Langsung ke konten utama

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana


Bab 1 – Istana Trayastrimsa
Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa.
Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni.
Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan Maha Prajna (kebijaksanaan tertinggi) serta Riddhi-Abhijnabala (tenaga batin) untuk menundukkan para umat manusia yang berhati keras, dan membimbing mereka hingga sadar serta dapat mengerti jalan yang menuju kebahagiaan dan dapat menghindari jalan yang menuju penderitaan!
Ketika para siswa/umat yang pernah dibimbing oleh Sang Buddha (yang telah dilahirkan di pelbagai alam Surga) mendengar Maha Gurunya datang ke istana Surga Trayastrimsa, mereka semua mengirim wakilnya atau datang sendiri guna memberi penghormatan kepada Maha Gurunya untuk membalas Maha Budi-Nya. Pada saat itu Sang Buddha merasa amat gembira, Beliau tersenyum dan mengeluarkan ratusan ribu koti (1 koti = 10 juta) “Maha-Rasmihprabha-Megha” yaitu awan yang bercahaya yang amat terang dari seluruh badan-Nya dan jenisnya berupa-rupa seperti: Awan bercahaya yang Maha Pari-Purna, Awan bercahaya yang Maha-Maitri, Maha-Jnana, Maha-Prajna, Maha-Samadhi, Maha-Sri, Maha-Punya, Maha-Guna, Maha-Sarana, Maha Stotra serta awan-awan indah dan sinar-sinar Buddha yang amat terang lainnya. Banyaknya sungguh tak terhingga dan tak terkatakan!
Setelah awan-awan dan sinar-sinar itu berhenti keluar dari seluruh badan Sang Buddha, lalu terdengar bermacam-macam suara yang sangat merdu yang keluar dari mulut Sang Buddha.
Suara-suara yang merdu ini dapat membimbing semua makhluk hidup untuk mencapai penerangan yaitu: suara dari Dana-Paramita-Ghosa, dari Sila-Paramita-Ghosa, Ksanti-Paramita-Ghosa, Virya-Paramita-Ghosa, Dhyana-Paramita-Ghosa, Prajna-Paramita-Ghosa, Maitri Ghosa, Karuna Ghosa, Mudita Ghosa, Upekkha Ghosa, Vimoksa Ghosa, Anasvara Ghosa, Jnana Ghosa, Maha Jnana Ghosa, Simhadana Ghosa, Garjita Ghosa, Maha Garjita Ghosa, serta suara-suara lainnya. Banyaknya tak terhitung!
Ketika suara-suara tersebut selesai dikumandangkan, datanglah rombongan Para Dewata, Naga, Hantu dan Makhluk-Makhluk Suci beserta rombongan-rombongan lainnya yang jumlahnya banyak sekali! Mereka ada yang datang dari alam Sahaloka (alam manusia), alam Surga Maha-Raja-Kajika, atau Surga Trayastrimsa jurusan 33 alam Surga, atau Surga Yama, Tusita, Nimanarati, Paranirmitavasavartin, Surga Brahmakajika, Brahmaparsadya, Brahma-puronita dan Surga Mahabrahma, Parittabha, Apramanabha, Abhasvara, Parittasubha, Apramasubha, Subhakrtsna, Anabhraka, Punyaprasava, Brhatphala, Avrha, Atapa, Sudrsa, Sudarsana, Akanistha, Mahamahesvara hingga Surga Naivasamjnanasamjnayatana yaitu Surga yang tertinggi dari para mulia, semua dari mereka telah berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa tersebut!
Kemudian hadir juga rombongan Dewa Penguasa Laut, Dewa Sungai, Dewa Pohon, Dewa Gunung, Dewa Bumi, Dewa Danau, Dewa Pertanian, Dewa Perondaan Siang, Dewa Perondaan Malam, Dewa Angkasa, Dewa Langit, Dewa Minuman dan Makanan, Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan serta rombongan dari Para Makhluk Suci lainnya.
Dan dari rombongan tersebut baik yang datang dari alam Sahaloka (alam manusia) atau datang dari alam lain, semuanya telah berkumpul di arena pesamuhan agung tersebut.
Kemudian hadir pula rombongan dari Para Raja Setan seperti: Raja Setan Bermata Kejam, Raja Setan Pengisap Darah, Raja Setan Pengisap Sari Mani, Raja Setan Pemakan Janin dan Telur, Raja Setan Penyebar Penyakit, Raja Setan Penolak Tuba serta para Raja Setan Pengasih Penyayang, para Raja Setan Pemberi Rezeki kepada umat manusia, para Raja Setan Berbudi Luhur serta rombongan Para Raja Setan yang lain beserta pengikutnya, jumlahnya banyak sekali dan semuanya telah berkumpul di arena pesamuhan agung tersebut!
Pada saat itu, Sang Buddha bersabda kepada Pangeran Dharma Manjushri Bodhisattva-Mahasattva: “O, Ariya Manjushri yang Maha Bijak! Bisakah Anda menghitung jumlah dari para hadirin yang berada di dalam pesamuhan agung ini?”
“Tidak mungkin O, Bhagava Yang Termulia,” jawab Sang Manjushri. “Walaupun dengan kepandaian serta daya Riddhi-Abhijnabala-Ku (tenaga batin), aku tidak mampu menghitung jumlah dari para hadirin ini walaupun selama ribuan Kalpa (waktu yang panjangnya tak terkira) Aku menghitungnya.”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Manjushri: “Benar! Jumlahnya sungguh sulit kita ketahui, Aku pun telah menghitungnya dengan Buddhacaksu-Ku (Mata Buddha) namun, tetap tidak bisa Kuketahui berapa jumlahnya! Tentu lebih sulit lagi bagimu.”
“Ketahuilah O, Ariya Manjushri! Kehadiran mereka itu merupakan suatu prestasi tersendiri dari Bodhisattva Ksitigarbha.
Sejak zaman dulu hingga sekarang Beliau terus menjalankan tugas suci-Nya di alam semesta tanpa berhenti, sehingga para makhluk, baik yang telah diselamatkan oleh-Nya, maupun yang akan diselamatkan, juga yang belum diselamatkan, atau dengan kata lain, baik yang telah mencapai penerangan, atau yang akan mencapai penerangan serta yang belum mencapai penerangan atau Kebodhian dapat memperoleh manfaat yang sangat besar jika mereka mengikuti ajaran-Nya.
Sang Manjushri berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Peristiwa yang mengagumkan ini bagi-Ku tidaklah menimbulkan keraguan, sebab, sejak masa silam Aku telah melaksanakan berbagai Karma Kusalamulena (perbuatan kebajikan) dan telah memperoleh pengetahuan Avaranajnana (kebijaksanaan tanpa halangan), maka Aku akan merasa yakin sepenuhnya terhadap uraian Sang Buddha, namun, bagi para Sravaka, yang berpahala kecil, bagi para Dewa, Naga, Asta Gatyah (delapan kelompok makhluk) serta para umat manusia di masa yang akan datang, apabila mereka mendengar sabda Tathagata tentang peristiwa hari ini, mungkin mereka tidak dapat memahaminya sehingga dapat menimbulkan keraguan dalam hati mereka!
Apabila kita langsung mengajarkan Dharma ini kepada mereka, mungkin mereka akan melakukan dosa pemfitnahan, demi untuk mencegah timbulnya keraguan terhadap sutra ini, maka kami mohon agar Sang Buddha sudi menguraikan tentang prestasi tersendiri dari Bodhisattva Ksitigarbha serta saat Beliau melaksanakan Carya dan Bhavana (menjalankan dan mempraktekkan Dharma) beserta jasa-jasa dan kebajikan yang pernah Beliau buat.
Juga tentang Maha-Pranidhana-Nya, niat suci-Nya yang Maha Mulia serta kunci keberhasilan-Nya yang membuat Beliau dapat membimbing sedemikian banyak umat di alam semesta ini.”
Sang Buddha bersabda: “O, Ariya Manjushri yang Maha Bijak! Seandainya semua tumbuhan seperti rumput, pohon, hutan, rimba, padi, rami, bambu, kumpai serta batu, gunung, debu halus yang berada di dunia dalam Trisahasra-Mahasahasra masing-masing diubah menjadi Sungai Gangga dan butiran pasir yang berada di setiap Sungai Gangga itu, tiap butirnya dijadikan alam Trisahasra-Mahasahasra, butiran debu yang berada di tiap alam Trisahasra itu tiap butirnya dijadikan satu kalpa, tumpukan debu selama satu kalpa itu tiap butir debunya dijadikan masa kalpa lagi, maka berapa kalpa jumlahnya, akan sangat sukar sekali dihitung, bukan?
Namun, jasa-jasa Bodhisattva Ksitigarbha sejak Beliau mencapai Dasa-Bhumayah berstatus setingkat dengan Buddha hingga sekarang, lamanya telah mencapai ribuan kali lipat daripada perumpamaan kita tadi!”
“Apalagi sewaktu Beliau masih di Sravaka Bhumi atau di Pratyekabuddha-Bhumi, waktu yang lamanya juga tak terhitungkan! O, Ariya Manjushri, Ketahuilah, baik kewibawaan maupun kesucian dari cita-cita dan Pranidhana (tekad utama) dari Bodhisattva ini sangatlah agung dan sulit diperkirakan banyaknya, maka itu apabila terdapat putra-putri yang berbudi di masa yang akan datang, setelah mereka mendengar nama agung dari Bodhisattva ini, walaupun mereka hanya memberi hormat atau memuji jasa-Nya, atau memuliakan nama-Nya atau mengadakan puja-bhakti dengan dupa, Gandha, bunga dan sebagainya, atau membuat rupa-Nya, baik dalam bentuk lukisan berwarna maupun berbentuk ukiran, pahatan dan sebagainya, maka putra-putri yang berbudi itu akan dianugerahi kesempatan yang amat cerah yakni dilahirkan di Surga Trayastrimsa hingga ratusan kali, dan selamanya tidak akan dilahirkan lagi di alam sengsara!”
“O, Ariya Manjushri yang Maha Bijak”, sabda Sang Buddha: “Dengarkanlah baik-baik, sekarang Aku akan mulai menguraikan suatu Dharma yang penting tentang Bodhisattva ini kepada kamu sekalian!”
“Sudilah menguraikannya O, Bhagava Yang Termulia! Kami telah siap mendengarkannya”, jawab Sang Boddhisattva Manjushri.
“Ketahuilah O, Ariya Manjushri! Sulit dihitung waktunya yaitu berkalpa-kalpa yang silam Ksitigarbha Bodhisattva Mahasattva merupakan putra dari seorang Maha Grhapati (orang tua yang berjasa dan banyak memiliki harta benda), waktu itu, terdapat seorang Buddha yang bernama SIMHA VIKRIDITA PARIPURNA CARYA Tathagata.
Beliau sedang bertugas di dunia pada waktu itu guna untuk menyelamatkan para umat yang sengsara. Suatu hari, putra Maha Grhapati datang ke vihara-Nya dan melihat wajah/rupa Sang Tathagata yang demikian agung dan menawan hati, lalu Beliau bertanya kepada Buddha Simha Vikridita Praipurna Carya: “O, Lokanatha Yang Termulia! Katakanlah, Buddha pernah melaksanakan Dharma apa dan pernah berikrar dengan kata-kata yang bagaimana sehingga dapat memiliki rupa yang sedemikian agung dan menawan hati?”
“O, Putra-Ku yang berbudi! Jika anda berhasrat ingin memiliki sesosok badan bercahaya seperti Buddha, maka anda harus menjalankan ‘Pelaksanaan Bodhisattva yaitu bercita-cita untuk hidup suci dan berniat menyelamatkan umat yang sengsara terus-menerus tanpa berhenti!”
Buddha Sakyamuni bersabda kepada Sang Manjushri: “O, Ariya Manjushri! Setelah mendengar sabda dari Buddha tersebut putra Maha Grhapati segera membangkitkan BodhicittaNya atau niat suciNya!
Beliau langsung berikrar di depan Buddha Simha Vikridita Paripurna Carya dengan berkata: ‘Mulai dari hari ini hingga masa mendatang, dalam waktu yang ber-Kalpa-Kalpa Aku akan menyelamatkan para umat yang terkena dosa berat yang sedang menderita di 6 Gati (alam surga, alam asura, alam manusia, alam neraka, alam hantu kelaparan dan alam binatang) hingga mereka terbebas!
Dan Aku akan menggunakan berupa-rupa cara yang tepat untuk membimbing mereka agar dengan cepat mereka dapat membebaskan dirinya dari belenggu kelahiran dan kematian serta dapat lahir di negeri Buddha dan setelah semuanya terlaksana barulah Aku akan mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha!” Oleh karena itu O, Ariya Manjushri! Maka, putra Maha Grhapati yang pernah berikrar di depan Buddha itu hingga sekarang, meskipun lamanya telah melewati ratusan ribu Koti Nayuta Kalpa yang sulit dihitung lamanya, status Beliau masih Bodhisattva dan Beliau masih dengan tekad bulat menjalankan tugas-Nya di seluruh alam semesta, sebenarnya Bodhisattva Ksitigarbha sudah lama sekali mencapai tingkat Buddha, tapi Beliau sering sekali berada di Gati atau alam Neraka dan kelakuan-Nya tidak berbeda dengan Bodhisattva Avalokitesvara! Inilah kisah tentang ikrar agung Bodhisattva Ksitigarbha yang pertama.”
Kemudian selang beberapa masa yang panjang atau beberapa Asankhyeya-Kalpa yang silam, ada seorang Buddha yang sedang bertugas di dunia ini. Beliau bernama BUDDHA PADMA SAMADHI SVARA RAJA Tathagata yang usia-Nya mencapai 4 juta Koti Asankhyeya Kalpa. Setelah masa Periode Saddharma habis, menyusul masa Periode Dharma Serupa, pada saat itu terdapat seorang putri Brahmana.
Karena Beliau banyak menanam benih kebajikan pada masa yang silam, maka Beliau selalu dipuji oleh ornag-orang di sekitarnya. Di manapun Beliau berada Beliau selalu dilindungi oleh para Dewa Surga. Tetapi, tabiat dan prilaku ibu-Nya amat buruk. Ibu-Nya bukan saja menganut ajaran sesat melainkan ia sama sekali tidak percaya pada Tri Ratna, malahan ia berani memfitnah Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha). Walaupun telah dipergunakan bermacam-macam cara oleh putrinya untuk merubah tabiat ibu-Nya agar ia dapat mencapai pandangan yang benar. Namun, hasilnya nihil! Dan berselang tidak beberapa lama ibu-Nya pun meninggal dunia dan Vinnyana-nya / arwahnya masuk ke alam Neraka Avici. Kematian ibunya benar-benar membuat putri Brahmana merasa amat berduka cita. Meskipun beliau belum bisa mengetahui ibu-Nya lahir di alam kesedihan yang mana, tapi ia mengerti tentang hukum Karma dan hukum sebab akibat bagi seorang yang berpandangan keliru serta menganut ajaran sesat dan yang enggan menaruh perhatian terhadap hukum karma atau hukum sebab-musabab serta tidak percaya pada Dharma ajaran dari para Buddha, malahan berani memfitnah Tri Ratna! Beliau merasa yakin bahwa ibu-Nya pasti ditempatkan di alam kegelapan! Demi untuk menyelamatkan ibu-Nya yang malang itu secepat mungkin, maka Sang Putri Brahmana menjual rumah kediamannya beserta alat-alat perabotan rumah-Nya, kemudian dari hasil penjualan itu Beliau membeli sejumlah banyak dupa, wangi-wangian, bermacam-macam bunga segar serta berbagai alat pujaan lainnya, kemudian saji-sajian tersebut dibawa ke tempat ibadah serta vihara-vihara yang telah lama ditinggalkan oleh para umat di masa yang lampau, beliau mengadakan puja-bhakti secara khidmat serta secara besar-besaran kepada para Buddha yang silam.
Saat Sang Putri Brahmana tiba di suatu vihara, Beliau melihat Buddha rupang (patung Buddha) dari Tathagata Buddha Padma Samadhi Svara Raja di ruangan vihara tersebut, baik lukisan maupun ukiran dari kayu atau batu, semua kelihatan sangat agung dan megah, sehingga timbul rasa kagum dalam hatinya, Beliau pun merenung: “O, Betapa agungnya! Buddha ini memiliki gelar ‘Yang Maha Sadar’!
Beliaulah yang memiliki ‘Sarvajnana’ (segala Kebijaksanaan Terluhur serta Maha-Tahu) Jika saja Beliau masih berada di dunia ini, Aku akan memohon kepada Beliau untuk menunjukkan di alam manakah ibu-Ku ditempatkan setelah ia meninggal dunia, pastilah Buddha ini mau memberitahuku!”
“O, Ariya Manjushri!” Buddha Sakyamuni melanjutkan sabda-Nya: “Pada saat Sang Putri Brahmana sedang bersedih dan lama sekali beliau berdiri di depan Buddha rupang tersebut, seluruh muka-Nya dibasahi oleh air mata yang keluar terus-menerus , tiba-tiba terdengar suara yang datang dari langit: “O, Putri yang berbudi! Janganlah Engkau terlalu bersedih hati, sekarang Aku akan menunjukkan kepadamu alam mana yang ditempati ibumu!’
Setelah mendengar suara tersebut segeralah Sang Putri Brahmana merangkupkan kedua telapak tangannya lalu beranjali ke arah langit seraya berkata: ‘O, Sang Maha Kuasa! Betapa besar jasa dan rahmat-Mu! Mau menghilangkan penderitaanku! Sejak ditinggalkan oleh ibuku hingga sekarang, siang dan malam aku selalu merindukan ibuku yang tersayang, yang telah hilang dari sisiku! Namun, dimanakah beliau berada saat ini? Dan kepada siapakah dapat kutanyakan?’ Kemudian datang lagi suara dari langit: ‘O, Putri yang berbudi! Aku bukan Sang Maha Kuasa atau Dewata, Aku adalah seorang Buddha masa lampau yang bernama Tathagata BUDDHA PADMA SAMADHI SVARA RAJA, yang sedang engkau puja dan anda renung, karena kerinduan Sang Putri yang penuh belas-kasih, telah melebihi kesedihan umat-umat lain, maka Aku datang memberi bantuan kepadamu!’
Sang Putri Brahmana merasa sangat terharu setelah mendengar sabda Buddha tersebut. Lalu ia pun menyembah dengan sekuat tenaganya, kemudian ia terjatuh, lalu pingsan. Setelah dia dirawat oleh pengikutnya serta para viharawan lama kemudian Beliau siuman kembali.
Lalu Beliau menengadah ke atas langit lagi sambil berdoa dan berkata: ‘Kasihanilah aku, Buddha Yang Termulia! Katakanlah segera di alam manakah ibuku sekarang berada? Sebab, sejak ibuku meninggal dunia, baik ragaku maupun batinku sudah hancur total, mungkin tidak lama lagi kehidupanku pun akan berakhir!’
“Waktu itu O, Ariya Manjushri!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Tathagata Buddha Padma Samadhi Svara Raja dengan menggunakan suara batin-Nya, Beliau meyakinkan Sang Putri Brahmana: ‘O, Putri yang berbudi! Setelah puja bhaktimu ini selesai, cepatlah kembali ke rumahmu. Kemudian duduklah bersila di dalam kamar yang bersih dan pusatkan pikiranmu, lalu renungkanlah nama-Ku terus-menerus, pasti anda dapat mengetahui di alam mana ibumu berada!”
Setelah mendengar sabda tersebut Sang Putri Brahmana merasa sangat gembira dan lega, bergegas beliau memberi hormat kepada Tathagata tersebut lalu beliau kembali ke rumahnya. Setiba di rumahnya, Sang Putri Brahmana duduk bersila dan dengan sepenuh hati beliau merenungkan nama Buddha Padma Samadhi Svara Raja dengan cara bermeditasi selama satu hari satu malam tanpa berhenti.
Dalam samadhinya, Sang Putri Brahmana merasa dirinya berada di suatu tempat yang asing yaitu pantai laut yang amat luas, air laut tampak mendidih dan bergolak-golak. Banyak binatang buas yang berbadan baja berkejar-kejaran di tengah laut. Di sana juga terdapat ratusan ribu orang, laki-laki dan perempuan, mereka timbul-tenggelam di dalam air laut itu, ada sebagian dari mereka dimangsa oleh binatang buas yang berada di dalam laut itu!
Tak berapa lama, datanglah berupa-rupa Setan Yaksa, ada yang bertangan banyak, yang bermata banyak, berkaki banyak, berkepala banyak, atau yang bertaring setajam pedang. Mereka berbondong-bondong mengusir orang yang dihukum itu menuju ke kelompok binatang buas di situ. Lalu Para Setan Yaksa beramai-ramai menangkap orang-orang tersebut, lalu menekuk kepala dan kaki mereka dan menggulungnya menjadi gumpalan, ada yang menarik tubuh orang tersebut hingga menjadi panjang sekali, lalu mematahkan seluruh tulangnya, atau menyobek-nyobek dagingnya hingga mati, kemudian mayatnya dibuang ke dalam laut. Tingkah laku mereka yang demikian bengis itu sungguh sangat menakutkan sehingga tidak ada seorangpun yang sanggup memandangnya lama-lama!
Namun, Sang Putri Brahmana tersebut tidak merasa takut sedikitpun! Apa sebabnya? Karena dia telah memuliakan nama Buddha Padma Samadhi Svara Raja dan telah di-Adhisthanakan (dikuatkan batinnya) oleh Sang Tathagata tersebut!
Saat itu datanglah seorang Raja Setan yang bernama Amagadha menyambut Sang Putri Brahmana dengan penuh sujud seraya berkata: ‘Sadhu! Sadhu! Sadhu! Bodhisattva Yang Mulia! Ada apa gerangan anda datang ke wilayah alam ini?’
‘Memang ada keperluan sesuatu O, Raja Setan yang budiman! Apa nama alam ini?’, Tanya Sang Putri Brahmana.
‘Namanya “Lautan Karma” yang pertama, letaknya di sebelah barat dari pusat Maha-Cakravada (Gunung Kepungan Besi yang utama)’, jawab Raja Setan.
‘Benarkah di tengah-tengah Maha-Cakravada terdapat alam Neraka?’
‘Benar! Alam Neraka persis di tengah-tengahnya.’
Sang Putri bertanya lagi: ‘O, Raja Setan yang budiman! Katakanlah mengapa aku dapat mengunjungi wilayah Neraka ini?’
‘Seperti yang anda ketahui O, Bodhisattva Yang Mulia!’ Jawab Sang Amagadha: ‘Semua makhluk yang dapat mengunjungi wilayah alam Neraka ini, mereka harus memenuhi satu dari 2 syarat sebagai berikut:
1)      Orang yang memiliki tenaga batin serta becitra penuh martabat;
2)      Orang yang memiliki dosa berat dari Karma jahat.
Jika salah satu tidak dipenuhi, siapapun sulit datang ke wilayah ini!’
Sang Putri bertanya kepada Sang Amagadha lagi: ‘Apa sebabnya air laut ini mendidih terus-menerus? Dan apa sebabnya di permukaan air mendidih itu terdapat sedemikian banyak orang dan binatang buas?’
Sang Amagadha menjawab: ‘Orang-orang tersebut datang dari dunia Jambudvipa (alam manusia), mereka berdosa berat dan baru meninggal dunia. Tapi, dalam waktu 49 hari tiada seorangpun dari anggota keluarganya yang membuat jasa-jasa atau kebajikan untuk disalurkan kepada mereka, untuk menyelamatkan mereka.
Karena sewaktu mereka masih berada di dunia, mereka enggan menanam benih kebaikan! Maka, tanpa membawa suatu apapun kecuali dosa beratnya, kini mereka harus menanggung akibat perbuatannya. Dan, sesuai dengan hukum Karma, mereka diterjunkan ke alam kesedihan. Mereka harus menyeberangi lautan yang berair mendidih ini ke alam Neraka, namun, sebelum tiba ke tempatnya, mereka telah menjadi korban di tengah-tengah lautan ini!’ Di jurusan timur, kira-kira 100 Yojana dari lautan pertama ini, terdapat satu lautan lagi yang kondisinya lebih menyedihkan jika dibandingkan dengan laut pertama ini! Dan di sebelah timur lautan kedua, terdapat satu lautan yang lebih menyedihkan lagi dan hukumannya lebih berat beberapa kali lipat dari lautan kedua! Barang siapa yang telah mendengar 3 macam dosa terjahat atau dinamai dosa Tri Karma yakni: perbuatan jahat yang dilakukan melalui: jasmani/Akusala Kayakarma, perkataan/Akusala Vaccikarma dan pikiran/Akusala Manokarma.
Maka mereka secara otomatis harus menyeberangi lautan tersebut untuk menuju ke alam Neraka setelah kehidupan mereka di alam manusia berakhir. Maka dari itu, ketiga lautan ini dinamakan: Lautan Karma atau Karmasagara!’ Demikian Sang Amagadha menjelaskan.
Selanjutnya Sang Putri Brahmana bertanya lagi: ‘Terletak dimanakah alam Neraka itu?’
Jawab Sang Amagadha: ‘Di bawah ketiga lautan ini dan jenisnya serta bentuknya berupa-rupa. Neraka yang besar jumlahnya 18 buah, yang sedang 500 buah dan hukumannya berat sekali! Sedangkan neraka kecil, Wah, Banyak sekali! Hingga ratusan ribu buah dan hukumannya juga sangat berat!’
Kemudian Putri Brahmana berkata: ‘Ibuku baru saja meninggal dunia, tapi aku sama sekali tidak tahu arwahnya berada di alam yang mana?’
Raja Setan bertanya: ‘Saat ibumu berada di dunia (alam manusia) beliau pernah bekerja seperti apa?’
Putri Brahmana menjawab: ‘Pekerjaannya biasa saja, tapi ibuku berpandangan sesat dan beliau pernah memfitnah Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha).
Jika beliau dinasehati, beliau hanya percaya sebentar saja kepada Sang Tri Ratna, setelah itu beliau berubah lagi, beliau tidak bersedia menghormati Tri Ratna! Kini, meskipun ibuku belum lama meninggal, tapi, di alam manakah ibuku dilahirkan, aku tidak tahu!’
‘Siapa nama ibumu dan berasal dari suku apa?’ Tanya Raja Setan.
‘Orang tuaku adalah keturunan kaum Brahmana. Ayahku bernama Silasudharsana dan ibuku bernama Vatri.’ Jawab Putri Brahmana.
