Langsung ke konten utama

SIGALOVADA SUTTA (KHOTBAH UNTUK PERUMAH TANGGA)


Demikianlah yang telah kudengar:
Pada suatu hari Sang Bhagava bersemayam di dekat Rajagaha di Veluvana di Kalandakanivapa. Pada waktu itu Sigala yang muda belia, putera seorang kepala keluarga, bangun pagi-pagi sekali, pergi keluar Rajagaha. Dengan rambut dan pakaian basah ia mengangkat tangan yang dirangkap, menyembah berbagai arah bumi dan langit Timur, Selatan, Barat, Utara, Bawah dan Atas.
Pada pagi itu Sang Bhagava setelah berkemas pagi-pagi sekali dengan mengenakan jubah dan membawa mangkok memasuki Rajagaha untuk Pindapata. Ketika Beliau melihat Sigala yang muda belia sedang memuja, Beliau bertanya:
“Kepada keluarga yang muda belia, mengapa engkau bangun pagi-pagi dan meninggalkan Rajagaha dengan rambut dan pakaian basah, serta memuji berbagai arah bumi dan langit?”
“Bhante, ayah hamba ketika mendekati ajalnya, telah berpesan kepada hamba: ‘Ananda yang baik, engkau harus menyembah berbagai arah bumi dan langit’. Demikian Bhante, karena menghormati kata-kata ayah hamba, mengindahkannya, menjunjungnya, menganggap suci, maka hamba bangun pagi-pagi sekali, meninggalkan Rajagaha dan memuja secara demikian.”
“Tetapi dalam agama seorang Ariya, wahai kepala keluarga yang muda belia, enam arah itu seharusnya tidak disembah secara demikian.”
“Bagaimanakah, Bhante, dalam agama seorang Ariya, enam arah itu harus disembah? Alangkah baiknya, Bhante, jika Sang Bhagava berkenan mengajarkan sebuah ajaran yang membentangkan cara bagaimana enam arah itu harus disembah dalam agam seorang Ariya.”
“Dengarkanlah, kepala keluarga yang muda belia, perhatikanlah kata-kata kami, dan kami akan berbicara.”
“Baiklah, Bhante,” jawab Sigala yang muda belia.
“Sedemikian jauh, siswa Yang Ariya telah menyingkirkan empat cacat dalam tingkah laku, duhai kepala keluarga yang muda belia. Sebegitu jauh ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat karena empat dorongan, sebegitu jauh ia tidak mengejar enam saluran yang menelan kekayaan. Demikianlah ia menjauhkan diri dari empat belas cara jahat, dia itu pelindung enam arah, ia telah terlatih sedemikian rupa untuk menaklukkan kedua alam, ia telah terjamin untuk alam sini dan alam sana. Pada saat hancurnya badan jasmani setelah mati, ia akan menitis dalam kehidupan bahagia di Surga.
Apakah empat cacat dalam tingkah laku yang telah ia singkirkan? 1. Membunuh, 2. Mencuri, 3. Kecabulan, dan 4. Kata-kata dusta. Inilah empat cacat dalam perilaku yang telah ia singkirkan.”
Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Beliau bersabda pula:
“Penjagalan kehidupan, pencurian, berdusta, perzinaan, untuk semuanya itu tidak sepatahpun kata pujian diberikan oleh Sang Bijaksana.
Apakah empat dorongan yang membuat orang melakukan perbuatan jahat? Perbuatan jahat dilakukan atas dorongan: 1. Nafsu, 2. Kebencian, 3. Kebodohan, 4. Ketakutan. Siswa Ariya tidak tersesat oleh dorongan-dorongan ini; ia tidak melakukan perbuatan jahat karena dorongan ini.”
Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Beliau bersabda pula:
“Barang siapa melanggar Dhamma, karena nafsu atau kebencian, kebodohan, dan ketakutan, maka nama baiknya akan menjadi suram. Barang siapa yang belum pernah melanggar Dhamma karena nafsu atau kebencian, kebodohan, dan ketakutan, maka nama baik akan menjadi penuh dan sempurna, bagaikan rembulan dalam masa purnama siddhi.
Apakah enam saluran untuk menghamburkan kekayaan?
  1. Ketagihan minum-minuman yang memabukkan;
  2. Sering berkeluyuran di jalan pada waktu yang tidak tepat;
  3. Mengejar tempat-tempat pelesiran;
  4. Gemar berjudi;
  5. Mempunyai pergaulan yang buruk;
  6. Kebiasaan menganggur.
Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, terhadap ketagihan pada minum-minuman yang memabukkan:
  1. Kehilangan harta;
  2. Bertambahnya percekcokan;
  3. Mudah terkena penyakit;
  4. Kehilangan watak yang baik;
  5. Menampakkan diri secara tidak pantas;
  6. Melemahkan daya pikir atau kecerdasan.
Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, karena berkeluyuran pada waktu yang tidak tepat:
  1. Diri sendiri tanpa penjagaan dan perlindungan;
  2. Anak isteri tiada penjagaan dan perlindungan;
  3. Harta bendanya tiada penjagaan dan perlindungan;
  4. Lebih jauh lagi ia dituduh melakukan berbagai tindakan kejahatan (yang belum jelas);
  5. Menjadi sasaran segala macam desas-desus;
  6. Ia akan mengalami banyak kesulitan.
Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, dari mencari tempat-tempat pelesiran. Ia akan terus menerus berpikir:
  1. Di manakah ada tari-tarian?
  2. Di manakah ada nyanyi-nyanyian?
  3. Di manakah ada musik?
  4. Di manakah ada pertunjukan?
  5. Di manakah ada gendang dan tambu?
  6. Di manakah ada bunyi-bunyian?
Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, bagi orang yang gemar berjudi:
  1. Jika menang, ia memperoleh kebencian;
  2. Jika kalah, ia tangisi harta bendanya yang telah hilang;
  3. Hartanya yang nyata dihamburkan;
  4. Di pengadilan kata-katanya tidak berharga;
  5. Dipandang rendah oleh sahabat-sahabat dan pejabat-pejabat pemerintah;
  6. Ia tidak disukai oleh orang-orang yang mencari menantu laki-laki, karena mereka akan berkata: ‘Seorang penjudi tidak akan sanggup memelihara isterinya’.
Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, dari pergaulan buruk:
  1. Setiap penjudi merupakan sahabat dan kawannya;
  2. Setiap pemogok merupakan sahabat dan kawannya;
  3. Setiap pemabuk merupakan sahabat dan kawannya;
  4. Setiap penipu merupakan sahabat dan kawannya;
  5. Setiap tukang memperdayai merupakan sahabat dan kawannya;
  6. Setiap tukang berkelahi merupakan sahabat dan kawannya.
Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, dari kebiasaan menganggur:
  1. Ia berkata: ‘Terlalu dingin’ dan ia tidak bekerja;
  2. Ia berkata: ‘Terlalu panas’ dan ia tidak bekerja;
  3. Ia berkata: ‘Terlalu pagi’ dan ia tidak bekerja;
  4. Ia berkata: ‘Terlalu siang’ dan ia tidak bekerja;
  5. Ia berkata: ‘Aku terlalu lapar’ dan ia tidak bekerja;
  6. Ia berkata: ‘Terlalu kenyang’ dan ia tidak bekerja;
Sedangkan apa yang harus dilakukan tetap tidak dikerjakan, harta baru tidak ia dapatkan, dan hartanya yang ada menjadi habis.”
Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Sang Buddha bersabda pula: “Beberapa sahabat memuji kawan minum. Beberapa orang mengatakan sahabat baik, sahabat baik. Akan tetapi, yang membuktikan dirinya sebagai kawanmu pada waktu bahaya, dialah yang benar-benar boleh dikatakan seorang sahabat.”
“Tidur sewaktu matahari telah terbit dan perzinaan. Terlibat dalam percekcokan-percekcokan dan berbuat jahat. Bersahabat dengan orang-orang jahat dan berhati telengas. Inilah enam sebab yang menjadikan orang tergelincir.
Jika ia bersahabat dengan berkawan dengan orang-orang jahat, mengatur hidupnya dengan cara jahat baik di alam ini maupun di alam sana, orang itu akan terperosok dengan menyedihkan.  Berjudi dan wanita, minuman keras, tarian dan nyanyian, tidur di waktu siang, berkeluyuran di waktu malam, bersahabat dengan orang jahat, berhati telengas. Inilah enam sebab orang terjerumus (ke dalam penderitaan).
Berjudi dengan dadu, minum-minuman keras, ia pergi kepada wanita-wanita yang dicintai bagaikan diri sendiri oleh laki-laki lain.
Mengikuti mereka yang berpikiran gelap, bukan yang berpikiran sadar. Ia menjadi suram bagai bulan terbit dalam purnama tilam.
Peminum-peminum keras, pemiskin, melarat. Haus sewaktu minum, pengejar kedai minuman. Bagaikan batu, ia tenggelam ke dalam hutang-hutang. Cepat sekali ia membawa nista pada keluarganya.
Barang siapa mempunyai kebiasaan untuk tidur di waktu siang, memandang malam sebagai waktu untuk bangun. Orang yang selalu tidak bertanggung-jawab, dipenuhi dengan anggur. Tidak cakap untuk menjadi kepala keluarga. Terlalu dingin, terlalu panas, terlalu siang, demikian keluhan yang diucapkan.
Demikian orang yang meloloskan dari pekerjaan yang menunggu. Kesempatan-kesempatan lewat untuk selama-selamanya. Akan tetapi, orang yang menganggap dingin, atau panas sebagai hal yang kecil, ia tidak akan kehilangan kebahagiaannya dengan cara apapun juga.
Terdapat empat macam manusia, duhai kepala keluarga yang muda belia, yang harus dianggap sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabat, yaitu:
  1. Orang yang sangat tamak;
  2. Orang yang banyak bicara, tetapi tidak berbuat sesuatu;
  3. Penjilat;
  4. Pemboros.
Dari mereka ini, orang yang pertama disebutkan di atas, ada empat dasar untuk menganggap mereka sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabat, yaitu:
  1. Sangat tamak;
  2. Memberi sedikit meminta banyak;
  3. Melakukan kewajibannya karena takut;
  4. Hanya ingat pada kepentingannya sendiri.
Terhadap orang yang banyak bicara tetapi tidak berbuat sesuatu atas empat alasan untuk dipandang sebagai musuh yang berpura-pura sebagai sahabat, yaitu:
  1. Ia menyebutkan persahabatan di masa lampau;
  2. Ia menyebutkan persahabatan untuk masa yang akan datang;
  3. Ia berusaha mendapatkan kesayangan seseorang dengan kata-kata kosong;
  4. Jika ada kesempatan untuk memberikan jasa kepada seseorang, ia menyatakan tidak sanggup.
Terhadap orang penjilat ada empat alasan untuk memandang mereka sebagai musuh yang berpura-pura sebagai sahabat, yaitu:
  1. Ia menyetujui hal-hal yang salah dan
  2. Menjauhkan diri dari hal-hal yang baik;
  3. Ia memuji engkau dihadapan seseorang dan
  4. Bicara buruk tentang diri seseorang di hadapan orang lain.
Terhadap orang pemboros ada empat alasan untuk memandang mereka sebagai musuh yang berpura-pura sebagai sahabat, yaitu:
  1. Ia menjadi kawanmu, jika engkau gemar akan minum minuman keras;
  2. Ia menjadi kawanmu, jika engkau berkeluyuran di jalanan pada waktu yang tidak tepat;
  3. Ia menjadi kawanmu, jika engkau mencari pertunjukan pentas dan tempat-tempat pelesiran;
  4. Ia menjadi kawanmu, jika engkau gemar berjudi.”
Setelah bersabda demikian, kemudian bersabda pula:
“Sahabat yang selalu mencari sesuatu untuk diambil, sahabat-sahabat yang ucapannya berbeda dengan perbuatannya, sahabat yang menjilat dan membuat kamu senang dengan yang demikian. Kawan yang riang gembira dan di jalan sesat. Empat ini adalah musuh-musuh.
Demikianlah, setelah mengenal, biarlah orang bijaksana menghindar jauh dari mereka bagaikan jalan yang berbahaya dan menakutkan.
Ada empat jenis, duhai kepala keluarga yang muda belia, sahabat-sahabat yang harus dipandang sebagai sahabat dengan berhati tulus.
  1. Penolong;
  2. Sahabat di waktu senang dan susah;
  3. Sahabat yang memberi nasihat yang baik;
  4. Sahabat yang simpati.
Atas empat dasar sahabat yang menolong harus dipandang sebagai sahabat yang berhati tulus, yaitu:
  1. Ia menjaga dirimu sewaktu kamu tidak siap;
  2. Ia menjaga milikmu sewaktu engkau lengah;
  3. Ia menjadi pelindungmu, sewaktu engkau sedang ketakutan;
  4. Ia memberikan bantuan dua kali lipat daripada apa yang kamu perlukan.
Atas empat dasar sahabat di waktu senang dan susah yang harus dipandang sebagai sahabat yang berhati tulus, yaitu:
  1. Ia menceritakan rahasia-rahasia kepadamu;
  2. Ia tidak menceritakan rahasia itu kepada orang lain;
  3. Di dalam kesusahan, ia tidak akan meninggalkanmu;
  4. Untuk membela dirimu, ia bersedia mengorbankan nyawanya.
Atas empat dasar sahabat yang menasihatkan apa yang harus engkau lakukan sebagai yang berhati tulus, yaitu:
  1. Ia mencegah engkau berbuat salah;
  2. Ia menganjurkan engkau berbuat yang benar;
  3. Ia memberitahukan apa yang belum pernah engaku dengar;
  4. Ia tunjukkan padamu jalan ke surga.
Atas empat dasar sahabat yang bersimpati harus dipandang berhati tulus:
  1. Ia tidak merasa senang atas kesusahanmu;
  2. Ia merasa senang akan kejayaanmu;
  3. Ia cegah orang lain bicara jelek tentang dirimu;
  4. Ia sanjung setiap orang yang memuji dirimu.”
Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Sang Bhagava bersabda pula:
“Sahabat yang menjadi kawan penolong, sahabat pada waktu senang dan susah, sahabat yang memberikan apa yang engkau butuhkan dan ia yang menggetar dengan simpati untuk dirimu. Empat jenis sahabat ini adalah orang bijaksana yang harus dikenal sebagai sahabat dan kepada empat sahabat ini, ia harus menyediakan dirinya bagaikan seorang ibu terhadap anak kandungnya sendiri.
Orang bijaksana dan cerdas bercahaya bagaikan api yang berkobar-kobar. Ia yang mengumpulkan kekayaannya dengan cara tidak merugikan makhluk lain, bagaikan kumbang yang menjelajah mengumpulkan madu, kekayaannya akan bertumpuk-tumpuk bagaikan sarang semut yang semakin tinggi.
Dengan kekayaan yang diperoleh dengan cara demikian, seorang upasaka pantas untuk suatu kehidupan berumah tangga. Ia membagi kekayaannya atas empat bagian. Dengan demikian ia akan mendapat persahabatan.
Satu bagian untuk keperluannya sendiri, dua bagian untuk menjalankan usahanya. Bagian keempat disimpan sebagai cadangan. Dan cara bagaimanakah, duhai kepala keluarga yang muda belia, siswa yang Ariya melindungi enam arah itu?
Keenam arah itu harus dipandang sebagai berikut:
  1. Ibu dan ayah sebagai arah timur;
  2. Para guru sebagai arah selatan;
  3. Istri dan anak sebagai arah barat;
  4. Sahabat dan kawan sebagai arah utara;
  5. Pelayan dan buruh sebagai arah bawah;
  6. Petapa dan brahmana sebagai arah atas.
Dalam lima cara seorang anak memperlakukan orang tuanya sebagai arah timur:
  1. Dahulu aku ditunjang oleh mereka, sekarang aku akan menjadi penunjang mereka;
  2. Aku akan menjalankan kewajibanku terhadap mereka;
  3. Aku akan pertahankan kehormatan keluargaku;
  4. Aku akan mengurus warisanku;
  5. Aku akan mengatur pemberian sesaji kepada sanak keluargaku yang telah meninggal.
Dalam lima cara orang tua yang diperlakukan demikian, sebagai arah timur menunjukkan kecintaan mereka kepada anak-anaknya:
  1. Mereka mencegah ia berbuat kejahatan;
  2. Mereka mendorong supaya ia berbuat baik;
  3. Mereka melatih ia dalam suatu pekerjaan;
  4. Mereka melaksanakan perkawinan yang pantas bagi anaknya;
  5. Dan menyerahkan warisan pada waktunya.
Demikianlah arah timur terlindung untuknya, dibuat aman dan terjamin.
Dalam lima cara siswa-siswa harus memperlakukan guru mereka sebagai arah selatan:
  1. Dengan bangun dari tempat duduk mereka memberi hormat;
  2. Dengan melayani mereka;
  3. Dengan tekad baik untuk belajar;
  4. Dengan memberikan persembahan kepada mereka;
  5. Dan dengan memberikan perhatian sewaktu diberi pelajaran.
Dan dalam lima cara, guru akan diperlakukan demikian sebagai arah selatan akan beruat kepada murid-muridnya:
  1. Mereka melatih siswa itu sedemikian rupa, sehingga ia terlatih dengan baik;
  2. Mereka membuat ia menguasai apa yang telah diajarkan;
  3. Mereka mengajarkan secara mendalam ilmu pengetahuan dan kesenian;
  4. Mereka bicara baik tentang muridnya di antara sahabat dan kawan-kawannya;
  5. Mereka menjaga keselamatannya di semua tempat.
Demikianlah arah selatan terlindungi untuknya, dibuat aman dan terjamin.
Dalam lima cara seorang istri harus diperlakukan sebagai arah barat oleh suaminya:
  1. Dengan perhatian;
  2. Dengan keramah-tamahan;
  3. Dengan kesetiaan;
  4. Dengan menyerahkan kekuasaan kepadanya;
  5. Dengan memberikan barang-barang perhiasan kepadanya.
Dalam lima cara ini sang isteri membalas cinta suaminya sebagai arah barat:
  1. Kewajiban-kewajibannya dilakukan dengan sebaik-baiknya;
  2. Berlaku ramah-tamah kepada sanak keluarga dari kedua pihak;
  3. Dengan kesetiaan;
  4. Menjaga barang-barang yang ia bawa;
  5. Pandai dan rajin mengurus segala pekerjaan rumah tangga.
Demikianlah arah barat ini terlindung untuknya, dibuat aman dan terjamin.
Dalam lima cara anggota keluarga memperlakukan sahabat dan kawannya sebagai arah utara:
  1. Dengan murah hati;
  2. Ramah tamah;
  3. Berbuat untuk kebahagiaan mereka;
  4. Memperlakukan mereka bagaikan memperlakukan diri sendiri;
  5. Menepati janji.
Diperlakukan dalam lima cara ini, sebagai arah utara, sahabat dan kawan-kawannya akan mencintainya:
  1. Melindunginya, jika ia tidak siaga;
  2. Dan dalam keadaan yang demikian menjaga harta bendanya;
  3. Dalam bahaya, ia dapat berlindung pada mereka;
  4. Mereka tidak akan meninggalkan dia dalam kesulitan;
  5. Mereka menghormati keluarganya.
Demikianlah arah utara terlindung untuknya, dibuat aman dan terjamin.
Dalam lima cara majikan akan memperlakukan pelayan dan buruhnya sebagai arah bawah:
  1. Memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan mereka;
  2. Memberikan makanan dan upah kepada mereka;
  3. Merawat mereka sewaktu sakit;
  4. Membagi mereka makanan yang istimewa;
  5. Memberikan mereka liburan pada waktu tertentu.
Diperlakukan dalam lima cara itu, pelayan dan pekerja akan menjunjung majikan mereka dalam lima cara:
  1. Mereka bangun lebih pagi daripada majikan mereka;
  2. Mereka beristirahat setelah majikan mereka beristirahat;
  3. Mereka puas dengan apa yang diberikan kepada mereka;
  4. Mereka melakukan kewajiban mereka dengan baik;
  5. Dimana saja mereka akan memuji majikan mereka.
Demikianlah arah bawah terlindung untuknya, dibuat aman dan terjamin.
Ada lima cara seorang anggota keluarga harus memperlakukan para samana dan brahmana sebagai arah atas:
  1. Dengan perbuatan yang ramah tamah;
  2. Dengan ucapan yang ramah tamah;
  3. Dengan pikiran yang bersih;
  4. Membuka pintu bagi mereka;
  5. Memberikan mereka keperluan hidup.
Diperlakukan demikian sebagai arah atas, para samana (petapa) dan brahmana memperlakukan para anggota keluarga itu dalam enam cara:
  1. Mereka mencegah anggota keluarga melakukan kejahatan;
  2. Mereka menganjurkan ia berbuat kebaikan;
  3. Pikiran mereka selalu terjaga terhadapnya;
  4. Mereka ajarkan apa yang belum pernah ia dengar;
  5. Mereka memperjelas apa yang telah ia dengar;
  6. Mereka menunjukkan jalan kehidupan ke surga.
Dalam enam cara ini para petapa dan brahmana memperlihatkan cinta-kasih mereka kepada gharavasa.
Demikianlah arah atas melindungi mereka, dibuat aman dan terjamin.”
Demikianlah sabda Sang Bhagava. Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Beliau bersabda lagi.
“Ibu dan ayah adalah arah timur. Dan guru-guru adalah arah selatan. Isteri dan anak-anak arah barat. Sahabat dan kerabat arah utara. Pelayan dan buruh arah bawah. Dan arah atas adalah para petapa dan brahmana. Orang yang menjalani kehidupan berkeluarga harus menghormati keenam arah ini.
Orang yang baik dan bijaksana, lemah lembut dan bersungguh-sungguh, rendah hati dan oenurut, ia yang demikian akan memperoleh kehormatan.
Ia yang bersemangat dan tidak malas, tidak tergoncang oleh kemalangan, perilaku yang tidak tercela dan cerdas, ia yang demikian akan memperoleh kehormatan.
Orang yang ramah dan bersahabat, terbuka dan tidak mementingkan diri sendiri, seorang penurut, penasihat, pemimpin, ia yang demikian akan memperoleh kehormatan.
Dermawan, ucapan yang ramah, hidup penuh pengabdian, tak membedakan diri sendiri dengan orang lain, selama keadaan menghendakinya.
Empat jalan kemenangan ini membuat dunia berputar seperti pisau pasak pada kereta yang berjalan.
Jika hal ini tidak ada di dunia, tiada seorang ibu maupun seorang ayah yang akan mendapat penghargaan dan penghormatan dari anak mereka sendiri.
Oleh karena empat jalan kemenangan ini dipuji oleh para bijaksana dalam berbagai cara, kemuliaan yang akan mereka capai dan pujian yang sudah sepantasnya mereka peroleh.”
Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, Sigala, kepala keluarga yang muda belia, berkata demikian:
“Indah, Bhagava, Indah!
Sang Bhagava, bagaikan seorang yang telah menegakkan apa yang telah roboh, atau membuka apa yang tersembunyi atau menunjukkan jalan kepada yang telah tersesat, atau memberikan cahaya dalam kegelapan sehingga mereka yang mempunyai mata akan dapat melihat. Demikian juga, dhamma yang telah dibabarkan dalam berbagai cara oleh Sang Bhagava.
Saya berlindung kepada Sang Bhagava, kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Semoga Sang Bhagava menerima saya sebagai siswa, sebagai seorang yang telah berlindung sejak hari ini sampai akhir hayat.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav