umat manusia dapat memuliakan namanya dengan menyebut
“NAMO KASAYADHVAJA TATHAGATAYA” beliau akan mencapai Kebodhian secepat
mungkin!”
“Adalagi, pada masa yang lampau terdapat seorang Buddha yang
bernama MAHABHIJNAGIRIRAJA TATHAGATA. Seumpamanya para pria atau wanita dapat
mendengar dan mengingat-ingat nama-Nya tanpa lupa, maka mereka akan bertemu
dengan para Buddha yang jumlahnya banyak sekali untuk membimbing mereka pada
masa mendatang sampai mereka memperoleh kesadaran Bodhi atau penerangan agung!”
Sang Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan: “O, Bhagava!
Buddha-Buddha yang lampau yang pernah bertugas di alam manusia banyak sekali
jumlahnya seperti:
SUDDHACANDRA BUDDHA;
GIRIRAJA BUDDHA; JNANABHIBHU BUDDHA; VIMALAKIRTIRAJA BUDDHA; PRAJNA-SIDDHI
BUDDHA; ANUTTARA BUDDHA; MANJUGHOSA BUDDHA; CANDRA-PARIPURNA BUDDHA;
CANDRAMUKHA BUDDHA dan
sebagainya.
“O, Bhagava Yang Termulia! Apabila para umat yang berada di
masa sekarang atau masa mendatang, baik yang berstatus Dewa ataupun manusia,
baik pria ataupun wanita, bila mereka dapat menyebut nama dari seorang Buddha
di antara nama-nama para Buddha yang tersebut di atas, maka mereka akan
memperoleh jasa-jasa dan kebajikan yang sangat berharga! Terutama jika mereka
dapat menyebut nama-nama dari semua Buddha!
Dengan menyebut nama-nama Para Buddha, umat yang berjasa
banyak ini, baik saat mereka lahir atau meninggal dunia, pastilah tidak akan
jatuh ke alam kesengsaraan, melainkan mereka akan menikmati hasil yang amat
gemilang dan bahagia!”
“Lagi, O, Bhagava Yang Termulia! Seumpamanya terdapat
seseorang yang sedang menderita penyakit parah dan tak selang beberapa lama
akan meninggal dunia, pada saat itu, jika seluruh anggota keluarganya bahkan
hanya seorang saja, mereka tidak lupa menyebut nama Buddha dengan suara yang
jelas dan bergema, maka segala dosa dari si almarhum akan musnah, terkecuali 5
Dosa Durhaka! Akan tetapi, berkat dibantu lagi oleh para umat dalam melakukan
pemuliaan nama-nama Buddha, setelah si almarhum wafat, dosa berat itu (5 Dosa
Durhaka) juga dapat lenyap sedikit! Apabila si almarhum sewaktu hidup ia selalu
sadar akan Hukum-Karma, rajin melaksanakan apa yang tercantum di dalam Sutra
suci ini, maka dia bukan saja dapat memusnahkan dosa yang berat, melainkan dia
telah memperoleh jasa-jasa dan kebajikan yang lengkap serta yang gemilang dan
banyaknya sulit diperkirakan!”
Bab 10 – Kondisi Dan
Perbandingan Pahala Berdana
Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha bangkit dari tempat
duduk-Nya dan bersujud di hadapan Sang Buddha seraya berkata:
“O, Bhagava Yang Termulia! Mengapa para umat manusia yang
telah mengamalkan jasanya dengan cara berdana, pahala yang mereka peroleh itu
berlainan? Misalnya ada yang dapat menikmati kebahagiannya hanya satu kali saja
semasa hidupnya, akan tetapi ada yang dapat menikmati kebahagiaannya sampai 10
kali masa hidupnya, bahkan ada yang dapat menikmatinya sampai ratusan kali atau
ribuan kali masa hidupnya! Mengapa hasil yang mereka peroleh sebegitu jauh
perbedaannya? Mohon kiranya Sang Bhagava sudi menerangkannya kepada kami
tentang hal ini.”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha: Bagus
sekali, O, Bodhisattva yang Maha Welas Asih! Sekarang Saya akan menerangkan
sebab dari segala jasa-jasa kebajikan yang dilakukan oleh para umat yang
dermawan yang berada di Jambudvipa (alam manusia) itu kepada Engkau!
Dengarkanlah baik-baik, Aku akan memulainya.
Sang Bodhisattva Ksitigarbha kemudian berkata kepada Sang
Buddha: Katakanlah O, Bhagava, sungguh Aku ingin mengetahui sebabnya!”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha: Seperti
diketahui di dunia Jambudvipa ini, terdapat banyak raja-raja, menteri-menteri
dan para pegawai Negara, para Maha Grhapati, Maha Ksatria, Maha Brahmana dan
sebagainya, seandainya mereka bertemu dengan para umat yang berstatus rendah,
umat yang miskin dan yang bertubuh cacat, bisu, tuli, bodoh, buta dan
sebagainya.
Setelah melihat keadaan para umat yang begitu menderita,
maka pada saat itu juga Sang Raja atau para Menteri dan lainnya timbul rasa
welas-asihnya dan dengan sikap yang ramah dan tersenyum mereka memberi sedekah
atau Dana yang berharga kepada para umat yang miskin atau yang cacat, melalui
tangannya sendiri, dan dengan ucapan yang lemah-lembut mereka menghibur hati
dari para umat yang miskin atau yang cacat. Atau mereka dapat juga menyuruh
orang lain untuk mewakili mereka dalam melakukannya.
Dengan demikian maka di dalam hati si penerima dana akan
timbul rasa kedamaian untuk berani hidup terus serta tidak putus-asa! Dengan
demikian, maka pahala yang akan diperoleh Sang Raja atau para Menteri dan
lain-lainnya itu akan sama seperti para umat yang memuja Sang Buddha yaitu
pahala yang akan mereka miliki banyaknya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga!”
“Mengapa hasil yang diperoleh mereka bisa sedemikian
gemilang? Sebab, Sang Raja serta para pengikut-Nya sewaktu memberikan dana-Nya
khusus diberikan kepada para umat yang berasal dari golongan rendah, umat yang
amat miskin serta para umat yang bertubuh cacat yang menimbulkan rasa
welas-asih di dalam hati mereka, dan mereka melakukannya dengan tekad bulat,
maka mereka dapat memperoleh balasan yang sedemikian agung hingga ratusan ribu
masa kelahirannya mereka tetap memiliki kekayaan yang terdiri dari 7 macam
permata utama lengkap sandang-pangan!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha yang Maha welas asih!
Seandainya para Raja dan pengikut-Nya serta para Brahmana di masa mendatang,
jika mereka dapat membangun serta merawat vihara, Stupa maupun rupang dari
Buddha, Bodhisattva, Sravaka dan Pacceka Buddha, maka para raja ini akan
dilahirkan di Surga Trayastrimsa menjadi Raja Sakra dan Ia akan menikmati
kebahagiaan Surga sampai 3 Kalpa masanya!
Apabila Sang Raja tersebut bersedia menyalurkan jasa yang
diperoleh-Nya tadi kepada para makhluk hidup yang berada di seluruh Dharmadhatu
atau alam semesta, maka Beliau akan menjadi Maha Brahma Raja selama 10 Kalpa!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Seandainya para raja dan
pengikut-Nya serta para Brahmana apabila melihat stupa, kuil, vihara ataupun
rupang, gambar atau lukisan serta Sutra-Sutra yang ditinggalkan oleh para
Buddha pada waktu yang sudah silam lalu timbul rasa hormat dan dengan giat
memperbaiki, memelihara, baik dengan tenaga sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain yang jumlahnya sampai ratusan, ribuan orang yang menyertainya
menjadi Donatur, maka Sang Raja tersebut akan menjadi raja atau
pemimpin-pemimpin dari pelbagai daerah. Terutama jika Sang Raja dan para
simpatisan dapat menyalurkan jasa-Nya ke alam Suci, maka mereka akan memperoleh
pahala menjadi seorang Buddha. Ketahuilah pahala dari jasa-jasa yang berharga
seperti ini, yang sedemikian luhur dan mulia, tentu saja tak terkira lagi
jumlahnya!”
“Adalagi O, Ariya Ksitgarbha! Bahwa pada masa yang akan
datang jika terdapat para raja serta para Brahmana dan lainnya apabila mereka
melihat orang yang menderita penyakit parah, usia tua atau ibu-ibu yang sedang
mengalami kesusahan dalam melahirkan. Nah, pada saat itu walaupun hanya melihat
sepintas saja tapi Sang Raja dan pengikut-Nya timbul rasa welas asih di dalam
hati mereka terhadap si penderita atau ibu yang menderita kesusahan itu. Dan
mereka langsung memberikan obat-obatan serta bermacam-macam sandang-pangan,
tempat tidur dan perabot rumah yang dibutuhkan oleh si penderita agar dapat
hidup tenang tentram tanpa kekhawatiran apapun. Ketahuilah, jasa-jasa seperti
ini adalah yang termulia dan teragung! Maka selama 100 Kalpa masanya Sang Raja
dan pengikut-Nya akan menjadi Sang Kuasa di Surga Suddhavada selama 200 Kalpa dan
mereka pasti akan menjadi Buddha, tak akan terjerumus ke alam kesengsaraan
untuk selama-lamanya, bahkan dalam ratusan ribu kelahiran mereka takkan
mendengar suara kesedihan.
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang,
jika terdapat para raja, para Brahmana dan lainnya dapat memberikan Dana dengan
cara seperti yang telah Ku-urai tadi, bukan saja mereka akan dapat menikmati
kebahagiaan yang sedemikian besar, dan bahkan lebih besar lagi, apabila
jasa-Nya disalurkan kepada para makhluk sengsara di alam semesta dalam jumlah
yang banyak ataupun sedikit, mereka pasti mendapat kesempatan mencapai tingkat
Kebuddhaan di masa yang akan datang! Terutama mereka dapat menjadi Raja
Cakravartin, Raja Sakra, Raja Maha-Brahma dan sebagainya! Maka dari itu, melalui
uraian ini Sang Ksitigarbha telah memberi dorongan kepada para umat agar mereka
dapat melakukan hal-hal yang seperti di atas, dengan demikian para umat semua
dapat menjadi Buddha kelak!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang
jika terdapat para putra-putri yang berbudi yang dapat menanam kebajikan di
bidang Buddha Dharma, yaitu menyebarkan ajaran dari para Buddha. Sekalipun
kebaikannya itu hanya seujung rambut atau sehalus debu, namun buah yang
dipanenkan nanti banyaknya sungguh sulit diumpamakan!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang
jika terdapat para putra-putri yang berbudi yang dapat berdana untuk merawat
rupang atau gambar-gambar dari para Buddha, para Bodhisattva dan para Pacceka
Buddha, atau Raja Cakravartin dan sebagainya, mereka akan memperoleh
kebahagiaan yang tak terbatas dan selalu dilahirkan di alam Surga atau dunia
manusia untuk menikmati pahala mereka. Terutama jika jasa-jasa yang diperoleh
mereka itu semua disalurkan kepada para makhluk hidup yang masih terikat di
alam semesta atau Dharmadhatu, maka pahala yang akan mereka peroleh nantinya
besarnya sulit diumpamakan!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang
apabila terdapat para putra-putri yang berbudi yang mendapat kesempatan membaca
Sutra Mahayana atau mendengar satu Gatha atau satu perkataan dari Sutra suci
lalu timbul rasa hormat untuk memuji atau menghargai Sutra tersebut. Ataupun
Sutra tersebut diperbanyak lalu disebarluaskan kepada umat yang lain serta
dirawat di dalam rumahnya sendiri, maka orang yang berbudi ini akan memperoleh
pahala yang terunggul dan banyaknya luar biasa dan tak terbayangkan!
Apabila jasanya langsung disalurkan kepada para makhluk di
alam semesta, ketahuilah pahala serta Kebahagiaannya lebih sulit diandaikan
lagi!”
“Lagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang
apabila terdapat para putra-putri yang berbudi sewaktu mereka melihat stupa,
kuil, vihara, atau menemukan Sutra-Sutra Mahayana dan sebagainya khusus yang
kondisinya masih utuh atau masih baru maka harus dipuja, dipelihara atau
dihormati dengan cara bersujud.
Jika kondisinya sudah agak lama atau sudah rusak seharusnya
diperbaiki supaya utuh kembali. Pekerjaan ini
boleh dikerjakan sendiri bila mampu, atau bergabung dengan para
simpatisan bersama-sama mengumpulkan dana untuk mencetak yang baru atau
memperbaiki yang sudah rusak itu. Dan apabila terdapat Sutra-Sutra yang sudah
ratusan atau ribuan tahun lamanya yang halamannya sudah banyak yang lepas serta
hurufnya telah banyak yang hilang atau tidak kelihatan, sutra itu harus
ditulisi kembali, kemudian disusun kembali atau dicetak sebanyak mungkin dan
dibagikan kepada para umat yang cinta Dharma di pelbagai daerah! Ketahuilah,
putra-putri yang berbudi itu akan mendapat kesempatan yang cerah yaitu akan
menjadi raja kecil atau pemimpin daerah yang terkemuka dan selama 30 kali masa
kelahirannya setelah berakhirnya kehidupan pada masa ini! Jika pekerjaan yang
mulia ini, hanya dikerjakan oleh Sang Danapati (orang yang berdana, donatur)
sendiri saja, maka ia akan menjadi seorang Raja Cakravartin yang selalu
bergabung dengan para Raja kecil atau pemimpin dari pelbagai daerah dalam
menjalankan tugas mereka hingga berhasil!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang
apabila para putra-putri berbudi dalam kehidupannya pernah melakukan kebajikan
berdana atau hanya memuja atau memperbaiki stupa, kuil, vihara atau mencetak
Sutra-Sutra yang diwariskan oleh para Buddha untuk para umat, maka ketahuilah!
Bahwa akar kebaikannya walaupun hanya seujung rambut, sehalus debu, sebutir
pasir atau hanya setetes air, namun jasa yang walaupun hanya sedikit itu
apabila disalurkan kepada semua makhluk sengsara yang berada di semesta atau
Dharmadhatu, mereka akan menikmati pahalanya hingga ratusan ribu masa. Akan tetapi,
apabila jasanya hanya disalurkan kepada sanak-saudara atau keluarganya sendiri
atau hanya buat si pemuja sendiri saja maka pahala yang diterima lamanya hanya
3 masa saja! Tetapi, apabila si pembuat jasa-jasa kebajikan bersedia
melimpahkan jasa-jasa kebajikannya kepada semua makhluk hidup di alam semesta
atau Dharmadhatu boleh diumpamakan dengan kata-kata demikian: ‘Dananya hanya
satu, tapi pahalanya akan berbuah sepuluh ribu, maka itu, janganlah melepas
pahala yang maha besar dengan hanya mendapatkan pahala yang kecil. Demikianlah
Yang Ariya Ksitigarbha, hukum sebab-akibat dari Pahala berdana itu sangat
menakjubkan!”
Bab 11 – Pelindung
Dharma Dari Dewa Bumi
Dewa Bumi Sang Prthivi berkata kepada Sang Buddha:
“O, Bhagava Yang Termulia! Sejak zaman dulu hingga sekarang
aku selalu memberi hormat atau memuja para Bodhisattva-Mahasattva yang
jumlah-Nya banyak sekali, sulit disebutkan lagi!
Mereka semua memiliki Riddhi-Abhijna serta Maha Prajna dan
Maha Jnana, demikian pula makhluk-makhluk yang telah diselamatkan oleh Mereka
pun sudah banyak sekali! Akan tetapi, jika kita menitikberatkan pada “Niat Suci
Utama” yang pernah Mereka ucapkan, menurut hasil penelitianku, yang pernah
berikrar terhadap ‘Maha Pranidhana’ (nadar-utama yang terbesar) yang terluhur
dan yang terbanyak hanyalah Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha seorang
saja!”
“O, Bhagava Yang Termulia! Sungguh,
Bodhisattva-Ksitigarbhalah yang paling akrab dengan umat-umat dari Jambudvipa,
begitu pula Sang Manjushri, Sang Samantabhadra, Sang Avalokitesvara serta Sang
Maitreya tidak berbeda dengan Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha yaitu mereka
sering datang ke dunia manusia dengan ribuan badan jelmaan, muncul di 6 Gatya
untuk menyelamatkan para makhluk sengsara, tetapi dalam hal ikrar ini tentu
saja mereka mempunyai batas-batas tertentu! Karena, Sang Ksitigarbha sejak
Beliau menjalankan tugas-Nya di 6 Gatya dalam membimbing segala umat yang
sengsara, sesuai dengan ikrar-Nya yang pernah Beliau janjikan, yaitu Maha
Pranidhana yang diucapkan-Nya, yang mana banyaknya sudah seperti butiran pasir
di Sungai Gangga dan lamanya juga sudah jutaan Koti Kalpa tanpa ada
batasannya!”
“O, Bhagava Yang Termulia! Perlulah diketahui oleh para umat
manusia yang berada di masa sekarang atau di masa mendatang, apabila mereka
dapat menyediakan satu tempat yang bersih di sebelah selatan kemudian dengan
bahan bangunan baik dari tanah, batu, bambu ataupun kayu membuat satu kamar
yang beraltar.
Kemudian menyediakan gambar Sang Ksitigarbha atau rupang-Nya
yang terbuat dari emas atau perak, tembaga, besi atau yang lainnya dan
diletakkan di atas altar tersebut, kemudian membakar dupa, menyalakan lilin
atau lampu serta menaburkan bunga atau wewangian atau saji-sajian lain untuk
memuja rupang-Nya, sambil memuliakan nama-Nya serta jasa-jasa-Nya, dengan
menyebut: NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA!
Maka dalam lingkungan dan pemukiman dari si pemuja tersebut
akan mendapatkan 10 Keuntungan sebagai berikut:
- Tanah atau kebunnya menjadi subur;
- Si pemuja akan selalu sehat sentosa, rumah tangganya pun aman tenteram;
- Leluhurnya atau almarhum dari orang tuanya akan dilahirkan di alam Surga;
- Si pemuja dan keluarganya akan panjang usia;
- Hasil dari usaha apapun akan menjadi lancar dan memuaskan;
- Terhindar dari musibah air atau banjir dan kebakaran;
- Terhindar dari kerugian atau pemborosan dari keuangan; sandang pangan selalu mencukupi.
- Tidak ada mimpi buruk yang mengganggu;
- Selalu dilindungi oleh para Dewa Bumi dan Dewa Surga;
- Selalu bertemu dan dibantu oleh para Ariya dan para tokoh bijak hingga si pemuja dengan mudah mencapai Kebodhian (tingkat kesucian).
“O, Bhagava Yang Termulia! Pada masa yang akan datang atau
pada masa sekarang jika para umat dapat membuat altar Bodhisattva Ksitigarbha
dan rajin mengadakan puja-bhakti di depan rupang-Nya. Maka dengan mudah sekali
si pemuja memperoleh 10 Keuntungan yang tersebut di atas!”
“Sungguh O, Bhagava!” Sang Prthivi (Dewa Bumi) melanjutkan
kata-Nya: “Pada masa yang akan datang, jika terdapat para putra-putri yang
berbudi, setelah mereka menyediakan Sutra suci ini serta gambar atau patung
Bodhisattva Ksitigarbha di dalam rumahnya, dan dengan rajin mengadakan
puja-bhakti kepada Beliau serta dengan tulus membaca Sutranya, maka baik siang
hari maupun malam hari Aku tetap mengunjungi rumah si pemuja dan dengan
kekuatan daya-gaibku untuk melindungi umat-umat yang berbakti itu, agar
kehidupannya sama sekali tidak mendapat musibah dari air, api atau perampokan.
Dengan demikian maka musibah berat ataupun musibah kecil dan hal-hal yang tidak
diinginkannya semua akan musnah!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Dewa Bumi Prthivi:
“O, Sang Dewa Bumi yang terhormat! Benar, pendapatmu, tidak
keliru sedikitpun! Dan engkau benar-benar telah memiliki Riddhi-Abhijnabala
(tenaga daya-gaib batin) yang sedemikian kuat! Tentu saja, kekuatan yang
dimiliki oleh para Dewa yang lain tidak dapat dibandingkan dengan yang engkau
miliki! Apa sebabnya? Karena sejauh ini, seluruh bumi yang berada di Jambudvipa
dapat dilindungi oleh kekuatanmu dan makhluk-makhluk apapun selalu dibantu oleh
engkau juga! Adapun tumbuh-tumbuhan seperti rumput, pohon, pasir, batu, padi,
rami, bambu, kumpai, palawija, logam, permata dan lain-lainnya yang berada di
bumi Jambudvipa ini, berkat kekuatanmu semua menjadi subur dan makmur serta
sejahtera! Terutama engkau sering kali menyanjung dan memuji jasa-jasa dan
kebajikan dari Sang Ksitigarbha! Sungguh, jasa-jasamu, kewibawaanmu,
ketrampilanmu dan kekuatanmu telah melampaui para Dewa yang lain sebanyak
ratusan ribu kali!
Mudah-mudahan engkau selalu menggunakan kewibawaanmu dan
daya-batinmu untuk melindungi para putra-putri yang berbudi, yang rajin memuja
Sang Ksitigarbha, yang rajin membaca Sutra-Nya dan juga yang bertekad
mempraktekkan cara-cara yang tercantum di dalam Sutra Sang Ksitigarbha ini!
Supaya karma buruk atau malapetaka dan hal-hal yang tidak diinginkan oleh Sang
Umat tidak didengar oleh telinganya atau menimpanya!
Ketahuilah, bahwa para putra-putri berbudi itu, bukan saja
selalu diperhatikan oleh Sang Ksitigarbha melainkan para pelindung Dharma serta
para Dewata yang berada di pelbagai alam Surga juga selalu datang membantu
tugas Sang Ksitigarbha dalam melindungi umat yang berbudi itu! Mengapa
demikian? Sebab para umat yang dengan kebulatan hati bertekad memuja Sang
Ksitigarbha dan bertekad menghayati Dharma-Nya, dengan sendirinya akan terbebas
dari lautan penderitaan dan mencapai kebahagiaan Nirvana. Itulah sebabnya
mereka perlu dilindungi.”
Bab 12 – Manfaat dari Melihat dan Mendengar
Pada saat itu, di bagian atas kepala Buddha Sakyamuni
tiba-tiba mengeluarkan ratusan-ribu Koti “Maha Urnasaprabha” yakni
berjenis-jenis sinar, berupa rambut yang bercahaya dan berwarna, warnanya
berupa ‘Sinar-putih’ dan ‘Maha Sinar-putih’; ‘Sinar-bahagia’ dan ‘Maha
Sinar-bahagia’; ‘Sinar-mutiara’ dan ‘Maha Sinar-mutiara’, ‘Sinar-lembayung’ dan
‘Maha Sinar-lembayung’, ‘Sinar-nila’ dan ‘Maha Sinar-nila’; ‘Sinar-biru’ dan
‘Maha Sinar-biru’; ‘Sinar-merah’ dan ‘Maha Sinar-merah’; ‘Sinar-hijau’ dan
‘Maha Sinar-hijau’; ‘Sinar emas’ dan ‘Maha Sinar-emas’; ‘Sinar Awan-bahagia’
dan ‘Maha Sinar-Awan-Bahagia’; ‘Sinar Roda-seribu’ dan ‘Maha Sinar
Roda-seribu’; ‘Sinar Roda-Permata’ dan ‘Maha Sinar Roda-Permata’; ‘Sinar
Roda-Surya’ dan ‘Maha Sinar Roda-Surya’; ‘Sinar Roda-Candra’ dan ‘Maha Sinar
Roda-Candra’; ‘Sinar Istana Surga’ dan ‘Maha Sinar Istana Surga’; ‘Sinar
Sagara-Megha’ dan ‘Maha Sinar Sagara-Megha’ serta sinar-sinar yang lainnya.
Setelah sinar tersebut berhenti keluar dari bagian atas
kepala Sang Buddha Sakyamuni, kemudian disusul dengan suara merdu yang bunyinya
amat harmonis langsung mengumandangkan kabar baik kepada para hadirin serta
para Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk, baik manusia dan makhluk yang
bukan manusia;
“O, hadirin yang Kuhargai! Dengarkanlah, hari ini Aku berada
di pesamuhan agung di Istana Surga Trayastrimsa untuk menyanjung dan memuji
Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha yang selalu menyampaikan cara yang
trampil serta usaha-usaha berfaedah lainnya yang tak terbayangkan dari Buddha
Dharma kepada para Dewa dan manusia, agar para umat memperoleh manfaat dan
kemudian dapat mencapai hasil yang agung yang sulit disebut luhurnya!
Bahkan Beliau mengajarkan cara “Vikramaryahetu” (memuliakan
nama Buddha) yang mana sangat bermanfaat bagi umat-Nya, agar umat-Nya dapat
meninggikan tingkat kesuciannya setingkat “Dasabhumaya” (tingkat teragung atau
tingkat sesama Buddha) serta dapat memahami Dharma dan selamanya tidak akan
mundur dari Jalan Anuttara Samyak Sambodhi!”
Pada saat sabda Sang Buddha baru berkumandang sampai di
sini, tiba-tiba seorang Bodhisattva-Mahasattva yang bernama Avalokitesvara
bangkit dari tempat-Nya, lalu bersujud dengan kedua telapak tangan kepada Sang
Buddha seraya berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Sudilah kiranya menjelaskan
kepada kami tentang manfaat serta pahala yang akan dimiliki dalam memuja
Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha Yang Maha Maitri-Karuna, Yang senantiasa
dengan rasa welas-asihnya menolong makhluk yang sengsara, Yang selalu
menjelmakan diri-Nya hingga jutaan badan untuk bertugas di jutaan dunia, Yang
memiliki segala jasa yang lengkap, Yang memiliki kewibawaan, ketrampilan dan
kebijaksanaan luhur nan agung itu!
Dan baru saja, Aku mengetahui dari suara yang dikumandangkan
oleh Sang Buddha bahwa Sang Buddha tadi bersama-sama para Buddha yang berada di
10 penjuru dunia dengan suara yang selaras menyanjung dan memuji
Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha. Sungguh O, Bhagava! Jasa-jasa yang dimiliki
oleh Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha ini sedemikian luhur dan banyak,
apabila kita memohon agar para Buddha yang lampau, para Buddha di masa sekarang
serta para Buddha di masa mendatang bersama-sama menyebut jasa-Nya secara satu
persatu mungkin tidak akan habis penyebutannya untuk selama-lamanya! O,
Bhagava! Sewaktu pesamuhan agung ini diresmikan oleh-Mu, bukankah Sang Bhagava
pernah mengabarkan ingin bersama-sama para hadirin menyanjung dan memuji jasa
Ksitigarbha? Sekarang, demi memberi manfaat kepada para makhluk yang berada di
masa sekarang atau di masa mendatang, sudilah diberitahu pahala apa yang akan
mereka miliki apabila mereka memuja Sang Ksitigarbha terutama kepada himpunan
yang besar ini, agar para Dewa, Naga, dan kedelepan kelompok makhluk hidup
mendapat suatu kesempatan yang cerah untuk memuja Beliau dan langsung
dianugerahi oleh rahmat Beliau!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Avalokitesvara:
“O, Ariya Avalokitesvara yang Maha Karunika! Betapa pula
keadaan serta kedudukan Anda tidak berbeda dengan Sang Ksitigarbha, demikian
pula, hubungan Anda dengan segala makhluk Jambudvipa (alam manusia). Engkau
selalu menolong makhluk-makhluk di dunia Sahaloka itu sehingga terciptanya
hubungan yang erat dan akrab, baik para Dewa maupun para Naga, baik para pria
atau wanita dari umat manusia, ataupun para Setan dan sebagainya serta para
makhluk yang bernasib malang yang masih berada di dalam 6 Gatya Kesengsaraan
itu! Bilamana mereka mendengar nama Anda atau melihat rupang Anda, mereka ingin
sekali memuji jasa-jasa Anda, Nah! Umat-umat yang telah bangkit Budi-setia-Nya
terhadap Anda itu semuanya tidak akan mundur dari Jalan Anuttara Samyak
Sambodhi, mereka akan selalu mendapat kesempatan dilahirkan di Surga untuk
menikmati pahala yang pernah dianugerahi oleh-Mu! Serta ada juga para umat yang
apabila saatnya telah tiba akan divisuddhi oleh para Buddha di masa mendatang!
O, Ariya Avalokitesvara! Andalah yang paling penyayang dan suka menolong para
makhluk sengsara serta para Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk dan
umat-umat lainnya! Baiklah, sekarang Aku akan menguraikan tentang manfaat dan
pahala yang amat luhur yang akan diperoleh para umat dalam memuja Bodhisattva
Ksitigarbha kepada kamu sekalian, sudi kiranya anda sekalian mendengarkan
penjelasan-Ku ini, Aku akan memulainya!”
“Kiranya sudi diuraikan O, Bhagava Yang Termulia! Kami
sekalian telah siap mendengarkannya!” Sahut Sang Avalokitesvara.
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva-Mahasattva
Avalokitesvara:
“O, Ariya Avalokitesvara Yang Maha Karunika! Ketahuilah,
baik pada masa sekarang atau masa mendatang di pelbagai dunia apabila terdapat
para Dewa dan manusia, dikarenakan usia Surga atau kenikmatan kebahagiaan Surga
telah habis, begitu pula Pancalabhanya atau Kelima macam keburukan telah
berwujud semua (jubuhnya kotor; rambutnya kering dan sinar badannya gelap;
ketiaknya berkeringat, badannya berbau tidak sedap serta duduknya tidak bisa
tenang), atau akan jatuh ke alam kesengsaraan, saat itu apabila para Dewa dan
manusia baik pria maupun wanita jika mereka mempunyai kesempatan melihat gambar
atau rupang Sang Ksitigarbha, atau hanya mendengar nama Beliau, dan mereka
langsung membangkitkan hati sanubarinya lalu memberi hormat kepada Beliau, maka
kondisi dari para Dewa dan manusia yang malang itu lantas berubah.
Yaitu usia mereka akan bertambah panjang dan para dewa dapat
menikmati kebahagiaan Surga atau lainnya seperti semulanya. Dan, mereka tidak
akan dijatuhkan di alam kesedihan atau dikenai hukuman berat! Apabila Sang Dewa
dan manusia yang telah bebas dari kesengsaraan itu dapat terus membangkitkan
imannya sedalam-dalamnya serta sering dengan dupa, wangian, bunga, jubah,
makanan dan minuman, berbagai permata, untaian manikam dan sajian lainnya untuk
mengadakan puja-bhakti kepada Sang Ksitigarbha, maka jasa dan kebajikan yang
akan diperoleh si pemuja banyaknya sungguh sulit disebutkan lagi!”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa sekarang atau
masa mendatang apabila terdapat para makhluk yang menghuni di 6 Gatya (alam
Dewa, alam Asura, alam Manusia, alam Neraka, alam setan dan alam binatang) di
pelbagai dunia itu, seandainya saat kehidupan mereka akan berakhir, mereka
dapat mendengar nama Sang Ksitigarbha dan dapat diingat betul oleh indera
telinga serta pikirannya, maka umat tersebut pasti tidak akan mengalami
penderitaan di 3 alam kesengsaraan. (alam Neraka, alam setan kelaparan dan alam
binatang). Apalagi jika saat ia akan meninggal dunia, anaknya atau keluarganya
segera membuat sebuah rupang atau lukisan dari Sang Ksitigarbha dengan
menggunakan harta-benda dari si almarhum, maka si almarhum akan cepat
dilahirkan di Surga atau dunia manusia, tanpa rintangan apapun yang akan
menghalanginya!
Atau umat tersebut sudah lama menderita penyakit parah tapi
belum juga tiba ajalnya, kini beliau dapat mendengar dan melihat bahwa
keluarganya sedang menggunakan harta-bendanya untuk membuat atau melukis gambar
Sang Ksitigarbha, maka dengan kebajikan ini, si penderita tersebut, yang
walaupun disebabkan akibat Karma beliau harus mengalami penyakit berat, namun
berkat jasa kesucian yang diperbuatnya itu, penyakit parah yang dialaminya akan
berangsur-angsur sembuh kembali dan umurnya akan bertambah panjang! Tapi,
apabila, si penderita tersebut masa hidupnya telah habis dan kemudian beliau
menghembus nafsanya yang terakhir dan apabila semasa hidupnya beliau pernah
berbuat kejahatan dan akibat dari perbuatannya beliau harus dilahirkan di alam
kesengsaraan, tetapi kini berkat jasa kesucian dari membuat atau melukis gambar
Sang Ksitigarbha, maka si almarhum tersebut akan dilahirkan di alam Surga untuk
menikmati kebahagiaannya. Dan, segala Karma buruk yang dimilikinya akan musnah!”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang
apabila terdapat para pria atau wanita, pada saat mereka masih bayi yang sedang
menyusu atau yang baru berumur 3 tahun, atau 5 tahun atau masih di bawah 10
tahun, tapi orang tuanya atau adik-kakaknya telah meninggal dunia, kini setelah
dewasa beliau selalu merindukan orang tuanya atau adik-kakaknya. Namun, di
tempat manakah dan di alam manakah mereka berada? Beliau sama sekali tidak mengetahuinya.
“Akan tetapi, jika si perindu bersedia membuat atau melukis
gambar Sang Ksitigarbha atau sewaktu mendengar nama Bodhisattva Ksitigarbha
lalu bangkit hati sanubarinya untuk mengadakan puja-bhakti genap selama satu
hari atau dua, tiga, empat hingga 7 hari tanpa goyah keyakinannya, maka sejak
itu, para almarhum dari keluarga si perindu walaupun mereka berdosa berat dan
harus menjalani hukumannya selama berkalpa-kalpa, kini berkat si perindu telah
membuat jasa yang demikian agung, maka para almarhum tersebut baik orang tuanya
maupun kakaknya akan segera terlepas dari alam kesengsaraan lalu dilahirkan di
alam Surga untuk menikmati kebahagiaan! Dan, seandainya si almarhum sudah lama
dilahirkan di alam Surga atau dunia manusia karena berkat Karma baik yang
pernah diperbuat si almarhum sendiri pada masa hidupnya, kini karena ditambahi
lagi jasa kebajikan yang dilakukan oleh si perindu, yang disebut “Ariyahetu”
(penghubung agung) maka semakin bertambahlah jasa kebajikan serta
kebahagiaannya.
Jika si perindu bersedia dengan sepenuh hati memuja Sang
Ksitigarbah selama 7 hari penuh terus-menerus menyebut nama Bodhisattva
Ksitigarbha genap 10 ribu kali, maka Sang Bodhisattva Ksitigarbha akan menjelma
menjadi sebuah badan yang Maha besar yang disebut “Anantayakaya” untuk menemui
dan mengabarkan kepada si perindu tentang tempat atau alam dimana si almarhum
itu dilahirkan.
Atau Beliau dengan menggunakan daya Maha
Riddhi-Abhijnabala-Nya (tenaga batin) datang ke dalam mimpi si perindu dan
mengajak si perindu untuk melihat keluarganya yang telah dilahirkan di pelbagai
alam itu. Jika umat tersebut setelah menyaksikan keluarganya, dan dengan rajin
beliau bersedia menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha sebanyak seribu kali
dalam 1 hari hingga genap sampai seribu hari, maka ia akan selalu dilindungi
oleh para Dewa Bumi hingga batas kehidupannya di dunia! Dan, pada saat sekarang
ini juga keadaannya akan menjadi amat sejahtera, sandang-pangannya selalu
berlebihan. Ia akan jarang ditimpa kesengsaraan atau menderita penyakit parah
dan hal-hal yang tidak diinginkannya sama sekali tidak akan mendekati pintu
rumahnya, apalagi menimpa dirinya! Karena rajin menghayati Dharma maka akhirnya
ia mendapat kesempatan ditahbiskan oleh Sang Bodhisattva Ksitigarbha.”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara!” Sang Buddha melanjutkan:
“Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang berbudi yang
berhasrat ingin membangkitkan Bodhicittanya untuk menjadikan dirinya sebagai
penyelamat dari segala makhluk sengsara; Ingin mencapai pahala dari Anuttara
Samyak Sambodhi; Ingin membebaskan dirinya dari Triloka dan dilahirkan di alam
Buddha.
Maka mereka harus melakukan hal ini, yakni: Baik di depan
rupang Sang Ksitigarbha maupun hanya dengan menyebut nama-Nya lalu dengan
sepenuh hati menyatakan berlindung kepada-Nya atau menyediakan dupa, wewangian,
bunga, jubah, permata, makanan dan minuman untuk mengadakan puja-bhakti kepada
Beliau, maka cita-cita dari umat yang berbudi itu akan cepat tercapai dalam
memperoleh inti Dharma tanpa halangan apapun!”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang
apabila terdapat para putra-putri yang berbudi yang berhasrat ingin mewujudkan
cita-citanya pada masa sekarang atau pada masa mendatang, atau mereka ingin
menyukseskan ratusan ribu Koti jenis tugasnya pada masa sekarang atau pada masa
mendatang, kemudian mereka bertekad menyatakan berlindung kepada Sang
Ksitigarbha dan memuja rupang-Nya, dengan memuliakan jasa Sang Ksitigarbha dan
nama-Nya, maka cita-cita yang dimiliki oleh putra-putri berbudi itu akan
terwujud dan pekerjaan apapun yang dikerjakan pasti berhasil! Atau mereka
dengan tulus memohon bantuan dari Sang Ksitigarbha yang Maha Welas-Asih, agar
mereka dapat dengan cepat terbebas dari 6 Alam Kesengsaraan. Permohonan seperti
ini pun dapat dikabulkan oleh Beliau asalkan si pemuja rajin terus menjalankan
Dharma-Nya tanpa berhenti, lalu, Bodhisattva Ksitigarbha akan melakukan
pentahbisan saat sang umat tersebut sedang tidur.”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang
apabila terdapat para putra-putri yang berbudi, mereka amat suka pada
Sutra-Sutra Mahayana serta mereka berjanji akan mengkaji Sutra tersebut hingga
lancar supaya dapat menghafal makna-maknanya. Mereka meminta para guru Dharma
untuk mengajarinya agar dapat dengan cepat memahami Dharma tersebut. namun,
hasilnya nihil! Apa sebabnya?
Karena semua Dharma yang mereka pelajari tidak dapat
diingat! Meskipun mereka belajar dengan rajin dan telah memakan waktu yang
lama, mereka masih belum bisa memahami atau menulis makna-makna dari Sutra yang
dipelajarinya dan sama sekali tidak dapat diingat di dalam hatinya. Mengapa
terjadi hal yang demikian? Sebab sang umat tersebut kebijaksanaannya masih
dihalangi oleh Karma buruk yang silam dan amat sukar dihapuskannya, sehingga ia
sama sekali tidak memiliki peluang untuk menghayati Sutra terpenting itu.
Betapa menyedihkan! Akan tetapi, apabila mereka menyadarinya dan mendapat
kesempatan untuk mendengar nama agung dari Sang Ksitigarbha atau dapat melihat
rupang-Nya kemudian langsung tergerak hati sanubarinya dan secara tulus ikhlas
lalu sang umat menceritakan isi hatinya kepada Bodhisattva Ksitigarbha apa yang
pernah mereka alami serta kegagalan yang dihadapinya dan memohon kepada Beliau
agar cita-cita mereka dalam mencapai penerangan dapat terwujud; Selain itu umat
dapat memuja Beliau dengan dupa, wewangian, bunga, jubah, makanan dan minuman
serta berbagai sajian lainnya dan pada saat pemujaan kepada Bodhisattva
Ksitigarbha akan dimulai, sang umat menyediakan segelas air bersih di
altar-Nya. Setelah selang satu hari satu malam, barulah air tersebut diminum
dengan merangkupkan kedua telapak tangan dan menghadap ke arah selatan;
Ketahuilah, pada saat air suci itu akan diminum oleh si pemuja, beliau harus
bersikap dengan khidmat, dan setelah air tersebut diminum, umat tersebut harus
menghindari 5 jenis sayur yang berbau beserta daging dan alkohol, juga dilarang
melakukan perbuatan Asusila, dusta dan pembunuhan selama 7 hari 7 malam atau 7
x 3 (21 hari). Nah! Para putra-putri yang berbudi ini akan bertemu dengan
“Anantayakaya” yang dijelmakan oleh Sang Ksitigarbha waktu tidurnya serta
menerima upacara dari “Abhisecani” (pentabhisan atau visuddhi) beserta air
suci-Nya, setelah mereka bangun dari tidurnya mereka akan merasa inderanya
menjadi tajam dan luar biasa. Sejak itu Sutra-Sutra apa saja yang didengar atau
dibacanya, tidak akan lupa lagi, baik satu suku-kata atau sebait Gatha pun!”
“Lagi, O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang
jika terdapat umat manusia yang selalu mengalami kekurangan sandang-pangan,
meskipun mereka giat berjuang dalam kehidupannya, atau segala usaha yang mereka
kerjakan sampai membanting tulang pun jarang berhasil dan dirinya sendiri atau
anggota keluarganya sering ditimpa malapetaka hingga rumah-tangga mereka tidak
aman tenteram, atau anggota keluarganya banyak tercerai-berai, atau badannya
sendiri sering mengalami berbagai musibah, atau sering merasa ketakutan di
waktu tidur hingga batinnya tidak merasa tenang.
Ketahuilah, hal-hal yang amat tragis ini juga disebabkan
Karma buruk yang berasal dari masa silam dan amat sukar dihapuskan! Yang dapat
membantu mereka untuk melenyapkan Karma buruk itu adalah apabila mereka dapat
mendengar nama atau melihat rupang dari Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha
kemudian bertekad membangkitkan hati sanubarinya dan dengan tulus ikhlas beliau
memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha serta menyebut nama-Nya “NAMO
KSITIGARBHA BODHISATTVAYA” setelah peneybutannya genap sampai 10 ribu kali.
Hal-hal yang tragis itu pasti akan lenyap secara
berangsur-angsur sampai total. Dan sejak itu, rumah tangga mereka akan aman
tenteram, usaha apapun yang dijalankan akan berhasil dengan lancar,
sandang-pangan cukup atau selalu berlebih-lebihan, mimpi buruk sama sekali
tidak pernah terjadi lagi dan mereka akan merasa suasana dalam kehidupannya
menjadi sedemikian tenang dan nyaman!”
“Lagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang
apabila terdapat para putra-putri yang berbudi, disebabkan harus mengejar mata
pencaharian atau karena sedang menjalankan tugas dari atasan ataupun urusan
pribadi, atau karena menerima kabar duka cita atau kelahiran yang berasal dari
keluarganya dan meminta ia untuk segera pulang, atau disebabkan sesuatu masalah
pribadi yang amat penting yang harus diurus sendiri. Maka umat tersebut
terpaksa harus berangkat dan melewati suatu jalan di dalam hutan rimba atau
harus mengarungi sebuah sungai atau laut, dan apabila pada saat ia sedang di
tengah perjalanan beliau menemukan banjir, atau terhalang suatu ngarai atau
jurang!
Ketahuilah demi keamanan dalam menempuh perjalanan, sang umat
tersebut sebelum berangkat dapat berdoa dulu, mereka dapat menyebut nama
Bodhisattva Ksitigarbha dengan suara yang jelas atau tanpa keluar suara
sebanyak 10 ribu kali atau menurut kemampuannya. Dengan demikian biarpun mereka
sedang berada dalam perjalanan yang sangat berbahaya ia tidak akan mendapat
suatu halangan apapun yang dapat mengganggunya.
Karena mereka telah dilindungi oleh para Dewa Bumi yang
berbudi, baik sedang berjalan, beristirahat maupun sedang makan ataupun waktu
tidur beliau tetap aman-sentosa! Meskipun saat mereka sedang berada di dalam
hutan rimba atau secara tiba-tiba diserang oleh berbagai jenis binatang buas
seperti harimau, serigala, singa dan sebagainya, atau akan diracuni oleh orang
jahat, semua itu tidak akan mampu melukainya!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Mahasattva
Avalokitesvara: “Sungguh, O, Ariya Avalokitesvara! Bodhisattva-Mahasattva
Ksitigarbha yang sedemikian hebat ini sangatlah bermanfaat bagi para umat
Jambudvipa dan amat erat hubungannya dengan semua makhluk hidup yang berada di
alam semesta dan umat manusia yang yakin terhadap-Nya akan memperoleh manfaat
yang sangat besar! Jika Anda menginginkan Aku mengisahkan tentang manfaat dari
menghormati dan menjalankan Dharma yang diajarkan Bodhisattva Ksitigarbha secara
lengkap, mungkin uraian-Ku hingga ratusan ribu Kalpapun tidak akan habis
diuraikan! Maka dari itu O, Ariya Avalokitesvara yang Maha-Karunika!
Mudah-mudahan Anda sudi menggunakan welas-asihmu serta Maha
Riddhi-Abhijnabala-Mu yang dalam untuk menyebarkan Dharma ini ke seluruh alam
Sahaloka, agar segala makhluk memperoleh keberkatan-Nya serta dapat menikmati
kebahagiaan yang datang dari Dharma ini, yang mana pahalanya dapat dinikmati
hingga ratusan ribu Kalpa!”
Pada waktu itu Sang Buddha mengucapkan beberapa bait Gatha
yang berbunyi:
Kekuatan batin dari Sang Ksitigarbha sungguh luar biasa, Mengisahkannya
hingga jutaan kalpapun tak kunjung habis! Mendengar, melihat dan menghormat-Nya
walaupun hanya sesaat saja, Manfaatnya bagi para dewa dan manusia tak terbatas!
Baik pria, wanita, maupun para dewa, naga dan makhluk surga, Yang akan
terjerumus ke alam sengsara karena saatnya tiba, Berkat berlindung kepada
Ksitigarbha Bodhisattva dengan setulus hati, Usianya akan bertambah, karma
beratnya pun lenyap musnah!
Semasa kecil kehilangan cinta kasih ayah bunda, Entah mereka berada di
alam mana, Kakak adik serta sanak keluarga, Sejak lahir tak mengenal satu sama
lain. Dengan melukis gambar Ksitigarbha Bodhisattva. Menghormat, memujaNya
dengan setulus hati, Tiga atau tujuh hari terus-menerus memuliakan nama-Nya
(dengan menyebut “NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA MAHASATTVAYA”), Beliau akan
menampakkan tubuh Anantayakaya! Menunjukkan tempat dimana sanak keluarganya
berada.
Sekalipun telah terjerumus ke alam sengsara, Dapat ditolong-Nya untuk
terbebas dari derita! Jika saja setia, percaya, teguh, tak tergoyahkan,
Bodhisattva Ksitigarbha dapat menunjukkan tempat di mana sanak keluarganya
berada, Sekalipun telah terjerumus ke alam sengsara, Dapat ditolong-Nya untuk
terbebas dari derita! Jika saja umat setia, percaya, teguh tak tergoyahkan,
Kelak pasti akan tercatat sebagai calon Buddha!
Jika ingin mencapai Anuttara Samyaksambodhi, Hingga terbebaskan dari
penderitaan Triloka, Setelah tumbuh Bodhicittanya, Hormat dan pujalah dulu Ksitigarbha
Bodhisattva, Segala cita-cita sang umat akan segera terkabul, Tiada lagi karma
penghalang Menuju Kesadaran Agung!
Ada orang berhasrat mengkaji Sutra Mahayana, Ingin menyeberangkan umat
ke Pantai Surga, Meskipun tekad ini besar tidak terperikan, Setiap menghafal
sutra tak dapat mengingatnya, waktu terbuang percuma, Karena karma buruk di
masa lampau belum terhapus, Tak dapat mengingat sebuah Gatha atau sepatah
Sutra, Lakukanlah Puja bhakti kepada Ksitigarbha Bodhisattva, Dengan dupa,
bunga, jubah, makanan, minuman, serta barang berharga lainnya serta Letakkan
secawan air bersih di altar Ksitigarbha Bodhisattva, Setelah satu hari satu
malam kemudian minumlah air itu dengan khidmat, Setelah itu pantang makan
daging, minum alkohol, berdusta dan melakukan perbuatan asusila. Dua puluh satu
hari dan seterusnya jangan membunuh makhluk apapun, Sepenuh hati merenungkan
Ksitigarbha Bodhisattva. (dengan menyebut “NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA
MAHASSATTVAYA”)
Dalam mimpi sang umat akan berjumpa Ksitigarbha Bodhisattva
Anantayakaya, Setelah bangun dari mimpi, keenam indera sang umat menjadi jernih
dan suci, Sutra, dari Buddha Dharma tertanam ke dalam sanubarinya secara abadi,
Daya Prabhava Ksitigarbha tidak terlukiskan, Dapat membuat orang menjadi bijak
dan bestari.
Umat yang menderita miskin merana lagi berpenyakit, Atau kediamannya
buruk sekali, anggota keluarganya pergi meninggalkannya, Atau selalu ketakutan
di dalam mimpi, Dan mengalami kegagalan keuangan, Pujalah Sang Ksitigarbha
sepenuh hati, Berangsur penderitaan akan lenyap sama sekali, Mimpi yang buruk
takkan mengganggu lagi, Sandang pangan cukup dan selalu dilindungi Makhluk Suci
yang berbudi!
Jika harus mendaki gunung menuruni lembah, masuk ke hutan rimba,
mengarungi lautan luas, Bertemu satwa buas dan dihadang orang jahat, Atau
didatangi Setan, Iblis serta Badai ganas, Apabila menghadapi segala rintangan
dan berbagai penderitaan, Ingatlah Ksitigarbha Bodhisattva sebelum berangkat,
Pujalah Beliau dengan tulus ikhlas penuh khidmat, Meskipun berada dalam kesulitan
maha luar-biasa, Sekejap sirna lenyap semua berkat Buddha Dharma.
Dengarlah baik-baik, Yang Ariya Avalokitesvara! Daya Prabhava (tenaga
bathin) Ksitigarbha Bodhisattva tak terperikan, Menyelamatkan umat manusia tak
terbilangkan! Jutaan kalpa dikisahkan tidak akan habis, Sebarkanlah Maha
Pranidhana (Niat Suci/Janji Bodhisattva Ksitigarbha) ke seluruh alam semesta.
Bila terdapat umat yang dapat mendengar namaNya, Melihat rupang-Nya,
memuja-Nya dengan dupa, bunga, pangan dan jubah, Sang umat akan menikmati
pahalanya hingga jutaan masa! Bila jasa-jasa pemujaan disalurkan kepada makhluk
hidup di seluruh alam semesta, akan terbebaskan dari penderitaan kelahiran dan
kematian. Mencapai tepian Nirvana – menjadi Buddha. Oleh karena itu Yang Ariya
Avalokitesvara, Ketahuilah Ksitigarbha Bodhisattva demikian Maha Welas Asihnya,
Demikian besar tekadnya, Daya batinnya tidak terlukiskan. Sampaikan ini semua
kepada makhluk hidup yang berada di berbagai dunia yang banyaknya bagaikan
butiran pasir Sungai Gangga. Agar mereka semua mengetahui dan percaya
sedalam-dalamnya sehingga memperoleh Kebahagiaan Dharma yang sejati!
Bab 13 – Mempercayakan
Manusia dan Dewa
Pada saat itu, Sang Buddha mengulurkan tangan-Nya yang
berwarna emas untuk menyentuh dan meraba bagian atas dari kepala Sang
Ksitigarbha sambil bersabda:
“Betapa bahagianya O, Ariya Ksitigarbha yang maha-welas
asih!
Daya bathinmu sangat luar biasa, welas asihmu tak
terperikan, kebijaksanaanmu tak terlukiskan dan ketrampilanmu tak tertandingi.
Para Buddha di sepuluh penjuru dunia semuanya memuji dan menyanjung daya
kebajikan yang engkau miliki, sekalipun kami menceritakannya hingga jutaan
kalpa pun tidak akan kunjung habis!
“O, Ariya Ksitigarbha!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya:
“Betapa pentingnya! O, Sang Maha-welas asih! Ingatlah sedalam-dalamnya bahwa
hari ini Aku sengaja hadir di depan ratusan ribu Koti hadirin dari himpunan
besar yang meliputi para Buddha, para Bodhisattva-Mahasattva, para Dewa, Naga,
kedelapan kelompok makhluk serta umat-umat lainnya di dalam pesamuhan agung di
Istana Surga Trayastrimsa ini, Aku dengan perasaan sangat berat berpesan serta
menyampaikan kewajiban penting kepada Engkau yakni Tugas Penting untuk
membimbing Para Dewa dan Manusia serta segala makhluk hidup baik yang berada di
alam surga ataupun di alam sengsara terutama mereka yang belum terbebas dari
Triloka, yang masih bermukim di dalam alam neraka berapi, agar mendapat
kesempatan untuk keluar dari tempat kesengsaraannya dan tidak akan diterjunkan
ke alam kesedihan lagi karena tempat itu sangatlah menderita! Meskipun mereka
hanya mengalami penderitaan di alam tersebut sehari-semalam saja! Terutama para
umat yang berdosa berat yang harus menjalankan hukumannya di Neraka
Pancanantarya atau Avici yang lamanya sampai jutaan Kalpa dan sukar mendapat kesempatan
untuk mengeluarkan dirinya, jika tidak ada umat yang memberi manfaat doa kepada
mereka, O, betapa menyedihkan!”
“O, Ariya Ksitigarbha! Ketahuilah, para umat yang berasal
dari Jambudvipa itu baik minatnya maupun pikirannya dan tabiatnya tidak ada
kepastian! Terutama masih terdapat sebagian besar dari para umat yang cenderung
melakukan perbuatan yang buruk/jahat! meskipun mereka pernah dibimbing oleh
para tokoh suci hingga tergerak budinya, namun, kebanyakan dari mereka hanya
bertahan sekejab saja lalu merosot lagi! Jika mereka bertemu dengan lingkungan
yang jahat maka benih yang buruk mudah sekali tumbuh menjadi subur. Maka dari
itu, sejak jauh dari masa ini Aku pernah menjelmakan diri-Ku menjadi jutaan
Buddha atau bentuk makhluk yang lain, kemudian menurut sifat sang umat atau
perangainya, Aku memberi bimbingan kepada mereka untuk menyelamatkan mereka
supaya mereka terbebas dari penderitaan secepat mungkin!”
“O, Ariya Ksitigarbha! Hari ini dalam suasana yang demikian
khidmat dan cerah serta dengan penuh keyakinan, Aku berpesan lagi kepada Anda
bahwa pada masa yang akan datang, apabila terdapat para Dewa ataupun manusia
serta para putra-putri yang berbudi jika mereka pernah mengembangkan budinya di
bidang Buddha Dharma, biarpun kebaikannya hanya sehelai rambut, sehalus debu,
bahkan sekecil sebutir pasir atau hanya setetes air, Engkau harus menggunakan
daya Kebodhian-Mu yang luhur itu untuk melindunginya serta mendorong mereka
agar dapat menggerakkan hati sanubarinya sedalam mungkin, untuk mempraktekkan
Dharma luhur dengan cara selangkah demi selangkah hingga mencapai puncak
kesucian; Serta memberi dukungan kepada mereka agar kegiatan suci mereka ini
tidak akan mundur atau menghilang!”
“Lagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang,
apabila terdapat para Dewa atau para umat manusia dikarenakan saat akibat
Karmanya telah tiba, dan mereka mulai jatuh ke alam kesedihan. Ingatlah O,
Ariya Ksitigarbha! Saat mereka sedang berada di Jalan Kesedihan atau sedang
menuju ambang pintu Neraka, seandainya, saat itu mereka teringat atau dapat
menyebut nama dari seorang Buddha atau nama dari seorang Bodhisattva, atau
mereka masih dapat menghafalkan satu suku kata atau satu bait Gatha dari Sutra
Mahayana, maka umat tersebut harus diselamatkan oleh kekuatan kesucian-Mu! Atau
diberi berbagai cara yang mudah agar mereka dapat dengan cepat membebaskan dirinya
dari Jalan Kesengsaraan dan keluar dari ambang pintu Neraka!
Dan, pada waktu itu juga Engkau dapat memperlihatkan badan
Anantayakaya-Mu di alam itu guna membuka pintu Neraka dan membebaskan para
penderita dari siksaan neraka, kemudian umat yang telah diselamatkan oleh-Mu
itu dibimbing agar dapat dilahirkan di Surga atau dunia manusia untuk menikmati
kebajikannya. Apabila sudah tepat saatnya, berikanlah Dharma luhur kepada
mereka agar mereka semua dapat mencapai Kebodhiannya!”
Pada waktu itu juga Sang Buddha mengucapkan 4 bait Gatha
kepada Bodhisattva Ksitigarbha:
“Para Dewa dan manusia yang ada pada saat ini dan pada masa
mendatang; Kuserahkan kepadamu dengan penuh keyakinan; Selamatkanlah mereka
dengan Maha-Prabhava (Kekuatan Bathin yang Maha Besar); dan jangan ada satu pun
umat yang terjerumus ke alam kesengsaraan.”
Saat itu, Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha ber-Anjali
dengan merangkupkan kedua telapak tangan-Nya seraya berkata: “Hal itu tak
usahlah dikhawatirkan O, Bhagava Yang Termulia! Bagi para umat berbudi yang
berada pada masa mendatang, asalkan mereka bertekad menghayati Buddha Dharma
walaupun hanya sekali saja mereka pernah merasa yakin dan hormat terhadap
Buddha Dharma, Aku akan menggunakan ratusan ribu jenis cara yang sesuai dengan
kondisinya untuk menyelamatkan mereka, membebaskan mereka dari penderitaan!
Tentu akan lebih baik lagi, jika mereka dapat mendengar atau membaca Sutra
Mahayana dan langsung membangkitkan Bodhicittanya serta berhasrat mempraktekkan
Dharma dalam kehidupannya, pasti mereka tidak akan mundur dari jalan Anuttara
Samyak Sambodhi, dan segala cita-cita luhur mereka akan mencapai kesempurnaan!”
Ketika perkataan Sang Ksitigarbha sampai di sini, tiba-tiba
seorang Bodhisattva bernama Akasagarbha bangkit dari tempat duduk-Nya lalu
bersujud kepada Sang Buddha sambil berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Sejak
saya mengikuti himpunan terbesar di pesamuhan agung ini saya telah mendengar
Sang Bhagava menyanjung dan memuji kewibawaan serta kekuatan kesucian yang amat
menakjubkan yang dimiliki oleh Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha, maka
pada kesempatan ini saya ingin bertanya, apabila para putra-putri berbudi yang berada
di masa mendatang, serta para Dewa, Naga, dan makhluk-makhluk lainnya yang
mendapat kesempatan untuk mendengar nama Sang Ksitigarbha, mengkaji Sutra
Beliau, memberi hormat kepada Beliau serta mengadakan puja-bhakti terhadap
rupang Beliau, dengan melakukan kebajikan ini, manfaat apakah yang akan mereka
peroleh? Mohon sudi kiranya Bhagava Yang Termulai bersedia menguraikannya
kepada kami sekalian serta kepada para umat yang berbudi baik di masa sekarang
dan di masa mendatang!”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Mahasattva
Akasagarbha: “Dengarkanlah baik-baik O, Ariya Akasagarbha yang terhormat!
Manfaatnya banyak sekali! Dan sekarang Aku akan menerangkannya satu per satu
kepadamu sekalian!”
“Ketahuilah apabila para putra-putri berbudi yang berada di
masa mendatang bilamana mereka melihat gambar Sang Ksitigarbha, serta mendengar
Sutra-Nya, ataupun membaca sutra-Nya serta langsung mempraktekkan ajaran-Nya.
Di samping itu mereka juga selalu memuja Beliau dengan dupa,
bunga, pangan, jubah, permata dan sebagainya, serta rela memberikan Dana untuk
membangun vihara, atau hanya meletakkan rupang-Nya di dalam rumahnya sendiri,
atau hanya memberi hormat kepada Beliau, atau hanya memuji jasa-Nya dengan
menyebut nama-Nya, maka para putra-putri yang berbudi tersebut akan memperoleh
28 macam manfaat, yakni:
- Selalu dilindungi oleh para Dewa, Naga, Asta Gatya, dan hidupnya selalu selamat sentosa.
- Pahala dan kebajikannya semakin bertambah.
- Terkumpul benih kebajikan atas keyakinannya terhadap Buddha Dharma.
- Tidak akan mundur dari jalan mencapai kesucian Anuttara Samyaksambodhi.
- Memiliki sandang pangan yang cukup.
- Terhindar dari segalam macam musibah dan wabah penyakit.
- Terhindar dari bencana banjir dan kebakaran.
- Terbebas dari pencurian dan perampokan.
- Selalu dihormati orang.
- Selalu mendapat dukungan dan bantuan dari para dewa-dewi dari alam surga dan para raja setan yang berbudi.
- Apabila beliau adalah seorang wanita akan dapat terlahir sebagai seorang pria pada kehidupan yang akan datang.
- Dan apabila ingin terlahir sebagai wanita, mereka akan menjadi putri raja atau putri dari para pejabat atau pembesar yang mulia.
- Memiliki paras muka yang cantik dan dimana-mana disukai orang.
- Selalu mendapat kesempatan untuk dilahirkan di alam surga.
- Akan terlahir sebagai raja atau kepala Negara.
- Dapat mengetahui kehidupan pada masa yang lampau.
- Cita-citanya selalu tercapai.
- Keluarganya selalu aman, tentram dan bahagia.
- Semua malapetaka lenyap.
- Terhindar dari tiga alam kesengsaraan.
- Apa yang dikerjakan selalu berhasil.
- Selalu tidur nyenyak.
- Leluhurnya ikut terbebas dari belenggu penderitaan.
- Jika para leluhurnya juga pernah menanam kebajikan, hal ini dapat membantunya untuk lahir di alam surga.
- Mendapat pujian dari para suciwan.
- Memiliki pikiran yang cerdas, tangkas, cekatan dan tajam.
- Memiliki jiwa yang welas asih.
- Akhirnya akan mencapai tingkat ke-Buddha-an.
Sang Buddha kemudian melanjutkan sabda-Nya:
“Lagi O, Ariya Akasagarbha! Apabila para Dewa, Naga, Dewa
Bumi, Dewa Surga, para Raja Setan dan pengikutnya, baik yang berada di masa
sekarang ataupun pada masa mendatang, setelah mereka mendengar nama Sang
Ksitigarbha lalu mereka memberi hormat kepada rupang Beliau ataupun mereka
mendapat kesempatan mendengar Dharma atau Sutra tentang Maha-Purva-Pranidhana
(janji Bodhisattva) serta tugas suci Sang Ksitigarbha.
Dan dengan segera mereka tergerak hatinya, kemudian
menghormat kepada Beliau dengan tulus sambil memuji jasa-jasa Beliau, maka
mereka akan memperoleh 7 macam manfaat sebagai berikut:
- Status mereka akan cepat
naik ke tingkat alam suci;
- Karma buruk yang dimiliki
segera lenyap;
- Selalu dilindungi oleh
para Buddha;
- Bodhicittanya tidak akan
mundur sedikitpun;
- Kekuatan dan
kebijaksanaannya makin bertambah;
- Dapat memiliki kekuatan
batin.
- Kelak pasti akan mencapai
tingkat Buddha.”
Para hadirin dari himpunan agung yang terdiri dari jutaan
para Buddha, Bodhisattva-Mahasattva, Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk
serta umat-umat lainnya setelah mendengar Buddha Sakyamuni menyanjung dan
memuji tentang kewibawaan, Kebijaksanaan yang sedemikian mulia dan luhur yang
mana dimiliki oleh Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha, maka dengan nada
selaras mereka mengucapkan: “Adbhuta! Adbhuta! Adbhuta!” (Luar biasa
sekali, sangat luar biasa! Hal ini belum
pernah terjadi! 3x)
Pada saat itu, bunga Mandarawa Surga yang amat harum serta
jubah Surga, manikam Surga dan Keyura Dewata (untaian manikam) yang banyaknya
bagaikan hujan terus-menerus turun memadati seluruh Istana Surga Trayastrimsa,
sebagai persembahan kepada Sang Buddha Sakyamuni dan kepada Bodhisattva Ksitigarbha
dan juga sebagai tanda terima kasih yang mendalam atas jasa-jasa Sang Buddha
Sakyamuni yang telah memberikan khotbah yang tak ternilai manfaatnya, dan juga
sebagai tanda penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Ksatria Sejati
Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha.
Kemudian para hadirin bersama-sama memberi hormat kepada
Buddha Sakyamuni dan Bodhisattva Ksitgarbha dengan mengatupkan kedua telapak
tangan mereka, dan dengan perasaan bahagia mereka kembali ke tempat
masing-masing.
Komentar
Posting Komentar