Setelah Sang Raja Setan Amagadha mendengar nama ibunya lalu merangkupkan kedua telapak tangannya seraya berkata: ‘Pulanglah sekarang O, Bodhisattva Yang Mulia! Tinggalkan alam yang menyedihkan ini, kembalilah ke tempat asalmu, dan mulai sekarang tak usah cemas dan sedih lagi! Sebab tiga hari yang lalu, seorang yang dihukum di Neraka Avici bernama Vatri, telah dilahirkan di alam Surga dan menurut kabar dari Surga, Sang Vatri diberkahi oleh putrinya yang amat menyayangi orang tuanya itu, yang pernah mengadakan puja-bhakti di beberapa taman ibadah dan di berbagai stupa serta vihara-vihara Buddha di dunianya dengan upacara yang sangat khidmat dan secara besar-besaran termasuk vihara serta stupa dari Buddha Padma Samadhi Svara Raja itupun dipersembahi olehnya. Maka, kali ini bukan saja ibunya terbebas dari Neraka Avici, akan tetapi banyak penghuni dari neraka Avici pun ikut bergembira dan mereka semua mendapat kesempatan bebas dari alam kesedihan dan dilahirkan di alam Surga.’
Setelah Sang Amagadha selesai menjelaskannya, beliau bersikap anjali lagi lalu pergi. Sang Putri Brahmana pun merasa dirinya bagaikan orang yang baru sadar dari mimpi. Setelah ia mengakhiri Samadhi-Nya hati-Nya merasa amat riang gembira, karena Beliau telah mengetahui asal usul dan sebab musabab tersebut!
Kemudian Beliau kembali lagi ke vihara tersebut dan berikrar di stupa, tepat di depan patung Tathagata Buddha Padma Samadhi Svara Raja, beliau berkata: ‘Aku berjanji, bahwa Aku bertekad akan menggunakan bermacam cara yang tepat untuk menyelamatkan segala makhluk yang berdosa agar mereka semua dapat membebaskan dirinya dari belenggu kesengsaraan! Dan, tugas-Ku akan berlangsung terus hingga berKalpa-Kalpa yang akan datang. Apabila penghuni Neraka belum kosong, aku tidak akan mencapai ke-Buddha-an!’
Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada Sang Manjushri: “O, Ariya Manjushri! Tahukah Anda? Yang disebut Raja Setan Amagadha itu, Beliau sekarang adalah Bodhisattva Dravyasri. Dan yang disebut putri Brahmana itu, Beliau sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha! Mereka sejak dahulu kala telah menjalankan tugas di 6 Gati atau di 6 alam kehidupan dan hingga sekarang pun Beliau masih terus menjalankan tugas-Nya tanpa berhenti sekejap pun! Inilah kisah tentang ikrar agung Ksitigarbha Bodhisattva yang kedua.”

Bab 2 – Persamuan Dari Tubuh Jelmaan
Pada saat itu, di pesamuhan agung istana surga Trayastrimsa telah hadir badan jelmaan dari Sang Ksitigarbha yang selama ini bertugas di “kantor-kantor” Neraka di pelbagai dunia yang banyaknya hingga ratusan ribu Koti Asankhyeya, sulit diperkirakan!
Kini, mereka berkumpul bersama-sama dengan jutaan Koti Nayuta umat suci yang telah bebas dari duniawi serta para makhluk hidup yang telah keluar dari berbagai alam sengsara yang telah diberkati oleh Maha Riddhi-Abhijnabala (tenaga batin luhur) dari Buddha Sakyamuni, semua dari mereka membawa bermacam-macam bunga-bunga harum untuk dipersembahkan kepada Buddha Sakyamuni.
Dan para hadirin yang pernah diberkati oleh bimbingan Sang Ksitigarbha kebanyakan dari mereka telah mencapai tingkat gelar Avinivartaniya Anuttara Samyaksambodhi. Tetapi sebelum mereka mencapai tingkat kesucian ini mereka senantiasa berputar terus dalam lingkaran kelahiran dan kematian di 6 Gati tanpa berhenti semasapun! Kini, mereka telah diberkahi ke-Maha-belas-kasihan (Maha-Karuna) dan Niat Suci Utama (Maha-Pranidhana) dari Bodhisattva Ksitigarbha, mereka semua telah mencapai Kebodhian.
Setibanya di arena pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa, mereka semua merasa amat gembira dan dengan penuh kasih mereka memuja Buddha Sakyamuni, mata mereka terus-menerus memandang ke wajah Buddha Sakyamuni tanpa bergerak sekejabpun.
Kemudian Buddha Sakyamuni menjulurkan lengannya yang berwarna keemasan menjadi jutaan tangan emas sambil meraba ubun-ubun kepala dari setiap jelmaan Sang Ksitigarbha yang banyaknya ratusan ribu Koti Asankhyeya itu seraya berkata: “O, Maha Ariya Ksitigarbha yang berwelas-asih! Ketahuilah sejak Aku bertugas di Alam Sahaloka yang sedang mengalami Panca-Kasayah (5 kekeruhan) ini, Aku berniat membimbing para umat yang masih bertegar hati hingga menjadi sadar dan kembali ke jalan yang benar.
Meskipun Aku telah lama bekerja keras, namun masih ada sebagian umat yang tetap memiliki kelakuan yang tidak baik. Betapa menyedihkan! O, Maha Ariya Ksitigarbha! Sungguh, pekerjaan-Ku ini tidak berbeda dengan Anda. Anda pernah menjelmakan badan-Mu hingga demikian banyak, namun, selaku seorang Buddha, Akupun pernah menjelma badan-Ku hingga ratusan ribu Koti, kemudian dengan berbagai cara yang tepat aku menyelamatkan para makhluk yang sengsara. Tentu saja, para umat yang bijak, yang berindera tajam, dapat memahami ajaran-Ku. Demikian juga bagi yang banyak menanam kebajikan pada masa silam, mereka cepat sadar. Akan tetapi, mereka yang berkarma berat, berbatin gelap, membutuhkan waktu yang lama sekali untuk merubah pandangannya yang keliru, yang telah lama sekali mereka miliki! Untuk umat yang mempunyai karma berat dan yang enggan mentaati ajaran para Buddha atau sama sekali tidak menghormati Buddha Dharma.
Umat yang sulit “diobati” ini tetap kuselamatkan dengan badan jelmaan-Ku. Demi untuk membimbing mereka, Aku selalu menjelmakan badan-Ku menjadi seorang lelaki atau wanita, Dewa, Naga, Makhluk-makhluk suci, Setan. Bahkan Aku pernah menjelmakan diri-Ku menjadi gunung, hutan, sungai, padang, sungai kecil, kolam, sumber air dan sebagainya agar dapat menolong makhluk yang sengsara!
Kadangkala Aku juga menjelmakan diri-Ku menjadi Raja Indra, Raja Brahma, Raja Cakravartin atau seorang Kulapati, atau seorang Raja, Menteri, Pegawai Negara, atau seorang Bhikshu-Bhikshuni, Upasaka, Upasika, Sravaka, Pratyeka Buddha, Arahat atau Bodhisattva dan sebagainya guna untuk menyelamatkan para makhluk sengsara di seluruh alam semesta! Maka itu bukan hanya dengan tubuh Buddha saja para Buddha menjalankan tugasNya.
“O, Maha Ariya Ksitigarbha yang berwelas-asih!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Lihatlah, hadirin yang sebagian besar adalah berasal dari makhluk-makhluk yang bertegar hati yang mana terus menerus Aku membimbingnya selama ber-Kalpa-Kalpa, dan kini mereka semua telah terbebas dari belenggu. Tetapi masih ada umat yang terlibat Karma berat dan enggan menaati ajaran-Ku, sehingga mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan Hukum Karma! O, Maha Ariya Ksitigarbha! Tolonglah, apabila para umat tersebut telah diterjunkan ke alam kesengsaraan dan sedang menjalani hukuman terberat, engkau semua harus mengingat nasehat yang Ku-ucapkan ini sewaktu kita berada di Surga Trayastrimsa, agar semua makhluk hidup yang berada di alam manusia hingga pada masa Bodhisattva Maitreya lahir, semuanya dapat dibebaskan dari belenggu penderitaan dan dapat memperoleh kesempatan untuk bertemu dengan Buddha.
Semoga mereka semua dapat di-Vyakarana (divisuddhi) langsung oleh Buddha Maitreya di masa yang akan datang!” Pada saat itu, semua badan jelmaan Sang Bodhisattva Ksitigarbha dari berbagai dunia sejak berkalpa-kalpa yang lalu semuanya bersatu kembali ke badan asal-Nya!
Lalu beliau memberi penghormatan kepada Buddha Sakyamuni dan dengan perasaan haru dan air mata yang berlinang, Bodhisattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Atas bimbingan Buddhalah Saya dapat mencapai tingkat kesucian dan memiliki kebijaksanaan. Saya tahu dalam selang waktu yang tidak lama lagi Sang Bhagava akan meninggalkan kami sekalian guna melakukan Parinirvana, karena segala kewajiban Sang Buddha telah selesai. Betapa sedihnya! O, Bhagava Yang Termulia!
Sungguh, Aku senantiasa terkenang akan jasa-jasa-Mu yang demikian agung! Dan Aku juga tidak akan lupa, sejak dahulu kala Aku selalu dilindungi oleh Sang Bhagava dan diberkahi dengan Riddhi-Abhijnabala (tenaga batin terluhur) yang kekuatannya luar biasa, sehingga sejauh ini baik kebijaksanaan-Ku maupun ketrampilan-Ku menjadi sedemikian luhur dan ajaib. Terutama berkat Sang Buddha Aku dapat menjelmakan badan-Ku hingga sedemikian banyak dan semua badan jelmaan-Ku dapat bertugas di ratusan ribu Koti dunia.
Bahkan setiap dunia dapat Aku datangi dengan badan jelmaan-Ku dan setiap badan jelmaan-Ku mampu menyelamatkan ratusan ribu Koti umat, mengajari mereka untuk yakin kepada Tri Ratna agar mereka dapat bebas dari penderitaan lahir dan mati, dapat melaksanakan Dharma luhur hingga mencapai Nirvana! O, Bhagava Yang Termulia! Ketahuilah, barang siapa yang dapat menganut Buddha Dharma, dan dapat berbuat jasa-jasa kebaikan, walaupun jasanya hanya seujung rambut, atau hanya setetes air, atau bagaikan sebutir pasir bahkan hanya sekecil atom, Aku bertekad menolong mereka selangkah demi selangkah hingga akhirnya mereka mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Buddha Maitreya di masa yang akan datang! Sekarang, kami dengan tulus ikhlas memohon Sang Bhagava untuk tidak mengkhawatirkan para makhluk yang terlibat hukuman berat, baik yang berada di masa sekarang ataupun di masa mendatang itu!” Demikianlah, kata-kata itu diulangi 3 kali oleh Sang Ksitigarbha di depan Buddha Sakyamuni.
“Sadhu! Sadhu! Sadhu! Cita-cita-Mu sedemikian luhur dan patut Kuhargai!” Sang Buddha memuji Sang Ksitigarbha: “Aku ikut bergembira atas segala hasil kerja-Mu yang sedemikian gemilang! Apabila kelak Anda telah mensukseskan Niat Suci Utama-Mu yang pernah Anda ikrarkan pada masa yang silam itu, berarti kewajiban agung-Mu sudah selesai, dan Anda langsung dapat mencapai Anuttara Samyaksambodhi dan menjadi seorang Buddha baru, sambil menjalankan tugas agung di suatu dunia yang Anda inginkan!”

Bab 3 – Melihat Kondisi Karma Makhluk Hidup
Sang Ibu DEWI MAHAMAYA (Buddhamatraka atau ibunda dari Buddha Sakyamuni) bangkit dari tempat duduk-Nya, lalu merangkupkan kedua telapak tangan-Nya, memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha yang berwelas asih! Saya ingin mengetahui tentang Hukum Karma yang berlaku bagi para makhluk dari dunia Jambudvipa (alam manusia). Terutama para makhluk yang melakukan berbagai jenis perbuatan buruk atau jahat dan akibat karma yang harus mereka terima.
“O, Maha Buddhamatrka Yang Mulia!” Jawab Sang Ksitigarbha: “Dunia dari para makhluk hidup serta alam-alam dari para Buddha jumlahnya banyak sekali sampai berjuta-juta! Dunia dari makhluk hidup ada yang terdapat alam neraka, dan ada yang tidak terdapat alam neraka sama sekali, demikian juga kaum wanita, Sravaka, Pratyekabuddha termasuk Buddha Dharma tidak terdapat di semua alam kehidupan.
Sang Ibu Dewi Maha Maya sekali lagi memohon kepada Bodhisattva Ksitigarbha: O, Maha Ariya Ksitigarbha! Aku ingin mengetahui tentang hukuman yang harus diterima oleh makhluk Jambudvipa (alam manusia) terutama bagi mereka yang melakukan perbuatan jahat!” Pinta Sang Ibu Mahamaya.
“Dengarlah baik-baik O, Maha Buddhamatrka! Aku akan menguraikannya secara singkat.” Sabda Sang Bodhisattva Ksitigarbha.
“Sudilah menerangkannya. Kami sekalian telah siap mendengarkan-Nya!” Sahut Buddhamatrka Dewi Mahamaya.
Bodhisattva Ksitigarbha menguraikannya kepada Sang Ibu Dewi Mahamaya dengan mengatakan: “Hukuman terberat dari Neraka yang berlaku di dunia Jambudvipa (alam manusia) adalah sebagai berikut:
  1. Apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak pernah mematuhi orang tuanya, bahkan ia berani membunuh orang tuanya, maka manusia yang berkelakuan buruk ini setelah ia meninggal akan diterjunkan ke Neraka Avici untuk menjalani hukumannya hingga jutaan Kalpa, sulit memperoleh kesempatan untuk keluar lagi!
  2. Apabila terdapat seorang umat yang berani melukai badan Buddha, atau menghancurkan patung Buddha dan Bodhisattva serta berani memfitnah Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha), atau tidak menghormati Kitab Suci ajaran para Buddha, maka hukumannya sama yaitu diterjunkan ke Neraka Avici!
  3. Apabila terdapat seorang umat yang berani menyakiti para Bhikshu, berani menodai Bhikshuni atau berani melakukan perbuatan asusila di vihara atau berani membunuh makhluk bernyawa di dalam vihara, hukuman mereka adalah sama yaitu diterjunkan ke neraka Avici.
  4. Apabila terdapat seorang umat yang berani menyamar sebagai seorang Sramana (rohaniawan-rohaniawati), tapi hatinya bukan Sramana, dan ia memboroskan harta benda yang dimiliki Sangha, menipu para penganut agama yang bersembahyang di dalam vihara, selalu melanggar tata-tertib vihara dan melakukan bermacam-macam Karma jahat, hukuman yang akan mereka terima adalah sama yaitu diterjunkan ke neraka Avici.
  5. Apabila terdapat para umat yang berani mencuri harta benda milik Sangha, seperti barang-barang keperluan sehari-hari, beras atau palawija, makanan atau minuman, jubah atau pakaian dan lain-lainnya, walaupun hanya sedikit atau benda yang tidak berharga sekalipun, namun diperoleh dengan mencuri, maka hukuman bagi mereka tidak berbeda dengan nomor 1, yakni mereka harus diterjunkan ke Neraka Avici selama jutaan Kalpa, sulit mendapat kesempatan untuk keluar lagi!
Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan urain-Nya: “O, Maha Buddhamatrka! Barang siapa yang terlibat dosa berat seperti yang Kuuraikan tadi, mereka harus diterjunkan di Neraka “Pancanantarya” atau disebut Neraka Avici, dan selama menjalani masa hukuman di Neraka Avici, mereka harus menerima kesedihan dan kesakitan yang tanpa berhenti sekejappun. Betapa menyedihkan!”
“O, Maha Ariya Ksitigarbha! Bagaimanakah keadaannya di dalam alam Neraka Pancanantarya itu?” Tanya Sang Ibu Dewi Mahamaya. Bodhisattva Ksitigarbha menjawab: “Bentuk Neraka berupa-rupa O, Maha Buddhamatrka! Dan semuanya berada di dalam Gunung “Maha Cakravada”, bentuk neraka yang besar jumlahnya 18 buah, bentuk neraka yang sedang berjumlah 500 buah dan setiap Neraka masing-masing mempunyai nama tersendiri.
Sedangkan yang kecil jumlahnya banyak sekali sampai jutaan buah dan namanya pun berbeda-beda juga! Ketahuilah O, Maha Buddhamatrka! Neraka Pancanantarya itu, luasnya kurang lebih 80.000 Yojana. Semua dilengkapi dengan tembok besi, tinggi dari tembok tersebut 10 ribu Yojana. Di dalam Neraka tersebut tidak ada tempat yang kosong, semuanya dipenuhi kobaran api yang dahsyat!.
Neraka ini dibagi menjadi beberapa jajaran ruangan dan tiap jajaran masing-masing mempunyai nama sendiri-sendiri. Di antaranya terdapat sebuah Neraka yang terbesar, itulah Neraka Avici, luasnya 18.000 Yojana, temboknya juga terbuat dari besi dan tingginya 1.000 Yojana! Kobaran api yang menyala di dalamnya sangat panas, apinya menjalar-jalar ke atas, kemudian turun lagi ke dasar bawah terus-menerus membakar tanpa berhenti sekejappun!
Di dalam Neraka tersebut terdapat 84.000 ekor ular yang bertubuh besi dan di 4 sudutnya terdapat 4 ekor anjing, besarnya bagaikan gunung, tubuhnya juga terbuat dari besi. Binatang yang bertubuh besi ini semua dapat mengeluarkan api dari mulutnya, sinar matanya bagaikan kilat, giginya setajam pedang. Dan bulu di tubuh anjing besi itu selalu menyala-nyala. Mereka saling berkejar-kejaran di dalam tembok besi itu, atau berlari-lari di dalam kobaran api dan melukai si pembuat dosa.
Mereka kadang-kadang berlari ke arah timur, lalu kembali ke barat, larinya sangat cepat, tak pernah berhenti sekejappun! Di dalam Neraka tersebut terdapat ranjang besi yang penuh sesak, luasnya 10 ribu Yojana! O,Maha Buddhamatrka! Betapa hebatnya, apabila terdapat seorang terhukum terbaring di atas ranjang besi itu, ia lantas melihat dirinya telah berada di setiap ranjang besi yang jumlahnya ribuan!
Demikian juga, apabila terdapat jutaan orang yang harus menjalani hukuman berbaring di atasnya, mereka lantas melihat tubuh mereka telah berada di setiap ranjang tersebut juga! Mengapa demikian? Itu tak lain karena mereka telah berbuat dosa yang sedemikian banyaknya!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan: “Setelah si pembuat dosa itu disiksa oleh Ular besi dan Anjing besi, datang lagi ribuan Setan Yaksa dan Iblis-Iblis yang sangat bengis, gigi mereka seperti keris yang tajam, sinar matanya seperti kilat, kukunya sangat runcing terbuat dari tembaga kuning. Mereka menangkap si pembuat dosa dengan cakarnya yang runcing lalu digigit hingga tewas. Terdapat juga Setan Yaksa yang memegang tombak yang ujungnya adalah pedang baja, lalu menusuknya ke tubuh orang-orang yang berdosa, sehingga mulut, hidung, perut atau punggung dari orang yang berdosa tersebut terluka parah, kemudian orang yang ditusuk itu dilempar ke atas dan dibiarkan jatuh ke bawah terus menerus berulang-ulang kali hingga tewas. Ada juga umat yang berdosa yang ditaruh di atas ranjang besi yang panas membara!
Kemudian datang lagi sekelompok burung Garuda besi yang amat buas mematuki mata si pembuat dosa dan ular yang bertubuh baja membelit leher si pembuat dosa, setelah itu seluruh sendi tulang si pembuat dosa dipaku dengan paku panjang dan lidahnya dicabut lalu dilindasi dengan bajak yang tajam, lalu usus dari si pembuat dosa dicabut keluar dan diiris-iris menjadi potongan, kemudian mulutnya dituangi dengan cairan tembaga yang melebur dan seluruh badannya dibaluti dengan besi yang panas!
Walaupun orang tersebut telah mati disiksa hingga ribuan kali, apabila masa hukumannya belum habis, begitu ditiupi “Angin Karma” ia akan hidup kembali, dan harus menjalani hukumannya lagi, terus menerus sampai jutaan Kalpa, ia akan sulit memperoleh peluang untuk keluar! Akan tetapi, semua alam yang berada di dalam tata-surya atau disebut “3 ribu Maha sistem dunia” (Trisaharsa Mahasaharsa Lokadhatu) yang dipengaruhi proses kerusakan pada periode “Caturkalpa”. Saat dunia tengah mengalami kerusakan, alam Neraka juga ikut rusak. Tapi, jika masa hukuman dari para umat yang berdosa berat, yang sedang menjalani hukuman itu belum habis, maka mereka akan dipindahkan ke sistem dunia lain, apabila dunia dari sana pun mengalami kerusakan, mereka akan dikirim lagi ke jurusan yang lain dan setelah dunia dari mana ia berasal telah terbentuk kembali, maka umat yang berdosa itu akan dikembalikan ke dunia yang baru terbentuk tersebut! Demikianlah tentang Neraka Pancanantarya serta hukuman yang harus mereka terima!
“O, Maha Buddhamatrka! Masih terdapat lima perihal tentang hukum Karma yang berkaitan dengan Neraka Pancanantarya itu, yaitu:
  1. Pada saat orang yang berdosa menjalani hukumannya baik siang maupun malam dalam masa yang berKalpa-Kalpa, mereka tak akan pernah mendapat peluang untuk melepaskan lelahnya sedikitpun, inilah yang disebut ‘Anantarya’ (artinya kewalahan tanpa batas);
  2. Di Neraka tersebut, berapapun jumlah penghuninya, walaupun hanya 1 orang atau jutaan orang yang dihukum, ruangan itu akan tetap terasa sesak dan padat, inilah ‘Anantarya’;
  3. Tidak ada satupun dari si terhukum yang dapat menghindar ataupun lolos dari suatu hukuman, baik berupa siksaan pedang tajam, tongkat berat, binatang bertubuh besi seperti burung Garuda besi, ular besi, serigala besi, anjing besi dan sebagainya.
Serta menerima siksaan lesung serta alu besi yang terbakar panas menumbuk tubuh dari orang yang berdosa atau tubuh dari si pembuat dosa dilindas, digergaji, dipahat, dikikir atau diiris-iris menjadi berkeping-keping, atau dimasukkan ke dalam periuk besar yang berisi air mendidih, atau tubuh si terhukum dibalut dengan jaringan baja yang panas, atau dipaksa menaiki keledai besi panas atau kuda besi yang panas, setelah itu si pembuat dosa akan dibakar, dikupas kulitnya, kemudian disirami cairan besi yang sedang melebur.
Apabila orang yang berdosa itu merasa lapar dan berteriak kelaparan, ia akan diberi makanan yang berupa gumpalan besi yang membara dan dipaksa menelannya sampai gumpalan besi itu jebol keluar dari perutnya dalam keadaan yang masih membara, menyebabkan usus dari umat yang berdosa itu terbakar hangus dan mengeluarkan darah terus-menerus. Dan hukuman tersebut harus dijalaninya selama berKalpa-Kalpa terus menerus tanpa berhenti sekejappun sampai masa hukumannya habis, inilah yang disebut ‘Anantarya’;
  1. Di Neraka tersebut tidak ada alasan untuk meringankan hukuman, baik itu lelaki atau wanita, orang timur atau selatan, barat atau utara, atau yang telah lanjut usianya, atau yang masih muda, berstatus bangsawan ataupun golongan rendah, baik Naga; Dewa; makhluk apa saja termasuk Setan dan lainnya. Siapa saja yang berdosa berat ia harus menanggung hukumannya tanpa dibedakan, ini dinamai ‘Anantarya’;
  2. Selama masa hukumannya belum habis, maka si terhukum akan berulang kali mengalami kematian dan hidup kembali. Siang dan malam mereka terus menerus menjalani penderitaan ini tanpa berhenti sedetikpun. Dan apabila masa hukumannya telah habis, barulah ia dilahirkan di alam lain, inilah yang dinamai ‘Anantarya’.
Sang Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan uraian-Nya: “O, Maha Buddhamatrka! Keadaan Neraka Pancanantarya sungguh banyak sekali, namun dalam Pesamuhan Agung ini Aku hanya dapat menguraikannya secara singkat, jika Engkau ingin Aku menguraikan tentang semua alat-alat hukuman serta bentuk-bentuk penderitaannya secara lengkap, mungkin hingga genap satu Kalpapun uraian-Ku belum selesai!”
Setelah mendengar uraian tersebut, Sang Ibu Mahamaya merasa amat prihatin dan sedih! Lalu Beliau segera ber-Anjali kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan kembali ke tempat-Nya.

Bab 4 – Hukum Karma Makhluk Hidup Jambudvipa
Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Sungguh, atas berkah Maha Riddhi-Abhijnabala Tathagatalah maka Aku dapat menjelajahi jutaan Koti dunia atau alam dengan menjelmakan badanku hingga sedemikian banyak untuk membimbing makhluk yang terlibat Hukum Karma. Apabila tidak dianugerahi oleh welas asih Sang Tathagata, tentu saja saya tidak akan mampu melakukan perubahan apapun, terutama pada saat ini aku mendapat pesan dari Sang Buddha agar semua makhluk yang berada di Sad Gatya yakni 6 alam kehidupan itu dibimbing semuanya, supaya mereka dapat terbebas dari penderitaan neraka sampai Sang Ajita (Bodhisattva Maitreya) menjadi Buddha! O, Bhagava Yang Termulia! Tak usah khawatir! Aku akan melaksanakan tugas ini hingga sempurna!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Ksitigarbha: “O, Maha Ariya Ksitigarbha! Tahukah Anda? Bahwa semua makhluk yang belum terbebas dari kesengsaraan itu memiliki tabiat dan pikiran yang tak menentu. Mereka kadang-kadang melakukan perbuatan jahat dan menciptakan Karma buruk yang berat. Tetapi kadang-kadang pula mereka melakukan hal-hal yang baik yang menjadikan kebajikan.
Mereka mudah sekali dipengaruhi oleh lingkungannya, itulah sebabnya. Maka mereka terus berputar-putar di Panca-Gatya (5 alam Penderitaan yakni alam Asura, Manusia, neraka, Setan lapar dan binatang) hingga berKalpa-kalpa mereka tersesat atau terhalang oleh karma buruk. Sungguh, kelakuan mereka persis seperti ikan-ikan yang senang bermain di dalam air sungai yang terpasang jala, meskipun untuk sementara mereka dapat lolos dari jala tersebut, namun tidak beberapa saat berselang mereka terjala lagi. O, Maha Ariya Ksitigarbha! Para umat yang identik dengan ikan yang malang ini membuat perasaan-Ku sedih! Untunglah, kini Engkau sanggup menyambung tugas-Ku dengan tekad seperti yang pernah Anda ikrarkan pada masa-masa yang silam, yakni: berniat menolong para umat yang berdosa berat di alam semesta. Apakah dengan kepastian ini, Aku masih perlu khawatir?”
Setelah Sang Buddha selesai bersabda, terdapat seorang Bodhisattva-Mahasattva yang bernama Dhyana Svara Raja di pesamuhan agung itu. Beliau bangkit dari tempat-Nya dan ber-Anjali seraya bertanya: ”O, Bhagava Yang Termulia! Sudilah menerangkan kepadaku secara singkat! Mengapa Sang Bhagava terus menerus memuji jasa-jasa dan kebajikan Sang Ksitigarbha? Ikrar apakah yang pernah Beliau janjikan pada masa yang silam?”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Dhyana Svara Raja: “Dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah uraian-Ku ini, O, Ariya Dhyana Svara Raja yang budiman! Aku akan mengisahkannya secara terperinci satu persatu!”
“Pada masa dahulu, yaitu pada Asankhyeya Nayuta Kalpa yang silam, terdapat seorang Buddha yang bernama SARVAJNASIDDHA TATHAGATA yang memiliki 10 gelar kesucian yakni:
Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha, Vidyacarana, Sampanna, Sugata, Lokavit, Anuttara, Purusa Damya-Sarathi, Sasta-Devamanusyanam Buddha-Lokanatha’ti. Usia-Nya 60 ribu Kalpa. Sebelum Beliau meninggalkan rumahNya dan menjadi Sramana, Beliau adalah seorang raja dan bersahabat dengan raja dari negeri tetangga-Nya. Pada saat itu, mereka bersama-sama melaksanakan “Dasa-Kusala” (10 macam kebajikan) di negeri masing-masing guna untuk memakmurkan rakyat-Nya. Akan tetapi, rakyat dari negeri tetangga-Nya enggan berbuat baik bahkan melakukan Karma jahat. Kemudian kedua raja tersebut mengadakan perundingan dan sama-sama mengambil keputusan dengan sepakat menggunakan cara yang paling tepat untuk membimbing rakyat mereka. Raja yang pertama berikrar ingin mencapai Kebuddhaan secepat mungkin, agar dapat menyelamatkan para umat yang berdosa berat. Raja tetangga-Nya juga berikrar ingin menyelamatkan para umat yang berdosa berat yang sedang mengalami kesengsaraan itu dan ingin membimbing mereka untuk mencapai kebodhian. Dan Beliau hanya akan menjadi Buddha setelah ikrar-Nya tercapai!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Dhyana Svara Raja: “Ketahuilah O, Ariya Dhyana Svara Raja! Raja yang pertama itu kini telah mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha, Beliau adalah Sarvajnasiddha Tathagata, sedangkan Raja tetangga-Nya yang pernah berikrar ingin menyelamatkan para makhluk yang berdosa berat serta yang sedang mengalami kesengsaraan dan tidak akan menjadi Buddha sebelum niatnya tercapai, Beliau adalah Bodhisattva-Mahasattva-Ksitigarbha. Inilah kisah tentang Beliau yang ketiga!”
“Lagi, O Ariya Dhyana Svara Raja yang budiman! Pada masa dahulu kala, yaitu Asankhyeya Kalpa yang silam, terdapat seorang Buddha yang lahir di dunia ini, nama-Nya SUDDHA PADMA NETRA Tathagata. Usia-Nya 40 ribu Kalpa. Setelah memasuki Periode Saddharma-Pratirupaka, terdapat seorang Arahat, Beliau dengan kebajikan-Nya menyelamatkan para umat yang sengsara dan dengan menggunakan Dharma, ajaran “Hukum Sebab-Akibat” beliau membimbing para umat.
Pada suatu hari, ketika Sang Arahat tengah menjalankan tugas-Nya di suatu daerah, Beliau bertemu dengan seorang putri yang bernama Jyotinetra, beliau menyediakan makanan dan minuman untuk memuja Sang Arahat tersebut. Setelah selesai makan dan minum Sang Arahat bertanya kepada sang putri itu: ‘O, sang putri yang berbudi! Jasa-jasa kebajikan yang anda lakukan ini ingin disalurkan kepada siapa?
Putri Jyotinetra menjawab: ‘O, Bhante! Hari ini adalah Hari Peringatan Tahun kematian dari ibuku, aku ingin mengamalkan jasa-jasa kebajikan ini untuk menyelamatkannya! Sayang sekali! Hingga sekarang ini aku sama sekali tidak tahu di alam manakah ibuku tumimbal lahir! Hal ini membuat aku amat sedih!’
Setelah mendengar ceritanya, lalu Sang Arahat bermeditasi di suatu tempat yang bersih, dengan Vipassana (mengamati atau melihat dengan mata batin) di dalam Samadhi-Nya, dengan jelas Beliau melihat ibu dari sang putri tersebut sedang berada di alam kesengsaraan dan tengah menjalani hukuman di sana. Setelah Sang Arahat bangkit dari Samadhi-Nya Beliau segera bertanya kepada sang putri Jyotinetra:
‘Sewaktu ibumu masih berada di dunia, pekerjaan apa yang pernah ia buat sehingga ia menderita kesengsaraan berat di alam Kesedihan?’
‘O, Bhante! Ibuku pernah berkelakuan tidak baik, ia terlalu gemar makan anak ikan serta anak bulus, digoreng atau dimasak dengan sayur, banyaknya tidak kurang dari 10 ribu nyawa ikan yang telah dibunuhnya! O, Bhante! Harus dengan cara apakah agar ibuku dapat diselamatkan! Kasihanilah daku O, Bhante!’ pinta Sang Jyotinetra.
Sang Arahat dengan perasaan welas asih memberitahu kepada sang putri tersebut satu cara yang praktis, yaitu dengan menyebut nama Buddha “Namo Suddha Padma Netra Buddhaya” dengan sepenuh hati dan di samping itu juga membuat sebuah Buddha rupang (patung Buddha) untuk mengadakan puja-bhakti di rumahnya, karena hal ini sangat baik bagi yang telah meninggal ataupun yang masih berada di dunia, kedua-duanya akan mendapat perlindungan dari Sang Buddha!
Setelah sang putri Jyotinetra selesai mendengar ajaran penting dari Sang Arahat, beliau segera menjual segala barang yang disayanginya dan dari hasil penjualan tersebut beliau mengundang seorang pelukis untuk melukis gambar Buddha Suddha Padma Netra, kemudian dipuja-Nya dengan khidmat, beliau terus menerus memuliakan nama Buddha tersebut. Karena hatinya merasa sanagt terharu, beliau menangis di depan altar Sang Buddha dan dengan perasaan sujud beliau terus-menerus memandang gambar Buddha tersebut hingga larut malam.
Saat ia sedang tidur tiba-tiba ia bermimpi didatangi seorang Buddha. Badan-Nya amat besar bagaikan gunung Semeru dan seluruh badan-Nya berwarna keemasan memancarkan sinar yang amat terang seraya bersabda: “O, putriku yang berbudi! Anda tak usah bersedih! Tidak lama lagi ibumu akan keluar dari alam sengsara dan beliau akan dilahirkan di rumahmu dan pada saat sang bayi yang baru dilahirkan itu merasa kelaparan dan kedinginan ia akan berbicara tentang asal-usulnya!’
Tak selang beberapa lama, seorang pramuwismanya yang sedang mengandung itu melahirkan, dan bayi laki-laki yang baru lahir ke dunia yang belum genap 3 hari itu, merasa amat lapar dan dingin. Sewaktu bayi pramuwisma itu melihat Sang Jyotinetra, ia lantas menangis seraya berkata: ‘O, anakku yang tersayang! Aku adalah ibumu! Semua perbuatan yang pernah aku lakukan semasa hidupku di dunia harus ditanggung oleh diriku sendiri.
Maka dari itu aku telah diterjunkan ke alam bawah, sejak aku meninggal hingga baru-baru ini terus-menerus aku masuk-keluar dari berbagai alam Neraka besar tanpa berhenti. Kini karena diberkahi oleh jasa-jasa dari kebajikanmu aku baru memperoleh kesempatan untuk dapat lahir-kembali ke alam manusia dengan status yang sangat rendah dan usiaku pun sangat pendek, yakni umurku hanya 13 tahun, kemudian aku harus kembali lagi ke alam sengsara. O, anakku yang tersayang! Apakah engkau dapat menyelamatkan ibumu yang malang ini untuk bebas dari penderitaan?’
“Setelah Sang Jyotinetra mendengar kata-kata yang diucapkan oleh sang bayi itu, ia merasa yakin bahwa bayi tersebut benar-benar adalah ibu kandungnya, karena sang bayi itu telah dikuatkan batinnya oleh Maha Daya Buddha, maka bayi itu dapat berbicara, Sang Jyotinetra merasa amat sedih, dan dengan terisak-isak lalu ia bertanya: ‘O, ibundaku yang tercinta! Katakanlah, karena dosa apa maka ibu diterjunkan di alam kesedihan?’
Putra pramuwisma menjawab: ‘O, anakku! Karena sewaktu masih berada di dunia, ibumu pernah terlibat 2 macam dosa berat yakni dosa pembunuhan serta dosa ucapan kasar atau pemfitnahan. Kalau saja tanpa jasa-jasa dan kebajikanmu, pastilah aku tak akan mendapat kesempatan untuk keluar sekejappun!’
‘Hukuman apakah yang pernah ibunda jalani di dalam alam Neraka itu?’ Tanya sang putri.
‘O, anakku! Hukuman di alam Neraka dan kesengsaraannya amatlah menyedihkan dan sulit untuk diceritakan penderitaannya, apabila diceritakan secara luas hingga ratusan ribu tahun pun tak akan habis dijelaskan!’ jawab ibunya.
Setelah sang putri mendengar kata-kata yang diucapkan oleh sang bayi itu,  menangislah ia tersedu-sedu lalu ia mengarahkan pandangannya ke atas langit seraya berkata: ‘O, Yang Maha Kuasa! Lindungilah ibuku! Agar ibuku dapat terbebas dari alam kesedihan selama-lamanya!
Bila usia ibuku telah genap 13 tahun, semoga dosanya dapat dihapuskan dan jangan diterjunkan lagi ke alam sengsara! Sang putri berdiam sejenak lalu beliau ikrar: ‘O, para Buddha yang berada di sepuluh penjuru semesta!
Kasihanilah daku dan terimalah “Nadar utamaku” yang akan kuikrarkan ini! Apabila ibuku dapat membebaskan dirinya dari 3 hal ini yakni: Mulai dari sekarang ia tidak akan diterjunkan lagi ke 3 alam sengsara, dan jika umurnya telah genap mencapai 13 tahun ia tidak akan menjadi kaum rendah dan ia tidak akan terlahir lagi sebagai wanita. Kini aku berdiri di depan gambar Buddha Suddha Padma Netra dan aku berjanji mulai dari sekarang hingga ratusan ribu Koti Kalpa yang akan datang, aku akan menyelamatkan semua makhluk yang berdosa berat, yang sedang mengalami kesengsaraan di 3 alam kesedihan di pelbagai dunia, aku akan menyelamatkan mereka hingga mereka bisa membebaskan dirinya dari alam Neraka, alam binatang dan alam setan-lapar. Aku akan membimbing mereka semua hingga mencapai Kebuddhaan, setelah semuanya terlaksana barulah hamba mencapai Anuttara Samyaksambuddha!’
Sewaktu ikrar sang putri selesai, lantas ia mendengar suara gema dari langit, yaitu suara dari Sang Buddha Padma Netra Tathagata: ‘O, Putri Jyotinetra yang berbudi! Perasaanmu sungguh penuh belas-kasihan! Demi menyelamatkan ibumu, anda bertekad mengucapkan “Nadar-utama” yang demikian agung! Dengan jasa kebajikan ini, mulai dari sekarang, bila usia ibumu telah genap 13 tahun, ia akan terbebas dari hukumannya dan akan dilahirkan di suatu daerah menjadi Brahmacarin (orang yang bertekad melakukan kehidupan suci), umurnya akan mencapai 100 tahun. Dan setelah itu, dia akan dilahirkan di sebelah timur, alam Asokavijayasri, atau Sukhavati, negeri Buddha Amitabha! Umurnya tidak dapat diperhitungkan dengan Kalpa, dan di alam sana dia akan melaksanakan Dharma luhur hingga mencapai Kebodhian. Kemudian dia akan menjalankan tugasnya di pelbagai alam, umat-umat dari Surga atau dari dunia manusia yang akan diselamatkan olehnya jumlahnya akan seperti butiran pasir di Sungai Gangga, tidak dapat diperkirakan!’
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Dhyana Svara Raja: “O, Maha Ariya, Tahukah Anda? Yang disebut Sang Arahat yang pernah menyelamatkan putri Jyotinetra itu adalah Bodhisattva Aksayamati dan yang pernah menjadi ibu dari sang putri Jyotinetra itu adalah Bodhisattva Vimuktika. Dan, sang putri Jyotinetra adalah Bodhisattva Ksitigarbha!”
“Ketahuilah O, Ariya Dhyana Svara Raja! Budi pekerti Sang Ksitigarbha sejak dari berKalpa-Kalpa yang tak terkira lamanya telah sedemikian agung, penuh belas-kasihan dan Beliau pernah berikrar dengan nadar-nadar utama atau Niat Suci yang banyaknya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga. Beliau juga pernah menyelamatkan para makhluk sengsara yang banyaknya juga tak dapat diperkirakan! Pada masa yang akan datang, apabila terdapat pria atau wanita yang enggan berbuat Karma baik, hanya senang berbuat Karma yang jahat dan tidak percaya akan hukum “Sebab-Akibat” dan selalu melakukan hal-hal yang tak terpuji, seperti perbuatan asusila, berdusta, berlidah dua, mengeluarkan ucapan yang kasar, berani memfitnah ajaran Buddha dan sebagainya. Maka umat-umat yang demikian akan diterjunkan ke alam kesengsaraan setelah mereka meninggal dunia! Akan tetapi, apabila sebelum meninggal, mereka dapat bertemu dengan seorang suci (Yang Ariya) atau orang yang bijaksana, yang mengajak mereka bertobat dan memohon perlindungan kepada Bodhisattva Ksitigarbha, pastilah dosa yang dimiliki oleh para umat itu akan berubah menjadi ringan atau musnah, dan mereka pun akan terbebas dari 3 alam sengsara!
Seandainya para umat tersebut telah sadar dan ingin dengan sepenuh hati memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha, serta memuliakan nama-Nya atau selalu mengadakan puja-bhakti kepada-Nya dengan dupa, bunga, jubah, permata, minuman, makanan dan sebagainya. Maka si pemuja, pada masa akan datang selama ratusan ribu Koti Kalpa akan terus-menerus dilahirkan di alam Surga untuk menikmati kebahagiaan di sana!
Apabila usianya di Surga telah habis mereka akan mendapat kesempatan dilahirkan kembali ke alam manusia dengan kedudukan sebagai bangsawan atau menjadi seorang raja berkuasa, dan lamanya hingga ribuan Kalpa masa, bahkan di antara mereka banyak yang memiliki ketrampilan bisa mengingat kehidupan masa lampau, memahami hukum sebab-musabab dan asal-usulnya di masa yang silam!”
“O, Ariya Dhyana Svara Raja! Sungguh baik dan mulia Riddhi-Abhijnabala yang dimiliki oleh Sang Ksitigarbha serta jasa-jasa luhur-Nya, yang mana tak akan habis diceritakan! Demi untuk menolong para umat, Beliau bekerja keras terus-menerus tanpa berhenti semasapun! Maka dari itu, Engkau beserta para Bodhisattva harus selalu mengingat Sutra ini sedalam-dalamnya, kemudian menyebarkan seluas-luasnya kepada para umat manusia! Inilah kisah tentang Sang Ksitigarbha yang keempat.”
Setelah Sang Bodhisattva Dhyana Svara Raja selesai mendengar kisah tersebut, Dia berkata kepada Sang Buddha:
“O, Bhagava Yang Termulia! Tak usah khawatir! Kami, sekeluarga besar dari semua yang berstatus Bodhisattva Mahasattva pasti dapat mewujudkan pesan Sang Buddha dan akan menjunjung kewibawaan Buddha untuk mengulang Sutra tersebut di dunia Jambudvipa agar bisa dimanfaatkan oleh  semua umat manusia!”
Setelah selesai, Sang Bodhisattva Dhyana Svara Raja ber-Anjali kepada Sang Bhagava lalu kembali ke tempat duduk-Nya.
Pada saat itu, para Raja Caturmaharajakajika yang datang dari keempat jurusan Surga bersama-sama bangkit dari tempat duduk-Nya, lalu merangkupkan kedua telapak tangan-Nya sambil bertanya kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Apa sebabnya Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha sejak zaman dulu telah berikrar dengan niat suci utamanya sampai sedemikian banyak dan bermaksud hendak membebaskan para makhluk yang sengsara hingga tuntas, tapi mengapa masih banyak makhluk-makhluk yang belum bisa diselamatkan dan mengapa Beliau masih terus berikrar?”
Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada ke 4 Maha Raja Kajika: “Sadhu! Sadhu! Sadhu! O, Maha Raja Kajika Yang Termulia! Baiklah, Aku sekarang akan mengisahkan tentang hasil kerja Sang Ksitigarbha kepada Raja dan para hadirin sekalian! Supaya kalian mengetahui mengapa Sang Ksitigarbha selalu bekerja keras di dunia Jambudvipa Sahaloka (alam manusia) dengan berbagai cara yang trampil untuk menyelamatkan para makhluk yang sengsara agar dapat terbebas dari kelahiran dan kematian itu!”
“Terima kasih O, Bhagava Yang Termulia! Kami sekalian telah siap mendengarkannya.”
Sang Buddha bersabda: “Meskipun Sang Ksitigarbha sejak zaman dulu hingga sekarang telah banyak berikrar, namun cita-cita agung yang dimiliki Beliau belum bisa terwujud semuanya, Beliau selalu berpikir dengan hati yang iba: ‘Jika Aku enggan bertugas di pelbagai alam Neraka, lalu siapa penggantinya!’
Maka itu Beliau berikrar: ‘Apabila Neraka belum kosong, Aku tak akan menjadi Buddha!’ Demikian pula, walaupun makhluk-makhluk Jambudvipa telah banyak sekali yang diselamatkan oleh-Nya hingga terbebas dari tumimbal lahir dan menjadi sadar bahkan banyak yang telah mencapai Kebodhian. Akan tetapi, masih terdapat sebagian besar makhluk hidup yang dosanya seperti tanaman merambat, makin lama makin menjalar secara luas, sulit dibebaskan dalam waktu yang singkat, maka dari itu Beliau terus berikrar dan berikrar lagi! Dan terus bertugas di alam Neraka! Dan, terus-menerus menggunakan ribuan Koti cara yang tepat untuk membimbing para makhluk hidup yang berada di dunia Jambudvipa/ alam manusia/ Sahaloka.”
“O, Maha Raja Kajika! Seandainya ada umat yang dengan sengaja melakukan pembunuhan, Sang Ksitigarbha lantas memberitahu kepada mereka bahwa perbuatan jahat ini akan menerima balasan karma berusia pendek atau mati muda, atau kena balasan karma yang beratnya akan beberapa kali lipat pada masa mendatang yang dibalas oleh musuhnya; Bagi yang melakukan pencurian dan perampokan diberitahu bahwa perbuatan jahat ini akan berakibat tumimbal lahir di keluarga yang miskin dan akan mengalami banyak kesengsaraan di masa kehidupan yang akan datang.
Bagi yang melakukan perbuatan asusila akan mendapat balasan karma dilahirkan di alam binatang berjenis unggas seperti burung pipit, merpati, belibis dan sebangsanya; Yang melakukan ucapan kasar akan berakibat rumah tangganya selalu bentrok dan tidak harmonis; Yang melakukan pemfitnahan akan mendapat balasan karma menjadi orang bisu atau menderita penyakit mulut yang menahun. Yang senang marah atau membenci orang lain akan berakibat berbadan cacat dan berparas jelek sekali.
Bagi yang berperangai kikir mendapat balasan karma apa yang diinginkannya sulit terwujud; Yang terlalu serakah terhadap segala makanan dan minuman akan berakibat kelaparan, kehausan dan selalu menderita penyakit tenggorokan; Yang melakukan perburuan menerima akibat karma mati dalam ketakutan; Yang durhaka terhadap orang tuanya akan berakibat terkena musibah bencana alam.
Bagi yang membakar hutan menerima balasan karma mati dalam kegilaan atau kesesatan; Yang senang menganiaya anak tirinya akan mendapatkan pembalasan dari anak tirinya yang beratnya beberapa kali lipat pada masa mendatang; Yang selalu melakukan penangkapan terhadap anak binatang atau unggas dengan alat jala akan berakibat sanak saudaranya terpisah jauh dan sulit ditemukan;
Yang memfitnah Tri Ratna akan mendapat balasan karma menjadi buta, tuli dan bisu; Yang menghina Buddha Dharma akan dihukum di alam sengsara (alam neraka, alam setan dan alam binatang); Yang merusak dan memboroskan barang-barang milik Sangha akan berakibat dirinya diterjunkan ke alam Neraka hingga Koti-an Kalpa (waktu yang lama sekali); Yang sengaja menodai Sang Suci atau mengotori tempat suci akan menerima pembalasan karma diterjunkan ke alam binatang.
Bagi yang melakukan pembunuhan atau penyiksaan terhadap binatang bernyawa dengan air mendidih atau dengan kobaran api atau dengan cara pembantaian, penjagalan akan mendapat balasan karma dibalas dengan cara yang sama oleh si korban pada masa yang akan datang.
Para Bhikshu yang melanggar Sila Makan atau Sila lainnya akan berakibat dirinya dilahirkan di alam binatang dan selalu menderita kelaparan; Yang bertabiat suka memboroskan uang atau barang-barang berharga akan berakibat pada masa yang akan datang selalu kehilangan benda yang disayangi; Yang bersikap sombong atau egois akan menerima balasan karma dirinya dilahirkan di golongan paling rendah.
Yang berlidah dua dan senang bertengkar akan dilahirkan menjadi makhluk yang tidak dapat berbicara atau menjadi seekor burung yang hanya pandai berkicau; Yang berpandangan tidak benar atau sesat akan mengakibatkan dirinya dilahirkan di daerah terpencil! Demikianlah, hukum karma yang harus diterima oleh umat manusia yang berada di dunia Jambudvipa. Bagi yang melakukan Karma jahat melalui perbuatan, perkataan dan pikiran yang banyaknya hingga jutaan macam akan mendapat balsan karma yang jumlahnya juga jutaan macam!
Meskipun karma umat manusia sedemikian banyak, tapi, Sang Ksitigarbha tetap dengan ulet terus berusaha dengan menggunakan berbagai cara yang tepat untuk menyelamatkan dan membimbing mereka hingga menjadi sadar dan mencapai kesucian.
“O, Maha Raja Kajika! Ketahuilah, para makhluk yang berdosa berat dari Jambudvipa yang enggan menerima nasehat dari Bodhisattva Ksitigarbha atau ajaran dari para suci dan para tokoh bijak, semuanya harus menerima pembalasan karma sesuai dengan perbuatannya di pelbagai alam kesengsaraan! Yaitu walaupun setelah mereka menerima pembalasan Karma di alam manusia, mereka akan diterjunkan lagi ke dalam Neraka hingga jutaan tahun lamanya. Maka dari itu, Maha Raja Kajika serta para Hadirin yang Kuhargai! Mulai dari sekarang Kamu sekalian harus membangkitkan perasaan belas-kasihan-Mu untuk melindungi para umat serta Nusa dan bangsanya agar tetap makmur, sejahtera, damai serta aman dan tenteram, supaya Karma-Karma jahat tidak dilakukan oleh mereka.”
Setelah mendengar sabda Sang Buddha, ke 4 Maha Raja Kajika, merasa sangat sedih dan dengan wajah sendu mereka memberi hormat kepada Buddha Sakyamuni, lalu mereka kembali ke tempat-Nya.

Bab 5 – Nama-Nama Neraka
Bodhisattva Mahasattva Samantabhadra berkata kepada Sang Ksitigarbha: “O, Maha Ariya Ksitigarbha yang berwelas asih! Sudilah menerangkan kepada kami tentang Hukum Karma dan jenis-jenis Neraka serta tempat hukuman bagi para Bhikshu-Bhikshuni, Upasaka dan Upasika serta para umat manusia, baik yang berada di masa sekarang dan di masa yang akan datang, agar mereka dapat mengetahui keadaan yang sedemikian pahit tentang alam Neraka beserta akibat dan Hukum Karmanya!”
“Baiklah O, Ariya Samantabhadra yang Mahacarya!” Sahut Sang Bodhisattva Ksitigarbha.
“Sekarang berkat kewibawaan Sang Buddha serta kekuatan dari cita-cita Yang Ariya Samantabhadra, Aku akan menguraikan jenis-jenis dan nama-nama dari Neraka beserta hukuman yang berlaku di alam itu secara singkat! O, Yang Mahacarya! Di sebelah timur dari dunia Jambudvipa ini terdapat sebuah gunung besar yang bernama Maha Cakravada. Di dalam gunung ini gelap sekali dan sulit ditembusi cahaya Bulan ataupun Matahari!
Di dalamnya terdapat sebuah Neraka utama yang maha besar bernama Anantarya, dan di sebelahnya juga terdapat sebuah Neraka besar yang bernama Avici dan disekitarnya juga terdapat Neraka-Neraka lain seperti Neraka Pojok-Empat, Pedang-Terbang, Panah-Api, Gunung-Berapit, Tembusan Tombak, Kereta-Baja, Ranjang-Baja, Kerbau-Raja, Jubah-Baja, Mata-Keris-Seribu, Keledai-Baja, Neraka Lemburan Tembaga, Neraka Peluk Tiang Api, Neraka Api-Menjalar, Bajak-Lidah, Mengikir-Kepala, Membakar Betis, Mematuk-Mata, Neraka Menelan-Gumpalan-Besi, Neraka Saling-Bentrok, Kapak Baja, Neraka Saling Geram dan Neraka-Neraka lainnya. Sang Ksitigarbha berhenti sejenak lalu berkata lagi: “O, Mahacarya! Tahukah Anda? Neraka-neraka yang berada di dalam gunung Maha Cakravada ini banyak sekali, seperti Neraka Berdengung, Mencabut-Lidah, Air-Berkotoran, Gembok-Tembaga, Gajah-Api, Anjing-Api, Elang-Api, Kuda-Api, Kerbau-Api, Gunung-Api, Batu-Api, Ranjang-Api, Pengupas-Kulit, Pengisap-Darah, Pembakar-Tangan, Neraka Pembakar-kaki, Neraka Balok-Api, Neraka Gergaji Api, Neraka Penusuk Tubuh, Rumah-Api, Rumah-Besi, Serigala-Api dan sebagainya. O, Mahacarya! Di setiap Neraka, di dalamnya terdapat lagi neraka-neraka kecil yang jumlahnya tidak menentu, ada yang satu, ada yang dua, ada yang tiga atau empat bahkan hingga ratusan ribu pembagiannya, dan namanya juga berbeda-beda!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan sabda-Nya: “O, Samantabhadra yang Mahacarya! Neraka-Neraka tersebut disediakan khusus untuk para umat yang berani berbuat jahat sewaktu mereka berada di alam manusia!
Daya karma ini besar sekali, ke atas dapat menandingi tingginya Gunung Semeru, ke bawah dapat menyamai dalamnya samudera, dan dapat menghalangi jalan menuju Buddha Dharma. Oleh karena itu dosa mereka amat sulit dimusnahkan dalam waktu yang singkat!
Maka dari itu, setiap umat manusia harus selalu waspada akan Karmanya, jangan meremehkan kesalahan kecil yang dianggap tidak akan membawa dosa.
Setelah meninggal dunia, yang berbuat dosa pasti akan dibalas dengan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya, walaupun kesalahannya hanya seujung rambut, itupun tetap tak akan terlepas dari Hukum Karma!”
“Jika saatnya tiba, hukuman tetap akan dilaksanakan, tak ada seorangpun yang bisa menggantikannya, walaupun ayah ataupun anaknya sendiri. Masing-masing mempunyai karmanya sendiri-sendiri, tak dapat saling menggantikan untuk menerima hukuman.
“O, Mahacarya! Sekarang, Aku sedang dianugerahi kewibawaan Buddha dan dalam kesempatan ini, Aku akan terus menjelaskan tentang hukuman berat yang harus dijalani di dalam setiap Neraka kepada Kalian! Harap Maha Ariya serta para Hadirin sudi memperhatikannya!”
Bodhisattva Samantabhadra berkata kepada Sang Ksitigarbha: “Telah lama Kuketahui tentang Hukum Karma yang berlaku di alam Triduggati (3 alam sengsara).
Maka sudilah menerangkannya kepada kami agar para umat manusia yang sengaja melakukan Karma Jahat pada masa Periode menjelang berakhirnya Dharma akan menjadi sadar, setelah mereka mengetahui atau mendengar ajaran Buddha Dharma yang pernah diuraikan oleh Sang Ksitigarbha ini, semoga mereka dapat dengan segera mengamalkan ajaran Buddha untuk membebaskan dirinya dari belenggu kesengsaraan!”
Sang bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan: “O, Mahacarya! Jenis hukuman yang harus dijalani di setiap Neraka banyak sekali, dan semua dilaksanakan sesuai dengan perbuatan jahat yang pernah dilakukan oleh sang umat semasa hidupnya di dunia! Seandainya, sang umat pernah melakukan perbuatan jahat melalui perkataan maka lidahnya harus dicabut dan dibajak hingga luka oleh Kerbau-baja; Yang berhati jahat jantungnya akan dikeluarkan dan dimakan oleh Sang Yaksa; Yang melakukan perbuatan jahat melalui jasmani akan disediakan air mendidih untuk memasak tubuhnya atau si terhukum disuruh memeluk tiang panas yang terbuat dari tembaga hingga tubuhnya hangus;
Ada Neraka yang dipenuhi kobaran api dan apinya akan menjalar ke tubuh si terhukum; Ada Neraka yang penuh salju yang suhunya dingin sekali, makhluk apa saja yang masuk ke dalamnya akan mati kedinginan; Ada neraka yang memiliki kolam yang penuh dengan kotoran berbau busuk dan air tuba, dan si pembuat dosa akan diterjunkan ke dalamnya; Ada neraka yang membolak-balik tubuh orang yang berdosa lalu ditusuki dengan tombak runcing; Ada hukuman yang memukuli dada dan punggung si pembuat dosa; Ada hukuman membakar tangan atau kaki si pembuat dosa.
Ada Neraka yang menyediakan ular baja panas untuk membelit tubuh umat yang berdosa; Ada Neraka yang menggunakan anjing besi untuk menggigit umat yang berdosa hingga tewas; Ada Neraka yang menggunakan keledai-baja dan kuda-baja yang panas untuk dinaiki si pembuat dosa hingga yang menaikinya merasa sengsara sekali dan akhirnya tewas di atas punggung binatang dari baja yang panas itu!”
“O, Mahacarya! Alat-alat hukuman yang digunakan di alam Neraka itu banyak sekali hingga ratusan ribu jenis, dan bahannya semua terbuat dari tembaga, baja, batu dan api, dan dibuat khusus untuk para umat yang berdosa berat. O, Mahacarya! Jika secara luas aku menceritakan keadaan hukuman di dalam alam neraka, hingga satu kalpapun takkan habis diuraikannya, karena di setiap neraka terdapat hukuman atau penderitaan yang jumlahnya ratusan ribu macam, sedangkan neraka-neraka itu sedemikian banyaknya. Kini Aku menerima kesaktian dari Sang Buddha sehingga mendapat kesempatan untuk menjawab pertanyaan dari Yang Ariya (suci). Demikianlah penjelasan-Ku yang singkat sebagai jawaban terhadap pertanyaan dari Bodhisattva-Mahasattva Samantabhadra, apabila kujelaskan secara lengkap semua bentuk-bentuk dan keadaan alam neraka, mungkin hingga satu Kalpapun Aku belum selesai menjelaskan seluruhnya.”

Bab 6 – Pujian Tathagata
Pada waktu itu, badan Buddha Sakyamuni tiba-tiba bersinar amat terang, kekuatan dari cahaya yang dipancarkan tembus sampai ke alam-alam Buddha lain yang banyaknya hingga jutaan Koti bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga. Kemudian sinar yang amat terang benderang itu berubah menjadi suara merdu yang mengumandangkan nada-nada gembira, memberitahukan sesuatu kepada para Bodhisattva-Mahasattva serta kepada para Dewa, Naga, Makhluk Suci, Raja Setan, Kinnara, makhluk yang bukan manusia dan umat lainnya yang berada di seluruh alam Buddha. Bunyinya: “Para pendengar yang budiman, hari ini aku memuji Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha yang telah menyalurkan cinta kasih serta kesaktian yang tidak terperikan ke sepuluh penjuru dunia untuk menyelamatkan semua makhluk hidup yang menderita untuk mencapai kebebasan. Apabila Aku memasuki Parinirvana, Kamu selaku Bodhisattva-Mahasattva atau Dewa, Naga, Makhluk-makhluk suci, Raja Setan serta umat lainnya, dengan segala cara yang trampil hendaknya memelihara dan melindungi sutra ini agar para umat dapat mengamalkannya untuk mencapai kebahagiaan Nirvana.
Setelah suara merdu yang berkumandang dengan nada gembira itu berhenti, Sang Bodhisattva Mahasattva Samantavistara yang berada di pesamuhan itu bangkit dari tempat-Nya, dengan mengatupkan kedua telapak tangannya lalu beliau memberi hormat kepada Sang Buddha seraya berkata: ”O, Bhagava Yang Termulia! Hari ini Sang Bhagava dengan suara yang merdu dan nada yang gembira menyanjung dan memuji jasa-jasa luhur, kewibawaan, ketrampilan serta kekuatan suci yang dimiliki Sang Ksitigarbha di pesamuhan agung ini.
Saya mohon Sang Bhagava Yang Termulia sudilah mengumumkan kepada kami, dengan cara apa dan bagaimana Sang Ksitigarbha membimbing para Dewa, manusia untuk menanam benih kebajikan yang dapat membuahkan hasil yang gemilang terutama kepada para umat yang berada pada masa menjelang berakhirnya Dharma, agar berkat khotbah Sang Buddha bermanfaat bagi para hadirin serta para Dewa, Naga, ke 8 kelompok makhluk dan para umat manusia yang berada di masa yang akan datang juga dapat mengamalkan jalan kebajikan tersebut serta menjunjung ajaran dari para Buddha.
“O, Ariya Samantavistara serta hadirin sekalian! Dengarkanlah baik-baik!” Sabda Sang Buddha: “Sekarang, Aku akan menguraikan secara singkat dengan cara apa dan bagaimana Sang Ksitigarbha membimbing para dewa dan manusia hingga memperoleh kebajikan luhur dan mencapai Jalan Kebahagiaan!” “Kami siap mendengarkannya, O, Bhagava Yang Termulia!” Sahut Sang Samantavistara.
“Ketahuilah pada masa mendatang, apabila terdapat putra-putri berbudi yang setelah mendengar nama Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha, lantas atas dasar kesadaran dari hati sanubarinya yang dalam beliau memberi hormat, memuji dan merenungkan jasa-jasa Bodhisattva Ksitigarbha, dengan demikian maka si pemuja dapat memusnahkan dosanya sebanyak 30 Kalpa! O, Ariya Vistara! Seandainya terdapat para putra-putri berbudi yang melukis gambar Sang Bodhisattva Ksitigarbha atau membuat rupanya dengan bahan-bahan dari tanah liat, batu akik.
Atau dari logam-logam seperti emas, perak, tembaga, perunggu, besi dan sebagainya, kemudian dipasangkan di suatu tempat yang bersih, untuk diadakan puja-bhakti pada waktu yang tertentu atau pada waktu siang/malam, maka si pemuja tersebut akan mendapat kesempatan yang amat cerah yakni, ia akan dilahirkan di Surga Trayastrimsa sebanyak seratus kali berturut-turut setelah ia meninggal dunia! Dan, jika usia Surganya telah habis, beliau masih dapat tumimbal-lahir kembali ke alam manusia menjadi seorang raja atau bangsawan yang sangat mulia, dan selama itu tak akan sekalipun diterjunkan ke alam sengsara! O, Ariya Vistara! Seandainya terdapat kaum wanita yang tidak suka lahir sebagai wanita lagi pada masa yang akan datang, mereka dapat memuja gambar atau patung Sang Ksitigarbha dengan bunga, dupa, makanan-minuman, jubah, spanduk sutera, panji-panji, uang logam kuno, permata dan sebagainya (sajian tak usah lengkap semua, hanya menurut kemampuan si pemuja), beliau yang sering mengadakan puja-bhakti di depan Bodhisattva Ksitigarbha, apabila kehidupannya telah berakhir di alam manusia maka mereka akan dilahirkan di alam suci yang tak ada wanitanya seperti di alam “Sukhavati” (alam Buddha Amitabha) atau dilahirkan di alam “Suddhavaidurya” (alam Buddha Bhaisajyaguru); Atau tetap dilahirkan di alam manusia dengan tubuh pria dan selama jutaan Kalpa berturut-turut, terkecuali jika mereka masih harus lahir sebagai seorang wanita untuk menjalankan tugas suci di pelbagai alam semesta guna untuk menyelamatkan para makhluk yang sengsara!
O, Ariya Vistara! Berkat jasa-jasa yang diperoleh dari pemujaan Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha itu, maka selama jutaan Kalpa ia tidak akan dilahirkan lagi sebagai kaum wanita!”
“Lagi, O, Ariya Samantavistara!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Apabila ada kaum wanita yang tidak senang dengan parasnya yang jelek, badannya yang kurang sehat dan yang sering menderita penyakit.
Maka, jika sang umat tersebut bersedia memberi hormat kepada lukisan atau patung Sang Ksitigarbha, walaupun hanya sekali saja, maka di masa mendatang hingga ratusan ribu kali ia dilahirkan, ia akan memiliki paras yang cantik dan memiliki tubuh yang sehat! Tetapi apabila si pemuja tidak jemu akan tubuh wanitanya, dia akan lahir selama jutaan kali dengan status seorang putri raja atau menjadi ratu atau lahir sebagai seorang putri dari anggota keluarga termulia seperti putri bangsawan, Menteri, Naigamabharyarupa dan sebagainya, baik parasnya maupun tubuhnya akan tetap sehat bugar dan elok belia! Ini semua tidak lain karena si pemuja menghormati Sang Bodhisattva Ksitigarbha dengan sepenuh hati hingga dirinya dapat menikmati pahala besar dari kebajikan yang dilakukannya!
“Lagi, O, Ariya Vistara! Seandainya putra-putri yang berbudi itu senang dengan menggunakan nyanyian dan tarian rohani untuk memuji jasa-jasa Ksitigarbha dan dengan tulus sang umat menyediakan dupa, bunga, dan sebagainya untuk menyembah Beliau di depan gambar-Nya, atau mengajak para simpatisan baik seorang ataupun puluhan bahkan ratusan untuk bersama-sama mengadakan puja-bhakti kepada Beliau, maka sang umat tersebut baik di masa sekarang maupun di masa mendatang, akan dilindungi oleh ratusan ribu Dewa yang berbudi baik siang maupun malam dan sejak itu tidak akan ada kabar buruk yang didengarnya, juga tidak akan ada musibah atau malapetaka yang menimpanya!”
“Lagi, O, Ariya Vistara!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Apabila terdapat umat manusia yang berkelakuan jahat, atau para Dewa, Setan dan makhluk culas yang tidak berbudi lainnya, sewaktu mereka melihat para umat dengan tulus menyembah, memuji atau menghormati gambar atau patung Sang Bodhisattva Ksitigarbha, lalu mereka mengejek, menyindir dan menghina bahwa persembahan ataupun penghormatan dari sang umat tidak ada gunanya, juga tidak dapat memperoleh jasa dan sebagainya.
Atau mereka berani menertawakan, serta melakukan pemfitnahan dan mengajak makhluk-makhluk lain ramai-ramai melakukan kejahatan yang tak terpuji, meskipun kejahatan yang dilakukannya hanya sejenak saja! O, Ariya Vistara! Para umat manusia atau makhluk lainnya yang berani melakukan kejahatan seperti itu, mereka akan ditempatkan di Neraka Avici selama Seribu Buddha yang berada di periode “Bhadrakalpa” ini telah Parinirvarna, dan Periode “Bhadrakalpa” sudah berakhir, selama waktu yang sebegitu lama itu, mereka harus menjalani siksaan yang berat di alam neraka Avici. Setelah itu mereka akan dilahirkan lagi di alam Setan-lapar dan sesudah selang masa seribu Kalpa mereka baru dipindahkan ke alam binatang dan setelah selang masa seribu Kalpa lagi mereka baru dapat lahir di alam manusia!
Dan meskipun mereka mendapat kesempatan untuk lahir kembali ke alam manusia dengan status golongan rendah dan menjadi kaum miskin atau umat yang menderita cacat tubuh, tetapi karena batin mereka yang masih dipengaruhi oleh berbagai Karma jahat yang telah dilakukannya pada masa silam sehingga tidak berapa lama mereka dilahirkan sebagai manusia, mereka diterjunkan lagi ke alam kesengsaraan! Maka dari itu, O, Ariya Vistara! Pembalasan dari Hukum Karma bagi yang melakukan pemfitnahan kepada orang yang bersembahyang adalah sedemikian berat, apalagi yang dengan sengaja berusaha memusnahkan Buddha-Dharma!”
“Lagi, O, Ariya Vistara! Pada masa mendatang apabila terdapat seorang lelaki atau wanita yang menderita penyakit parah yang menahun dan tidak sembuh-sembuh, walaupun sudah sering diobati, sehingga sepanjang hari beliau harus berbaring terus di atas ranjang, hidupnya sangat merana, mati tidak bisa, hiduppun sengsara.
Atau terdapat seseorang yang setiap malam bermimpi buruk, seolah-olah dirinya selalu diajak oleh iblis jahat atau arwah sanak saudaranya bersama-sama pergi ke suatu gunung yang amat curam, hingga beliau menggigil dan berkeringat, atau setiap siang dan malam beliau terus digoda oleh makhluk halus selama bertahun-tahun, hingga badannya semakin lama semakin kurus dan hanya bisa mengeluh dan merintih di atas ranjang. Keadaan ini tak lain karena arwah dari para musuhnya telah lama menunggu kedatangan orang tersebut di alam Yamaloka (alam dari raja Neraka), agar arwah dari orang tersebut dapat diadili atas kejahatan yang pernah dilakukannya, dengan demikian para arwah baru akan merasa puas!
Akan tetapi, usia dari orang tersebut belum sampai waktunya, sehingga harus mengalami kesakitan atau penyiksaan secara jasmani dulu! Sayang sekali karena manusia hanya memiliki mata jasmani sehingga tidak dapat melihat arwah musuhnya yang sedang berada di sisinya! O, Ariya Vistara! Mengingat peristiwa yang luar biasa ini, seharusnya para Bijaksana menerangkan kepada sang umat, sehingga beliau mengetahui akan hal ini dan dapat menjadi sadar secepat mungkin! Para Bijaksana juga harus membantu mereka dalam membacakan Sutra ini dengan khidmat di depan gambar, lukisan atau patung dari para Buddha atau Bodhisattva-Mahasattva serta membimbing mereka dalam menyediakan benda-benda persembahan baik di dalam rumah, pekarangan kebun dan sebagainya sebagai sajian suci. Kemudian Sang Suci atau Sang Tokoh Bijaksana dapat berdiri di depan orang sakit itu seraya berkata
Namo Buddhaya! Namo Sarva Bodhisattva-Mahasattvaya!
Saya bernama A mewakili B (yang menderita penyakit) mendanakan barang-barang yang amat suci ini di depan gambar Sang Buddha serta para Bodhisattva-Mahasattva dan juga di depan Sutra suci Sang Ksitigarbha, memohon agar segala Karma buruk yang dimiliki si B itu dapat diringankan atau dimusnahkan oleh kekuatan Yang Maha Kuasa! Atau dengan cara lain yaitu memesan keluarga B (yang menderita itu) agar berdoa di depan Buddha rupang atau patung Bodhisattva serta membaca Sutra suci ini atau mengumpulkan dana untuk membuat patung Buddha, Bodhisattva di tempat ibadah, atau membangun stupa, vihara, atau menyalakan lampu di dalam rumah suci atau di jalan yang gelap serta mendanakan sandang-pangan kepada para anggota Sangha. Ketahuilah, para Ariya atau para tokoh bijkasana boleh menggunakan cara apa saja asalkan sewaktu membaca “Pernyataan” itu harus diucapkan dengan suara yang cukup keras di sisi orang sakit itu, agar semua isi dari “Pernyataan” itu dapat didengar olehnya, supaya jasa-jasa yang diamalkan untuknya dapat diketahuinya dan dapat diingat oleh Vijnananya (batinnya), bahwa berkat dengan jasa suci tersebut segala Karma buruk yang dimilikinya akan menjadi ringan atau musnah!
Dan apabila saat sang pasien menghembuskan nafasnya yang terakhir, Sang tokoh bijaksana tetap harus melanjutkan pembacaan “Pernyataan” tersebut serta Sutra suci ini dengan nada yang agak tinggi, Ariya Vistara! Berkat jasa-jasa suci ini sang pasien tersebut akan terbebas dari dosa-dosa yang pernah dibuat di masa silam dan masa kini!
Bahkan dosa berat seperti 5 Dosa Durhaka pun dapat dihapuskan. Selanjutnya dia akan dilahirkan di suatu alam yang sejahtera, dan pada waktu itu dia akan mengetahui apa yang pernah dialaminya pada masa silam. O, Ariya Vistara! Seandainya para putra-putri yang berbudi telah mengetahui Sutra suci yang penting ini dan mereka dapat menyalin atau mencetak dan menyebarkannya, baik perorangan ataupun bersama dan membuat patung Bodhisattva Ksitigarbha dan memuja-Nya pasti mereka akan dianugerahi oleh Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha dengan pahala yang sangat agung!
Mereka bisa mencapai Kebuddhaan secepat mungkin! Maka dari itu, O, Ariya Vistara! Anda berusahalah dengan cepat, apabila Anda berjumpa dengan umat yang berbudi yang menyayangi Sutra suci ini, memuji atau membaca Sutra ini, Anda segera menggunakan berbagai cara yang praktis untuk menguatkan batinnya, agar mereka dapat mempraktekkan Dharma ini hingga dapat mengumpulkan ratusan ribu Koti jasa pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang!”
Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “O, Ariya Samantavistara yang berbudi, di masa yang akan datang apabila para umat di waktu tidurnya sering bermimpi dan melihat banyak makhluk halus datang mengganggu mereka, merintih dengan suara yang amat menyedihkan atau menangis tersedu-sedu, mengeluh atau menampakkan bayangannya yang amat menakutkan, atau tubuhnya menggigil terus-menerus.
Ketahuilah O, Ariya Vistara! Itu bukan makhluk halus melainkan itu adalah arwah dari leluhur sang umat yang bersangkutan, mungkin itu adalah orang tuanya, anaknya, adik-kakaknya, suami-isteri atau sanak-saudaranya pada beberapa keturunan kelahiran yang silam. Karena mereka terlibat dosa berat hingga sekarang mereka masih ditahan di pelbagai alam kesedihan dan tidak dapat keluar, mereka tidak mempunyai pelindung untuk menyelamatkan dirinya! Maka mereka terpaksa datang ke rumah sanak-saudaranya untuk meminta bantuan agar mereka mendapat peluang untuk membebaskan dirinya dari penderitaan!”
“O, Ariya Samantavistara yang berbudi! Sayangilah dan tolonglah mereka! Mulai sekarang Anda boleh dengan kewibawaan atau kepandaianMu membantu Sang umat tersebut, agar mereka mendapat manfaat dari membaca Sutra suci ini! Dan, sang umat dapat mengadakan puja-bhakti dengan khidmat dan membaca Sutra ini selama 3 hari sebanyak 7 kali, jika situasinya mengizinkan beliau dapat mengundang para suci atau Bhikshu-Bhikshuni dari Sangha bersama-sama dengan para anggota dari keluarga orang yang bersangkutan untuk mengadakan puja bakti, maka hasilnya akan lebih baik!
Ketahuilah, bahwa setelah Sutra suci ini selesai dibaca, maka dengan jasa kebajikan ini leluhur atau arwah dari sanak-saudara sang umat tersebut akan terbebas dari alam kesedihan! Dan sejak itu, mimpi buruk atau bayangan dari makhluk halus itu tidak akan pernah muncul lagi!”
Ada lagi, O, Ariya Vistara! Jika pada masa mendatang terdapat umat dari kaum rendah, budak, pesuruh, pramuwisma dan sebagainya yang merasa nasibnya selalu dibelenggu oleh kesengsaraan dan mereka ingin bertobat, dan ingin merubah nasib mereka yang buruk itu, maka mereka harus dengan sepenuh hati memberi hormat kepada rupang Sang Bodhisattva Ksitigarbha, kemudian menyebut nama Beliau sebanyaknya 10 ribu kali selama 7 hari. Berkat dari jasa-jasa kebajikan ini maka kelak mereka akan dilahirkan kembali menjadi anggota dari keluarga yang termulia tanpa mengalami penderitaan di alam kesengsaraan selama ratusan ribu masa!”
“Lagi, O, Ariya Vistara! Jika di masa yang akan datang apabila ada para umat Jambudvipa baik dari suku Ksatriya, Brahmana maupun Grhapati atau Kulapati serta suku bangsa apapun, seandainya mereka mendapat karunia seorang bayi, mereka dapat mengadakan upacara yang sederhana yaitu membaca Sutra ini atau hanya menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha sebanyak 10 ribu kali selama 7 hari sejak bayi tersebut lahir.
Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau walinya atau Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni. Maka berkat dari jasa suci ini sang bayi baik laki-laki maupun perempuan akan jarang ditimpa musibah atau malapetaka! Demikian pula, hidupnya akan selalu bahagia dan usianya pun panjang!”
“Lagi, O, Ariya Vistara! Ada 10 hari suci (Dasa-Upavasatha) yaitu tanggal 1, 8, 14, 15, 18, 23, 24, 28, 29 dan 30 dari penanggalan Candra-Sengkala (kalendar Lunar). Kesepuluh hari suci ini sangat berarti bagi umat-umat yang berasal dari Jambudvipa (alam manusia). Karena segala perbuatan dari sang umat, baik yang bersifat kebajikan seperti: menjalankan sila Vegetarian, melepas makhluk hidup, membaca Sutra, berdana untuk keperluan vihara atau menyumbang kitab suci ataupun perbuatan yang tidak baik seperti membunuh, mencuri, perbuatan Asusila, berdusta dan Karma-Karma lainnya akan dikumpulkan pada hari tersebut.
O, Ariya Vistara! Mengingat peristiwa yang penting ini, Anda harus dengan iba mengasihani para umat terutama membimbing mereka untuk membaca Sutra ini pada Hari Suci tersebut di depan gambar Buddha atau gambar Bodhisattva, boleh juga di depan para Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni, agar daerah-daerah dari keempat jurusan yakni timur, selatan, barat dan utara seluas satu Yojana tak akan terjadi musibah atau malapetaka yang membahayakan mereka!
Demikian pula, para anggota keluarganya, baik yang berusia tua ataupun yang masih muda selama mereka berada di dalam lingkungan itu mereka akan merasa aman tentram dan selama ribuan tahun akan tetap terbebas dari segala siksaan alam kesengsaraan! O, Ariya Vistara! Mohon beritahukan kepada para umat Jambudvipa, barang siapa dapat membaca Sutra ini pada setiap “10 (sepuluh) hari Suci” itu, pastilah seisi anggota keluarga dari rumahnya tidak akan tertimpa musibah atau penyakit parah, selalu cukup sandang dan pangan, kehidupannya pun amat sejahtera dan bahagia!”
“Maka dari itu O, Ariya Samantavistara yang berbudi! Anda harus mengenalkan kepada para umat tentang Bodhisattva Ksitigarbha yang memiliki Riddhi-Abhijnabala yang sedemikian kuat, serta kepandaian-Nya yang sedemikian luar-biasa, dan kewibawaan-Nya yang sedemikian luhur, yang memiliki jasa-jasa jutaan Koti! Dan dengan jasa-jasaNya Beliau dapat menolong makhluk yang sengsara yang banyaknya sulit diperkirakan!
O, Ariya Vistara! Sungguh, umat Jambudvipa sangat disayangi oleh Sang Mahasattva ini, walaupun sang umat hanya mendengar nama-Nya satu kali atau hanya melihat gambar-Nya saja, bahkan hanya mendengar 3 atau 5 kata dari Sutra-Nya, ataupun hanya membaca satu bait syair (Gatha), maka pada masa sekarang ini juga mereka akan memiliki kehidupan yang aman tentram dan di masa yang akan datang mereka akan dilahirkan menjadi anggota dari keluarga yang termulia dengan rupa yang tampan rupawan!”
Setelah mendengar sabda Sang Buddha, Bodhisattva Samantavistara bersujud kepada Buddha Sakyamuni seraya berkata: “Sang Bhagava Yang Termulia! Sesungguhnya, sejak dahulu Aku telah mengenal Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha Yang memiliki Maha Pranidhana dan Maha Karunika ini, akan tetapi, agar para umat manusia dapat mengetahui betapa bermanfaat atau berfaedahnya uraian dari sutra ini, maka Aku dengan sengaja bertanya. O, Sang Bhagava! Apa nama Sutra ini? Dan dengan cara apakah Aku harus menyebarkan Sutra tersuci ini?”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Samantavistara:
“Sutra ini mempunyai tiga nama:
  1. Yang pertama adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana Sutra” (Niat Suci Sang Ksitigarbha).
  2. Yang kedua adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Carya Sutra” (Pelaksanaan Dharma dari Sang Ksitigarbha).
  3. Yang ketiga adalah: “Ksitigarbha Bodhisattva Purva Sannahabala Sutra” (Kekuatan dari Niat Suci Sang Ksitigarbha).
Akan tetapi, karena Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha sejak jutaan Kalpa hingga sekarang selalu berikrar dengan Maha Pranidhana-Nya (Niat Suci Yang Maha Besar) untuk menolong para makhluk yang berada di alam semesta, maka, kamu sekalian harus dengan tulus ikhlas mewujudkan cita-cita-Nya terutama membantu Beliau menyebarkan Sutra ini ke pelbagai daerah, agar para umat dapat memperoleh manfaat dari Dharma ini!” Setelah Sang Samantavistara beserta para hadirin mendengar uraian dari Sang Buddha ini, mereka semua berjanji akan menyebarkan Sutra ini dan dengan perasaan gembira Sang Samantavistara ber-Anjali kepada Sang Buddha dan kembali ke tempat duduk-Nya.

Bab 7 – Manfaat Bagi Yang Hidup dan Yang Meninggal
Pada saat itu, Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Menurut pendapat-Ku para umat yang berasal dari dunia Jambudvipa (alam manusia) mudah sekali terlibat dosa yang dilakukannya melalui pikiran, perkataan dan perbuatan, walaupun mereka telah dibimbing menjadi baik, namun, selang tidak beberapa lama mereka menjadi buruk lagi! Terutama apabila mereka digoda oleh hal-hal jahat, dengan cepat sekali mereka terpengaruh. Kondisi mereka bagaikan orang yang dibebani batu berjalan melintasi jalan berlumpur, semakin ia melangkah semakin dalam kakinya terjerambab! Jika pada saat itu terdapat seorang bijaksana yang bersedia membantu meringankan beban batu (dosanya) itu sebagian atau semuanya, beruntunglah ia!
Apabila, tokoh bijaksana itu memiliki kekuatan yang cukup dan bersedia membantu umat yang malang itu untuk keluar dari perjalanan berlumpur tersebut, Beliau akan berkata ‘Perjalanan berat sudah terlewatkan dan telah tiba ke Jalan yang rata, anda harus tetap sadar dengan sepenuh hati agar tidak perlu menempuh jalan berat yang lain lagi, karena mungkin tidak ada lagi orang yang akan membantu anda, sehingga sulit bagi anda untuk keluar dari jalan yang menyengsarakan itu!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan: “O, Bhagava Yang Termulia! Banyak sekali umat manusia yang kondisinya demikian, mulanya mereka hanya memiliki Karma jahat seujung rambut, akan tetapi, berselang tidak begitu lama, dosa mereka telah berkembang pesat dan hukuman yang akan ditanggungnya menjadi berat! Karena hal-hal inilah maka Aku sering meminta para umat agar menaruh perhatian terhadap orang-orang, baik orang tua ataupun saudara yang akan menghembus nafasnya yang terakhir, mereka harus mengadakan puja-bhakti dengan menyebut nama Buddha/Bodhisattva serta berbuat jasa kebajikan, kemudian menyalurkannya kepada si almarhum sehingga almarhum tidak akan mengalami perjalanan yang amat gelap! Pada saat akan wafat sediakanlah satu tempat yang bersih dekat mayat almarhum, dan pasanglah panji-panji, payung sutera dan sebagainya di atasnya, nyalakanlah beberapa lampu yang diisi dengan minyak bersih dan diletakkan di atas meja atau di atas petinya, keluarga almarhum boleh membaca Sutra suci ajaran Sang Buddha dan menyediakan gambar Buddha dan gambar Bodhisattva serta gambar dari para Ariya dan digantungkan di tempat yang bersih. Kemudian si pemuja atau Pandita, Bhikshu atau Bhikshuni dapat menyebut nama-nama Buddha, Bodhisattva serta Pratyekabuddha di depan gambar tersebut. (seperti Namo Amitabha Buddha; Namo Avalokitesvara Bodhisattva; Namo Mahasthamaprapta Bodhisattva, Namo Ksitigarbha Bodhisattva, dan lainnya.) Dengan suara yang jelas dan agak keras supaya setiap ucapan dari nama Buddha atau Bodhisattva terdengar oleh arwah tersebut dan bisa diingatnya terus.
Menurut Hukum Karma segala perbuatan jahat dari almarhum akan membuahkan hasil yang setimpal, dengan kata lain ia harus diadili dengan peraturan tertentu kemudian dilahirkan ke suatu alam kesengsaraan untuk menjalani hukumannya. Tetapi berkat jasa-jasa yang diamalkan oleh keluarganya pada saat almarhum akan meninggal dunia atau setelah meninggal dunia, maka dosa-dosa yang dimiliki si almarhum akan musnah pada saat itu juga!
Seandainya di antara anggota keluarganya atau umat yang lain bersedia terus beramal kebajikan selama 49 hari sejak wafatnya sang almarhum dan jasa kebajikan yang berharga itu langsung disalurkan kepada si almarhum, maka almarhum tidak akan dijatuhkan ke alam sengsara, dan sebagai gantinya dia akan menikmati kebahagiaan di Surga atau di alam manusia terus-menerus! Disamping itu keluarganya yang masih berada di dunia juga memperoleh pahala keberuntungan yang banyak.”
“Lebih penting lagi O, Bhagava Yang Termulia!” Sang Ksitigarbha melanjutkan: “Sekarang, di depan Buddha, Bodhisattva-Mahasattva, para Dewa, Naga, kelompok makhluk manusia atau yang bukan manusia serta para hadirin sekalian, dengan tulus hati Aku memberikan nasehat dan berpesan agar para umat yang berasal dari dunia Jambudvipa tidak melakukan penyembelihan makhluk apapun, dan tidak mengadakan upacara yang tidak layak seperti mengundang atau menyembah para makhluk halus dan jin-jin yang berpenghuni di tengah-tengah air atau di gunung manpun untuk datang ke rumah, dan menerima sajian dari penyembelihan makhluk hidup itu.
Apabila ada anggota keluarga yang meninggal, kalau umat mengadakan upacara dengan sajian hasil pembunuhan, hal itu sama sekali tidak memberikan manfaat sedikitpun kepada si almarhum, melainkan dosa almarhum bertambah berat. Walaupun almarhum pernah beramal jasa sewaktu dia berada di dunia dan dia pernah dianugerahi oleh para Ariya lainnya untuk mendapat kesempatan lahir di Surga, namun, jika keluarganya melakukan pembunuhan untuk dipersembahkan kepada jin-jin, maka ia harus diadili oleh Sang Kuasa atas makhluk-makhluk yang dibunuh oleh keluarganya itu, akibat dari hal itu sang almarhum tidak dapat dilahirkan di Surga dalam waktu tertentu! Apabila sang almarhum sama sekali tidak pernah berbuat jasa kebajikan semasa hidupnya, jika ditambah lagi Karma pembunuhan, pasti dia akan menanggung Karma itu di alam kesengsaraan. Peristiwa itu persis seperti seseorang yang datang dari tempat yang jauh dan sudah 3 hari beliau belum makan/minum karena bekalnya habis dan pundaknya sedang dibebani ratusan kilo barang lalu beliau bertemu dengan anggota keluarganya di tengah perjalanan dan mereka menambah lagi beberapa barang di pundaknya, sehingga kondisinya menjadi semakin buruk dan gawat!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan dan meyakinkan para hadirin: “O, Bhagava Yang Termulia! Akan tetapi, jika umat Jambudvipa tersebut berbuat kebaikan dengan berpedoman kepada ajaran Sang Buddha, meskipun kebaikan itu hanya seujung rambut atau hanya setetes air, atau hanya sebutir pasir bahkan sehalus debu, namun manfaatnya akan sedemikian besar dan sempurna!”
Pada saat itu, di dalam pesamuhan agung di istana Trayastrimsa terdapat seorang Grhapati bernama Mahapratibhana, Beliau telah lama mencapai Nirvana, akan tetapi dengan tubuh jelmaan sebagai seorang Grhapati, beliau selalu hadir di sepuluh penjuru alam Buddha guna menyelamatkan para makhluk sengsara. Beliau bangkit dari tempat duduk-Nya dan merangkupkan kedua telapak tangan bertanya kepada Bodhisattva Ksitigarbha: “O, Ariya Ksitigarbha yang Maha welas asih! Jika ada umat Jambudvipa yang telah wafat, dan anggota dari keluarganya baik yang tua atau yang muda ada yang berhasrat mengamalkan berbagai sajian yang berharga seperti membuat panji, payung bertirai, gambar Buddha, gambar para Ariya, nyala lampu, dan berdoa menyebut nama Buddha atau Bodhisattva, membaca Sutra dan sebagainya. Atau mereka menyediakan sandang-pangan melaksanakan Upavasatha unutk para Bhikshu-Sangha seperti berdana makanan-minuman, jubah, perabot dan sebagainya. Atau mereka terus menanam berbagai benih kebaikan (umpamanya mereka berdana uang atau makanan dan baju untuk rumah yatim piatu, para pengungsi yang terkena musibah, membangun vihara, stupa, mencetak kitab suci dan sebagainya) kemudian jasa ini disalurkan kepada sang almarhum. Apakah dengan berkah dan kebajikan yang dilakukan oleh keluarganya, si almarhum dapat menikmati pahala tersebut dan akan memperoleh kebebasan?”
“O, Sang Grhapati yang bijak!” Sabda Sang Ksitigarbha: “Baik sekali pertanyaan-Mu! Sekarang berkat kewibawaan Sang Buddha dan demi kepentingan bagi semua makhluk di masa sekarang atau di masa yang akan datang, Aku akan menjawab pertanyaan-Mu secara singkat. O, Sang Grhapati! Ketahuilah, para umat dari masa apapun, seandainya pada detik-detik terakhir sewaktu mereka akan menghembuskan nafasnya yang terakhir apabila mereka dapat mendengar nama Buddha atau Bodhisattva walaupun hanya nama dari seorang Pacceka Buddha saja, si almarhum yang walaupun telah memiliki dosa ataupun tidak, ia pasti dapat membebaskan dirinya dari alam kesengsaraan!”
“Akan tetapi, O, Sang Grhapati yang bijaksana! Bagi para umat, baik pria maupun wanita, yang sewaktu masih berada di dunia enggan menanam benih kebaikan, melainkan senang melakukan Karma jahat hingga dosanya banyak sekali. Meskipun keluarganya banyak mengamalkan jasa kebajikan kepada sang almarhum setelah beliau meninggal dunia, maka jasa apa saja yang terdiri dari 7 bagian, sang almarhum hanya dapat menerima satu bagian saja dan 6 bagian lainnya akan dinikmati oleh keluarganya yang berada di dunia! Maka dari itu, para pria atau wanita yang berada di masa sekarang atau di masa mendatang harus sadar dan bijaksana dan sedini mungkin dengan menggunakan kesempatan yang amat berguna ini selama masih sehat dan kuat, mempraktekkan Dharma luhur untuk menyelamatkan diri dari penderitaan tumimbal-lahir! Dan semua hasil kebajikan yang dilakukannya akan dinikmati oleh umat itu sendiri tanpa meleset sedikitpun!
Apabila sang umat enggan sadar secara bijaksana terhadap peristiwa yang penting ini, maka pada saat maut yang disebut “Setan Anitya” (hukum ketidakkekalan) datang, maka arwah dari sang almarhum akan seperti makhluk halus yang terbang tanpa tujuan, karena mereka tidak mengerti dosa dan jasa yang pernah dibuat selama masih hidup.
Kini, dalam waktu 49 hari sejak wafat, sang almarhum akan merasa seperti orang tuli dan bisu atau orang yang sedang menderita penyakit jiwa yang diterjunkan di suatu alam yang asing! Atau karena Hukum Karma, arwahnya harus jatuh ke alam Yamaraja (Raja Neraka) untuk menunggu hukumannya. Saat keputusannya belum ditentukan oleh Sang Kuasa, dan arwahnya belum dapat dilahirkan, maka saat itu kecemasan, kemurungan akan mempengaruhi perasaan arwah si almarhum! Terutama apabila beliau dilahirkan di pelbagai alam kesengsaraan! Ketahuilah, saat si almarhum sedang dilanda kesedihan selama 7 minggu itu dia selalu mengenang akan keluarganya yang telah ditinggalkan di dunia. Maka pada waktu ini sangatlah diharapkan agar para umat dapat mengamalkan jasa-jasa sebanyak-banyaknya untuk menyelamatkan si almarhum, agar beliau dapat dengan cepat keluar dari alam sengsara. Sebab, walaupun dia tadinya seorang yang kuat, tapi setelah menjadi arwah datang ke Akhirat dia tak dapat berbuat apa-apa lagi! Setelah selang 49 hari (kadang-kadang tak pasti) apabila vonisnya selesai, si almarhum harus menurut Hukum Karmanya dihukum sesuai dengan perbuatan yang pernah dilakukannya semasa masih hidup di dunia. Apabila sang umat benar-benar berdosa berarti dia akan menerima hukumannya di alam neraka hingga jutaan tahun dan sulit membebaskan diri lagi! Terutama orang yang telah berbuat dosa durhaka dari Pancanantarya (5 perbuatan durhaka)! Pastilah arwahnya akan diterjunkan ke Neraka utama hingga ribuan Kalpa bahkan puluhan ribu Kalpa sulit mendapat kesempatan untuk keluar!”
Sang Ksitigarbha melanjutkan sabdanya: “Lagi O, Sang Grhapati yang bijaksana! Kita harus tahu, bahwa umat yang baru meninggal dunia, keluarganya atau sanak-saudaranya harus mengadakan puja-bhakti dengan cara mendanakan sandang-pangan bentuk upacara Upavasatha di depan orang suci, dengan kebajikan ini mereka dapat meringankan dosa almarhum. Tapi, sebelum upacaranya dimulai, air yang digunakan untuk mencuci beras, sayur dan makanan lainnya tidak boleh mengotori tempat suci tersebut, dan saji-sajian sebelum dipujakan pada gambar Buddha dan para Ariya, atau sebelum dipersembahkan kepada para Bhikshu-Sangha atau para tokoh bijaksana, tidak boleh dimakan duluan oleh anggota keluarganya!
Apabila si pemuja dengan sengaja melanggar tatakrama atau kurang menaruh perhatian terhadap hal ini sehingga tempat dan suasananya kurang suci dan khidmat, maka si almarhum sulit menerima jasa-jasa yang disalurkan oleh keluarganya! Upacara tersebut harus berjalan lancar hingga selesai, sajian dan tempatnya harus tetap suci-bersih seperti semulanya.
Demikian juga, pujian terhadap gambar Buddha dan para Ariya serta para Bhikshu-Bhikshuni-Sangha harus dilaksanakan dengan baik. Apabila upacaranya berhasil dengan baik, maka si almarhum akan menerima jasa tersebut sebanyak satu pertujuh.”
“Maka dari itu, O, Sang Grhapati yang bijak! Apabila para umat dari dunia Jambudvipa itu hendak mengamalkan jasa untuk orang tuanya atau sanak-saudaranya, maka pada saat beliau akan menghembus nafasnya yang terakhir, mereka harus dengan perasaan tulus dan khidmat membuat upacara Upavasatha atau puja-bhakti lainnya. Jika mereka dapat berbuat demikian, manfaatnya baik bagi orang yang telah meninggal atau yang masih hidup akan sangat baik!”
Ketika Sang Bodhisattva Ksitigarbha mengakhiri sabda-Nya, terdapat jutaan Koti Nayuta Makhluk Surga dan Bumi serta para Raja Setan yang berasal dari dunia Jambudvipa, semua yang berada di arena pesamuhan agung di istana Trayastrimsa itu membangkitkan Bodhicittanya (bercita-cita melaksanakan Dharma dan berniat menyelamatkan makhluk sengsara) sedalam-dalamnya! Kemudian Sang Grhapati Mahapratibhana ber-Anjali kepada Buddha Sakyamuni dan Sang Ksitigarbha setelah itu beliau kembali ke tempat duduk-Nya.

Bab 8 – Pujian Raja Yama Dan Pengikutnya
Pada saat itu, terdapat rombongan Raja Setan yang dipimpin para Yamaraja yang jumlahnya banyak sekali, semua telah tiba di istana Trayastrimsa. Nama-nama dari Raja Setan tersebut adalah: Raja Setan selaku Raja Kejahatan, Raja Setan Berupa-rupa Kejahatan, Raja Setan Pertengkaran, Raja Setan Macan-Putih, Raja Setan Macan Darah, Raja Setan Macan-Merah, Raja Setan Menyebar-Petaka, Raja Setan Terbang, Raja Setan Kilat-Petir, Raja Setan Bergigi-Serigala, Raja Setan Seribu-Mata, Raja Setan Khusus Penelan Binatang, Raja Setan Pemikul-Batu, Raja Setan Pengurus Pemborosan, Raja Setan Pengurus Bencana, Raja Setan Pengurus Makanan, Raja Setan Pengurus Harta-Benda, Raja Setan Pengurus Ternak, Raja Setan Pengurus Unggas-Unggas, Raja Setan Pengurus Binatang, Raja Setan Pengurus Para Iblis, Raja Setan Pengurus Kelahiran, Raja Setan Pengurus Nyawa, Raja Setan Pengurus Penyakit, Raja Setan Pengurus Kecelakaan, Raja Setan Bermata-Tiga, Raja Setan Bermata-Empat, Raja Setan Bermata-Lima, Raja Setan Kiris, Raja Setan Maha Kiris, Raja Setan Kriksa, Raja Setan Maha Kriksa, Raja Setan Anotha, Raja Setan Maha Anotha, dan Raja Setan lain-lainnya. Setiap Raja Setan memimpin ratusan ribu Raja Setan Muda yang berasal dari Jambudvipa, semua mempunyai tugas dan kedudukan masing-masing. Mereka semua bersama Yamaraja. Berkat kekuatan bathin Sang Buddha dan Ksitigarbha Bodhisattva mereka dapat berada di istana Trayastrimsa untuk mendengar khotbah Sang Buddha dengan berdiri.
Saat itu, Sang Yamaraja bersujud kepada Sang Buddha seraya berkata:
“O, Bhagava Yang Termulia! Berkat kewibawaan Sang Buddha serta kekuatan Riddhi-Abhijnabala Sang Bodhisattva Ksitigarbha, kami dapat memperoleh kesempatan untuk mengunjungi istana mewah di Surga Trayastrimsa. Sungguh besar manfaatnya dan membahagiakan! O, Bhagava Yang Termulia! Sekarang kami ingin menanyakan kepada Sang Buddha suatu hal yang masih kami ragukan, sudi kiranya Sang Bhagava menerangkannya kepada kami!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Yamaraja: “O, Sang Yamaraja yang terhormat! Baik sekali! Hal-hal apakah yang masih engkau ragukan? Sebutkanlah satu persatu, tentu saja Aku bisa menjelaskannya kepadamu!”
Pada waktu itu, Sang Raja dari Yamaloka itu ber-Anjali kepada Sang Buddha serta mengarahkan muka-Nya kepada Sang Ksitigarbha lalu berkata:
“O, Bhagava Yang Termulia! Menurut kesimpulan yang kami amati, selama ini Sang Bodhisattva Ksitigarbha telah menggunakan ratusan ribu jenis Daya-upaya yang praktis untuk menyelamatkan para makhluk yang berdosa di 6 Gatya kehidupan, dan hingga sekarang pekerjaan-Nya masih berjalan terus tanpa berhenti dan tanpa merasa lelah-letih sedikitpun! Akan tetapi, hal-hal yang terpuji ini masih tetap membingungkan kami sekalian! Pada hakikatnya Sang Bodhisattva telah menggunakan kekuatan-Nya yang demikian hebat untuk menolong makhluk hidup! Namun, betapa mengagetkan, para makhluk hidup yang baru saja bebas dari dosanya berselang tidak beberapa lama mereka terjun lagi ke alam kesengsaraan!
O, Bhagava Yang Termulia! Ksitigarbha Bodhisattva jelas memiliki kesaktian yang luar biasa dan tak terbayangkan, tetapi, mengapa para makhluk tidak dapat dibuatnya tetap berada di jalan kebaikan dan mencapai kebebasan? Sudilah kiranya Sang Bhagava menerangkannya kepada kami sekalian!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Yamaraja: “Sang Raja yang terhormat! Maklumilah! Umat dari Jambudvipa ada sebagian yang memiliki pembawaan yang sangat keras dan amat sulit untuk membinanya untuk dapat menjadi seorang penganut suci! Akan tetapi, Yang Maha Welas-Asih Sang Mahasattva Ksitigarbha terebut tetap memperjuangkan pembebasan makhluk sengsara dengan semangat yang tinggi serta keuletan-Nya hingga jutaan Kalpa. Para umat satu demi satu diselamatkan-Nya, agar mereka dapat dengan cepat bebas dari dosanya! Termasuk para umat yang berdosa berat yang berada di alam Neraka, pekerjaan utama Beliau adalah mencabut akar-akar Karma dari sang umat kemudian memberitahu kepadanya asal-usul Karma yang dibuat oleh umat tersebut pada masa silam supaya mereka dengan cepat dapat membangkitkan kesadarannya! Tetapi karena segala tindak-tanduk manusia cenderung pada kejahatan, oleh karena itu mereka yang baru saja keluar dari Jalan Kesengsaraan tak selang beberapa lama mereka terjun lagi ke alam tersebut. karena hal itulah Sang Bodhisattva Ksitigarbha selalu mengalami kesusah-payahan di tengah perjuangan pembebasan makhluk sengsara itu hingga sedemikian lama!”
Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Ibaratnya terdapat seseorang yang tersesat dan tidak mengerti tempat asalnya (yaitu jiwa Buddha yang dimilikinya) dan sejauh itu beliau terus mondar-mandir di jalan penderitaan (alam Samsara), dan di dalam lingkungannya yang penuh sesak dihuni oleh berbagai Yaksa jahat (3 akar sifat kejahatan; Ketamakan, Kebencian dan Kebodohan batin), serta harimau, serigala, singa, bengkarung berbisa, ular berbisa dan kalajengking bersengat (yaitu 10 macam perbuatan jahat). Maka, jalan itu amat bahaya bagi orang yang tersesat dan tak lama ia akan menjadi korban dan jatuh ke alam penderitaan! Untunglah, datang seorang Ariya atau tokoh bijak yang berpengalaman, yang amat luhur, dapat mencegah racun-racun dari makhluk satu satwa yang berbahaya tersebut, melihat si tersesat sedang berada di jalan bahaya, maka ia dengan iba hati cepat menasehatkan kepadanya: ‘Wahai! Putraku yang tersayang! Apa sebabnya anda berani masuk ke jalan yang berbahaya ini? Apakah anda benar-benar memiliki daya upaya yang sakti dan mampu melawan racun-racun serta berani menaklukkan para margasatwa yang buas itu?’ Setelah mendengar nasehat dari tokoh bijak, si tersesat menjadi sadar bahwa ia berada di jalan yang berbahaya dan ingin sekali dengan langkah cepat meninggalkan jalan penderitaan (berarti Jalan lahir dan mati) itu. Kemudian Sang Tokoh bijak itu menyambut tangannya dan membimbingnya untuk keluar dari jalan tersebut agar si tersesat tidak akan menjadi korban dan dapat menyeberangkan dirinya ke suatu jalan yang aman atau ke Pantai sana untuk menikmati kebahagiaan!
Sang Tokoh Bijak kembali memberi nasehat: ‘Wahai! Si tersesat yang kusayangi! Mulai dari hari ini hingga kapan saja jangan lagi kembali ke jalan yang berbahaya ini! Ketahuilah, telah banyak umat yang tersesat di jalan ini dan sulit mendapat kesempatan untuk keluar dan akhirnya menjadi korban yang malang! Setelah si tersesat mendengar peringatan tersebut, beliau merasa amat terharu di dalam hatinya!
Sewaktu mereka akan berpisah, Sang Tokoh bijak berkata lagi: ‘Apabila anda melihat sanak-saudaramu atau umat-umat yang lain, baik pria maupun wanita, mohon memberitahu kepada mereka bahwa jalan ini amat berbahaya, siapapun yang tersesat di lingkungan ini pasti akan menjadi korban. Tolong nasehatilah para umat yang lain agar tidak terlibat pada kematian yang percuma!’
“Inilah perumpamaan-Ku O, Sang Raja yang terhormat! Sang Bodhisattva Ksitigarbha tidak berbeda dengan Sang Tokoh bijak tadi! Beliau dengan iba hati dan Maha Belas Kasihan menyambut tangan sang umat yang berdosa untuk keluar dari pelbagai alam kesengsaraan lalu dilahirkan ke surga atau ke dunia manusia. Ada sebagian besar dari para umat yang berdosa yang telah sadar diri dan setelah mereka terbebas dari dosanya, mereka tidak akan terlibat lagi dalam kematian yang percuma itu! Keadaannya sama seperti si tersesat tadi, walaupun ia pernah terjatuh ke dalam lingkungan yang berbahaya dan diancam oleh para makhluk jahat tapi setelah tangannya ditarik oleh Sang Tokoh bijak, lantas ia sadar, lalu dengan langkah cepat ia meninggalkan tempat tersebut!
Bahkan beliau dapat mengulangi nasehat-nasehat dari Sang Tokoh bijak tersebut kepada para umat yang lain sewaktu ia melihat ada umat yang akan masuk ke jalan berbahaya itu. Dan di samping itu, ia juga selalu mengisahkan tentang apa yang pernah dialaminya kepada para umat yang kurang waspada!
Akan tetapi, masih terdapat sebagian umat yang memiliki dosa berat, meskipun mereka sudah keluar dari jalan berbahaya tersebut, mungkin disebabkan pendiriannya yang kurang teguh, tak selang beberapa lama, mereka masuk kembali ke jalan yang berbahaya tersebut dan mereka sama sekali tidak mengingat lagi apakah jalan itu sudah pernah dilewati atau belum? Kemudian mereka tersesat lagi karena mereka tergiur oleh nafsu duniawi. Begitulah akhirnya mereka menjadi korban dan harus menjalani hukuman di alam kesengsaraan lagi! Namun, umat yang kurang kesadaran ini masih tetap diselamatkan oleh Sang Ksitigarbha dengan berbagai Daya-upaya yang tepat, agar mereka dapat terbebas dari alam kesengsaraan tersebut, dan dapat dilahirkan di Surga atau dunia manusia. Tetapi apabila pendirian dan keyakinan mereka masih bergoyah, tidak teguh atau Karmanya masih sedemikian berat, atau sama sekali tidak memiliki kesadaran, walaupun sudah diberi peringatan, maka umat yang seperti ini selama berjuta-juta Kalpa tetap harus berada di alam Neraka!
Pada saat itu, Sang Raja Setan merangkupkan kedua telapak tangan-Nya, memberi hormat kepada Sang Buddha seraya berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Kami selaku pemimpin dari berbagai rombongan Setan yang mana memiliki anak buah yang sangat banyak, yang semuanya bertugas di Jambudvipa. Berhubung karena akibat karma, sanak keluarga kami sewaktu berkeliling di alam manusia lebih banyak berbuat kejahatan daripada kebajikan. Tetapi sewaktu mereka melewati satu rumah ke rumah lainnya dalam satu kota, atau dalam satu kampung, baik di desa, kebun, pekarangan dan sebagainya. Apabila para setan melihat ada pria atau wanita yang berbuat kebaikan walaupun hanya sedikit saja, terutama mereka yang memasang panji, payung bertirai di atas rupang Buddha dan rupang para Bodhisattva; walaupun hanya menyediakan sedikit persembahan yaitu: dupa, buah-buahan, bunga-bungaan yang diletakkan di atas altar Buddha dan membaca Sutra ajaran Sang Buddha serta menyebut nama Buddha atau Bodhisattva ataupun hanya membaca beberapa bait Gatha (Syair) yang tercantumkan di dalam Kitab Suci ajaran Sang Buddha, maka, orang yang berbudi ini akan selalu dihormati oleh para setan dan mereka selalu dipandang oleh para setan sebagai Buddha di masa lalu, sekarang dan yang akan datang! Dan kami selaku Raja Setan selalu memerintahkan anak buah kami yakni Setan-Setan yang memiliki kekuatan beserta para Dewa Bumi untuk melindungi mereka dan mencegah hal-hal yang jahat dan bermacam-macam musibah, penyakit-penyakit aneh yang parah; atau hal-hal yang kurang baik yang dapat mengganggu lingkungan mereka untuk tidak terjadi, terutama yang dapat menimpa keluarga mereka!”
Sang Buddha memuji Raja Setan: “Sadhu! Sadhu! Sadhu! Karena kamu sekalian beserta para raja dari Yamaloka bersedia melindungi para pria dan wanita yang berbudi, Aku akan memohon kepada Raja Indra di Istana Trayastrimsa serta raja Brahma di Surga Brahmakayika agar dapat membantu kalian, supaya tugas kalian dapat berjalan dengan lancar!” Setelah sabda Sang Buddha selesai, di dalam pesamuhan agung tersebut terdapat seorang Raja Setan yang bernama Raja Setan “Pengurus-Nyawa” berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Berhubung karena akibat Karma, kami bertugas mengurus nyawa dari para umat Jambudvipa, baik kelahirannya maupun kematiannya akulah yang mengurusnya. Sebenarnya cita-citaku hendak memberi manfaat kepada manusia, namun mereka enggan memperhatikan atau enggan menerima nasehatku, sehingga mereka terutama yang baru lahir maupun yang akan meninggal dunia tidak mendapat perlindungan dan keselamatan, sebab para umat dari Jambudvipa baik pria maupun wanita sewaktu melihat sang ibu yang mengandung atau yang hendak melahirkan, mereka seharusnya banyak berbuat kebaikan untuk menambah suasana kebajikan dalam rumah tangganya sehingga kehidupan mereka menjadi lebih aman dan sentosa. Dengan melihat para umat berbuat kebajikan, para dewa bumi merasa amat gembira dan senang memberi perlindungan kepada sang ibu dan anaknya, sehingga mereka beserta seluruh keluarganya selalu dalam keadaan sehat dan bahagia! Dan, pada saat sang bayi lahir ke dunia, janganlah membunuh makhluk bernyawa dengan alasan untuk sang ibu, atau dijadikan hidangan untuk mengundang para sanak-saudara untuk datang ke rumahnya dan berpesta makan daging dari hasil pembunuhan serta menikmati minuman keras, atau bermain musik, menari dan menyanyi, hal ini dapat mengakibatkan sang bayi dan ibunya tidak dapat merasa aman dan tenteram!”
“Mengapa perbuatan tersebut harus dihindari? Karena pada saat sang ibu akan melahirkan atau sedang mengalami kesukaran dalam melahirkan, waktu itu para setan jahat, jin-jin liar serta makhluk halus lainnya datang ke rumah sang umat, karena mereka ingin meminum darah kotor yang berbau itu. Apabila kedatangan mereka aku ketahui, maka aku segera memerintah para Dewa Bumi untuk melindungi sang ibu dan bayinya supaya mereka tetap selamat. Di samping itu keluarganya semestinya harus bersyukur serta banyak berbuat jasa kebajikan untuk berterima kasih kepada para Dewa karena sang bayi dan ibunya kedua-duanya telah diselamatkan oleh-Nya. Namun, ada sebagian umat yang tidak hanya melupakan budi ini, melainkan mereka berani melakukan pembunuhan terhadap nyawa hewan, dan beramai-ramai beserta para sanak-saudara berpesta pora memakan daging makhluk hidup dan mengganggu ketenteraman suasana rumah tangga, hal ini tentu akan membahayakan nyawa sang bayi dan ibunya, betapa menyedihkan!”
“Demikian juga para umat dari Jambudvipa (alam manusia) pada saat mereka akan meninggal dunia, baik yang berdosa berat atau tidak, semuanya akan kubantu, agar mereka tidak akan diterjunkan ke alam kesengsaraan.
Apabila sang umat suka berbuat kebaikan pada masa hidupnya, dapat mempermudah tugasku, pastilah si almarhum dapat membebaskan diri dari segala rintangan secara cepat! Seperti diketahui, para umat sewaktu akan meninggal dunia, waktu itu akan datang ratusan ribu iblis jahat atau makhluk halus dari pelbagai alam sengsara.
Mereka menjelmakan tubuhnya menjadi seperti ayah atau ibu, atau sanak-saudara dari si almarhum, dan dengan sikap amat akrab mereka menyambut almarhum, agar si almarhum dengan cepat mengikuti mereka untuk diterjunkan ke alam kesedihan. Jika si almarhum berdosa berat, maka dengan cepat beliau akan mengikuti para iblis jahat tersebut bersama-sama untuk pergi ke alam neraka!”
“Mengapa si almarhum sedemikian mudah diperdayakan? O, Bhagava Yang Termulia! Sebab, pada saat sang umat akan meninggal dunia kesadarannya amat gelap dan beliau amat bingung, ia sama sekali tidak bisa membedakan hal mana yang baik dan hal mana yang buruk, pikirannya keruh sekali! Bahkan mata dan telinganya serta indera lain pun tidak berfungsi lagi, maka dia mudah sekali diperdaya oleh para iblis jahat. Pada saat itu, keluarganya harus sadar dan cepat-cepat mengadakan puja-bhakti secara khidmat dan mengundang para tokoh suci, Pandita atau Bhikshu, atau Bhikshuni dan sebagainya untuk membaca Sutra dari Buddha-Dharma atau memuliakan nama Buddha dan nama Bodhisattva, kemudian jasa berharga ini disalurkan kepada si almarhum, pastilah sang almarhum dapat bebas dari alam kesengsaraan. Dan para iblis jahat, para makhluk halus lainnya akan lenyap total dari pandangan si almarhum!”
“Yang terpenting O, Bhagava Yang Termulia! Baik makhluk apapun pada saat mereka akan meninggal dunia seandainya mereka dapat mendengar nama dari seorang Buddha atau nama dari seorang Bodhisattva, atau satu bait Gatha, atau perkataan dari Sutra Mahayana, maka dengan kebajikan ini sang umat walaupun telah memiliki dosa atau Karma berat pasti akan mendapat kebebasan, kecuali mereka yang melakukan dosa dari 5 Perbuatan Durhaka dan dosa pembunuhan!”
Sang Buddha bersabda kepada Raja Setan Pengurus Nyawa:
“O, Raja Setan yang berbudi! Sungguh, anda adalah seorang raja yang Maha welas asih! Anda berani berjanji kepada para umat, baik yang akan lahir atau yang akan meninggal dunia bahwa anda bertekad melindungi mereka atau membantu mereka agar terbebas dari kesengsaraan. Mudah-mudahan usaha anda dapat berhasil dengan baik. Dan janganlah anda menunda atau melupakan janjimu yang sedemikian agung itu! Bila terdapat seorang wanita yang mengalami kesukaran dalam melahirkan dan beliau meninggal dunia, usahakanlah untuk membantunya juga!”
Sang Raja Setan berkata kepada Sang Buddha: “O, Bhagava Yang Termulia! Mohon Anda tak usah khawatir terhadap masalah ini. Aku sengaja menjelmakan diriku hingga sedemikian maksudnya tiada lain, hanya satu yaitu akan kuusahakan agar para umat Jambudvipa baik yang baru lahir atau yang akan meninggal dunia agar keadaannya tetap tenang, aman dan bahagia! Seandainya para umat dapat menaruh perhatian dan yakin terhadap nasehat yang kami sampaikan tersebut, pastilah mereka akan memperoleh manfaat dan akan terbebas dari segala kesengsaraan!”
Pada saat itu Sang Buddha memberitahu kepada Bodhisattva Ksitigarbha: “O, Sang Ksitigarbha yang Maha Welas Asih! Ketahuilah, Raja Setan yang bernama Pengurus Nyawa ini, sejak Beliau memiliki identitas Raja Setan hampir ratusan ribu masa Beliau selalu menolong para makhluk yang sengsara! Karena perasaan Beliau dan cita-cita-Nya yang sedemikian welas asih dan agung, maka Beliau dengan sengaja menjelmakan diri-Nya menjadi seorang Raja Setan, padahal bukan! Sesungguhnya beliau adalah seorang Bodhisattva yang penuh welas asih yang berniat menyelamatkan umat dari penderitaan dan kira-kira 170 kalpa lagi, Beliau akan menjadi seorang Buddha dan gelar-Nya adalah “Animitta” Tathagata, nama Kalpa-Nya “Sukham”, namanya di alam manusia adalah “Posadha” dan usia-Nya panjang sekali sulit dihitung dengan masa Kalpa! O, Sang Ksitigarbha! Demikianlah tentang karir Raja Setan yang hasil kerja-Nya pun terlampau banyak untuk diterangkan secara keseluruhan! Terutama para umat manusia serta para Dewa yang pernah diselamatkan oleh Beliau juga tak terhingga banyaknya!”

Bab 9 – Nama Para Buddha
Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha:
“O, Bhagava Yang Termulia! Sekarang Aku ingin menguraikan suatu cara yang mudah dan bermanfaat untuk para umat di masa yang akan datang, agar mereka dapat memanfaatkannya pada saat kelahiran dan kematian yang mana selalu mereka alami dari masa ke masa!”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha dengan berkata:
“O, Ariya Ksitigarbha yang Maha Welas Asih! Benar, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menjelaskannya! Demi semua makhluk yang berdosa yang masih berada di 6 alam kehidupan itu! Penjelasanmu dapat membantu para umat untuk dapat bebas dari berbagai penderitaan! Uraikanlah O, Ariya Ksitigarbha! Beberapa saat lagi Aku akan Parinirvana dan apabila cita-cita-Mu telah tercapai Aku tidak akan khawatir lagi tentang para umat yang berada di masa sekarang dan di masa mendatang!”
Sang Bodhisattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha:
“Cara yang mudah itu adalah ‘Dengan Menyebut Nama Buddha’. O, Bhagava! Seperti yang diketahui bahwa pada masa silam yang waktunya telah mencapai Asankhyeya Kalpa itu, terdapat seorang Buddha yang muncul di dunia, nama-Nya ANANTAKAYAH TATHAGATA, apabila terdapat para pria atau wanita yang setelah mendengar nama Buddha tersebut lalu bangkit rasa hormat di dalam hati sanubarinya, dan merenungkan Beliau dengan menyebut ‘NAMO ANANTAKAYAH BUDDHAYA’, maka para pria atau wanita yang berbudi itu dapat menghapus dosa Jaramarana (dosa dari kelahiran dan kematian setiap masa) sebanyak 40 Kalpa! Dan jika mereka dapat membuat atau melukis gambar Buddha tersebut untuk melakukan puja-bhakti di rumah atau di ruang ibadah, mereka akan memperoleh jasa-jasa dan kebajikan yang teragung yang banyaknya tak terhingga!”
“Adalagi O, Bhagava Yang Termulia!” Sang Ksitigarbha melanjutkan sabda-Nya: “Pada masa dahulu kala yang lamanya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga, terdapat seorang Buddha yang datang ke dunia. Beliau bernama RATNAKARA TATHAGATA. Seandainya para pria atau wanita setelah mendengar nama Buddha tersebut lantas bangkit dari hati sanubarinya untuk berlindung kepada Beliau dan memuliakan nama-Nya, mereka dapat mencapai tingkat kesucian Anuttara Samyaksambodhi!”
“Adalagi, pada masa yang silam terdapat seorang Buddha yang bernama PADMAJINA TATHAGATA. Apabila para pria atau wanita yang setelah mendengar nama Beliau lalu terus mengingat-Nya di dalam hatinya, maka umat tersebut akan mendapat kesempatan dilahirkan di Surga Sad Janadhatu selama ribuan kali. Terutama jika mereka dapat menyebut nama-Nya ‘NAMO PADMAJINA BUDDHAYA’ dengan sepenuh hati, mereka akan mencapai Kebuddhaan secepat mungkin!”
“Adalagi, pada masa yang lampau yang lamanya Asankhyeya Kalpa yang sulit diperhitungkan, terdapat seorang Buddha yang bernama SIMHANADA TATHAGATA, jika terdapat para pria atau wanita yang setelah mendengar nama-Nya lalu merenungkannya dan berhasrat ingin berlindung kepada Beliau, maka umat tersebut akan divisuddhi/diberkahi oleh para Buddha yang banyaknya tak terhingga pada masa mendatang!”
“Adalagi, pada masa yang lampau, terdapat seorang Buddha yang bernama KRAKUCHANDAH BUDDHA, apabila terdapat para pria atau wanita yang setelah mendengar nama Buddha Krakuchandah itu lalu dengan kebulatan hati memberi hormat dan memuji nama Beliau, maka umat terebut akan memperoleh kesempatan menjadi Raja Maha Brahma, dan mereka akan divisuddhi/diberkahi di pesamuhan “Seribu Buddha” pada masa “Bhadrakalpa”!”
“Adalagi, pada masa yang lampau, ada seorang Buddha yang bernama PRABHUTARATNA BUDDHA di dunia ini. Seandainya barang siapa yang pernah mendengar nama Buddha ini dan merenungkan-Nya serta menyebut namaNya “NAMO PRABHUTARATNA BUDDHAYA”, mereka tidak akan diterjunkan ke alam kesengsaraan dan selalu dilahirkan di Surga atau dunia manusia serta dapat menikmati kebahagiaan!”
“Adalagi, pada masa yang lalu yang waktunya bagaikan jumlah butiran pasir di Sungai Gangga yang tak terkira lamanya, terdapat seorang Buddha yang bernama RATNAKETU TATHAGATA datang ke dunia. Seumpamanya terdapat umat yang berbudi setelah mendengar nama-Nya lantas timbul rasa khidmat lalu memuliakan jasa-jasa Beliau, maka, jika saatnya sudah tiba mereka akan mencapai tingkat kesucian seperti yang dimiliki oleh para Arahat!”
“Adalagi, pada masa Asankhyeya Kalpa yang silam terdapat seorang Buddha yang bernama KASAYADHVAJA TATHAGATA, barang siapa yang telah mendengar nama-Nya, dosa dari Tumimbal-lahir dan kematian akan dihapus hingga 100 Kalpa, jika para umat manusia dapat memuliakan namanya dengan menyebut “NAMO KASAYADHVAJA TATHAGATAYA” beliau akan mencapai Kebodhian secepat mungkin!”
“Adalagi, pada masa yang lampau terdapat seorang Buddha yang bernama MAHABHIJNAGIRIRAJA TATHAGATA. Seumpamanya para pria atau wanita dapat mendengar dan mengingat-ingat nama-Nya tanpa lupa, maka mereka akan bertemu dengan para Buddha yang jumlahnya banyak sekali untuk membimbing mereka pada masa mendatang sampai mereka memperoleh kesadaran Bodhi atau penerangan agung!”
Sang Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan: “O, Bhagava! Buddha-Buddha yang lampau yang pernah bertugas di alam manusia banyak sekali jumlahnya seperti:
SUDDHACANDRA BUDDHA; GIRIRAJA BUDDHA; JNANABHIBHU BUDDHA; VIMALAKIRTIRAJA BUDDHA; PRAJNA-SIDDHI BUDDHA; ANUTTARA BUDDHA; MANJUGHOSA BUDDHA; CANDRA-PARIPURNA BUDDHA; CANDRAMUKHA BUDDHA dan sebagainya.
“O, Bhagava Yang Termulia! Apabila para umat yang berada di masa sekarang atau masa mendatang, baik yang berstatus Dewa ataupun manusia, baik pria ataupun wanita, bila mereka dapat menyebut nama dari seorang Buddha di antara nama-nama para Buddha yang tersebut di atas, maka mereka akan memperoleh jasa-jasa dan kebajikan yang sangat berharga! Terutama jika mereka dapat menyebut nama-nama dari semua Buddha!
Dengan menyebut nama-nama Para Buddha, umat yang berjasa banyak ini, baik saat mereka lahir atau meninggal dunia, pastilah tidak akan jatuh ke alam kesengsaraan, melainkan mereka akan menikmati hasil yang amat gemilang dan bahagia!”
“Lagi, O, Bhagava Yang Termulia! Seumpamanya terdapat seseorang yang sedang menderita penyakit parah dan tak selang beberapa lama akan meninggal dunia, pada saat itu, jika seluruh anggota keluarganya bahkan hanya seorang saja, mereka tidak lupa menyebut nama Buddha dengan suara yang jelas dan bergema, maka segala dosa dari si almarhum akan musnah, terkecuali 5 Dosa Durhaka! Akan tetapi, berkat dibantu lagi oleh para umat dalam melakukan pemuliaan nama-nama Buddha, setelah si almarhum wafat, dosa berat itu (5 Dosa Durhaka) juga dapat lenyap sedikit! Apabila si almarhum sewaktu hidup ia selalu sadar akan Hukum-Karma, rajin melaksanakan apa yang tercantum di dalam Sutra suci ini, maka dia bukan saja dapat memusnahkan dosa yang berat, melainkan dia telah memperoleh jasa-jasa dan kebajikan yang lengkap serta yang gemilang dan banyaknya sulit diperkirakan!”

Bab 10 – Kondisi Dan Perbandingan Pahala Berdana
Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha bangkit dari tempat duduk-Nya dan bersujud di hadapan Sang Buddha seraya berkata:
“O, Bhagava Yang Termulia! Mengapa para umat manusia yang telah mengamalkan jasanya dengan cara berdana, pahala yang mereka peroleh itu berlainan? Misalnya ada yang dapat menikmati kebahagiannya hanya satu kali saja semasa hidupnya, akan tetapi ada yang dapat menikmati kebahagiaannya sampai 10 kali masa hidupnya, bahkan ada yang dapat menikmatinya sampai ratusan kali atau ribuan kali masa hidupnya! Mengapa hasil yang mereka peroleh sebegitu jauh perbedaannya? Mohon kiranya Sang Bhagava sudi menerangkannya kepada kami tentang hal ini.”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha: Bagus sekali, O, Bodhisattva yang Maha Welas Asih! Sekarang Saya akan menerangkan sebab dari segala jasa-jasa kebajikan yang dilakukan oleh para umat yang dermawan yang berada di Jambudvipa (alam manusia) itu kepada Engkau! Dengarkanlah baik-baik, Aku akan memulainya.
Sang Bodhisattva Ksitigarbha kemudian berkata kepada Sang Buddha: Katakanlah O, Bhagava, sungguh Aku ingin mengetahui sebabnya!”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Ksitigarbha: Seperti diketahui di dunia Jambudvipa ini, terdapat banyak raja-raja, menteri-menteri dan para pegawai Negara, para Maha Grhapati, Maha Ksatria, Maha Brahmana dan sebagainya, seandainya mereka bertemu dengan para umat yang berstatus rendah, umat yang miskin dan yang bertubuh cacat, bisu, tuli, bodoh, buta dan sebagainya.
Setelah melihat keadaan para umat yang begitu menderita, maka pada saat itu juga Sang Raja atau para Menteri dan lainnya timbul rasa welas-asihnya dan dengan sikap yang ramah dan tersenyum mereka memberi sedekah atau Dana yang berharga kepada para umat yang miskin atau yang cacat, melalui tangannya sendiri, dan dengan ucapan yang lemah-lembut mereka menghibur hati dari para umat yang miskin atau yang cacat. Atau mereka dapat juga menyuruh orang lain untuk mewakili mereka dalam melakukannya.
Dengan demikian maka di dalam hati si penerima dana akan timbul rasa kedamaian untuk berani hidup terus serta tidak putus-asa! Dengan demikian, maka pahala yang akan diperoleh Sang Raja atau para Menteri dan lain-lainnya itu akan sama seperti para umat yang memuja Sang Buddha yaitu pahala yang akan mereka miliki banyaknya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga!”
“Mengapa hasil yang diperoleh mereka bisa sedemikian gemilang? Sebab, Sang Raja serta para pengikut-Nya sewaktu memberikan dana-Nya khusus diberikan kepada para umat yang berasal dari golongan rendah, umat yang amat miskin serta para umat yang bertubuh cacat yang menimbulkan rasa welas-asih di dalam hati mereka, dan mereka melakukannya dengan tekad bulat, maka mereka dapat memperoleh balasan yang sedemikian agung hingga ratusan ribu masa kelahirannya mereka tetap memiliki kekayaan yang terdiri dari 7 macam permata utama lengkap sandang-pangan!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha yang Maha welas asih! Seandainya para Raja dan pengikut-Nya serta para Brahmana di masa mendatang, jika mereka dapat membangun serta merawat vihara, Stupa maupun rupang dari Buddha, Bodhisattva, Sravaka dan Pacceka Buddha, maka para raja ini akan dilahirkan di Surga Trayastrimsa menjadi Raja Sakra dan Ia akan menikmati kebahagiaan Surga sampai 3 Kalpa masanya!
Apabila Sang Raja tersebut bersedia menyalurkan jasa yang diperoleh-Nya tadi kepada para makhluk hidup yang berada di seluruh Dharmadhatu atau alam semesta, maka Beliau akan menjadi Maha Brahma Raja selama 10 Kalpa!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Seandainya para raja dan pengikut-Nya serta para Brahmana apabila melihat stupa, kuil, vihara ataupun rupang, gambar atau lukisan serta Sutra-Sutra yang ditinggalkan oleh para Buddha pada waktu yang sudah silam lalu timbul rasa hormat dan dengan giat memperbaiki, memelihara, baik dengan tenaga sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain yang jumlahnya sampai ratusan, ribuan orang yang menyertainya menjadi Donatur, maka Sang Raja tersebut akan menjadi raja atau pemimpin-pemimpin dari pelbagai daerah. Terutama jika Sang Raja dan para simpatisan dapat menyalurkan jasa-Nya ke alam Suci, maka mereka akan memperoleh pahala menjadi seorang Buddha. Ketahuilah pahala dari jasa-jasa yang berharga seperti ini, yang sedemikian luhur dan mulia, tentu saja tak terkira lagi jumlahnya!”
“Adalagi O, Ariya Ksitgarbha! Bahwa pada masa yang akan datang jika terdapat para raja serta para Brahmana dan lainnya apabila mereka melihat orang yang menderita penyakit parah, usia tua atau ibu-ibu yang sedang mengalami kesusahan dalam melahirkan. Nah, pada saat itu walaupun hanya melihat sepintas saja tapi Sang Raja dan pengikut-Nya timbul rasa welas asih di dalam hati mereka terhadap si penderita atau ibu yang menderita kesusahan itu. Dan mereka langsung memberikan obat-obatan serta bermacam-macam sandang-pangan, tempat tidur dan perabot rumah yang dibutuhkan oleh si penderita agar dapat hidup tenang tentram tanpa kekhawatiran apapun. Ketahuilah, jasa-jasa seperti ini adalah yang termulia dan teragung! Maka selama 100 Kalpa masanya Sang Raja dan pengikut-Nya akan menjadi Sang Kuasa di Surga Suddhavada selama 200 Kalpa dan mereka pasti akan menjadi Buddha, tak akan terjerumus ke alam kesengsaraan untuk selama-lamanya, bahkan dalam ratusan ribu kelahiran mereka takkan mendengar suara kesedihan.
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang, jika terdapat para raja, para Brahmana dan lainnya dapat memberikan Dana dengan cara seperti yang telah Ku-urai tadi, bukan saja mereka akan dapat menikmati kebahagiaan yang sedemikian besar, dan bahkan lebih besar lagi, apabila jasa-Nya disalurkan kepada para makhluk sengsara di alam semesta dalam jumlah yang banyak ataupun sedikit, mereka pasti mendapat kesempatan mencapai tingkat Kebuddhaan di masa yang akan datang! Terutama mereka dapat menjadi Raja Cakravartin, Raja Sakra, Raja Maha-Brahma dan sebagainya! Maka dari itu, melalui uraian ini Sang Ksitigarbha telah memberi dorongan kepada para umat agar mereka dapat melakukan hal-hal yang seperti di atas, dengan demikian para umat semua dapat menjadi Buddha kelak!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang jika terdapat para putra-putri yang berbudi yang dapat menanam kebajikan di bidang Buddha Dharma, yaitu menyebarkan ajaran dari para Buddha. Sekalipun kebaikannya itu hanya seujung rambut atau sehalus debu, namun buah yang dipanenkan nanti banyaknya sungguh sulit diumpamakan!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang jika terdapat para putra-putri yang berbudi yang dapat berdana untuk merawat rupang atau gambar-gambar dari para Buddha, para Bodhisattva dan para Pacceka Buddha, atau Raja Cakravartin dan sebagainya, mereka akan memperoleh kebahagiaan yang tak terbatas dan selalu dilahirkan di alam Surga atau dunia manusia untuk menikmati pahala mereka. Terutama jika jasa-jasa yang diperoleh mereka itu semua disalurkan kepada para makhluk hidup yang masih terikat di alam semesta atau Dharmadhatu, maka pahala yang akan mereka peroleh nantinya besarnya sulit diumpamakan!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang berbudi yang mendapat kesempatan membaca Sutra Mahayana atau mendengar satu Gatha atau satu perkataan dari Sutra suci lalu timbul rasa hormat untuk memuji atau menghargai Sutra tersebut. Ataupun Sutra tersebut diperbanyak lalu disebarluaskan kepada umat yang lain serta dirawat di dalam rumahnya sendiri, maka orang yang berbudi ini akan memperoleh pahala yang terunggul dan banyaknya luar biasa dan tak terbayangkan!
Apabila jasanya langsung disalurkan kepada para makhluk di alam semesta, ketahuilah pahala serta Kebahagiaannya lebih sulit diandaikan lagi!”
“Lagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang berbudi sewaktu mereka melihat stupa, kuil, vihara, atau menemukan Sutra-Sutra Mahayana dan sebagainya khusus yang kondisinya masih utuh atau masih baru maka harus dipuja, dipelihara atau dihormati dengan cara bersujud.
Jika kondisinya sudah agak lama atau sudah rusak seharusnya diperbaiki supaya utuh kembali. Pekerjaan ini  boleh dikerjakan sendiri bila mampu, atau bergabung dengan para simpatisan bersama-sama mengumpulkan dana untuk mencetak yang baru atau memperbaiki yang sudah rusak itu. Dan apabila terdapat Sutra-Sutra yang sudah ratusan atau ribuan tahun lamanya yang halamannya sudah banyak yang lepas serta hurufnya telah banyak yang hilang atau tidak kelihatan, sutra itu harus ditulisi kembali, kemudian disusun kembali atau dicetak sebanyak mungkin dan dibagikan kepada para umat yang cinta Dharma di pelbagai daerah! Ketahuilah, putra-putri yang berbudi itu akan mendapat kesempatan yang cerah yaitu akan menjadi raja kecil atau pemimpin daerah yang terkemuka dan selama 30 kali masa kelahirannya setelah berakhirnya kehidupan pada masa ini! Jika pekerjaan yang mulia ini, hanya dikerjakan oleh Sang Danapati (orang yang berdana, donatur) sendiri saja, maka ia akan menjadi seorang Raja Cakravartin yang selalu bergabung dengan para Raja kecil atau pemimpin dari pelbagai daerah dalam menjalankan tugas mereka hingga berhasil!”
“Adalagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang apabila para putra-putri berbudi dalam kehidupannya pernah melakukan kebajikan berdana atau hanya memuja atau memperbaiki stupa, kuil, vihara atau mencetak Sutra-Sutra yang diwariskan oleh para Buddha untuk para umat, maka ketahuilah! Bahwa akar kebaikannya walaupun hanya seujung rambut, sehalus debu, sebutir pasir atau hanya setetes air, namun jasa yang walaupun hanya sedikit itu apabila disalurkan kepada semua makhluk sengsara yang berada di semesta atau Dharmadhatu, mereka akan menikmati pahalanya hingga ratusan ribu masa. Akan tetapi, apabila jasanya hanya disalurkan kepada sanak-saudara atau keluarganya sendiri atau hanya buat si pemuja sendiri saja maka pahala yang diterima lamanya hanya 3 masa saja! Tetapi, apabila si pembuat jasa-jasa kebajikan bersedia melimpahkan jasa-jasa kebajikannya kepada semua makhluk hidup di alam semesta atau Dharmadhatu boleh diumpamakan dengan kata-kata demikian: ‘Dananya hanya satu, tapi pahalanya akan berbuah sepuluh ribu, maka itu, janganlah melepas pahala yang maha besar dengan hanya mendapatkan pahala yang kecil. Demikianlah Yang Ariya Ksitigarbha, hukum sebab-akibat dari Pahala berdana itu sangat menakjubkan!”

Bab 11 – Pelindung Dharma Dari Dewa Bumi
Dewa Bumi Sang Prthivi berkata kepada Sang Buddha:
“O, Bhagava Yang Termulia! Sejak zaman dulu hingga sekarang aku selalu memberi hormat atau memuja para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya banyak sekali, sulit disebutkan lagi!
Mereka semua memiliki Riddhi-Abhijna serta Maha Prajna dan Maha Jnana, demikian pula makhluk-makhluk yang telah diselamatkan oleh Mereka pun sudah banyak sekali! Akan tetapi, jika kita menitikberatkan pada “Niat Suci Utama” yang pernah Mereka ucapkan, menurut hasil penelitianku, yang pernah berikrar terhadap ‘Maha Pranidhana’ (nadar-utama yang terbesar) yang terluhur dan yang terbanyak hanyalah Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha seorang saja!”
“O, Bhagava Yang Termulia! Sungguh, Bodhisattva-Ksitigarbhalah yang paling akrab dengan umat-umat dari Jambudvipa, begitu pula Sang Manjushri, Sang Samantabhadra, Sang Avalokitesvara serta Sang Maitreya tidak berbeda dengan Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha yaitu mereka sering datang ke dunia manusia dengan ribuan badan jelmaan, muncul di 6 Gatya untuk menyelamatkan para makhluk sengsara, tetapi dalam hal ikrar ini tentu saja mereka mempunyai batas-batas tertentu! Karena, Sang Ksitigarbha sejak Beliau menjalankan tugas-Nya di 6 Gatya dalam membimbing segala umat yang sengsara, sesuai dengan ikrar-Nya yang pernah Beliau janjikan, yaitu Maha Pranidhana yang diucapkan-Nya, yang mana banyaknya sudah seperti butiran pasir di Sungai Gangga dan lamanya juga sudah jutaan Koti Kalpa tanpa ada batasannya!”
“O, Bhagava Yang Termulia! Perlulah diketahui oleh para umat manusia yang berada di masa sekarang atau di masa mendatang, apabila mereka dapat menyediakan satu tempat yang bersih di sebelah selatan kemudian dengan bahan bangunan baik dari tanah, batu, bambu ataupun kayu membuat satu kamar yang beraltar.
Kemudian menyediakan gambar Sang Ksitigarbha atau rupang-Nya yang terbuat dari emas atau perak, tembaga, besi atau yang lainnya dan diletakkan di atas altar tersebut, kemudian membakar dupa, menyalakan lilin atau lampu serta menaburkan bunga atau wewangian atau saji-sajian lain untuk memuja rupang-Nya, sambil memuliakan nama-Nya serta jasa-jasa-Nya, dengan menyebut: NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA!
Maka dalam lingkungan dan pemukiman dari si pemuja tersebut akan mendapatkan 10 Keuntungan sebagai berikut:
  1. Tanah atau kebunnya menjadi subur;
  2. Si pemuja akan selalu sehat sentosa, rumah tangganya pun aman tenteram;
  3. Leluhurnya atau almarhum dari orang tuanya akan dilahirkan di alam Surga;
  4. Si pemuja dan keluarganya akan panjang usia;
  5. Hasil dari usaha apapun akan menjadi lancar dan memuaskan;
  6. Terhindar dari musibah air atau banjir dan kebakaran;
  7. Terhindar dari kerugian atau pemborosan dari keuangan; sandang pangan selalu mencukupi.
  8. Tidak ada mimpi buruk yang mengganggu;
  9. Selalu dilindungi oleh para Dewa Bumi dan Dewa Surga;
  10. Selalu bertemu dan dibantu oleh para Ariya dan para tokoh bijak hingga si pemuja dengan mudah mencapai Kebodhian (tingkat kesucian).
“O, Bhagava Yang Termulia! Pada masa yang akan datang atau pada masa sekarang jika para umat dapat membuat altar Bodhisattva Ksitigarbha dan rajin mengadakan puja-bhakti di depan rupang-Nya. Maka dengan mudah sekali si pemuja memperoleh 10 Keuntungan yang tersebut di atas!”
“Sungguh O, Bhagava!” Sang Prthivi (Dewa Bumi) melanjutkan kata-Nya: “Pada masa yang akan datang, jika terdapat para putra-putri yang berbudi, setelah mereka menyediakan Sutra suci ini serta gambar atau patung Bodhisattva Ksitigarbha di dalam rumahnya, dan dengan rajin mengadakan puja-bhakti kepada Beliau serta dengan tulus membaca Sutranya, maka baik siang hari maupun malam hari Aku tetap mengunjungi rumah si pemuja dan dengan kekuatan daya-gaibku untuk melindungi umat-umat yang berbakti itu, agar kehidupannya sama sekali tidak mendapat musibah dari air, api atau perampokan. Dengan demikian maka musibah berat ataupun musibah kecil dan hal-hal yang tidak diinginkannya semua akan musnah!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Dewa Bumi Prthivi:
“O, Sang Dewa Bumi yang terhormat! Benar, pendapatmu, tidak keliru sedikitpun! Dan engkau benar-benar telah memiliki Riddhi-Abhijnabala (tenaga daya-gaib batin) yang sedemikian kuat! Tentu saja, kekuatan yang dimiliki oleh para Dewa yang lain tidak dapat dibandingkan dengan yang engkau miliki! Apa sebabnya? Karena sejauh ini, seluruh bumi yang berada di Jambudvipa dapat dilindungi oleh kekuatanmu dan makhluk-makhluk apapun selalu dibantu oleh engkau juga! Adapun tumbuh-tumbuhan seperti rumput, pohon, pasir, batu, padi, rami, bambu, kumpai, palawija, logam, permata dan lain-lainnya yang berada di bumi Jambudvipa ini, berkat kekuatanmu semua menjadi subur dan makmur serta sejahtera! Terutama engkau sering kali menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Sang Ksitigarbha! Sungguh, jasa-jasamu, kewibawaanmu, ketrampilanmu dan kekuatanmu telah melampaui para Dewa yang lain sebanyak ratusan ribu kali!
Mudah-mudahan engkau selalu menggunakan kewibawaanmu dan daya-batinmu untuk melindungi para putra-putri yang berbudi, yang rajin memuja Sang Ksitigarbha, yang rajin membaca Sutra-Nya dan juga yang bertekad mempraktekkan cara-cara yang tercantum di dalam Sutra Sang Ksitigarbha ini! Supaya karma buruk atau malapetaka dan hal-hal yang tidak diinginkan oleh Sang Umat tidak didengar oleh telinganya atau menimpanya!
Ketahuilah, bahwa para putra-putri berbudi itu, bukan saja selalu diperhatikan oleh Sang Ksitigarbha melainkan para pelindung Dharma serta para Dewata yang berada di pelbagai alam Surga juga selalu datang membantu tugas Sang Ksitigarbha dalam melindungi umat yang berbudi itu! Mengapa demikian? Sebab para umat yang dengan kebulatan hati bertekad memuja Sang Ksitigarbha dan bertekad menghayati Dharma-Nya, dengan sendirinya akan terbebas dari lautan penderitaan dan mencapai kebahagiaan Nirvana. Itulah sebabnya mereka perlu dilindungi.”

Bab 12 – Manfaat dari Melihat dan Mendengar
Pada saat itu, di bagian atas kepala Buddha Sakyamuni tiba-tiba mengeluarkan ratusan-ribu Koti “Maha Urnasaprabha” yakni berjenis-jenis sinar, berupa rambut yang bercahaya dan berwarna, warnanya berupa ‘Sinar-putih’ dan ‘Maha Sinar-putih’; ‘Sinar-bahagia’ dan ‘Maha Sinar-bahagia’; ‘Sinar-mutiara’ dan ‘Maha Sinar-mutiara’, ‘Sinar-lembayung’ dan ‘Maha Sinar-lembayung’, ‘Sinar-nila’ dan ‘Maha Sinar-nila’; ‘Sinar-biru’ dan ‘Maha Sinar-biru’; ‘Sinar-merah’ dan ‘Maha Sinar-merah’; ‘Sinar-hijau’ dan ‘Maha Sinar-hijau’; ‘Sinar emas’ dan ‘Maha Sinar-emas’; ‘Sinar Awan-bahagia’ dan ‘Maha Sinar-Awan-Bahagia’; ‘Sinar Roda-seribu’ dan ‘Maha Sinar Roda-seribu’; ‘Sinar Roda-Permata’ dan ‘Maha Sinar Roda-Permata’; ‘Sinar Roda-Surya’ dan ‘Maha Sinar Roda-Surya’; ‘Sinar Roda-Candra’ dan ‘Maha Sinar Roda-Candra’; ‘Sinar Istana Surga’ dan ‘Maha Sinar Istana Surga’; ‘Sinar Sagara-Megha’ dan ‘Maha Sinar Sagara-Megha’ serta sinar-sinar yang lainnya.
Setelah sinar tersebut berhenti keluar dari bagian atas kepala Sang Buddha Sakyamuni, kemudian disusul dengan suara merdu yang bunyinya amat harmonis langsung mengumandangkan kabar baik kepada para hadirin serta para Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk, baik manusia dan makhluk yang bukan manusia;
“O, hadirin yang Kuhargai! Dengarkanlah, hari ini Aku berada di pesamuhan agung di Istana Surga Trayastrimsa untuk menyanjung dan memuji Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha yang selalu menyampaikan cara yang trampil serta usaha-usaha berfaedah lainnya yang tak terbayangkan dari Buddha Dharma kepada para Dewa dan manusia, agar para umat memperoleh manfaat dan kemudian dapat mencapai hasil yang agung yang sulit disebut luhurnya!
Bahkan Beliau mengajarkan cara “Vikramaryahetu” (memuliakan nama Buddha) yang mana sangat bermanfaat bagi umat-Nya, agar umat-Nya dapat meninggikan tingkat kesuciannya setingkat “Dasabhumaya” (tingkat teragung atau tingkat sesama Buddha) serta dapat memahami Dharma dan selamanya tidak akan mundur dari Jalan Anuttara Samyak Sambodhi!”
Pada saat sabda Sang Buddha baru berkumandang sampai di sini, tiba-tiba seorang Bodhisattva-Mahasattva yang bernama Avalokitesvara bangkit dari tempat-Nya, lalu bersujud dengan kedua telapak tangan kepada Sang Buddha seraya berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Sudilah kiranya menjelaskan kepada kami tentang manfaat serta pahala yang akan dimiliki dalam memuja Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha Yang Maha Maitri-Karuna, Yang senantiasa dengan rasa welas-asihnya menolong makhluk yang sengsara, Yang selalu menjelmakan diri-Nya hingga jutaan badan untuk bertugas di jutaan dunia, Yang memiliki segala jasa yang lengkap, Yang memiliki kewibawaan, ketrampilan dan kebijaksanaan luhur nan agung itu!
Dan baru saja, Aku mengetahui dari suara yang dikumandangkan oleh Sang Buddha bahwa Sang Buddha tadi bersama-sama para Buddha yang berada di 10 penjuru dunia dengan suara yang selaras menyanjung dan memuji Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha. Sungguh O, Bhagava! Jasa-jasa yang dimiliki oleh Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha ini sedemikian luhur dan banyak, apabila kita memohon agar para Buddha yang lampau, para Buddha di masa sekarang serta para Buddha di masa mendatang bersama-sama menyebut jasa-Nya secara satu persatu mungkin tidak akan habis penyebutannya untuk selama-lamanya! O, Bhagava! Sewaktu pesamuhan agung ini diresmikan oleh-Mu, bukankah Sang Bhagava pernah mengabarkan ingin bersama-sama para hadirin menyanjung dan memuji jasa Ksitigarbha? Sekarang, demi memberi manfaat kepada para makhluk yang berada di masa sekarang atau di masa mendatang, sudilah diberitahu pahala apa yang akan mereka miliki apabila mereka memuja Sang Ksitigarbha terutama kepada himpunan yang besar ini, agar para Dewa, Naga, dan kedelepan kelompok makhluk hidup mendapat suatu kesempatan yang cerah untuk memuja Beliau dan langsung dianugerahi oleh rahmat Beliau!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Avalokitesvara:
“O, Ariya Avalokitesvara yang Maha Karunika! Betapa pula keadaan serta kedudukan Anda tidak berbeda dengan Sang Ksitigarbha, demikian pula, hubungan Anda dengan segala makhluk Jambudvipa (alam manusia). Engkau selalu menolong makhluk-makhluk di dunia Sahaloka itu sehingga terciptanya hubungan yang erat dan akrab, baik para Dewa maupun para Naga, baik para pria atau wanita dari umat manusia, ataupun para Setan dan sebagainya serta para makhluk yang bernasib malang yang masih berada di dalam 6 Gatya Kesengsaraan itu! Bilamana mereka mendengar nama Anda atau melihat rupang Anda, mereka ingin sekali memuji jasa-jasa Anda, Nah! Umat-umat yang telah bangkit Budi-setia-Nya terhadap Anda itu semuanya tidak akan mundur dari Jalan Anuttara Samyak Sambodhi, mereka akan selalu mendapat kesempatan dilahirkan di Surga untuk menikmati pahala yang pernah dianugerahi oleh-Mu! Serta ada juga para umat yang apabila saatnya telah tiba akan divisuddhi oleh para Buddha di masa mendatang! O, Ariya Avalokitesvara! Andalah yang paling penyayang dan suka menolong para makhluk sengsara serta para Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk dan umat-umat lainnya! Baiklah, sekarang Aku akan menguraikan tentang manfaat dan pahala yang amat luhur yang akan diperoleh para umat dalam memuja Bodhisattva Ksitigarbha kepada kamu sekalian, sudi kiranya anda sekalian mendengarkan penjelasan-Ku ini, Aku akan memulainya!”
“Kiranya sudi diuraikan O, Bhagava Yang Termulia! Kami sekalian telah siap mendengarkannya!” Sahut Sang Avalokitesvara.
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva-Mahasattva Avalokitesvara:
“O, Ariya Avalokitesvara Yang Maha Karunika! Ketahuilah, baik pada masa sekarang atau masa mendatang di pelbagai dunia apabila terdapat para Dewa dan manusia, dikarenakan usia Surga atau kenikmatan kebahagiaan Surga telah habis, begitu pula Pancalabhanya atau Kelima macam keburukan telah berwujud semua (jubuhnya kotor; rambutnya kering dan sinar badannya gelap; ketiaknya berkeringat, badannya berbau tidak sedap serta duduknya tidak bisa tenang), atau akan jatuh ke alam kesengsaraan, saat itu apabila para Dewa dan manusia baik pria maupun wanita jika mereka mempunyai kesempatan melihat gambar atau rupang Sang Ksitigarbha, atau hanya mendengar nama Beliau, dan mereka langsung membangkitkan hati sanubarinya lalu memberi hormat kepada Beliau, maka kondisi dari para Dewa dan manusia yang malang itu lantas berubah.
Yaitu usia mereka akan bertambah panjang dan para dewa dapat menikmati kebahagiaan Surga atau lainnya seperti semulanya. Dan, mereka tidak akan dijatuhkan di alam kesedihan atau dikenai hukuman berat! Apabila Sang Dewa dan manusia yang telah bebas dari kesengsaraan itu dapat terus membangkitkan imannya sedalam-dalamnya serta sering dengan dupa, wangian, bunga, jubah, makanan dan minuman, berbagai permata, untaian manikam dan sajian lainnya untuk mengadakan puja-bhakti kepada Sang Ksitigarbha, maka jasa dan kebajikan yang akan diperoleh si pemuja banyaknya sungguh sulit disebutkan lagi!”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa sekarang atau masa mendatang apabila terdapat para makhluk yang menghuni di 6 Gatya (alam Dewa, alam Asura, alam Manusia, alam Neraka, alam setan dan alam binatang) di pelbagai dunia itu, seandainya saat kehidupan mereka akan berakhir, mereka dapat mendengar nama Sang Ksitigarbha dan dapat diingat betul oleh indera telinga serta pikirannya, maka umat tersebut pasti tidak akan mengalami penderitaan di 3 alam kesengsaraan. (alam Neraka, alam setan kelaparan dan alam binatang). Apalagi jika saat ia akan meninggal dunia, anaknya atau keluarganya segera membuat sebuah rupang atau lukisan dari Sang Ksitigarbha dengan menggunakan harta-benda dari si almarhum, maka si almarhum akan cepat dilahirkan di Surga atau dunia manusia, tanpa rintangan apapun yang akan menghalanginya!
Atau umat tersebut sudah lama menderita penyakit parah tapi belum juga tiba ajalnya, kini beliau dapat mendengar dan melihat bahwa keluarganya sedang menggunakan harta-bendanya untuk membuat atau melukis gambar Sang Ksitigarbha, maka dengan kebajikan ini, si penderita tersebut, yang walaupun disebabkan akibat Karma beliau harus mengalami penyakit berat, namun berkat jasa kesucian yang diperbuatnya itu, penyakit parah yang dialaminya akan berangsur-angsur sembuh kembali dan umurnya akan bertambah panjang! Tapi, apabila, si penderita tersebut masa hidupnya telah habis dan kemudian beliau menghembus nafsanya yang terakhir dan apabila semasa hidupnya beliau pernah berbuat kejahatan dan akibat dari perbuatannya beliau harus dilahirkan di alam kesengsaraan, tetapi kini berkat jasa kesucian dari membuat atau melukis gambar Sang Ksitigarbha, maka si almarhum tersebut akan dilahirkan di alam Surga untuk menikmati kebahagiaannya. Dan, segala Karma buruk yang dimilikinya akan musnah!”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para pria atau wanita, pada saat mereka masih bayi yang sedang menyusu atau yang baru berumur 3 tahun, atau 5 tahun atau masih di bawah 10 tahun, tapi orang tuanya atau adik-kakaknya telah meninggal dunia, kini setelah dewasa beliau selalu merindukan orang tuanya atau adik-kakaknya. Namun, di tempat manakah dan di alam manakah mereka berada? Beliau sama sekali tidak mengetahuinya.
“Akan tetapi, jika si perindu bersedia membuat atau melukis gambar Sang Ksitigarbha atau sewaktu mendengar nama Bodhisattva Ksitigarbha lalu bangkit hati sanubarinya untuk mengadakan puja-bhakti genap selama satu hari atau dua, tiga, empat hingga 7 hari tanpa goyah keyakinannya, maka sejak itu, para almarhum dari keluarga si perindu walaupun mereka berdosa berat dan harus menjalani hukumannya selama berkalpa-kalpa, kini berkat si perindu telah membuat jasa yang demikian agung, maka para almarhum tersebut baik orang tuanya maupun kakaknya akan segera terlepas dari alam kesengsaraan lalu dilahirkan di alam Surga untuk menikmati kebahagiaan! Dan, seandainya si almarhum sudah lama dilahirkan di alam Surga atau dunia manusia karena berkat Karma baik yang pernah diperbuat si almarhum sendiri pada masa hidupnya, kini karena ditambahi lagi jasa kebajikan yang dilakukan oleh si perindu, yang disebut “Ariyahetu” (penghubung agung) maka semakin bertambahlah jasa kebajikan serta kebahagiaannya.
Jika si perindu bersedia dengan sepenuh hati memuja Sang Ksitigarbah selama 7 hari penuh terus-menerus menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha genap 10 ribu kali, maka Sang Bodhisattva Ksitigarbha akan menjelma menjadi sebuah badan yang Maha besar yang disebut “Anantayakaya” untuk menemui dan mengabarkan kepada si perindu tentang tempat atau alam dimana si almarhum itu dilahirkan.
Atau Beliau dengan menggunakan daya Maha Riddhi-Abhijnabala-Nya (tenaga batin) datang ke dalam mimpi si perindu dan mengajak si perindu untuk melihat keluarganya yang telah dilahirkan di pelbagai alam itu. Jika umat tersebut setelah menyaksikan keluarganya, dan dengan rajin beliau bersedia menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha sebanyak seribu kali dalam 1 hari hingga genap sampai seribu hari, maka ia akan selalu dilindungi oleh para Dewa Bumi hingga batas kehidupannya di dunia! Dan, pada saat sekarang ini juga keadaannya akan menjadi amat sejahtera, sandang-pangannya selalu berlebihan. Ia akan jarang ditimpa kesengsaraan atau menderita penyakit parah dan hal-hal yang tidak diinginkannya sama sekali tidak akan mendekati pintu rumahnya, apalagi menimpa dirinya! Karena rajin menghayati Dharma maka akhirnya ia mendapat kesempatan ditahbiskan oleh Sang Bodhisattva Ksitigarbha.”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara!” Sang Buddha melanjutkan: “Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang berbudi yang berhasrat ingin membangkitkan Bodhicittanya untuk menjadikan dirinya sebagai penyelamat dari segala makhluk sengsara; Ingin mencapai pahala dari Anuttara Samyak Sambodhi; Ingin membebaskan dirinya dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha.
Maka mereka harus melakukan hal ini, yakni: Baik di depan rupang Sang Ksitigarbha maupun hanya dengan menyebut nama-Nya lalu dengan sepenuh hati menyatakan berlindung kepada-Nya atau menyediakan dupa, wewangian, bunga, jubah, permata, makanan dan minuman untuk mengadakan puja-bhakti kepada Beliau, maka cita-cita dari umat yang berbudi itu akan cepat tercapai dalam memperoleh inti Dharma tanpa halangan apapun!”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang berbudi yang berhasrat ingin mewujudkan cita-citanya pada masa sekarang atau pada masa mendatang, atau mereka ingin menyukseskan ratusan ribu Koti jenis tugasnya pada masa sekarang atau pada masa mendatang, kemudian mereka bertekad menyatakan berlindung kepada Sang Ksitigarbha dan memuja rupang-Nya, dengan memuliakan jasa Sang Ksitigarbha dan nama-Nya, maka cita-cita yang dimiliki oleh putra-putri berbudi itu akan terwujud dan pekerjaan apapun yang dikerjakan pasti berhasil! Atau mereka dengan tulus memohon bantuan dari Sang Ksitigarbha yang Maha Welas-Asih, agar mereka dapat dengan cepat terbebas dari 6 Alam Kesengsaraan. Permohonan seperti ini pun dapat dikabulkan oleh Beliau asalkan si pemuja rajin terus menjalankan Dharma-Nya tanpa berhenti, lalu, Bodhisattva Ksitigarbha akan melakukan pentahbisan saat sang umat tersebut sedang tidur.”
“Adalagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang berbudi, mereka amat suka pada Sutra-Sutra Mahayana serta mereka berjanji akan mengkaji Sutra tersebut hingga lancar supaya dapat menghafal makna-maknanya. Mereka meminta para guru Dharma untuk mengajarinya agar dapat dengan cepat memahami Dharma tersebut. namun, hasilnya nihil! Apa sebabnya?
Karena semua Dharma yang mereka pelajari tidak dapat diingat! Meskipun mereka belajar dengan rajin dan telah memakan waktu yang lama, mereka masih belum bisa memahami atau menulis makna-makna dari Sutra yang dipelajarinya dan sama sekali tidak dapat diingat di dalam hatinya. Mengapa terjadi hal yang demikian? Sebab sang umat tersebut kebijaksanaannya masih dihalangi oleh Karma buruk yang silam dan amat sukar dihapuskannya, sehingga ia sama sekali tidak memiliki peluang untuk menghayati Sutra terpenting itu. Betapa menyedihkan! Akan tetapi, apabila mereka menyadarinya dan mendapat kesempatan untuk mendengar nama agung dari Sang Ksitigarbha atau dapat melihat rupang-Nya kemudian langsung tergerak hati sanubarinya dan secara tulus ikhlas lalu sang umat menceritakan isi hatinya kepada Bodhisattva Ksitigarbha apa yang pernah mereka alami serta kegagalan yang dihadapinya dan memohon kepada Beliau agar cita-cita mereka dalam mencapai penerangan dapat terwujud; Selain itu umat dapat memuja Beliau dengan dupa, wewangian, bunga, jubah, makanan dan minuman serta berbagai sajian lainnya dan pada saat pemujaan kepada Bodhisattva Ksitigarbha akan dimulai, sang umat menyediakan segelas air bersih di altar-Nya. Setelah selang satu hari satu malam, barulah air tersebut diminum dengan merangkupkan kedua telapak tangan dan menghadap ke arah selatan; Ketahuilah, pada saat air suci itu akan diminum oleh si pemuja, beliau harus bersikap dengan khidmat, dan setelah air tersebut diminum, umat tersebut harus menghindari 5 jenis sayur yang berbau beserta daging dan alkohol, juga dilarang melakukan perbuatan Asusila, dusta dan pembunuhan selama 7 hari 7 malam atau 7 x 3 (21 hari). Nah! Para putra-putri yang berbudi ini akan bertemu dengan “Anantayakaya” yang dijelmakan oleh Sang Ksitigarbha waktu tidurnya serta menerima upacara dari “Abhisecani” (pentabhisan atau visuddhi) beserta air suci-Nya, setelah mereka bangun dari tidurnya mereka akan merasa inderanya menjadi tajam dan luar biasa. Sejak itu Sutra-Sutra apa saja yang didengar atau dibacanya, tidak akan lupa lagi, baik satu suku-kata atau sebait Gatha pun!”
“Lagi, O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang jika terdapat umat manusia yang selalu mengalami kekurangan sandang-pangan, meskipun mereka giat berjuang dalam kehidupannya, atau segala usaha yang mereka kerjakan sampai membanting tulang pun jarang berhasil dan dirinya sendiri atau anggota keluarganya sering ditimpa malapetaka hingga rumah-tangga mereka tidak aman tenteram, atau anggota keluarganya banyak tercerai-berai, atau badannya sendiri sering mengalami berbagai musibah, atau sering merasa ketakutan di waktu tidur hingga batinnya tidak merasa tenang.
Ketahuilah, hal-hal yang amat tragis ini juga disebabkan Karma buruk yang berasal dari masa silam dan amat sukar dihapuskan! Yang dapat membantu mereka untuk melenyapkan Karma buruk itu adalah apabila mereka dapat mendengar nama atau melihat rupang dari Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha kemudian bertekad membangkitkan hati sanubarinya dan dengan tulus ikhlas beliau memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha serta menyebut nama-Nya “NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA” setelah peneybutannya genap sampai 10 ribu kali.
Hal-hal yang tragis itu pasti akan lenyap secara berangsur-angsur sampai total. Dan sejak itu, rumah tangga mereka akan aman tenteram, usaha apapun yang dijalankan akan berhasil dengan lancar, sandang-pangan cukup atau selalu berlebih-lebihan, mimpi buruk sama sekali tidak pernah terjadi lagi dan mereka akan merasa suasana dalam kehidupannya menjadi sedemikian tenang dan nyaman!”
“Lagi O, Ariya Avalokitesvara! Pada masa yang akan datang apabila terdapat para putra-putri yang berbudi, disebabkan harus mengejar mata pencaharian atau karena sedang menjalankan tugas dari atasan ataupun urusan pribadi, atau karena menerima kabar duka cita atau kelahiran yang berasal dari keluarganya dan meminta ia untuk segera pulang, atau disebabkan sesuatu masalah pribadi yang amat penting yang harus diurus sendiri. Maka umat tersebut terpaksa harus berangkat dan melewati suatu jalan di dalam hutan rimba atau harus mengarungi sebuah sungai atau laut, dan apabila pada saat ia sedang di tengah perjalanan beliau menemukan banjir, atau terhalang suatu ngarai atau jurang!
Ketahuilah demi keamanan dalam menempuh perjalanan, sang umat tersebut sebelum berangkat dapat berdoa dulu, mereka dapat menyebut nama Bodhisattva Ksitigarbha dengan suara yang jelas atau tanpa keluar suara sebanyak 10 ribu kali atau menurut kemampuannya. Dengan demikian biarpun mereka sedang berada dalam perjalanan yang sangat berbahaya ia tidak akan mendapat suatu halangan apapun yang dapat mengganggunya.
Karena mereka telah dilindungi oleh para Dewa Bumi yang berbudi, baik sedang berjalan, beristirahat maupun sedang makan ataupun waktu tidur beliau tetap aman-sentosa! Meskipun saat mereka sedang berada di dalam hutan rimba atau secara tiba-tiba diserang oleh berbagai jenis binatang buas seperti harimau, serigala, singa dan sebagainya, atau akan diracuni oleh orang jahat, semua itu tidak akan mampu melukainya!”
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Mahasattva Avalokitesvara: “Sungguh, O, Ariya Avalokitesvara! Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha yang sedemikian hebat ini sangatlah bermanfaat bagi para umat Jambudvipa dan amat erat hubungannya dengan semua makhluk hidup yang berada di alam semesta dan umat manusia yang yakin terhadap-Nya akan memperoleh manfaat yang sangat besar! Jika Anda menginginkan Aku mengisahkan tentang manfaat dari menghormati dan menjalankan Dharma yang diajarkan Bodhisattva Ksitigarbha secara lengkap, mungkin uraian-Ku hingga ratusan ribu Kalpapun tidak akan habis diuraikan! Maka dari itu O, Ariya Avalokitesvara yang Maha-Karunika! Mudah-mudahan Anda sudi menggunakan welas-asihmu serta Maha Riddhi-Abhijnabala-Mu yang dalam untuk menyebarkan Dharma ini ke seluruh alam Sahaloka, agar segala makhluk memperoleh keberkatan-Nya serta dapat menikmati kebahagiaan yang datang dari Dharma ini, yang mana pahalanya dapat dinikmati hingga ratusan ribu Kalpa!”
Pada waktu itu Sang Buddha mengucapkan beberapa bait Gatha yang berbunyi:
Kekuatan batin dari Sang Ksitigarbha sungguh luar biasa, Mengisahkannya hingga jutaan kalpapun tak kunjung habis! Mendengar, melihat dan menghormat-Nya walaupun hanya sesaat saja, Manfaatnya bagi para dewa dan manusia tak terbatas! Baik pria, wanita, maupun para dewa, naga dan makhluk surga, Yang akan terjerumus ke alam sengsara karena saatnya tiba, Berkat berlindung kepada Ksitigarbha Bodhisattva dengan setulus hati, Usianya akan bertambah, karma beratnya pun lenyap musnah!
Semasa kecil kehilangan cinta kasih ayah bunda, Entah mereka berada di alam mana, Kakak adik serta sanak keluarga, Sejak lahir tak mengenal satu sama lain. Dengan melukis gambar Ksitigarbha Bodhisattva. Menghormat, memujaNya dengan setulus hati, Tiga atau tujuh hari terus-menerus memuliakan nama-Nya (dengan menyebut “NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA MAHASATTVAYA”), Beliau akan menampakkan tubuh Anantayakaya! Menunjukkan tempat dimana sanak keluarganya berada.
Sekalipun telah terjerumus ke alam sengsara, Dapat ditolong-Nya untuk terbebas dari derita! Jika saja setia, percaya, teguh, tak tergoyahkan, Bodhisattva Ksitigarbha dapat menunjukkan tempat di mana sanak keluarganya berada, Sekalipun telah terjerumus ke alam sengsara, Dapat ditolong-Nya untuk terbebas dari derita! Jika saja umat setia, percaya, teguh tak tergoyahkan, Kelak pasti akan tercatat sebagai calon Buddha!
Jika ingin mencapai Anuttara Samyaksambodhi, Hingga terbebaskan dari penderitaan Triloka, Setelah tumbuh Bodhicittanya, Hormat dan pujalah dulu Ksitigarbha Bodhisattva, Segala cita-cita sang umat akan segera terkabul, Tiada lagi karma penghalang Menuju Kesadaran Agung!
Ada orang berhasrat mengkaji Sutra Mahayana, Ingin menyeberangkan umat ke Pantai Surga, Meskipun tekad ini besar tidak terperikan, Setiap menghafal sutra tak dapat mengingatnya, waktu terbuang percuma, Karena karma buruk di masa lampau belum terhapus, Tak dapat mengingat sebuah Gatha atau sepatah Sutra, Lakukanlah Puja bhakti kepada Ksitigarbha Bodhisattva, Dengan dupa, bunga, jubah, makanan, minuman, serta barang berharga lainnya serta Letakkan secawan air bersih di altar Ksitigarbha Bodhisattva, Setelah satu hari satu malam kemudian minumlah air itu dengan khidmat, Setelah itu pantang makan daging, minum alkohol, berdusta dan melakukan perbuatan asusila. Dua puluh satu hari dan seterusnya jangan membunuh makhluk apapun, Sepenuh hati merenungkan Ksitigarbha Bodhisattva. (dengan menyebut “NAMO KSITIGARBHA BODHISATTVAYA MAHASSATTVAYA”)
Dalam mimpi sang umat akan berjumpa Ksitigarbha Bodhisattva Anantayakaya, Setelah bangun dari mimpi, keenam indera sang umat menjadi jernih dan suci, Sutra, dari Buddha Dharma tertanam ke dalam sanubarinya secara abadi, Daya Prabhava Ksitigarbha tidak terlukiskan, Dapat membuat orang menjadi bijak dan bestari.
Umat yang menderita miskin merana lagi berpenyakit, Atau kediamannya buruk sekali, anggota keluarganya pergi meninggalkannya, Atau selalu ketakutan di dalam mimpi, Dan mengalami kegagalan keuangan, Pujalah Sang Ksitigarbha sepenuh hati, Berangsur penderitaan akan lenyap sama sekali, Mimpi yang buruk takkan mengganggu lagi, Sandang pangan cukup dan selalu dilindungi Makhluk Suci yang berbudi!
Jika harus mendaki gunung menuruni lembah, masuk ke hutan rimba, mengarungi lautan luas, Bertemu satwa buas dan dihadang orang jahat, Atau didatangi Setan, Iblis serta Badai ganas, Apabila menghadapi segala rintangan dan berbagai penderitaan, Ingatlah Ksitigarbha Bodhisattva sebelum berangkat, Pujalah Beliau dengan tulus ikhlas penuh khidmat, Meskipun berada dalam kesulitan maha luar-biasa, Sekejap sirna lenyap semua berkat Buddha Dharma.
Dengarlah baik-baik, Yang Ariya Avalokitesvara! Daya Prabhava (tenaga bathin) Ksitigarbha Bodhisattva tak terperikan, Menyelamatkan umat manusia tak terbilangkan! Jutaan kalpa dikisahkan tidak akan habis, Sebarkanlah Maha Pranidhana (Niat Suci/Janji Bodhisattva Ksitigarbha) ke seluruh alam semesta.
Bila terdapat umat yang dapat mendengar namaNya, Melihat rupang-Nya, memuja-Nya dengan dupa, bunga, pangan dan jubah, Sang umat akan menikmati pahalanya hingga jutaan masa! Bila jasa-jasa pemujaan disalurkan kepada makhluk hidup di seluruh alam semesta, akan terbebaskan dari penderitaan kelahiran dan kematian. Mencapai tepian Nirvana – menjadi Buddha. Oleh karena itu Yang Ariya Avalokitesvara, Ketahuilah Ksitigarbha Bodhisattva demikian Maha Welas Asihnya, Demikian besar tekadnya, Daya batinnya tidak terlukiskan. Sampaikan ini semua kepada makhluk hidup yang berada di berbagai dunia yang banyaknya bagaikan butiran pasir Sungai Gangga. Agar mereka semua mengetahui dan percaya sedalam-dalamnya sehingga memperoleh Kebahagiaan Dharma yang sejati!

Bab 13 – Mempercayakan Manusia dan Dewa
Pada saat itu, Sang Buddha mengulurkan tangan-Nya yang berwarna emas untuk menyentuh dan meraba bagian atas dari kepala Sang Ksitigarbha sambil bersabda:
“Betapa bahagianya O, Ariya Ksitigarbha yang maha-welas asih!
Daya bathinmu sangat luar biasa, welas asihmu tak terperikan, kebijaksanaanmu tak terlukiskan dan ketrampilanmu tak tertandingi. Para Buddha di sepuluh penjuru dunia semuanya memuji dan menyanjung daya kebajikan yang engkau miliki, sekalipun kami menceritakannya hingga jutaan kalpa pun tidak akan kunjung habis!
“O, Ariya Ksitigarbha!” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Betapa pentingnya! O, Sang Maha-welas asih! Ingatlah sedalam-dalamnya bahwa hari ini Aku sengaja hadir di depan ratusan ribu Koti hadirin dari himpunan besar yang meliputi para Buddha, para Bodhisattva-Mahasattva, para Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk serta umat-umat lainnya di dalam pesamuhan agung di Istana Surga Trayastrimsa ini, Aku dengan perasaan sangat berat berpesan serta menyampaikan kewajiban penting kepada Engkau yakni Tugas Penting untuk membimbing Para Dewa dan Manusia serta segala makhluk hidup baik yang berada di alam surga ataupun di alam sengsara terutama mereka yang belum terbebas dari Triloka, yang masih bermukim di dalam alam neraka berapi, agar mendapat kesempatan untuk keluar dari tempat kesengsaraannya dan tidak akan diterjunkan ke alam kesedihan lagi karena tempat itu sangatlah menderita! Meskipun mereka hanya mengalami penderitaan di alam tersebut sehari-semalam saja! Terutama para umat yang berdosa berat yang harus menjalankan hukumannya di Neraka Pancanantarya atau Avici yang lamanya sampai jutaan Kalpa dan sukar mendapat kesempatan untuk mengeluarkan dirinya, jika tidak ada umat yang memberi manfaat doa kepada mereka, O, betapa menyedihkan!”
“O, Ariya Ksitigarbha! Ketahuilah, para umat yang berasal dari Jambudvipa itu baik minatnya maupun pikirannya dan tabiatnya tidak ada kepastian! Terutama masih terdapat sebagian besar dari para umat yang cenderung melakukan perbuatan yang buruk/jahat! meskipun mereka pernah dibimbing oleh para tokoh suci hingga tergerak budinya, namun, kebanyakan dari mereka hanya bertahan sekejab saja lalu merosot lagi! Jika mereka bertemu dengan lingkungan yang jahat maka benih yang buruk mudah sekali tumbuh menjadi subur. Maka dari itu, sejak jauh dari masa ini Aku pernah menjelmakan diri-Ku menjadi jutaan Buddha atau bentuk makhluk yang lain, kemudian menurut sifat sang umat atau perangainya, Aku memberi bimbingan kepada mereka untuk menyelamatkan mereka supaya mereka terbebas dari penderitaan secepat mungkin!”
“O, Ariya Ksitigarbha! Hari ini dalam suasana yang demikian khidmat dan cerah serta dengan penuh keyakinan, Aku berpesan lagi kepada Anda bahwa pada masa yang akan datang, apabila terdapat para Dewa ataupun manusia serta para putra-putri yang berbudi jika mereka pernah mengembangkan budinya di bidang Buddha Dharma, biarpun kebaikannya hanya sehelai rambut, sehalus debu, bahkan sekecil sebutir pasir atau hanya setetes air, Engkau harus menggunakan daya Kebodhian-Mu yang luhur itu untuk melindunginya serta mendorong mereka agar dapat menggerakkan hati sanubarinya sedalam mungkin, untuk mempraktekkan Dharma luhur dengan cara selangkah demi selangkah hingga mencapai puncak kesucian; Serta memberi dukungan kepada mereka agar kegiatan suci mereka ini tidak akan mundur atau menghilang!”
“Lagi O, Ariya Ksitigarbha! Pada masa yang akan datang, apabila terdapat para Dewa atau para umat manusia dikarenakan saat akibat Karmanya telah tiba, dan mereka mulai jatuh ke alam kesedihan. Ingatlah O, Ariya Ksitigarbha! Saat mereka sedang berada di Jalan Kesedihan atau sedang menuju ambang pintu Neraka, seandainya, saat itu mereka teringat atau dapat menyebut nama dari seorang Buddha atau nama dari seorang Bodhisattva, atau mereka masih dapat menghafalkan satu suku kata atau satu bait Gatha dari Sutra Mahayana, maka umat tersebut harus diselamatkan oleh kekuatan kesucian-Mu! Atau diberi berbagai cara yang mudah agar mereka dapat dengan cepat membebaskan dirinya dari Jalan Kesengsaraan dan keluar dari ambang pintu Neraka!
Dan, pada waktu itu juga Engkau dapat memperlihatkan badan Anantayakaya-Mu di alam itu guna membuka pintu Neraka dan membebaskan para penderita dari siksaan neraka, kemudian umat yang telah diselamatkan oleh-Mu itu dibimbing agar dapat dilahirkan di Surga atau dunia manusia untuk menikmati kebajikannya. Apabila sudah tepat saatnya, berikanlah Dharma luhur kepada mereka agar mereka semua dapat mencapai Kebodhiannya!”
Pada waktu itu juga Sang Buddha mengucapkan 4 bait Gatha kepada Bodhisattva Ksitigarbha:
“Para Dewa dan manusia yang ada pada saat ini dan pada masa mendatang; Kuserahkan kepadamu dengan penuh keyakinan; Selamatkanlah mereka dengan Maha-Prabhava (Kekuatan Bathin yang Maha Besar); dan jangan ada satu pun umat yang terjerumus ke alam kesengsaraan.”
Saat itu, Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha ber-Anjali dengan merangkupkan kedua telapak tangan-Nya seraya berkata: “Hal itu tak usahlah dikhawatirkan O, Bhagava Yang Termulia! Bagi para umat berbudi yang berada pada masa mendatang, asalkan mereka bertekad menghayati Buddha Dharma walaupun hanya sekali saja mereka pernah merasa yakin dan hormat terhadap Buddha Dharma, Aku akan menggunakan ratusan ribu jenis cara yang sesuai dengan kondisinya untuk menyelamatkan mereka, membebaskan mereka dari penderitaan! Tentu akan lebih baik lagi, jika mereka dapat mendengar atau membaca Sutra Mahayana dan langsung membangkitkan Bodhicittanya serta berhasrat mempraktekkan Dharma dalam kehidupannya, pasti mereka tidak akan mundur dari jalan Anuttara Samyak Sambodhi, dan segala cita-cita luhur mereka akan mencapai kesempurnaan!”
Ketika perkataan Sang Ksitigarbha sampai di sini, tiba-tiba seorang Bodhisattva bernama Akasagarbha bangkit dari tempat duduk-Nya lalu bersujud kepada Sang Buddha sambil berkata: “O, Bhagava Yang Termulia! Sejak saya mengikuti himpunan terbesar di pesamuhan agung ini saya telah mendengar Sang Bhagava menyanjung dan memuji kewibawaan serta kekuatan kesucian yang amat menakjubkan yang dimiliki oleh Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha, maka pada kesempatan ini saya ingin bertanya, apabila para putra-putri berbudi yang berada di masa mendatang, serta para Dewa, Naga, dan makhluk-makhluk lainnya yang mendapat kesempatan untuk mendengar nama Sang Ksitigarbha, mengkaji Sutra Beliau, memberi hormat kepada Beliau serta mengadakan puja-bhakti terhadap rupang Beliau, dengan melakukan kebajikan ini, manfaat apakah yang akan mereka peroleh? Mohon sudi kiranya Bhagava Yang Termulai bersedia menguraikannya kepada kami sekalian serta kepada para umat yang berbudi baik di masa sekarang dan di masa mendatang!”
Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Mahasattva Akasagarbha: “Dengarkanlah baik-baik O, Ariya Akasagarbha yang terhormat! Manfaatnya banyak sekali! Dan sekarang Aku akan menerangkannya satu per satu kepadamu sekalian!”
“Ketahuilah apabila para putra-putri berbudi yang berada di masa mendatang bilamana mereka melihat gambar Sang Ksitigarbha, serta mendengar Sutra-Nya, ataupun membaca sutra-Nya serta langsung mempraktekkan ajaran-Nya.
Di samping itu mereka juga selalu memuja Beliau dengan dupa, bunga, pangan, jubah, permata dan sebagainya, serta rela memberikan Dana untuk membangun vihara, atau hanya meletakkan rupang-Nya di dalam rumahnya sendiri, atau hanya memberi hormat kepada Beliau, atau hanya memuji jasa-Nya dengan menyebut nama-Nya, maka para putra-putri yang berbudi tersebut akan memperoleh 28 macam manfaat, yakni:
  1. Selalu dilindungi oleh para Dewa, Naga, Asta Gatya, dan hidupnya selalu selamat sentosa.
  2. Pahala dan kebajikannya semakin bertambah.
  3. Terkumpul benih kebajikan atas keyakinannya terhadap Buddha Dharma.
  4. Tidak akan mundur dari jalan mencapai kesucian Anuttara Samyaksambodhi.
  5. Memiliki sandang pangan yang cukup.
  6. Terhindar dari segalam macam musibah dan wabah penyakit.
  7. Terhindar dari bencana banjir dan kebakaran.
  8. Terbebas dari pencurian dan perampokan.
  9. Selalu dihormati orang.
  10. Selalu mendapat dukungan dan bantuan dari para dewa-dewi dari alam surga dan para raja setan yang berbudi.
  11. Apabila beliau adalah seorang wanita akan dapat terlahir sebagai seorang pria pada kehidupan yang akan datang.
  12. Dan apabila ingin terlahir sebagai wanita, mereka akan menjadi putri raja atau putri dari para pejabat atau pembesar yang mulia.
  13. Memiliki paras muka yang cantik dan dimana-mana disukai orang.
  14. Selalu mendapat kesempatan untuk dilahirkan di alam surga.
  15. Akan terlahir sebagai raja atau kepala Negara.
  16. Dapat mengetahui kehidupan pada masa yang lampau.
  17. Cita-citanya selalu tercapai.
  18. Keluarganya selalu aman, tentram dan bahagia.
  19. Semua malapetaka lenyap.
  20. Terhindar dari tiga alam kesengsaraan.
  21. Apa yang dikerjakan selalu berhasil.
  22. Selalu tidur nyenyak.
  23. Leluhurnya ikut terbebas dari belenggu penderitaan.
  24. Jika para leluhurnya juga pernah menanam kebajikan, hal ini dapat membantunya untuk lahir di alam surga.
  25. Mendapat pujian dari para suciwan.
  26. Memiliki pikiran yang cerdas, tangkas, cekatan dan tajam.
  27. Memiliki jiwa yang welas asih.
  28. Akhirnya akan mencapai tingkat ke-Buddha-an.
Sang Buddha kemudian melanjutkan sabda-Nya:
“Lagi O, Ariya Akasagarbha! Apabila para Dewa, Naga, Dewa Bumi, Dewa Surga, para Raja Setan dan pengikutnya, baik yang berada di masa sekarang ataupun pada masa mendatang, setelah mereka mendengar nama Sang Ksitigarbha lalu mereka memberi hormat kepada rupang Beliau ataupun mereka mendapat kesempatan mendengar Dharma atau Sutra tentang Maha-Purva-Pranidhana (janji Bodhisattva) serta tugas suci Sang Ksitigarbha.
Dan dengan segera mereka tergerak hatinya, kemudian menghormat kepada Beliau dengan tulus sambil memuji jasa-jasa Beliau, maka mereka akan memperoleh 7 macam manfaat sebagai berikut:
  1. Status mereka akan cepat naik ke tingkat alam suci;
  2. Karma buruk yang dimiliki segera lenyap;
  3. Selalu dilindungi oleh para Buddha;
  4. Bodhicittanya tidak akan mundur sedikitpun;
  5. Kekuatan dan kebijaksanaannya makin bertambah;
  6. Dapat memiliki kekuatan batin.
  7. Kelak pasti akan mencapai tingkat Buddha.”
Para hadirin dari himpunan agung yang terdiri dari jutaan para Buddha, Bodhisattva-Mahasattva, Dewa, Naga, kedelapan kelompok makhluk serta umat-umat lainnya setelah mendengar Buddha Sakyamuni menyanjung dan memuji tentang kewibawaan, Kebijaksanaan yang sedemikian mulia dan luhur yang mana dimiliki oleh Sang Bodhisattva-Mahasattva Ksitigarbha, maka dengan nada selaras mereka mengucapkan: “Adbhuta! Adbhuta! Adbhuta!” (Luar biasa sekali,  sangat luar biasa! Hal ini belum pernah terjadi! 3x)
Pada saat itu, bunga Mandarawa Surga yang amat harum serta jubah Surga, manikam Surga dan Keyura Dewata (untaian manikam) yang banyaknya bagaikan hujan terus-menerus turun memadati seluruh Istana Surga Trayastrimsa, sebagai persembahan kepada Sang Buddha Sakyamuni dan kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan juga sebagai tanda terima kasih yang mendalam atas jasa-jasa Sang Buddha Sakyamuni yang telah memberikan khotbah yang tak ternilai manfaatnya, dan juga sebagai tanda penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Ksatria Sejati Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha.
Kemudian para hadirin bersama-sama memberi hormat kepada Buddha Sakyamuni dan Bodhisattva Ksitgarbha dengan mengatupkan kedua telapak tangan mereka, dan dengan perasaan bahagia mereka kembali ke tempat masing-masing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav