Langsung ke konten utama

Amitayur Dhyana Sutra


Amitayur Dhyana Sutra
Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus
Latar Belakang
Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri.
Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu.
Peristiwa itu sangat menyedihkan  para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia mandi supaya badannya bersih, kemudian seluruh badannya diolesi kejuyang dicampur madu dan tepung terigu yang telah matang, lalu ia mengisi setiap kalung keruya yang terpasang di lehernya dengan sari anggur, untuk diberikan kepada suaminya yang sedang ditahan oleh anak durhaka itu secara rahasia.
Setelah Raja Bimbisara menghabiskan makanan tepung dan sari anggur itu, lalu Beliau minta secangkir air untuk berkumur membersihkan mulutnya. Setelah itu Beliau bersikap anjali dan menghadap ke arah Gunung Grdhrakuta menyembah Sang Buddha, seraya berkata: “O, Lokanatha yang termulia! Murid-Mu yang bernama Mahamaudgalyayana adalah famili saya, sudilah mengutus dia untuk datang ke istana dengan perasaan iba mengajariku Atthasila (Delapan Sila)!”
Pada saat itu, Mahamaudgalyayana bagaikan seekor elang melintasi angkasa menuju ke tempat raja itu dan mengajarkan delapan sila kepada Raja Bimbisara. Demikianlah hal itu berulang setiap hari. Di samping itu Sang Buddha juga mengutus Arya Purnamaitrayaniputra untuk mengajarkan Dharma kepada raja itu setiap hari, selama tiga minggu lamanya. Karena Raja Bimbisara mendapat makanan dan minuman dari Ratu Vaidehi dan dapat pula mendengar Dharma dari Arya Purna, maka kesehatannya sangat baik dan sangat gembira.
Pada saat itu Pangeran Ajatasatru menanyakan para penjaga: “Sejak dikurung di kamar tertutup, sampai sekarang ayahku masih hidup atau tidak?”
“O, Tuanku yang terhormat! Ayahmu masih hidup.” Jawab para penjaga. “Dan, setiap hari Ratu Vaidehi datang ke dalam kamar menghadap raja, dan seluruh badannya ditempeli makanan, setiap kalung keruya diisi sari anggur untuk raja, juga Sramana Maudgalyayana beserta Purna datang dari angkasa, mengajar Dharma kepada Raja Bimbisara di dalam kamar dan sungguh sulit menghalanginya!”
Waktu Pangeran Ajatasatru mendengar laporan dari penjaga, dia marah sekali: “Penyamun jahat ibuku ini, rupanya ia bergaul dengan penyamun! Sramana jahat, rupanya dengan guna-guna berusaha untuk mempertahankan Raja lalim itu, tidak mati hingga sekian lamanya!” Lalu pangeran Ajatasatru menghunus pedangnya hendak membunuh ibunya. Kebetulan pada saat itu datang seorang menteri bernama Candraprabhasa yang bijak dan jujur, Beliau bersama dengan rekannya, Jivaka (adiknya Ajatasatru) menghormat kepada Pangeran Ajatasatru sambil berkata: “O, Tuanku yang terhormat! Hamba pernah membaca sutra-sutra dari “Sastra Veda” dan disebut sebagai berikut: Sejak masa permulaan kalpa hingga masa berikutnya, terdapat beberapa raja yang kejam, yang merebut kekuasaan Negara dengan membunuh ayahnya, dan telah 18 ribu raja yang dibunuh…, Tetapi, hamba belum mendengar raja lalim membunuh ibunya!” Sekarang tuanku hendak membunuh sang raja, maka kelakuan yang tidak terpuji ini sungguh menodai Bangsa Ksatriya dan kabar ini sungguh mengharukan hamba! Ya, kelakuan ini sungguh menunjukkan tuan adalah seorang candala! Dan hamba tidak patut bertugas di istana ini!
Note: Candala adalah kelompok masyarakat di luar kasta, mereka biasanya tidak bermoral dan berprofesi sebagai pelacur, penjagal, misalnya.
Setelah kedua menteri itu selesai berkata, mereka terus memegang pedang Pangeran Ajatasatru dan menekannya ke bawah dengan telapaknya, kemudian mereka mundur beberapa langkah lalu pergi. Melihat keadaan demikian serius, betapa kaget Pangeran Ajatasatru, lalu ia berkata dengan sangat haru kepada adiknya, Jivaka: “Apakah adikku tidak mau membantu saya? Mengapa?”
Jivaka berkata: “O, Tuanku yang terhormat! Waspadalah dengan tindakanmu. Janganlah menyakiti ibu yang berjasa bagi anak-anaknya!” Setelah Ajatasatru mendengar jawaban dari adiknya, hatinya segera iba ingin bertobat dan minta maaf lalu menanggalkan pedang tajam itu, dan menghapus niat-niat jahat dan tidak membunuh ibunya. Kemudian ia memerintahkan para petugas untuk mengurung ibunya di suatu kamar yang sangat dalam dan tidak mengijinkan ibunya keluar lagi, agar ayahnya cepat meninggal dunia karena kelaparana!
Permohonan Ratu Vaidehi
Waktu Ratu Vaidehi dikurung di dalam kamar oleh anak durhaka itu, ia sangat gelisah sehingga kesehatannya semakin menurun karena batinnya terganggu, akhirnya ia mengheningkan pikirannya dan beranjali menghadap Gunung Grdhrakuta menyembah kepada Sang Buddha seraya berkata: “O, Lokanatha yang termulia! Dahulu Sang Buddha selalu mengutus Arya Ananda datang ke istana untuk bertemu dan memberi hormat kepada kami. Sekarang saya sedang dalam keadaan sedih dan sulit memperoleh kesempatan untuk bertemu Sang Buddha, karena kedudukanMu yang demikian agung dan penting! Sudilah Sang Buddha mengutus Mahamaudgalyayana dan Arya Ananda datang ke isatana bertemu dengan kami! Setelah Ratu Vaidehi berkata demikian karena sangat sedih maka ia terus menyembah sambil menangis, Sang Buddha yang bersemayam di Vihara Gunung Grdhrakuta telah mengetahui segalanya, lalu Beliau mengutus Mahamaudgalyayana dan Arya Ananda datang ke istana dengan daya gaib “Riddhividhi” melintasi angkasa, kemudian Sang Buddha juga menghilangkan diri-Nya dari Gunung Grdhrakuta, lalu menampakkan diri di istana.
Tatkala Ratu Vaidehi selesai menyembah dan sewaktu mengangkat mukanya, tiba-tiba Sang Buddha Sakyamuni dengan sinar keemasan dari seluruh tubuh-Nya dan duduk di atas takhta teratai yang dihiasi ratusan mestika, tampak di dalam kamar itu, dan kamar ratu itu lalu menjadi tempat yang lapang. Demikian pula Mahamaudgalayayana berdiri di sebelah kiri-Nya dan Arya Ananda di sebelah kanan-Nya; Tampak pula Raja Sakra dan Raja Brahma beserta para dewa pelindung datang dari berbagai surga, sedang menabur bunga mandarawa surga di angkasa untuk dipersembahkan kepada Sang Buddha. Pada saat itu Ratu Vaidehi segera memutuskan semua kalung keruya yang terpasang di lehernya, lalu merebahkan dan menundukkan dirinya di lantai, mukanya menghadap Sang Buddha sambil menangis tersedu-sedu lalu berkata:
“O, Lokanatha yang termulia! Kesalahan apa yang pernah saya buat pada masa silam sehingga turunan saya menjadi seorang anak durhaka? Dan, karena sebab apakah sehingga Sang Buddha mempunyai seorang saudara yang demikian jahat yaitu Devadata? Katakanlah O, Lokanatha yang termulia! Di manakah terdapat suatu alam yang tiada kegelisahan dan kecemasan? Sungguh, saya tidak ingin tinggal di “Saha-loka” yang demikian kusut dan kotor, saya ingin lahir di dunia yang terbahagia! Apalagi dunia yang dihuni manusia ini, telah diliputi bermacam-macam kekotoran dan penuh sesak dengan alam neraka, setan-setan lapar, binatang, dan sebagainya, semua itu termasuk kelompok jahat! Saya mohon agar saya dapat terhindar dari suara jelek dan bising, dan tidak menjumpai orang bersifat jahat pada masa mendatang! Sekarang saya menyembah Lokanatha dengan penuh hormat, saya merebahkan badanku di atas lantai serta bertobat atas segala kesalahanku sedalam-dalamnya! O, Lokanatha yang termulia! Sang Surya yang tergemilang! Mohon sudilah mengajari saya metode Vipasyana (mengamati dan merenung) tentang salah satu alam suci yang terbahagia dan indah!
Pada saat itu, Sang Buddha memancarkan sinar kehidupan berwarna keemasan dari tengah-tengah kening-Nya. Sinar yang sangat terang benderang itu memancar Alam Buddha yang banyaknya tak terhingga di 10 penjuru. Kemudian sinar tersebut kembali lagi ke atas kepala Buddha lalu langsung menjelma menjadi sebuah takhta kencana yang maha besar, bagaikan Gunung Semeru dan mengkilat seperti kaca yang bersinar. Saat itu segala Bumi Buddha yang demikian suci dan indah dari 10 penjuru dunia itu, satu persatu tampak di tengah-tengah takhta emas yang maha besar dan gemerlapan itu. Dan Bumi Buddha yang tampak di muka takhta emas itu beraneka macam:
Ada yang buminya terbuat dari 7 macam mestika bercahaya, ada yang buminya hanya ditumbuhi bermacam-macam bunga padma, ada yang buminya mirip Surga Isvara sangat megah dan indah, ada yang buminya sepert kaca Kristal.
Semua Bumi Buddha dari 10 penjuru dunia dipertunjukkan kepada Ratu Vaidehi, agar dia dapat mengerti keadaan Alam Buddha yang demikian indah dan megah, supaya dia dapat memilih salah satu alam yang paling sesuai baginya.
Setelah itu Ratu Vaidehi berkata kepada Sang Buddha: “O, Lokanatha yang termulia! Alam-alam dari para Buddha sungguh indah dan agung! Buminya bukan saja demikian bersih bahkan sinarnya pun demikian terang benderang! Tapi, alam yang paling sesuai dengan saya adalah Alam Sukhavati, Negeri Buddha Amitabha, saya bertekad lahir di alam itu! Dan saya mohon agar Sang Buddha sudi mengajari saya bagaimana merenung dan melaksanakan Dharma agar cita-citaku dapat terwujud!”
Kemudian Sang Buddha tersenyum serta memancarkan sinar kehidupan panca warna dari mulut-Nya, dan setiap pancaran sinar menembus tembok kamar langsung memancar ke ubun-ubun Raja Bimbisara. Walaupun Raja Bimbisara masih ditahan di dalam kamar yang tertutup, tapi karena pikirannya tenang dan tidak kusut, maka penglihatannya tidak terhalang. Ketika raja melihat Sang Buddha datang ke istananya, lalu ia beranjali dengan kepala dan mukanya menyentuh lantai menghormati Sang Buddha. Karena itu, bodhicitta dan kebijaksanaan Raja Bimbisara tiba-tiba bertambah, sehingga ia memperoleh pahala Anagamina. Pada saat itu juga, Sang Buddha mengerti bahwa Raja Bimbisara sudah memperoleh pahala Anagamina, lalu Beliau bersabda kepada Ratu Vaidehi: “O, ratu yang bijak! Tahukah kamu? Alam Buddha Amitabha yang kamu bayangkan itu, jaraknya tidak jauh dari dunia ini! Maka kamu seyogyanya selalu merenung Buddha tersebut, kemudian terus mengamati dan bervipasyana dengan seksama terhadap para suci yang telah berhasil mengamalkan Dharma Agung di Alam Buddha tersebut!”
Penjelasan tentang Sukhavati
Baiklah, sekarang Aku akan menguraikan dengan berbagai perumpamaan tentang Alam Sukhavati untukmu, agar dapat mengerti keadaan Alam Buddha Amitabha!
Juga untuk semua makhluk di masa mendatang yang ingin melaksanakan metode “Karma Suci” untuk membebaskan diri dan lahir di Alam Sukhavati! Ketahuilah O, ratu yang bijak! Barangsiapa ingin lahir di Negeri Buddha Amitabha, dia harus melaksanakan dan menimbun “Tiga Macam Kebajikan” yaitu:
  1. Berbakti kepada orang tua, menghormati dan taat kepada guru, belas kasih, tidak melakukan pembunuhan, dan melaksanakan 10 Karma Baik.
  2. Berlindung kepada Triratna, menjalankan berbagai sila dan tidak melanggar norma kesopanan.
  3. Harus membangkitkan Bodhicitta (Kesadaran Luhur), percaya Hukum Karma, tekun menghayati Sutra-Sutra “Kendaraan Agung” dan suka mendorong para penganut Buddha Dharma agar cepat berhasil.
Inilah yang disebut “Tiga Macam Kebajikan” dan juga dinamakan “Karma Suci”.
Sang Buddha masih merasa bahwa Ratu Vaidehi kurang perhatian tentang apa yang dikatakan-Nya, maka Beliau bersabda lagi: “Sekarang, kamu sudah mengerti semua O, ratu yang bijak! Ingatlah ketiga macam “Karma Suci” tersebut adalah dasar penting bagi Para Buddha di tiga masa, yakni masa silam, masa sekarang dan masa mendatang, untuk mencapai Kebuddhaan. Karena Kebuddhaan bergantung atau disebabkan oleh ketiga “Karma Suci” tersebut!”
Kemudian Sang Buddha bersabda kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi:
“Dengarkanlah apa yang Kujelaskan kepada kamu, dan perhatikanlah dengan seksama dan pikirkanlah baik-baik! Sekarang Aku akan menguraikan metode “Karma Suci” untuk dipraktekkan oleh para makhluk menderita kesengsaraan dan kegelisahan di masa mendatang, agar mereka dapat membebaskan dirinya untuk menyeberang ke “Pantai-sana”!
Sadhu! Sadhu! Sadhu! O, Ratu Vaidehi, sangat tepatlah pertanyaanmu tadi! Dan, Arya Ananda, kamu harus ingat baik-baik semua uraian-Ku yang bermanfaat bagi para makhluk sekalian! Sekarang Aku mulai mengajar Ratu Vaidehi beserta para makhluk masa mendatang bagaimana melaksanakan vipasyana (mengamati dan merenung) Alam Sukhavati, yaitu alam terbahagia di sebelah barat dunia ini. Jika mendapat berkat, kewibawaan dan kekuatan dari Buddha Sakyamuni, maka para umat yang bertekad itu akan dapat melihat Bumi Buddha yang demikian suci dan bersih! Seperti orang yang bercermin wajah sendiri pada sebuah cermin bening, sehingga wajahnya tampak demikian jelas! Jika para umat telah dapat melihat Bumi Buddha yang demikian indah dan megah, tentu umat itu akan senang hatinya dan dengan sekejap ia telah memperoleh pahala “Anutpattika-dharma-ksanti” (kepastian bahwa semua fenomena tidak terciptakan).
Sang Buddha bersabda lagi kepada Ratu Vaidehi: “O, Ratu Vaidehi! Maklumlah, kamu masih berstatus seorang manusia biasa, dan sebagian kecil “Penerangan Agung” belum kau peroleh, pikiran dan pandanganmu masih demikian rendah! Apalagi anda belum memperoleh “mata dewata”, tentu tidak dapat melihat segala keadaan dari tempat yang jauh. Tetapi para Tathagata mempunyai metode mudah (upayakausalya), dan metode mudah itu dapat membantu anda untuk vipasyana alam Buddha!”
Waktu itu Ratu Vaidehi telah paham kata-kata Sang Buddha Sakyamuni, lalu segera timbul perasaan iba seraya berkata: “O, Lokanatha yang termulia! Sekarang saya telah melihat bumi suci para Buddha dengan kekuatan Sang Buddha, tapi jika Sang Buddha sudah parinirvana, bagaimana para umat bersandar pada kekuatan Sang Buddha lagi? Apalagi para umat di dunia ini banyak terlibat kesalahan-kesalahan berat seperti “5 macam kekotoran”, “10 macam perbuatan jahat” sehingga mereka menderita “5 jenis jalan” yaitu neraka, makhluk lapar, binatang, manusia dan dewa, yang bagaikan di dalam “putaran roda” terus berputar tanpa henti. Bagaimana dan dengan cara apa supaya mereka dapat melihat alam Sukhavati negeri Buddha Amitabha? Mohon diberikan petunjuk-petunjuk penting pada mereka!”
Enam Belas Metode Perenungan Menuju Sukhavati
(1) Kemudian Sang Buddha memberitahukan kepada Ratu Vaidehi: “Kamu, juga para umat sekalian harus memusatkan pikiran lalu mencurahkan seluruh perhatian pada salah satu krisna (Pali: Kasina, obyek meditasi) seperti merenungi alam Sukhavati. Bagaimana caranya jika kita akan melakukan vipasyana yang pertama?” Sang Buddha melanjutkannya: “Ketahuilah, setiap pemuja mempunyai mata di kepala masing-masing sejak lahir, mereka bukan orang buta, mereka dapat melihat matahari menjelang terbenam di sebelah barat. Sekarang bangkitkanlah segenap batinmu dan duduk bersila dan muka tetap menghadap ke barat, pandanglah matahari yang akan terbenam itu! Dengan konsentrasi penuh pandanglah terus tanpa memindahkan matamu baik sekilaspun! Hingga kamu dapat memperoleh kesan yang jelas bahwa gambaran matahari tampak sebagai gendang atau bola besar tergantung di tepi langit, dan kesan itu tercerap ke dalam ingatan kita, sehingga objek itu dapat dilihat secara terang, baik dengan mata tertutup maupun mata terbuka. Ini adalah bentuk latihan krtsna pertama dengan cara merenung matahari terbenam. Maka disebut “Perenungan Matahari” juga dinamakan “vipasyana pertama”.
(2) Sang Buddha melanjutkan: “Jika vipasyana pertama ini telah dicapai, teruskanlah vipasyana kedua! Meditasi untuk vipasyana kedua adalah “Perenungan Air” yaitu krtsna pertama dipusatkan pada air, airnya yang jernih, bersih, dan permukaannya demikian luas. Kesemuanya itu harus dibayangkan dengan jelas, supaya dapat meninggalkan kesan di dalam pikiran kita tanpa lenyap sekejap-pun! Kemudian krtsna kedua pada es, yaitu air yang kita renungkan tadi membeku menjadi es. Es tersebut tampak sangat cerah, bening dan luas. Setelah mencapai “Patibhaganimita” (gambaran) dari es, selanjutnya kita harus membayangkan dalam pikiran warna lapisan lazuardi, yaitu es yang telah diwujudkan menjadi “bumi lazuardi” seperti hablur yang maha besar dan luas! “Bumi lazuardi” yang maha besar dan luas itu, baik di dalam maupun di luar ditembusi cahaya terus menerus.
Di dasar “bumi lazuardi” itu terdapat sebuah tiang dhvaja yang maha besar dan kokoh, terbuat dari vajra (intan) serta 7 macam mestika. Tiang dhvaja itu menopang “bumi lazuardi”. Tiang mestika itu bersisi delapan dilengkapi dhvaja (panji-panji besar) emas dan diliputi ratusan ribu permata, tiap permata memancarkan seribu sinar, setiap sinar terdiri 84.000 warna dan sinar-sinar itu terus menyinari “bumi lazuardi” bagaikan ribuan juta matahari, sangat sulit bila kita hendak melihat keseluruhannya dengan jelas!
Di atas “bumi lazuardi”, tiap jalan raya yang membujur maupun melintang di bagian pinggirnya dibentangi tali kencana keemasan. Dan setiap bagian dibatasi dengan 7 macam permata, tampak sangat rapi dan indah. Setiap permata memancarkan 500 macam sinar dan sinarnya beraneka warna, sehingga tampak sebagai bunga indah yang sedang mekar, sebagai bintang-bintang berkelipan di langit, juga sebagai bulan purnama dan sebagainya, semuanya yaitu seperti tertempel di langit, yang kemudian menjadi sebuah takhta besar dan bercahaya. Di sebelah kiri dan kanan takhta besar dan tinggi itu, terdapat ribuan menara yang sangat lebar, semua menara dihiasi berjuta-juta panji bunga serta alat-alat musik yang memegahkan alam lazuardi itu!
Kemudian datanglah 8 macam angin dari setiap sinar yang terpancar dan menggesekkan alat-alat musik yang menimbulkan suara, berbunyi tentang Dukkha (penderitaan), Sunya (ketidakadaan), Anitya (ketidak kekalan) dan Anatman (ketanpa akuan) dan sebagainya, bunyinya sangat merdu dan sedap didengar. Inilah yang disebut “Perenungan Air” juga dinamakan “vipasyana kedua”.
(3) Sang Buddha bersabda lagi: “Walaupun vipasyana kedua ini telah berhasil, tapi si pemuja masih perlu mengulangi vipasyana tersebut berkali-kali sehingga setiap yang Kukatakan di atas itu dapat tergambar dalam mata, dengan mata tertutup maupun mata terbuka, gambaran itu terus ada dan tidak lenyap kecuali pada waktu makan. Setiap saat ia harus membangkitkan perenungannya, supaya gambaran itu tetap ada dalam ingatannya! Inilah yang dinamakan “Vipasyana Bumi Sukhavati” secara ringkas. Jika si pemuja telah memperoleh Samadhi dalam melaksanakan “Vipasyana Bumi Sukhavati”, mereka dapat melihat keadaan bumi Sukhavati dengan jelas, segala sesuatu di negeri Buddha itu tampak semakin lama semakin jelas dalam penglihatannya, sehingga tidak mudah mengungkapkan semua yang tergambar dalam perenungan itu. Inilah yang disebut “Perenungan Bumi” juga dinamakan “vipasyana ketiga”.
Sang Buddha bersabda kepada Arya Ananda bahwa ia harus mengingat apa yang dikhotbahkan Sang Buddha dengan tekun, dan demi para umat di masa mendatang yang ingin membebaskan diri dari penderitaan, ia harus mengajari mereka dengan metode “Vipasyana Bumi Buddha” yang bermanfaat ini.
Sang Buddha melanjutkan “O, Arya Ananda, ingatlah baik-baik! Barangsiapa pernah melaksanakan metode ini dan mereka telah melihat Bumi Buddha, maka berarti si pemuja telah melenyapkan kesalahan-kesalahan dari “Janmamarana” (kesalahan-kesalahan yang ditimbun setiap kali kelahiran dan kematian) sebanyak 80 juta. Dan setelah ia meninggal dunia dengan hati yang teguh, ia pasti lahir di alam suci Buddha! Ketahuilah, vipasyana dengan metode ini disebut “vipasyana benar”. Jika si pemuja melakukan dengan cara yang lain dari ini, maka vipasyananya disebut “vipasyana keliru” dan mereka akan sulit mencapai cita-citanya.
(4) Kemudian Sang Buddha memberitahukan kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi: “Jika vipasyana Bumi Buddha itu telah dicapai, maka ia harus melaksanakan vipasyana selanjutnya, yaitu merenungi pohon mestika, dan krtsna yang kita bayangkan yaitu 7 baris pohon yang sangat rapih dan tumbuh di bumi Sukhavati. Setiap pohon dari setiap barisan harus tampak jelas, sehingga tidak sebatang pun yang tertinggal. Setiap pohon mestika tingginya 8000 yojana (1 yojana = 15 km) dan seluruh dahannya ditumbuhi daun-daun mestika dan bunga-bunga mestika yang semuanya terdiri dari 7 permata yakni: Suvarna (emas), Rupya (perak), Vaidurya (lazuardi), Sphantika (Kristal), Lohitamukta (mutiara merah), Asmagarbha (akik) dan Musaragalva (koral mengkilat), juga daun dan bunganya beraneka warna.
Yang berwarna: Vaidurya memancarkan sinar emas, Sphantika memancarkan sinar merah, Asmagarbha memancarkan sinar koral mengkilat, Musaragalva memancarkan sinar mutiara hijau.
Selain itu, bunga-bunga dan daun-daun itu juga dihiasi dengan karang bunga, ambar kuning dan mestika lainnya untuk memperindah pepohonan itu! Dan setiap pohon mestika yang sangat tinggi itu dilindungi jaring-jaring halus yang mengkilat dan terbuat dari mestika ajaib sebanyak 7 lapis, semua terbentang di atas pohon mestika itu. Di antara lapisan-lapisan jaringan mestika itu terdapat 500 koti istana mewah yang terbuat dari bunga-bunga aneh, sehingga semua bangunan tampak serupa dengan istana Raja Brahma di surga! Banyak putra-putra dewata bermain-main di dalam istana mewah itu, dan seluruh badannya tergantung 500 koti kalung keruya yang terbuat dari permata “Sakrabhilagnamani”. Sinar permata itu dapat menembus sampai 100 yojana jaraknya, terangnya seperti 100 koti bulan dan matahari yang bergabung menyatu, sangat terang sinar itu susah untuk menjelaskannya!
Dan setiap permata terdiri dari beberapa “mani mani” yang tergabung menyatu. Permata yang beraneka warna itu juga dapat memancarkan sinar terang! Pohon-pohon mestika bukan hanya rapi batangnya saja, tapi daun-daun di dahan itu juga tiada yang tidak teratur satupun! Di bawah daun rapi itu banyak bunga ajaib yang mekar, buah-buah yang bernama “sapta ratna” (7 permata) bergantungan disampingnya. Semua daun rapi itu berdiameter 25 yojana, setiap daun mempunyai ribuan warna di permukaannya beserta ratusan gambar aneh. Gambar-gambar itu ada yang berupa seperti keruya dewata, seperti bunga aneka warna berwarna emas jambunada, seperti roda api yang sedang berputar pada daun-daun itu.
Bermacam-macam buah aneh bermunculan di sampingnya, bentuknya seperti “kundika” (botol permata surga) Raja Sakra deva indra di surga, dan kundika mestika terus memancarkan sinar terang dari dalamnya, kemudian sinar tersebut berubah menjadi panji-panji, bendera-bendera dan payung iram-iram mestika yang banyaknya tidak dapat diperkirakan!
Di bawah payung iram-iram mestika yang maha besar itu, tampak bermacam-macam Bumi Buddha serta dunia lain dari Trisahasra Mahasahasra Lokadhatu” atau berjuta-juta dunia yang disertai umat yang sedang mengadakan kebaktian agama di negerinya masing-masing, demikian pula keindahan dan kemegahan negeri Buddha dari 10 penjuru, semuanya dipertunjukkan di dalam layar payung besar itu”.
Sang Buddha melanjutkan lagi: “Ketahuilah, walaupun pohon-pohon tersebut yang menjadi objek untuk vipasyana itu telah tampak, tapi kita masih perlu terus mengamatinya satu persatu dengan sangat teliti, baik batang pohon maupun dahannya, daun-daunnya, bunga dan buahnya sampai jelas sekali tergambar di bayangan kita, supaya tidak lenyap. Inilah yang disebut “Perenungan Pohon” juga dinamakan vipasyana keempat”.
(5) Sang Buddha melanjutkan: “Kemudian melaksanakan vipasyana air, yakni air yang bersifat 8 budi jasa yaitu: 1. Jernih murni, 2. Sejuk segar, 3. Sifat manis, 4. Lembut, 5. Menyuburkan, 6. Menenangkan, 7. Daya pencegah bencana, 8. Daya menghasilkan.
Air dari kolam-kolam tersebut semuanya terdiri oleh 7 mestika, bermutu tinggi dan lembut, berasal dari “Cintamani-raja” (induk permata). Waktu keluar dari induk permata, air tersebut mengalir dalam 14 saluran sangat besar, dan setiap saluran air itu berwarna 7 mestika yang ajaib. Semua saluran terbuat dari mestika, dasarnya ditaburi pasir intan beraneka warna, sehingga airnya menjadi indah. Dan pada permukaan air yang mengalir dalam saluran besar itu terdapat bunga padma dari 7 mestika sebanyak 60 koti, setiap bunga padma itu diameternya sekitar 12 yojana. Waktu air permata mengalir ke tengah-tengah bunga teratai besar, terus naik ke tangkai bunga sampai ke makhotanya, seperti air mancur, lalu turun lagi lewat tangkai bunga ke bawah dan ke kolam, sehingga keluar suara yang sangat menakjubkan dan terus mengumandangkan Dharma-Dharma penting, seperti: Dukkha, Sunya, Anitya dan Anatman beserta berbagai Paramita. Di antara suara air demikian merdu itu, juga menyanjung dan memuji para Buddha, tanda-tanda bagus dan ciri-ciri-Nya yang demikian bagus dan sempurna. “Cintamani-raja” tersebut bukan saja dapat mengeluarkan air yang bersifat 8 Budi jasa, juga dapat mengeluarkan sinar keemasan yang sangat menakjubkan dan terang benderang. Kemudian sinar yang sangat terang itu berubah menjadi unggas-unggas yang disebut burung “Sataratnarupa” (burung berwarna ratusan mestika).
Unggas-unggas mestika itu berkicau dengan suara sangat merdu didengar, semua menyanjung serta memuji para pemuja yang tekun merenungkan Buddha, Dharma dan Sangha. Inilah yang disebut “Perenungan Air yang bersifat 8 Budi jasa” dinamakan vipasyana kelima.”


(6) Sang Buddha menyambung: “Lagi, pada setiap wilayah dari Bumi Suci Sukhavati” yang terbuat dari berbagai permata jenis permata itu, terdapat 500 koti pagoda-pagoda besar serta gedung-gedung yang tinggi. Dalam gedung tinggi itu terdapat para dewata rupawan yang banyaknya tak dapat diperhitungkan, mereka sedang menyanyi dan menari dengan tari-tarian surgawi. Juga terdapat banyak alat musik surgawi tergantung di langit, semuanya seperti panji-panji mestika surga dan berbunyi terus-menerus tanpa ada yang memainkannya. Bunyi musik surgawi yang berbunyi sendiri itu, mengumandangkan Dharma untuk perenungan Buddha, Bhiksu-Sangha dan sebagainya. Ketahuilah, jika perenungan ini telah dicapai, maka kita disebut “Telah Melihat Kolam Mestika”, “Bumi Mestika” dan “Pohon Mestika” secara ringkas. Inilah yang disebut perenungan umum juga dinamakan “vipasyana keenam”.
Sang Buddha menerangkan lagi: “Barangsiapa dapat melihat yang tersebut dalam vipasyana keenam dengan jelas, pasti ia dapat memusnahkan beberapa koti kesalahan terberat, jika ia meninggal dunia pasti dilahirkan di negeri Buddha Amitabha! Ketahuilah, barangsiapa melaksanakan vipasyana dengan metode ini disebut “Vipasyana Yang Benar”. Jika si pemuja melakukan dengan cara lain disebut “Vipasyana Keliru” akan susah mencapai tujuan dan cita-citanya!”
Sang Buddha bersabda kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi: “Dengarlah baik-baik dan pikirkanlah dalam-dalam! Sekarang Aku akan mengkhotbahkan metode penting untuk memusnahkan segala penderitaan dengan rinci kepada kamu! Kalian seyogyanya mengingat betul dan kemudian melaksanakannya. Untuk para umat yang ingin membebaskan diri, ajarlah mereka satu persatu dengan cara yang jelas!”
Baru saja Sang Buddha Sakyamuni selesai bersabda, Buddha Amitayus (Amitabha) tiba-tiba menampakkan diri-Nya dan berdiri di angkasa, dua Bodhisattva Mahasattva yaitu: Avalokitesvara dan Mahasthamaprapta juga berdiri di kiri dan kanan-Nya. Karena pancaran cahaya dari tubuh Beliau terlampau tajam, maka susah untuk melihatnya dengan nyata! Sinar yang demikian tajam itu tidak bisa dibandingkan walaupun dengan sekumpulana sinar emas “Jambunada” yang banyaknya beratus-ratus kilogram!
Pada saat itu Ratu Vaidehi, setelah melihat tubuh Buddha Amitayus yang tampak di depannya, hatinya menjadi terharu lalu ia beranjali memberi hormat dengan memegang kaki Buddha Sakyamuni seraya berkata: “O, Lokanatha yang termulia! Sekarang saya telah diberkati kekuatan Sang Buddha, maka saya dapat melihat Buddha Amitayus beserta kedua Bodhisattva Mahasattva. Tetapi, para umat masa mendatang, bagaimanakah mereka dapat melihat wajah Sang Buddha Amitayus (Amitabha)?”
(7) Sang Buddha Sakyamuni memberitahukan kepada Ratu Vaidehi: “Ketahuilah, barangsiapa ingin melihat Buddha Amitabha, haruslah membangkitkan pikirannya lalu membayangkan sekuntum padma (bunga teratai merah) yang sangat besar tampil di bumi 7 mestika itu. Setiap kelopak dan mahkota bunga itu berwarna 100 warna permata, juga mempunyai 84 ribu garis-garis seperti gambar-gambar surgawi, dan garis-garis itu memancarkan 84 ribu sinar. Semua yang kita bayangkan harus tampak jelas! Juga setiap kelopak dan mahkota bunga dari bunga padma maha besar itu berukuran 250 yojana, jumlah kelopak dan mahkota bunga dalam setiap kuntum ada 84 ribu helai, dan di antara helaian-helaian itu terdapat 100 koti induk permata untuk memperindahnya. Setiap permata memancarkan ribuan sinar ke atas bagaikan sebuah payung iram-iram yang maha besar dari 7 mestika untuk melindungi bumi-Nya. Bunga padma yang demikian besar itu dipasang di atas Asana (takhta besar) terbuat dari permata “Sakrabhilagna”, dan dindingnya dihiasi 80 ribu permata dari “Vajra-kimsuka” beserta permata “Brahma-mani”, juga dihiasi dengan jaring-jaringan yang terbuat dari manikam ajaib. Di atas takhta maha besar itu di pojok-pojoknya terdapat 4 saka dari dhvaja mestika, setiap dhvaja (panji besar) mestika besar dan tingginya bagaikan ratusan ribu koti Gunung Semeru. Dan dikelilingi sehelai tirai mestika yang sangat besar dan panjang, sehingga keindahannya seperti istana mewah dari surga Yama! Seluruh tirai mestika dihiasi 500 mutiara ajaib, setiap mutiara ajaib dapat memancarkan 84 ribu sinar dan setiap sinar berwarna keemasan yang banyaknya 84 ribu macam warna. Setiap warna keemasan itu menyinari “bumi mestika” dan sinarnya dapat berubah-ubah. Kadang-kadang berubah menjadi “Vajrasana” (takhta intan) maha besar, kadang-kadang berubah menjadi jaringan hiasan manikam, kadang-kadang menjadi awan dan bunga beraneka warna dan sebagainya. Semua dari benda-benda jelmaan itu, sesuai dengan kehendak sang umat mengadakan kebaktian. Inilah yang disebut “Perenungan Takhta Bunga” juga dinamakan vipasyana ketujuh”.
Sang Buddha memberitahukan kepada Arya Ananda: “Ketahuilah O, Arya Ananda! Bunga padma ajaib yang demikian besar yang Kukatakan tadi, ada karena kekuatan “Pranidhana” (nadar utama) Bhiksu Dharmakara sewaktu melaksanakan Dharma Agung! Maka barangsiapa ingin melaksanakan metode “Perenungan Buddha Amitabha”, mereka harus merenung “Takhta Bunga Padma”, harus menyatukan pikirannya dan hatinya tidak boleh kusut atau terikat pada objek lain, pemuja harus mengamati bayangan gambaran takhta bunga secara teliti dan diamati satu persatu setiap bagiannya, yakni: setiap kelopak dan mahkota bunga, setiap permata, setiap sinar, setiap takhta serta setiap dhvaja, semuanya sampai tampak nyata, bagaikan orang bercermin wajahnya pada cermin yang terang. Jika “Perenungan Takhta Bunga Padma” telah berhasil, maka si pemuja telah melenyapkan 50 ribu koti kalpa kesalahan-kesalahan dari “Janmamarana”, dan pasti dilahirkan di alam Sukhavati setelah ia meninggal dunia. Ketahuilah “Vipasyana Takhta Bunga Padma” ini merupakan vipasyana yang benar, jika dengan cara yang lain disebut vipasyana keliru”.
(8) Kemudian Sang Buddha bersabda kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi: “Jika si pemuja telah melihat padmasana (takhta padma maha besar) tersebut di atas, mereka harus langsung membayangkan Buddha, karena para Tathagata mempunyai Dharmakaya yang mudah menempati batin si pemuja, maka waktu merenungkan Buddha, pastilah dalam batinmu teah dilengkapi “Dvatrimsa Mahapurursalaksana” (32 tanda agung rupawan) serta “Asity anuvyanjana” (80 tanda bagus tambahan). Jika hatimu terus merenungkan Buddha tanpa berhenti berarti batinmu telah menjadi Buddha! Para Buddha berstatus “Samyaksambodhi” dan kebijaksanaan-Nya bagaikan samudera nan luas, segala kenyataan dapat diwujudkan dalam batin si pemuja. Karenanya, kalian seyogyanya merenungkan Buddha terus menerus dengan hati yang tidak kusut dan segenap kekuatan batin, serta merenungkan terhadap gelar Buddha, yakni Tathagate, Arhate, Samyaksambuddha, dan sebagainya yang dimiliki para Buddha.”
Sang Buddha melanjutkan: “Juga, barangsiapa ingin melaksanakan perenungan Buddha Amitabha, mula-mula ia harus merenungkan sebuah area Buddha mestika yang seluruh badannya berwarna keemasan seperti emas “Jambunada”, dan duduk bersila di kolam 7 mestika di Alam Sukhavati! Renungkanlah terus menerus sehingga dengan mata tertutup maupun terbuka, gambaran arca Buddha emas mestika itu tetap ada dalam ingatan kita! Setelah gambaran tersebut terlihat, maka mata batinnya akan terbuka, sehingga segala keadaan yang demikian megah dan agung karena dihiasi 7 mestika di alam Sukhavati dapat dilihatnya dengan jelas, yakni: Bumi mestika, kolam mestika, barisan pohon mestika maupun jaring-jaring mestika yang terbentang di langit ataupun tirai-tirai mestika yang indah, semuanya harus terlihat dengan nyata, seperti melihat garis-garis pada telapak tangan! Jika semuanya itu telah kita lihat, kemudian kita merenungkan sekuntum bunga padma maha besar terletak di sebelah kiri Sang Buddha, bunga tersebut tidak berbeda dengan bunga padma yang Kuuraikan tadi! Juga, kita merenungkan sekuntum bunga padma maha besar di sebelah kanan Sang Buddha, setelah itu, si pemuja harus merenungkan Bodhisattva Avalokitesvara duduk bersila di atas padmasana yang terletak di sebelah kiri dengan badan keemasan seperti Sang Buddha, kemudian Bodhisattva Mahasthamaprapta juga duduk bersila di atas padmasana di sebelah kanan Buddha Amitabha, badanNya tidak berbeda dengan Sang Avalokitesvara! Jika perenungan tersebut telah terjadi, maka kita dapat melihat badan dari gambaran mestika Buddha Amitabha beserta kedua Bodhisattva memancarkan sinar dengan jelas, sinarNya keemasan dan memancar ke pohon mestika 7 baris.
Pada setiap pohon mestika terdapat 3 kuntum bunga teratai besar yang terletak di bawahnya dan terdapat seorang Buddha dan dua Bodhisattva duduk bersila di atas bunga teratai itu, sehingga seluruh bumi Sukhavati dipenuhi dengan bunga teratai serupa itu! Jika perenungan tersebut di atas telah terjadi, pastilah si pemuja akan mendengar suara-suara merdu tentang Dharma Luhur, baik dari aliran air, dari pancaran sinar, dari pohon mestika, dari angsa hutan, dari bangau putih, dari belibis dan unggas-unggas lainnya maupun dari alat-alat musik surgawi, dan sebagainya! Walaupun sedang bersamadhi atau telah bangkit dari Samadhi, si pemuja akan tetap dapat mendengar Dharma Luhur tersebut! Dan apapun yang didengar oleh si pemuja, waktu ia sedang bersamadhi atau telah bangkit Samadhi, ia harus mengingat sedalam-dalamnya tanpa sedikitpun lenyap. Semua yang kita bayangkan harus sesuai dengan Sutra yang Kuuraikan ini, bila berlainan maka perenungan yang kita lakukan disebut “Mithya-samjna” (khayalan ilusi), jika sama dengan Sutra ini disebut “telah melihat segala keadaan alam Sukhavati secara ringkas”. Inilah yang disebut “Perenungan Gambaran” juga dinamakan vipasyana kedelapan. Ketahuilah, barangsiapa telah melakukan vipasyana tersebut di atas, mereka dapat melenyapkan berjuta-juta koti kalpa kesalahan-kesalahan dari “Janmamarana”. Mereka pasti dapat memperoleh “Buddha-anusmrti-samadhi” yakni Samadhi tentang perenungan Buddha pada masa sekarang!
(9) Sang Buddha bersabda lagi kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi: “Jika vipasyana tersebut di atas telah berhasil, selanjutnya kita harus bervipasyana sinar dari badan dan wajah Buddha Amitayus! O, Arya Ananda! Ketahuilah, badan Buddha Amitayus dan cahaya-Nya persis sama dengan ratusan ribuan koti kali lipat warna emas “Jambunada” dari Surga Yama, tinggi-Nya 60 ribu koti nayuta butiran-butiran pasir Sungai Gangga yojana! Dan di wajah Buddha Amitayus terdapat sebuah “urnakesah” (rambut putih mengkilat) ditengah kening-Nya, berputar dari kanan ke kiri, tinggi lingkaran sinar dari “urnakesah” itu sama dengan 5 kali Gunung Semeru, juga kedua mata Buddha Amitayus luasnya bagaikan 4 samudera. Juga, sinar-sinar yang keluar dari setiap pori-pori-Nya juga seperti Gunung Semeru! Pada lingkaran sinar di atas leher yang terus melingkari kepala Buddha Amitayus itu, besarnya hampir memenuhi seratus koti “Trisahasra mahasahasra lokadhatu”. Di dalam lingkaran sinar tersebut terdapat sejuta koti nayuta butiran-butiran pasir Sungai Gangga Buddha “Nirmita” (Buddha jelmaan), setiap Buddha “Nirmita” diikuti para Bodhisattva “Nirmita” yang banyaknya sulit diperkirakan! Ketahuilah, keelokan Buddha Amitayus ada 84 ribu rupa, dan setiap rupa terdapat 84 ribu kecantikan, setiap kecantikan juga terdapat 84 ribu cahaya. Setiap cahaya menyinari para umat yang tekun melaksanakan “Perenungan Buddha” dari dunia di sepuluh penjuru, terus bersinar dan menyelamatkan, tak seorangpun yang tertinggal!
Sungguh, banyaknya para Buddha “Nirmita” beserta cahaya-Nya, kecantikan-Nya yang demikian menakjubkan, tidak dapat dijelaskan sampai habis, karenanya, curahkanlah segenap batin kita pada objek-objek yang telah direnungkan itu saja, supaya mata batin kita dapat melihat semuanya!
Jika segala krtsna tersebut telah dapat kita lihat dengan jelas, maka kepahalaannya tidak berbeda dari hasil melihat semua Buddha di 10 penjuru! Jika para Buddha di 10 penjuru telah dapat dilihat oleh si pemuja, maka “Buddhacitta” (Batin Buddha) juga akan terlihat olehnya! Apakah batin Buddha itu? Adalah symbol “Maha Maitri Karuna” menyelamatkan para makhluk sengsara dengan maitri karuna tanpa suatu syaratpun! Barangsiapa melaksanakan Vipasyana “Buddhacitta”, pasti ia dapat memperoleh pahala “Anutpattikaksanti” dan ia dapat lahir di berbagai alam suci di depan Buddha, setelah ia meninggal dunia. Karena itu, para umat yang bijak seyogyanya menyatukan pikirannya sehingga tidak kusut, lalu melaksanakan perenungan terhadapa Buddha Amitayus terus menerus tanpa henti! Jika kita merenungkan Buddha Amitayus, krtsna pertama yang mudah untuk vipasyana adalah “urnakesah” ditengah kening Buddha itu dan harus diamati dengan jelas. Jika tanda-tanda bagus Buddha yaitu “Urnakesah-Nya” telah kita lihat, maka tanda-tanda bagus lain yang banyaknya 84 ribu macam “kecantikan rupa” dari seluruh badan Sang Buddha itu pasti tampak. Seperti yang diketahui bahwa barangsiapa melihat seluruh badan Buddha Amitayus, sama dengan melihat Buddha di 10 penjuru, maka mereka akan di-Vyakarana oleh para Buddha di depannya. Inilah yang disebut “Perenungan Seluruh Badan Buddha” juga dinamakan vipasyana kesembilan. Jika si pemuja melaksanakan metode ini hingga berhasil disebut vipasyana benar, jika dengan metode lain disebut vipasyana keliru!
(10) Sang Buddha bersabda lagi kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi: “Jika rupa dari Buddha Amitayus telah kita lihat dengan jelas, selanjutnya kita harus bervipasyana kepada Bodhisattva Avalokitesvara! Ketahuilah, tinggi badan Bodhisattva ini mencapai 800 koti nayuta yojana, dan seluruh badan-Nya berwarna keemasan, kepalanya ber-usnisa, leher-Nya berlingkaran sinar yang diameternya mencapai ratusan ribu yojana! Di dalam lingkaran sinar ynag sangat gemerlapan itu, selalu tampak Buddha “Nirmita” yang rupanya seperti Buddha Sakyamuni, dan di pinggir para “Buddha Nirmita” (Buddha jelmaan) tersebut masing-masing terdapat 500 Bodhisattva “Nirmita” dan disertai banyak dewa datang dari surga. Jika badan Beliau bergerak sedikit lantas para makhluk yang berada di 5 alam kesedihan, semua bentuknya satu persatu terlihat di dalam sinar-Nya.
Juga, sebuah makhota surga yang penuh hiasan permata “Bhilagnamani” terdapat di kepala-Nya, di tengah mahkota surga itu terdapat satu Buddha “Nirmita” sedang berdiri yang tingginya sekitar 25 yojana. Wajah Sang Avalokitesvara berwarna emas “Jambunada”, “Urnakesah” yang tumbuh di tengah kening-Nya berwarna 7 mestika dan dapat memancarkan 84 ribu macam sinar. Pada setiap sinar terdapat ratusan ribu Buddha “Nirmita” dan masing-masing didampingi Bodhisattva “Nirmita” yang jumlahnya tak dapat diperkirakan! Dan, bentuk mereka dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan sinar tersebut, semua itu memenuhi di 10 penjuru dunia! Warna kedua tangan Sang Avalokitesvara seperti bunga padma. Tangan-Nya juga dapat memancarkan 80 koti sinar sangat menakjubkan yang kemudian berubah menjadi kalung keruya, juga segala hasil gemilang para Bodhisattva dapat diperlihatkan di dalam kalung keruya yang gaib itu. Warna kedua telapak tangan-Nya juga seperti 500 koti bunga teratai beraneka warna. Pasa setiap ujung jari terdapat 84 ribu gambar seperti gambar cetakan, setiap gambar terdapat 84 ribu warna, setiap warna memancarkan 84 ribu sinar demikian lembut dan terus memancar ke berbagai daerah. Ketahuilah, Sang Bodhisattva selalu menyambut para umat dengan tangan mestika yang gaib ini! Jika Beliau mengangkat kaki-Nya, akan tampak ribuan cakra dan dapat menjelma menjadi 500 koti takhta bersinar menyangga kaki-Nya. Jika kaki-Nya menginjak lantai, bunga-bunga “Vajramani” bertaburan penuh sesak di atas lantai. Demikianlah badan Sang Avalokitesvara dilengkapi tanda-tanda bagus yang tidak berbeda dengan Buddha Amitayus, kecuali “Usnisa” kepala-Nya tidak begitu menonjol, sehingga kecantikan Beliau belum menyamai Sang Tathagata! Inilah yang disebut “vipasyana Rupakaya Sang Avalokietsvara” juga dinamakan vipasyana kesepuluh.
Sang Buddha bersabda kepada Arya Ananda: “Ketahuilah, Arya Ananda! Barangsiapa hendak bervipasyana Bodhisattva Avalokitesvara, ia harus menggunakan metode yang Kuuraikan tadi. Jika vipasyana yang penting ini telah dilakukan hingga sukses, pasti si pemuja tidak akan menderita berbagai malapetaka, juga segala karma jahat yang dibuat di masa lampau akan musnah. Juga kesalahan-kesalahan “Janmamarana” yang berkalpa-kalpa akan lenyap semuanya! Barangsiapa hanya mendengar dan mengingat-ingat nama Bodhisattva Avalokitesvara, mereka akan beranugerah jasa-jasa kebahagiaan, apalagi jika si pemuja dapat melaksanakan vipasyana yang benar kepada Bodhisattva ini!
Ingatlah, jika ingin melaksanakan vipasyana terhadap Bodhisattva Avalokitesvara, krtsna yang pertama yang harus kita amati dalam vipasyana ini ialah “Usnisa” di kepala-Nya, kemudian kepada mahkota mestika-Nya, dan menyusul seluruh rupa Bodhisattva itu.
Setiap bagian dari rupa Bodhisattva itu, harus teramati dengan jelas seperti melihat garis-garis di telapak tangan kita. Vipasyana demikian disebut vipasyana benar, jika menyimpang dari ini disebut vipasyana keliru.”
(11) Sang Buddha bersabda lagi: “Selanjutnya kita melaksanakan vipasyana Bodhisattva Mahasthamaprapta! Ketahuilah, tinggi dan besar Bodhisattva ini sama dengan Sang Avalokitesvara. Lingkaran sinar di atas kepala-Nya berdiameter 25 yojana dan dapat memancar sejauh 250 yojana. Sinar hidup keluar dari seluruh badan-Nya dapat menembus alam suci di 10 penjuru, sehingga bumi-bumi tersebut berwarna keemasan dan merah ungu. Jika para umat pernah meyakini Buddha Dharma, pasti mereka dapat melihat rupa Bodhisattva Mahasthamaprapta jika mereka ingin melihat badan-Nya.
O, Arya Ananda! Ketahuilah, jika si pemuja dapat melihat sinar hidup yang hanya dari satu pori saja, sama saja dengan mereka melihat sinar hidup yang suci dan menakjubkan dari para Buddha di 10 penjuru! Karena itu, Sang Bodhisattva yang memiliki sinar hidup itu disebut “Anantavamprabha” (sinar hidup tanpa batas)! Beliau selalu menggunakan “Cahaya Kebijaksanaan” untuk menerangi badan para makhluk sengsara supaya mereka dapat cepat meninggalkan tiga alam kesedihan. Karena daya kekuatan dari “Cahaya Kebijaksanaan”-Nya demikian hebat, maka Bodhisattva tersebut dinamakan “Mahasthamaprapta (Memperoleh Kekuatan Dahsyat)! Pada mahkota surgawi-Nya terdapat 500 bunga mestika.
Setiap bunga mestika ditopang oleh 500 takhta mestika. Juga, bumi-bumi yang sangat suci dan luas dari para Buddha di 10 penjuru, terlihat di dalam takhta mestika itu, sungguh megah dan menakjubkan! “Usnisa” di atas kepala-Nya seperti bunga padma yang belum mekar tetapi berwarna kemerah-merahan, dan di atas “Usnisa” itu terdapat sebuah “Kundika” (botol surgawi) mestika yang penuh cahaya di dalamnya, dapat memperlihatkan gambaran para umat suci sedang mengadakan kebaktian di dalam sinar cahaya itu. Tetapi tanda-tanda bagus lainnya dari seluruh badan-Nya tidak berbeda dengan Bodhisattva Avalokitesvara! Jika Bodhisattva tersebut mengayunkan langkahnya, bumi-bumi bergempa, getarannya meliputi seluruh dunia di 10 penjuru!
Pada tempat yang bergetar itu tumbuhlah 500 koti bunga mestika, indah, megah, agung, membuat bumi-bumi itu seperti alam Sukhavati! Jika Bodhisattva itu hendak duduk di takhta-Nya, bumi-bumi dari 7 mestika juga bergoncang. Goncangan itu meliputi alam Buddha di bagian bawah yaitu negeri Buddha Suvarnaprabha hingga bagian atas dari negeri Buddha Prabhasaraja. Di antara dua alam Buddha tersebut terdapat “Nirmanakaya” (Badan Penjelmaan) dari Buddha Amitayus, Bodhisattva Avalokitesvara serta Bodhisattva Mahasthamaprapta, jumlah “Nirmanakaya”-Nya tak dapat diperkirakan, semuanya berkumpul di alam Sukhavati dan duduk bersila di atas takhta teratai yang penuh sesak mulai di atas bumi hingga angkasa, berkhotbah Dharma luhur untuk menyelamatkan para makhluk sengsara. Metode tersebut disebut “Vipasyana Bodhisattva Mahasthamaprapta” juga dinamakan vipasyana kesebelas.
“Barangsiapa tekun melaksanakan vipasyana kepada Bodhissattva ini, mereka dapat memusnahkan beberapa Asamkhyeya kalpa kesalahan-kesalahan “Janmamarana”! Jika si pemuja telah melaksanakan vipasyana tersebut, pasti mereka akan lahir di alam Buddha dan tidak usah melewati kandungan lagi setelah ia meninggal dunia. Mereka lahir melalui sekuntum bunga padma besar dan suci, dan mereka melihat Sang Buddha, mereka juga berkesempatan mengelilingi berbagai negeri Buddha yang demikian indah, megah dan menakjubkan! Ketahuilah, jika vipasyana ini telah dicapai oleh si pemuja, maka kesemuanya dinamakan “Vipasyana Lengkap Yang Meliputi Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta”.
(12) Setelah itu, si pemuja harus bervisualisasi bahwa dirinya terlahir di negeri Buddha Amitayus di sebelah barat, dirinya duduk bersila di atas sekuntum bunga teratai besar, lalu kelopak dan makhota bunga itu menutup, setelah tak berapa lama, bunga tersebut mekar lagi, badannya terus dipancari 500 macam warna. Pada saat membuka kedua matanya, tampaklah para Buddha dan para Bodhisattva yang memenuhi angkasa di depan si pemuja. Kemudian ia mendengar suara-suara yang demikian damai yang berasal dari air yang mengalir, dari unggas-unggas, dari jaring-jaring sutera di atas pohon mestika, dari para Buddha di angkasa. Kesemuanya mengumandangkan Dharma Luhur dan makna-maknanya sesuai dengan “Dvadasanga-dharmapravacana (12 jenis Dharma yang dikhotbahkan Buddha Sakyamuni). Jika si pemuja telah selesai bersamadhi dari vipasyana tersebut, gambaran-gambaran telah direnungkannya itu harus tetap diingat tanpa lenyap, dengan demikian vipasyananya telah sempurna! Si pemuja tersebut dinamakan “Telah melihat Alam Sukhavati Negeri Buddha Amitayus”. Inilah yang disebut “Vipasyana Samantha-anusmrtih” (Perenungan kompleks), juga dinamakan “Vipasyana keduabelas”.
(13) Sang Buddha bersabda lagi: “Belajarlah sungguh-sungguh O, para bijaksana! Ketahuilah “Buddha Nirmita” (Buddha jelmaan) dari Buddha Amitayus, banyaknya sulit diperkirakan! Beliau dan Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta selalu datang ke tempat suci si pemuja untuk melindungi dan menyelamatkan si pemuja, tak seorangpun ditinggalkan oleh Beliau!”
Sang Buddha bersabda lagi kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi: “Para umat yang bercita-cita luhur dan bertekad lahir di alam Sukhavati di sebelah barat, mereka boleh bervipasyana sebuah arca Buddha Amitayus yang tinggi-Nya 16 kaki (1 kaki = 0,304 m) yang berdiri di kolam berair. Mengapa demikian?
Karena badan Buddha Amitayus besar dan tinggi-Nya tak dapat diperkirakan, maka krtsna seperti ini tidak mudah divipasyanakan oleh manusia biasa, karena pikirannya masih demikian kurang dan pendek! Karenanya Kuberikan metode mudah ini untuk si pemuja agar mereka dapat sukses secepatnya! Akan tetapi, berkat “Purva-pranidhana-bala” (kekuatan nadar utama masa lampau) Sang Buddha Amitayus, maka jika si pemuja bertekad melaksanakan metode perenungan tadi, cita-citanya akan sukses dan memperoleh pahala yang luhur! Para umat yang hanya merenung arca Buddha saja dapat beranugerah jasa kebahagiaan, apalagi si pemuja yang bertekad melaksanakan vipasyana kompleks tentang segala ciri-ciri Sang Buddha!
Buddha Amitayus penuh “Rddhivasita” (daya gaib serba guna), Beliau sering berada di berbagai dunia dengan segala penjelmaan-Nya. Beliau kadang-kadang memperlihatkan badan-Nya yang Maha Besar hingga memenuhi angkasa, kadang-kadang memperlihatkan badan kecil yang tinggi-Nya 16 kaki atau 8 kaki saja. Walaupun “Nirmana-kaya” (badan penjelmaan-Nya) kadang-kadang besar dan kadang-kadang kecil, tetapi tetap berwarna keemasan, Buddha “Nirmita”-Nya, lingkaran sinar-Nya, bunga padma mestika dan lainnya kesemuanya seperti yang Kuuraikan tadi. Juga, Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta sering muncul di berbagai dunia, badannya serupa dengan para makhluk di dunia itu, sehingga sulit dibedakan! Akan tetapi setelah kita mengamati kepala Beliau, pasti kita dapat mengetahui yang mana Sang Avalokitesvara dan yang mana Sang Mahasthamaprapta! Ketahuilah, kedua Bodhisattva tersebut bersama Buddha Amitayus menyelamatkan para umat menderita serta mengembangkan Dharma Luhur di alam semesta! Inilah yang disebut “Perenungan Serbaneka” juga dinamakan vipasayana ketigabelas.
Sang Buddha melanjutkan: “O, Arya Ananda dan Ratu Vaidehi yang bijak! Adalagi krtsna vipasyana terlahir pada setiap tingkatan di alam Sukhavati!”
Sang Buddha menganjurkan 3 macam metode Vipasyana yang agak lain kepada mereka, agar para pemuja dapat memilih metode sesuai dengan kemampuannya.
Sang Buddha melanjutkan: “Ketahuilah, metode mudah ini ada 3, yakni “Tingkat Tinggi”, “Tingkat Menengah”, “Tingkat Rendah”. Setiap tingkatan terdiri dari “Tiga Bagian”, yakni:
(14) Krtsna perenungan terlahir tingkat tinggi, bagian pertama
Barangsiapa bertekad lahir di alam Sukhavati dengan status bagian pertama pada tingkat tinggi, mereka harus membangkitkan dan memiliki “TriKusalacitta” (3 Pikiran Benar):
  • Pikiran yang tulus,
  • Batin yang penuh keyakinan (tanpa mundur),
  • Pikiran untuk “Parinamana” (penyaluran jasa-jasa).
Setelah memiliki “Tri Kusalacitta” tersebut, pasti ia dapat terlahir di alam suci tersebut!”
Sang Buddha melanjutkan: “Ada juga 3 macam makhluk yang dapat dilahirkan di alam Sukhavati:
  • Yang memiliki batin “Maitri-Karuna”, tidak membunuh, menjalankan segala sila dengan patuh,
  • Yang tekun membaca dan mempelajari Dharma luhur (Sutra-Sutra “Jalan Agung”) yang dikhotbahkan Sang Buddha
  • Yang mempraktekkan “Sad Anusmrtaya”. (Perenungan pada Buddha, Dharma, Sangha, Sila, Caga, Deva)
Yang telah menjalankan amal jasa tersebut selama 1 sampai 7 hari, setelah meninggal si pemuja yang tekun itu dapat dilahirkan di alam Sukhavati!
Karena sikap si pemuja terhadap Dharmanya demikian tekun dan tiada rasa takut sedikitpun, pada saat akan terlahir di alam Sukhavati, datanglah Buddha Amitabha, Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta beserta Buddha “Nirmita” yang banyaknya tak terkira, juga disertai ratusan ribu Bhiksu, Sravaka-sangha dan para dewa dengan istana-istana 7 mestika muncul di hadapan si pemuja. Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta membawa sebuah “Vajrasana” (takhta intan) mendekati si pemuja. Kemudian seluruh badan Buddha Amitabha memancarkan sinar hidup yang sangat terang menyinari badan si pemuja, lalu Beliau menjulurkan Tangan-Nya beserta para Bodhisattva menyambut si pemuja naik ke atas takhta intan. Kemudian Sang Avalokitesvara dan Sang Mahasthamaprapta dengan para Bodhisattva lain menghargai perilaku luhur si pemuja serta mendorong Bodhicitta si pemuja. Si pemuja merasa sangat gembira melihat dirinya telah duduk di atas takhta intan, mengikuti Sang Buddha, dan hanya sekilas saja ia telah terlahir di alam Sukhavati. Setelah ia lahir di negeri tersebut, ia berkesempatan melihat tanda-tanda bagus serta ciri-ciri sempurna dari seluruh “Rupakaya” (tubuh) Sang Buddha dan para Bodhisattva. Dharma luhur yang dikumandangkan oleh sinar-sinar dan pohon-pohon mestika juga didengarnya. Setelah Dharma luhur didengarnya, ia lantas memahami “Anutpattika-dharma-ksanti” (kesadaran akan kepastian Dharma tanpa muncul dan musnah). Sejak itu si pemuja mengunjungi negeri para Buddha di 10 penjuru, untuk mengadakan kebaktian dan langsung menerima “Vyakarana” (tahbisan kepastian untuk mencapai Kebuddhaan) di depan para Tathagata. Setelah itu ia kembali ke negerinya dan ia telah mencapai ratusan ribu pintu “Dharani”. Inilah yang disebut perenungan terlahir tingkat tinggi, bagian pertama”.
Krtsna perenungan terlahir tingkat tinggi, bagian kedua
Si pemuja tidak perlu mengingat sutra-sutra, namun harus mengerti makna-maknanya, tidak meragukan “Paramartha” (kebenaran agung) dari Buddha Dharma, tidak mencela sutra-sutra “Kendaraan Agung” yang diajarkan Sang Buddha. Dengan jasa-jasa tersebut si pemuja harus berparinamana agar dirinya dapat lahir di alam Sukhavati. Jika si pemuja akan meninggal dunia, datanglah Buddha Amitabha beserta Sang Avalokitesvara dan Sang Mahasthamaprapta beserta para Sravaka Sangha dan para pengikutnya, mengelilingi di sisi pemuja. Sang Buddha membawa sebuah “Suvarnasana” (takhta emas) di depan si pemuja seraya berkata: “O, Dharmaputra yang Kuhargai! Kamu telah menghayati ajaran-ajaran “Kendaraan Agung”, memahami makna-makna “Paramartha” para Buddha yang lampau! Karenanya Aku datang menyambutmu!”
Kemudian Buddha Amitabha beserta ribuan “Nirmita” Buddha menjulurkan tangan-Nya untuk menyambutnya. Ketika si pemuja merasa dirinya duduk bersila di atas takhta emas, ia lalu merangkapkan kedua tangannya seraya memuji para Buddha “Maha Maitri Karuna”! Dengan hanya sekilas pikiran, dirinya telah lahir di kolam 7 mestika di alam tersebut. Ketahuilah, bentuk takhta emas itu seperti ada sekuntum bunga padma mestika yang maha besar di atasnya, hanya selang semalam saja bunga tersebut telah mekar, seluruh badan si pemuja menjadi berwarna keemasan dan banyak bunga teratai dari 7 mestika memenuhi kedua kakinya. Sang Buddha beserta para Bodhisattva memancarkan sinar hidup dari tengah kening-Nya menyinari badan pemuja, karena cahaya itu sangat terang benderang, si pemuja lalu membuka kedua matanya dan merasa seperti mendapat “mata dewata”, sehingga penglihatannya sungguh terang!
Juga, karena ia pernah menjalankan berbagai sila dan menghayati Buddha Dharma, pernah mendengar ajaran “Kendaraan Agung” yang diajarkan para Buddha masa lampau, maka sekarang ia dapat mencerap berbagai suara mestika yang khusus mengumandangkan makna-makna “Paramartha” terluhur! Waktu si pemuja turun dari takhta emas itu, ia merangkapkan lagi kedua tangannya dan beranjali menyembah Buddha Amitabha serta menyanjung jasa-jasa Beliau dengan batin gembira! Kemudian setelah 7 hari, si pemuja mencapai “Avinivartani” (tetap sukses, tanpa mundur) dalam mencapai “Anuttara Samyak Sambodhi”. Ia juga mempunyai “Rddhividhi jnana” (kesaktian gaib) sehingga dapat terbang mengunjungi para Buddha mempraktekkan berbagai Samadhi, setelah satu kalpa kecil ia akan mencapai “Anutpattika Dharma ksanti” serta mendapat “Vyakarana” oleh para Buddha di negeri-Nya masing-masing. Inilah yang disebut perenungan terlahir tingkat tinggi, bagian kedua.
Krtsna perenungan terlahir tingkat tinggi, bagian ketiga
Si pemuja harus percaya hukum karma dan menghayati Dharma, tidak mencela ajaran “Kendaraan Agung” yang diajarkan Sang Buddha, selalu membangkitkan “Bodhicitta” (batin pencerahan), kemudian berparinamana jasa-jasanya kepada para makhluk agar membebaskan diri dan lahir di alam Sukhavati. Jika si pemuja akan meninggal dunia tampaklah Buddha Amitbha beserta Sang Avalokitesvara dan Mahasthamaprapta beserta para Bodhisattva, membawa sekuntum bunga padma keemasan yang maha besar datang ke depannya. Buddha Amitabha menjelmakan 500 “Nirmita” Buddha untuk menyambut si pemuja. Ke 500 “Nirmita” Buddha bersama-sama menjulurkan tangan-Nya seraya berkata: “O, Dharmaputra yang Kami hargai! Sekarang Kamu telah suci dan mengembangkan “Bodhicitta”! pantaslah Kami datang menyambutmu!” Setelah si pemuja merasa dirinya duduk di atas bunga padma keemasan dan ditutupi kelopak dan makhota bunga yang lembut dan harum, ia mengikuti Buddha Amitabha dan rombongan-Nya lalu dilahirkan di kolam 7 mestika di negeri-Nya. Setelah sehari saja, bunga padma keemasan mekar dan setelah 7 hari kemudian ia akan melihat Sang Buddha, namun segala tanda-tanda sempurna dan ciri-ciri keindahan dari seluruh badan Sang Buddha belum jelas dilihatnya, sehingga batinnya belum terang. Barulah setelah 21 hari akan kelihatan dengan jelas. Ia juga dapat mencerap berbagai suara yang sedang mengumandangkan Dharma luhur, ia juga dapat mengunjungi berbagai alam suci untuk berbakti kepada para Buddha dan mendengarkan Dharma yang mendalam di depan para Buddha di negeri-Nya masing-masing. Setelah 3 kalpa kecil lamanya, si pemuja akan mencapai “Satadharma vidya mukha” dan berada pada “Pramudita Bhumi” (Bodhisattva tahap pertama). Sang Buddha menjelaskan lagi: “Ketahuilah, status si pemuja ini disebut terlahir tingkat tinggi, bagian ketiga”.
Perenungan dari bagian pertama sampai tingkat ketiga ini termasuk “Tingkat Tinggi”, juga dinamakan vipasyana keempatbelas.
(15) Sang Buddha bersabda kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi:
“Sekarang kita mengamati vipasyana kelimabelas, yakni tingkat menengah, meliputi 3 bagian”.
Perenungan terlahir tingkat menengah, bagian pertama.
Barangsiapa memegang teguh “Pancasila”, “Astasila” dan menjalankan berbagai sila, tidak melanggar “Pancanantarya” serta tidak terlibat kesalahan lainnya. Dengan kebajikan tersebut berparinamana agar dapat dilahirkan di alam terbahagia di sebelah barat. Waktu ia akan meninggal dunia, Buddha Amitabha beserta para Bhiksu dan para pengikut mereka, datang di sekitar si pemuja, lalu Buddha Amitabha memancarkan sinar hidup berwarna keemasan menyinari si pemuja seraya menguraikan Dharma luhur tentang:
Dukkha (penderitaan), Sunya (kekosongan), Anitya (tidak kekal), dan Antaman (tanpa aku) kepadanya dan menghargai si pemuja akan tekadnya menghayati Dharma suci, dapat mengatasi segala penderitaan duniawi dan lahir di alam terbahagia! Si pemuja sangat gembira karena dihargai oleh Buddha Amitabha dan merasa dirinya telah duduk bersila di atas takhta bunga padma yang sangat besar, kemudian ia berlutut beranjali menghormat Sang Buddha, sebelum ia mengangkat mukanya, dirinya telah lahir di Alam Sukhavati dan bunga padma besar itupun mekar! Setelah bunga itu mekar, si pemuja akan mendengar berbagai jenis suara sangat merdu didengar, semuanya memuji ajaran-ajaran “Catvari Aryasatya”. Setelah pujian tersebut didengarnya ia mencapai pahala Arahat serta memperoleh “Tri vidya”, “Sad abhijna”, juga pengetahuan “Asta Vimoksa”! inilah yang disebut perenungan terlahir tingkat menengah, bagian pertama.
Krtsna perenungan terlahir tingkat menengah, bagian kedua.
Jika seorang umat memegang teguh dan mempraktekkan “Asta sila” atau “Dasasila” atau “Sramanera sila” satu sila lengkap bhiksu selama sehari semalam, dan tanpa kekurangan disiplin moral apapun, lalu ia bertekad dan berparinamana agar dirinya dapat lahir di alam Sukhavati. Keteguhannya menghayati sila-sila bagaikan wewangian yang melimpahi alam semesta, sehingga waktu si pemuja akan meninggal dunia, tampaklah Buddha Amitabha beserta para pengikut-Nya memancarkan cahaya serta membawa sekuntum bunga padma maha besar dari 7 mestika tiba di depan si pemuja. Sementara itu, si pemuja mendengar suara penghargaan bergema di angkasa: “O, Putra yang berbudi! Kamu memang orang bajik, berani menjalankan berbagai sila penting dan teguh menghayati Dharma Luhur dari para Buddha di tiga masa, maka Kami datang menyambutmu!”
Ketika si pemuja merasa dirinya baru duduk di atas bunga padma besar itu, kelopak dan mahkota bunga lalu menutup kembali dan terlahir di alam Sukhavati di sebelah barat. Bunga padma besar si pemuja itu tumbuh di kolam mestika, setelah 7 hari barulah mekar. Setelah bunganya mekar si pemuja membuka kedua matanya sambil beranjali menghormat dan memuji jasa-jasa Buddha Amitabha. Ia sangat gembira waktu mendengar Dharma Luhur yang diajarkan oleh Buddha Amitabha, sehingga ia memperoleh pahala Srotapanna. Sejak saat itu, setelah setengah kalpa kecil ia mencapai Arahat. Inilah yang disebut vipasyana terlahir tingkat menengah, bagian kedua.
Krtsna perenungan terlahir tingkat menengah, bagian ketiga.
Jika terdapat putra putri yang berbudi belaku patuh dan merawat orang tuanya, berlaku kasih sayang terhadapa semua makhluk, terhadap para umat di dalam masyarakat serta cinta nusa bangsa. Jika menjelang kematiannya terdapat para tokoh bijak (maitrayani), datang menjelaskan 48 “MahaPranidhana” (48 Nadar Utama) yang diucapkan oleh Bhiksu Dharmakara 10 kalpa yang lalu. Jika setelah mendengarkannya lalu ia meninggal dengan tenang, maka pada saat itu ia dapat terlahir di alam terbahagia di sebelah barat.
Setelah 7 hari si pemuja akan melihat Sang Avalokitesvara dan Sang Mahasthamaprapta berada di depannya. Setelah mendengarkan Dharma Luhur yang diuraikan oleh kedua Bodhisattva, ia sangat gembira dan memperoleh pahala Srotapanna, kemudian setelah satu kalpa kecil ia akan mencapai Arahat. Status si pemuja ini disebut terlahir tingkat menengah bagian ketiga.
Perenungan terlahir tingkat menengah, bagian pertama sampai ketiga, dinamakan vipasyana kelimabelas.
(16) Sang Buddha bersabda kepada Arya Ananda dan Ratu Vaidehi: “Vipasyana keenambelas yang akan Kuuraikan, juga terdapat 3 bagian”.
Krtsna perenungan terlahir tingkat rendah, bagian pertama.
Jika terdapat orang berbuat kejahatan, sungguh-pun tidak mencela Sutra Vaipulya atau ajaran “Kendaraan Agung” yang diajarkan Sang Buddha, tetapi ia tidak tahu malu dan sering berbuat kejahatan tanpa penyesalan.
Jika menjelang kematiannya, kebetulan ia bertemu dengan tokoh bijak (Maitrayani), yang sanggup menjelaskan judul-judul nama-nama dari “Dvadasa-Dharmapravacana-Mahayana” kepada orang tersebut. Karena terbekati pengertian nama sutra-sutra tersebut, maka karma buruknya yang meliputi ribuan kalpa akan lenyap. Selanjutnya tokoh bijak mengajarkan pula cara bernamaskara dan menyebut NAMO AMITABHA BUDDHAYA! Dengan demikian ia terbebas dari kesalahan-kesalahan “Janmamarana” selama 50 koti kalpa.
Pada saat itu Buddha Amitabha akan mengirimkan “Nirmita” Buddha beserta “Nirmita” Avalokitesvara dan “Nirmita” Mahasthamaprapta datang ke depan umat itu seraya memuji: “O, Putra yang berbudi! Karena engkau telah menyebut nama Buddha Amitabha, maka karma beratmu telah lenyap, maka kami datang menyambutmu!” Ketika ucapan tersebut selesai, sang umat lalu melihat cahaya terang keluar dari “Nirmita” Buddha memenuhi ruangannya, batinnya menjadi gembira lalu meninggal dengan tenang serta merasa dirinya naik bunga padma, mengikuti rombongan “Nirmita” Buddha dan lahir di kolam mestika di alam Sukhavati. Kemudian setelah 49 hari bunga padma itu mekar, sementara itu Maha Karuna Bodhisattva Avalokitesvara dan Maha Kuasa Bodhisattva Mahasthamaprapta, memancarkan sinar hidup dari tengah kening-Nya menyinari badan umat itu, lalu mengkhotbahkan 12 bagian Tripitaka Mahayana yang mendalam kepadanya. Setelah mendengarkannya ia menyadari dan meyakininya lalu membangkitkan “Bodhicitta”. Sejak itu setelah 10 kalpa kecil lamanya, ia akan mencapai “Sata-dharma-vidya mukha” dan mencapai bhumi pertama Bodhisattva. Inilah perenungan terlahir tingkat rendah, bagian pertama.
Krtsna perenungan terlahir tingkat rendah, bagian kedua.
Jika ada orang telah melanggar Pancasila, Atha sila, sila Bhiksu lengkap, mencuri milik Sangha atau milik Bhiksu, tanpa rasa malu, dan sebagainya, maka sesuai dengan karma-karmanya ia akan masuk neraka, api neraka yang menyala-nyala akan menimpa dirinya saat ia meninggal. Jika ia kebetulan dapat menemui seorang tokoh bijak yang maĆ®tri-karuna, yang rela menjelaskan “Tathagata-dasabala” Buddha Amitabha, memuji cahaya Buddha serta kesaktian “Rddhivasita”-Nya! Juga menguraikan tentang sila, Samadhi, prajna, vimoksadan sebagainya, sehingga sang umat dapat melenyapkan 80 koti kalpa kesalahan-kesalahan “Janmamarana”!
Api neraka yang menyala-nyala akan berubah menjadi angin semilir yang menebarkan bunga-bunga surga ke depannya. Di atas bunga surga itu terdapat beberapa “Nirmita” Buddha serta para “Nirmita” Bodhisattva yang datang menyambutnya, dengan hanya sekilas pikiran ia akan terlahir di kolam 7 mestika alam Sukhavati di dalam sekuntum bunga padma besar. Setelah 6 kalpa besar lamanya, bunga padma itu akan mekar, datanglah Sang Avalokitesvara dan Sang Mahasthamaprapta ke depannya, Beliau menguraikan Sutra-Sutra “Kendaraan Agung” kepada sang umat. Setelah ia mendengar Dharma luhur itu, ia dapat membangkitkan “Bodhicitta”nya yang luhur! Inilah yang disebut perenungan terlahir tingkat rendah, bagian kedua.
Krtsna perenungan terlahir tingkat rendah, bagian ketiga
Akhirnya, akan makhluk-makhluk yang terlahir di tingkat terendah. Jika ada seseorang yang melakukan perbuatan jahat, dan melakukan 10 perbuatan jahat, lima karma buruk yang berat dan sebagainya, orang itu, karena bodoh dan bersalah atas banyak kejahatan, seharusnya jatuh ke alam-alam rendah dan menderita selama berkalpa-kalpa. Di menjelang kematian jika ia bertemu dengan guru yang baik dan terpelajar, yang mengajar dan menyemangati ia dalam berbagai cara, mengkhotbahkan padanya dharma yang agung dan menginstruksikan cara merenungkan Buddha, tetapi ia, terganggu oleh rasa sakit, tidak mempunyai waktu untuk berpikir tentang Buddha. Seorang teman yang baik akan berkata padanya: “Biarpun kamu tidak dapat melatih perenungan pada Buddha, kamu setidaknya dapat melafalkan nama “Buddha Amitayus”. Biarkan ia melakukannya dengan tulus dengan suara tanpa putus; biarkan ia (terus menerus) berpikir tentang Buddha sampai ia telah menyelesaikan pikiran itu sepuluh kali, mengulang formula “Namo Amitabha Buddha/ Terpujilah Buddha Amitayus). Dengan kekuatan kebajikannya melafal nama Buddha tersebut, selama setiap pelafalan, menghapuskan karma buruk yang akan membawanya ke kelahiran dan kematian selama delapan puluh juta kalpa. Dia akan, ketika mati, melihat bunga teratai emas seperti lingkaran matahari muncul di depan matanya; seketika ia akan lahir di alam sukhavati. Setelah dua belas kalpa besar bunga teratai akan mekar; dimana Bodhisattva Avalokitesvara dan Mahastamaprapta, dengan suara dimotivasi welas asih, akan mengajarkan kepadanya dengan rinci keadaan sebenarnya dari realitas dan hukum penghapusan karma. Ketika mendengarnya ia akan bersuka cita dan mengarahkan pikirannya pada pencapaian pencerahan – demikianlah makhluk-makhluk yang akan lahir di tingkat terendah bagian ketiga. Meditasi pada tiga bagian terendah itu adalah vipasyana keenambelas.
Kegembiraan Ratu Vaidehi
Ketika pengajaran Sang Buddha Sakyamuni selesai, tiba-tiba Ratu Vaidehi beserta 500 gadis pengikutnya yang telah mendengar ajaran luhur itu, melihat alam Sukhavati terwujud di depan masing-masing, buminya demikian indah dan megah! Mereka juga melihat Buddha Amitabha dengan kedua Bodhisattva Mahasattva di sebelah kiri kanan-Nya di angkasa. Alangkah gembiranya karena sejak lahir mereka belum pernah mendapat kesempatan demikian! Mereka segera membangkitkan “Bodhicitta”nya dan semuanya mendapat pahala “Anutpattika-dharma-ksanti” seketika itu juga.
Karena telah membangkitkan kesadaran luhur menuju “Anuttara-samyaksambodhi”, maka ke 500 gadis pengikut itupun bertekad lahir di alam Buddha tersebut, lalu masing-masing ditahbis oleh Buddha Sakyamuni agar mereka dapat lahir di alam Sukhavati, dan mereka akan mencapai “Sarva-Buddha-sammukha-samadhi” yakni Samadhi mewujudkan para Buddha di depan pemuja di alam suci itu.
Sementara itu, para pendengar dan para dewata dari berbagai surga, juga membangkitkan “Bodhicitta”.
Nama Sutra dan penutup
Pada saat itu Arya Ananda bangkit dari tempat duduknya lalu memohon Sang Buddha: “O, Lokanatha yang termulia! Apa nama Sutra yang dikhotbahkan Sang Buddha ini? Dan harus bagaimana melaksanakannya?”
Sang Buddha bersabda kepada Arya Ananda: “O, Arya Ananda! Sutra yang baru Kuuraikan ini disebut: “Sutra vipasyana Alam Sukhavati dan Buddha Amitabha beserta Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta”. Juga dinamakan “Sutra membersihkan segala halangan supaya dapat dilahirkan di depan para Buddha”. (Saat sekarang biasanya disebut Amitayur Dhyana Sutra).
Anda seyogyanya menghayati Sutra ini dengan seksama dan mengingatnya dalam-dalam tidak melupakan kata-kata-Ku!
Ketahuilah, barangsiapa melakukan meditasi dengan metode vipasyana ini, mereka dapat melihat Buddha Amitayus (Amitbha) dan kedua Bodhisattva-Mahasattva pada masa sekarang! Jika terdapat para putra-putri yang berbudi pernah mendengar nama-nama Buddha, mereka dapat melenyapkan beberapa kalpa kesalahan-kesalahan “Janmamarana” yang berat, apalagi jika mereka bertekad melaksanakan “Perenungan Buddha” dan sebagainya! O, Arya Ananda! Ketahuilah orang-orang yang berani memeluk Buddha Dharma dan melakukan “Perenungan Buddha” itu, mereka adalah teratai putih (pundarika) yang mulia dan jarang muncul dari kelompok manusia! Juga, Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta menjadi teman baik mereka! Pada saatnya mereka akan dilahirkan di alam Buddha dari para Buddha dan dalam waktu singkat mereka akan duduk dalam “Bodhi-mandala” memegang kewajiban maha mulia!
Sang Buddha berpesan kepada Arya Ananda: “O, Arya Ananda! Ingatlah kata-kata-Ku dengan baik, dan ketahuilah jika anda dapat mengingat kata-kata-Ku dengan lengkap, kepahalaanmu tidak berbeda dengan para umat yang menyebut nama Buddha Amitayus (NAMO AMITABHA BUDDHAYA)!” Setelah Sang Buddha mengucapkan kata-kata tersebut, Arya Ananda, Arya Mahamaudgalyayana, Ratu Vaidehi serta para pengikutnya bergembira. Kemudian Sang Buddha Sakyamuni melangkah ke angkasa kembali ke Vihara di Gunung Grdhrakuta!
Kemudian Arya Ananda mewakili Sang Buddha mengulangi pengajaran Buddha Sakyamuni kepada para pendengar yang sedang berkumpul di pesamuan besar itu.
Setelah selesai pengulangan tersebut, para hadirin, para dewata dari berbagai surga, serta para naga, yaksa dan sebagainya bergembira mendengarkannya, kemudian beranjali menghadap Gunung Grdhrakuta menghormat Sang Buddha, lalu pergi.
Sutra Meditasi terhadapa Buddha Amitayus yang disabdakan Buddha Sakyamuni telah selesai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav