Langsung ke konten utama

Sutra Amitayus




Bab 1 (Pendahuluan)
Demikianlah yang telah kudengar.
Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira).
Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva.
Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthavaha, Naradatta, Guhyagupta, Varunadatta, Indradatta, Utaramati, Visesamati, Vardhamanamati, Amoghadarsin, Susam Prasthita, Suvikrantavikramin, Anupamamati, Suryagarbha, dan Dharanidhara.
Ke-16 Bodhisattva itu pernah melakukan Pelaksanaan Samanta Bharda Bodhisattva. Mereka juga senantiasa melaksanakan berbagai tekad dari berbagai Bodhisattva, dan mereka juga mempergunakan beragam cara untuk mengumpulkan berbagai jasa kebajikan, kemudian disalurkan kepada para makhluk di seluruh alam semesta. Mereka juga sering menjelajahi dunia di 10 penjuru untuk menyelamatkan para makhluk yang menderita dengan memberi berbagai ajaran yang bermanfaat. Mereka menyelami Buddha-Dhamma dan telah tiba di pantai nibbana. Mereka menjelajahi dunia di 10 penjuru untuk menunjukkan cara-cara mencapai penerangan sempurna (Samyak Sambodhi).
  
Bab 2 (Pencapaian Kebuddhaan Seorang Bodhisattva)
Saat seorang Bodhisattva siap menjadi Samma Sambuddha di dunia, maka mereka terlebih dahulu bersemayam di surga Tusita guna membabarkan Dhamma Luhur (Sad Dhamma). Jika saatnya sudah matang, barulah sang calon Buddha ini meninggalkan istana Tusita dan dilahirkan di dunia melalui rusuk sebelah kanan ibunya.
Saat sang bayi baru lahir, ia akan melangkahkan kakinya 7 langkah, kemudian memancarkan sinar keagungan dari tubuhnya ke dunia di 10 penjuru yang tak terbatas, sehingga semua tanah suci Buddha merasakan adanya 6 macam getaran. Setelah itu sang bayi mengucapkan kata-kata berikut;
Akulah pemimpin dunia,
Akulah sesepuh dunia,
Akulah yang teragung di dunia,
Akulah yang dihormat oleh Raja Indra, Raja Brahma,
Juga yang dipuja oleh dewa dan manusia.”
Kemudian, Beliau semakin dewasa dan mampu menguasai berbagai keterampilan, seperti, ilmu berhitung, sastra, memanah, dan menunggang kuda. Beliau juga menguasai secara mendalam seluruh Pancavidya dan kitab-kitab Caturveda. Beliau sering berada di taman istana untuk latihan jasmani dan menjajal kemampuannya.
Walaupun Beliau berada di dalam istana megah yang sangat membahagiakan serta diliputi aroma wangi dan barang-barang indah, akan tetapi Ia merasa tak terlepas dari berbagai belenggu penderitaan, seperti sakit, tua, dan mati. Sehingga Ia pun bertekad mencari obat untuk menghancurkan penderitaan tersebut.
Akhirnya Beliau meninggalkan kerajaan beserta semua harta dan takhtanya, dan pergi ke dalam hutan dengan menunggani kuda putih kesayangannya. Sesampainya di tujuannya semua pakaian indah, perhiasan berharga, sebuah mahkota permata pangeran, untaian mestika yang dipakainya, serta kuda kesayangannya dikirim kembali ke istana.
Tubuhnya kini hanya berbalut sebuah jubah. Demikian juga rambut dan kumis dicukurnya habis. Lalu melewati hari demi hari yang penuh kesengsaraan dengan duduk bermeditasi di bawah sebatang pohon bodhi hingga genap 6 tahun.
Akhirnya cita-cita mulia Beliau tercapai walau berada di dunia yang sedang mengalami 5 Kemerosotan/Panca Kasaya (Kemerosotan Pandangan, Kemerosotan Hawa Nafsu, Kemerosotan Kondisi Manusia, Kemerosotan Usia Kehidupan, dan Kemerosotan Zaman), membersihkan segala kekotoran batinnya.
Beliau kemudian membersihkan diri di sungai Emas (sungai Nairanjana). Setangkai dahan pohon sengaja ditimbulkan ke permukaan air sungai oleh dewa membantu Beliau untuk keluar dari badanNya yang telah bersih itu dari dalam air.
Saat Ia hendak kembali ke mandalaNya, banyak burung berbulu beraneka warna yang mengikutiNya dengan riang gembira. Terdapat juga berbagai hewan datang menemaniNya.
Setelah tiba di mandalaNya Beliau menerima seberkas rumput halus dari seorang dermawan. Dengan perasaan haru rumput tersebut dihamparkan di bawah pohon bodhi. Di sanalah Beliau duduk bersamadhi dan seluruh tubuhNya memancarkan sinar keagungan yang amat terang.
Dengan sinar tersebut Beliau memperingatkan para Mara yang berada di alam Mara. Kemudian datanglah raja Mara beserta pasukan-pasukannya untuk melakukan percobaan terhadap kesaktian Buddha baru itu. Pada akhirnya kalahlah para Mara di bawah kebijaksanaan dan kesaktian Buddha.
Sekarang Beliau memahami seluruh Dhamma dan sudah benar-benar mencapai anuttara samyak sambodhi, menjadi seorang Buddha di dunia penderitaan (Saha).
Pada saat kabar baik tersebut sampai di Surga, Raja Dewa Sakra (Raja Sakra Deva Indra) dan Raja Brahma turun dari surga memohon kepada Beliau untuk memutar roda Dhamma. Mereka ingin Buddha mendemonstrasikan suara auman singa (simhanada) dan berbagai keterampilan lainnya, seperti membunyikan gendang Dhamma, meniup sangkalang Dhamma, memegang pedang Dhamma, memasang dhvaja Dhamma, menggemuruhkan guntur Dhamma, mengkilatkan petir Dhamma, mencurahkan hujan Dhamma, dan menyedekahkan dana Dhamma, serta menyuarakan suara Dhamma yang menakjubkan agar para makhluk tersadar.
Pada saat sinar cemerlang Sang Buddha menyinari dunia di 10 penjuru seluruh alam merasakan 6 macam getaran yang dirasakan hingga ke alam mara, bahkan istana mara bergetar hebat sehingga para mara pun tunduk dan ketakutan pada kewibawaan Sang Buddha.
 Sang Buddha selalu merusakkan jala-jala kejahatan dan meluruskan pandangan keliru. Beliau membantu para makhluk agar dapat keluar dari penderitaan. Menjernihkan jiwa dan raga para makhluk dari ikatan nafsu indria, serta menyucikan kekotoran batin mereka. Meskipun kota DhammaNya tiada hari tanpa dijaga ketat, tetapi pintu DhammaNya tetap dibuka untuk para umat. Kemudian disinari Buddha-Dhamma yang bercahaya kepada siapa saja, agar Dhamma dapat melimpah ke seluruh alam semesta seluas-luasnya.
Beliau selalu mengamalkan kebajikan sebanyak-banyaknya dan kemudian disalurkan lagi kepada semua makhluk. Saat Beliau mengunjungi berbagai negeri asing untuk mengambil dana makanan, Beliau selalu disuguhi beraneka hidangan lezat.
Apabila Beliau akan membabarkan Dhamma pasti sikapNya selalu bersuka cita. Beliau sering menyembuhkan para umat yang diserang penyakit Tiga Penderitaan dengan menggunakan Dhamma.
Demikian juga Beliau mengajarkan cara-cara untuk mengumpulkan pahala kebajikan, agar cepat mencapai kebodhian. Ia juga berupaya memberi contoh proses parinibbana kepada para umat agar mereka mampu membasmi penderitaannya dan menanam benih-benih karma baik.
Setiap kali mengunjungi tanah suci Buddha, Beliau selalu menghimpun jasa-jasa kebajikan yang tak tertandingi, dan menunjukkan jalan menuju kebodhian kepada makhluk-makhluk yang berada di sana. Kebajikan itu, Beliau perbuat dengan keluhuran dan tanpa pamrih. Seperti seorang pesulap yang mampu memunculkan beraneka ragam halusinasi, Beliau menjelmakan (Nirmata) dirinya menjadi pria ataupun wanita, ataupun bentuk apa saja sesuai keperluanNya, tergantung kepada makhluk apa ia harus berkomunikasi.

Bab 3 (Jalan Bodhisattva)
Para Bodhisattva, 16 Tokoh Suci yang berada di dalam persamuan agung ini, semuanya mempunyai kesamaan seperti Sang Buddha.
Mereka rajin mempelajari bermacam-macam Dhamma, lalu dipahami dan dilaksanakan. Dhamma-Dhamma yang diajarkannya merupakan intisari sehingga banyak umat terinspirasi dan mengamalkannya. Mereka sering muncul di berbagai dunia, dan kepada siapa pun selalu sopan dan penuh cinta kasih, sikapnya tidak sombong sedikit pun serta tidak pernah memaksa.
Segala ajaran-ajaran tentang Pelaksanaan Bodhisattva pun telah mereka kuasai. Nama-nama mereka telah dikenal oleh umum, kemuliaan mereka tersebar ke dunia di 10 penjuru. Mereka dilindungi dan dipuji oleh para Buddha. Mereka berusaha mengajarkan apa yang para maha arya ajarkan. Di bawah petunjuk dari para Tathagata, mereka termasuk di dalam golongan Bodhisattva serta guru besar yang mampu menyebarkan Jalan Utama.
Para Bodhisattva tersebut selalu mendalami meditasi sehingga kebijaksanaannya selalu berkembang, mereka adalah pendidik dan penunjuk jalan bagi semua makhluk. Dhamma apapun dapat mereka pahami dengan sekejap saja. Mereka juga mengetahui keadaan hidup semua makhluk beserta kondisi alamnya.
Saat para Bodhisattva itu melakukan puja bakti kepada para Buddha, mereka dengan kesaktiannya, secepat kilat saja sudah sampai di tanah suci di mana Buddha itu berada. Mereka juga mencapai ilmu tanpa ketakutan (Abhaya) dan memahami betul bahwa segala sesuatu hanyalah ilusi belaka.
Mereka merusak jaring-jaring mara dan membebaskan para makhluk dari keterikatan dan hawa nafsu. Batin mereka sudah melampaui para sravaka dan Pratyekabuddha, mereka telah mencapai 3 Samadhi, yaitu kekosongan (Sunya), tanpa kesan (Animitta), dan tanpa nafsu keinginan (Apranihita).
Mereka mempergunakan metode yang sangat praktis (Upaya) untuk menjelaskan kepada para umat tentang 3 Kendaraan (Triyana). Mereka juga menunjukkan contoh parinibbana kepada umat yang berkebijkasanaan menengah dan rendah. Memahami hakikat tiada tindakan dan tiada pencapaian, tiada yang muncul dan tiada yang musnah. Mereka menguasai kebenaran tentang Tubuh Keseimbangan Dhamma (Samata Dhammakaya) dan mantra (Dharani) yang tak terkira banyaknya, serta ratusan bahkan ribuan samadhi.
Seluruh panca indera dan kebijaksanaan ke-16 Bodhisattva itu selalu dalam keadaan keheningan yang tak tertandingi. Mereka menelusuri kedalaman Buddha-Dhamma dan mencapai kebahagiaan samadhi agung. Saat berada di dalam keadaan Samadhi yang mendalam, mereka dapat melihat para Buddha masa lampau.
Kemudian, para Bodhisattva itu menerangkan secara rinci setiap Sutra yang mereka sebarluaskan. Dengan sekejap renung, mereka mampu mengunjungi tanah suci Buddha mana saja yang hendak mereka kunjungi, tujuannya adalah menyelamatkan para makhluk yang masih menderita, baik umat yang aktif mencari jalan pembebasan maupun yang pasif. Saat menjelaskan kebenaran dari Dhamma, mereka mempergunakan kemahiran berlidah fasih (Pratibhana) seorang Tathagata. Dengan menguasai berbagai bahasa, mereka mengajar dan menyucikan semua makhluk. Batin mereka mampu menampung segala sesuatu yang ada di dunia, dan selalu memikirkan cara untuk memberikan sesuatu untuk para makhluk. Mereka adalah pemimpin sekaligus sahabat dari segala jenis makhluk, dan mereka memikul semua beban dari para makhluk itu menuju Pantai Seberang.
Mereka menerima dan mempertahankan Dhamma Luhur yang diwejangkan oleh para Tathagata, dan mempertahankan dan menyebarkan karakter ajaran dari setiap Tathagata. Dengan memancarkan welas asih agung kepada seluruh makhluk, mereka selalu berbicara dengan penuh cinta kasih agar para makhluk dapat memperoleh mata Dhamma (Dhamma Caksu).
Para Bodhisattva itu juga mengatur para umat untuk menyumbat jalan 3 Alam Sengsara (Tridusgati), sementara pintu kebajikan (Kusala) tetap dibukanya lebar-lebar. Kemudian mereka mengalihkan segala Dhamma kepada para umat.
Sikap-sikap mereka seperti seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Mereka memperlakukan semua makhluk seperti memperlakukan dirinya sendiri. Semua jasa-jasa kebajikan yang mereka kumpulkan disalurkan kepada seluruh makhluk, untuk dijadikan perbekalan guna menyeberang ke Pantai Seberang, agar mereka memperoleh kebajikan agung, kebijaksanaan tak tertandingi, dan pengetahuan sempurna para Buddha.
  
Bab 4 (Permohonan Bimbingan)
Dalam persamuan agung ini, para Bodhisattva Mahasattva yang beridentitas seperti ke-16 Tokoh Suci itu, jumlahnya tak dapat dihitung.
Pada saat itu Sakyamuni Buddha tampak begitu bersemangat dan bergembira. penampilanNya amat luhur, bersinar, dan agung. Kemudian di tengah suasana keheningan agung itu, Yang Arya Ananda bangkit dari tempat duduknya lalu membuka pundak sebelah kanannya, bersujud dengan kedua kakinya, lalu sambil merangkapkan kedua telapak tangannya ia berkata kepada Sang Buddha;
“Sang Bhagava, Anda terlihat begitu bersemangat dan bergembira hari ini. Penampilan Sang Tathagata juga begitu luhur, bersinar, dan agung, bagaikan cermin yang dengan jelas memantulkan bayangan, baik bagian luar maupun dalam begitu terang. Wajah agung Sang Tathagata sangat berkilau, tak tertandingi dan tak terlukiskan. Tak pernah aku melihat keagungan yang menakjubkan seperti yang Sang Bhagava tampilkan sekarang ini.
Sungguh, Sang Bhagava, di dalam benakku muncul pikiran seperti ini;
‘Hari ini Sang Tathagata hening di dalam Dhamma yang luar biasa. Hari ini Sang Bhagava hening di dalam keheningan Buddha. Hari ini Sang Lokanatha hening di dalam kesadaran agung. Hari ini Sang Sugata mempertunjukkan kebajikan para Tathagata. Seperti semua Buddha dari 3 masa (masa dulu, masa sekarang, dan masa mendatang) selalu merenungkan satu sama lainnya, apakah Buddha masa sekarang tidak sedang merenungkan Buddha-Buddha lainnya? Mengapa penampilanNya begitu bercahaya?’”
Saat Sang Buddha selesai mendengar perkataan Ananda, Ia bertanya;
“Yang Arya Ananda. Apakah anda diminta oleh para dewa untuk bertanya kepada Buddha, atau engkau bertanya atas dasar pendapatmu?”
Ananda menjawab;
“Bukan, Sang Bhagava. Bukan diminta oleh para dewa. Pertanyaan tadi murni muncul dari dalam benak pikiranku.”
Sang Buddha lalu berkata;
“Sadhu. Sadhu. Sadhu. Bagus sekali pertanyaan anda, Yang Arya Ananda.
Anda telah mulai menggerakkan kebijaksanaanmu yang dalam. Anda juga memiliki kecakapan berlidah fasih yang baik, demi memperhatikan para makhluk sengsara anda memohon petunjuk kepada Buddha.
Ketahuilah, Yang Arya Ananda. Para Tathagata sengaja memunculkan dirinya di dunia maksudnya tiada lain hanya ingin melimpahkan perasaan welas asih agung kepada para makhluk yang berada di 3 Kelompok Alam Kehidupan* (Triloka). Mengembangkan Buddha-Dhamma di alam semesta, menyelamatkan para makhluk sengsara di berbagai dunia, dan memberikan manfaat bagi umat, agar mereka dapat membebaskan segala belenggu penderitaan.”
*Tiga Kelompok Alam Kehidupan adalah kumpulan dari 31 alam kehidupan.
Kammabhumi adalah alam kehidupan dari makhluk-makhluk yang masih terikat nafsu indera dan melekat pada panca indera. Terdiri dari 11 alam kehidupan.
Rupabhumi adalah alam kehidupan dari makhluk-makhluk yang berbentuk jhana bermateri atau Rupa Jhana sebagai hasil pelaksanaan Samantha Bhavana. Terdiri dari 16 alam kehidupan.
Arupabhumi adalah alam kehidupan dari makhluk-makhluk yang berbentuk jhana tanpa materi atau Arupa Jhana sebagai hasil dari Samantha Bhavana. Terdiri dari 4 alam kehidupan.
“Yang Arya Ananda. Bagaikan bunga udumbara, bunga pertanda baik, bunga indah yang hanya muncul sekali dalam masa yang lama, kemunculan seorang Buddha di dunia juga memerlukan waktu beberapa koti kalpa (koti = sepuluh juta. 1 kalpa = 4.32 miliar tahun). Maka pertanyaan yang timbul dalam diri anda itu amat tepat dan akan bermanfaat bagi para dewa dan manusia.
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, bahwa seorang Samma Sambuddha, kebijaksanaannya telah mencapai titik puncak, termasuk kepemimpinan dan ajarannya. Pengetahuan dan pandangannya tanpa halangan dan tak terbatas. Mereka hanya dengan waktu sekejap saja dapat mempertahankan hidupnya hingga 100.000 kalpa bahkan lebih. Panca inderanya tetap tajam tanpa rusak. Penampilan mereka juga amat berseri-seri.
Apakah sebabnya? Karena Sang Tathagata dengan Samadhi dan kebijaksanaannya yang tak terbatas dan tiada banding telah menguasai seluruh Dhamma.
Yang Arya Ananda, dengarlah baik-baik. Sekarang Aku akan menguraikan suatu Dhamma yang sangat berharga kepada kalian.”
Ananda berkata;
“Mohon dikhotbahkan, Sang Bhagava. Kami akan dengan senang mendengarkannya.”
  
Bab 5 (Daftar 54 Buddha Yang Pernah Muncul)
Sang Buddha memberitahukan kepada Yang Arya Ananda;
“Pada dahulu kala, sekitar seratus juta miliar (asamkheya) kalpa yang sulit diperhitungkan. Pada masa itu seorang Buddha yang bernama Dipankara Buddha muncul di dunia. Beliau pernah menyelamatkan banyak sekali makhluk yang menderita, semuanya dibimbingnya hingga mencapai kebuddhaan. Setelah Dipankara Buddha parinibbana selang beberapa lama kemudian muncul lagi Pratapavat Buddha dan berturut-turut;
Pribhakara, Candana Gandha, Semeru Kalpa, Candana, Vimalanana, Anu Palipta, Vimala Prabha, Nagabhibhu, Suryodana, Giri Raja Ghosa, Merukata, Suvarna Prabha, Iyotis Prabha, Vaiduryanirbhasa, Brahma Ghosa, Candabhibu, Turya Ghosa, Mukta Kusuma Pratimandita Prabha, Srikuta, Sagaravarabuddhivikri, Dita Bhija, Vara Prabha, Maha Gandha Raja Nirbhasa, Vyapagatakhilamalaprati Ghosa, Surakuta, Rananjaha, Maha Gunadharabuddhipraptabhija, Candrasurya Jihmikarana, Uttapta Vaidurya Nirbhasa, Cittadharabuddhi Sankusumitabhyudgata, Puspa Vativana Raja Sankusumtabhijna, Puspakara, Udaka Candra, Avidyandhaka Ravidhvamsanakara, Lokendra, Muktacchatra Pravatasadris, Tisya, Dhammamati Vinandita Raja, Sihma Sagarakutavinandita Raja, Sagarameru Candra, Brahma Svara Nadabhinandita, Kusumasambhava, Praptasena, Candra Bhanu, Merukuta, Candra Prabha, Vimala Netra, Giri Raja Ghosesvara, Kusuma Prabha, Kusumavrstyabhi Prakirna, Ratna Candra, Padma Bimbyupasobhitta, Candana Gandha, Ratna Bhibhasa, Nimi, Maha Vyuha, Vyapagatakhiladosa, Brahma Ghosa, Sapta Ratna Bhivrsta, Maha Gunadhara, Maha Tamalapatra Candana Kardama, Kusumabhijana, Ajnanavidhvamsana, Kesarin, Muktacchatra, Suvarna Garbha, Vaidurya Garbha, Maha Ketu, Dhannaketu, Ratnaketu, Ratnasari, Lokendra, Narendra, Karunika, Lokasundra, Brahmaketu, Dhammamati, Simha, Simhamati.
Berikutnya, hadir seorang Buddha yang bernama Lokesvara Raja Buddha yang memiliki gelar Dasaha Raguna, Tathagata, Arhate, Samyak Sambuddha, Vidyacarana Sampanna, Sugata, Lokavid, Anuttara, Purusa Dhamya sarathi, dan Sasta Devamanusyanam.
  
Bab 6 (Biksu Dhammakara di Tanah Sebab Akibat Menyatakan Tekad Pewujudan Tanah Suci)
Pada saat itu, seorang raja mendapatkan kabar bahwa di dunianya telah muncul seorang Buddha yang tengah mengajar Dhamma kepada para umat. Hati raja amat gembira dan dengan segera ia membangkitkan ke-bodhicitta-annya. Lalu ia mengambil keputusan untuk segera meninggalkan segala harta dan tahtanya, langsung menjadi seorang biksu dengan nama Dhammakara.
Sang sramana sangat cerdas dan penuh semangat, demikian pula cita-citanya amat luhur. Kemudian, biksu Dhammakara, pergi ke tempat Lokesvara Raja Buddha berada. Di situ sang biksu dengan sikap hormat berlutut di depan Lokesvara Raja Buddha dan memberi penghormatan kepada kedua kakinya, lalu berdiri dan mengelilingi Buddha tersebut sebanyak 3 kali. Selesai itu, ia berlutut kembali di tempatnya dan merangkapkan kedua telapak tangannya sambil mengucapkan pujian-pujian seperti berikut:
“Oh, Lokanatha, wajahmu berseri-seri,
dan semangatmu begitu agung,
sinar agungmu pun demikian cemerlang,
tiada yang dapat diperbandingkannya.
Sinar bulan, dan sang surya,
sinar mereka demikian gelap.
Gala-galanya tersembunyi belahan dunia,
seperti segumpal tinta hitam.

Sang Tathagata berpenampilan amat menawan,
anggunnya pun melampaui insan di dunia.
Beliau membunyikan suara penerangan sempurna,
berkumandang ke seluruh penjuru daerah.
Beliau telah berhasil menjalankan sila, samadhi, dan prajna,
pengetahuan dan kebijaksanaan,
serta kebajikan agung yang tak tertandingi,
mulia dan istimewa.
Beliau mendalami samudera Buddha-Dhamma,
mempelajari perenungan dan keseimbangan batin.
Menguak artinya secara mendalam,
dan menggali hingga ke dasarnya.
Sang Bhagava, yang telah melenyapkan,
kebodohan, keserakahan, dan kebencian.
Beliau, pahlawan umat manusia,
memiliki kebajikan yang tak tertandingi,
keluhuran yang maha besar,
dengan menguasai kebijaksanaan agung.
Penampilan beliau amat berseri dan luar biasa,
menguncang dunia yang tak terhitung banyaknya.
Aku bertekad mencapai kebuddhaan,
yang setara dengan Raja Dhamma yang maha suci,
agar dapat menuntun yang lain keluar dari perputaran lahir-mati,
mengusahakan agar mereka mencapai pembebasan.
Aku akan berdana (Dana) dan mengendalikan pikiranku,
menjaga moral (Sila), tahan terhadap kesengsaraan (Ksanti),
berusaha mencapai kemajuan (Virya), dan menetap dalam keheningan (Dhyana),
lantas mengembangkan kebijaksanaan (Prajna), sebagai latihan utama.
Aku berikrar akan mencapai kebuddhaan,
dan akan kupenuhi ikrarku ini,
agar dapat memberikan ketenangan,
kepada mereka yang hidup di dalam ketakutan.
Seandainya terdapat banyak Buddha,
yang jumlahnya ratusan juta koti,
juga para maha arya,
yang banyaknya seperti butiran pasir sungai Gangga.
Mengadakan puja bakti,
kepada Buddha sebanyak itu,
tak kalah dalam mencapai kebodhian,
kemajuan tanpa ada kemunduran.
Tanah suci Buddha yang banyak,
seperti butiran pasir di sungai Gangga,
walaupun jumlahnya tak terbatas,
melampaui perhitungan.
Sinarku akan memancar ke segala arah,
hingga ke alam-alam Buddha itu,
Karena aku akan mencapai kemajuan,
batinku menjadi tak terbatas.
Setelah aku menjadi seorang Buddha,
tanah suciku akan terkenal dengan keindahannya,
terhias dengan segudang kebajikanku,
dan mandala bodhi yang tertinggi.
Tanah suciku akan seperti nibanna,
kedamaiannya tiada tandingan,
dengan welas asih,
akan kuseberangkan semua makhluk.
Semua makhluk dari dunia di 10 penjuru yang terlahir di tanah suciku,
akan memiliki hati yang suci dan riang,
semua yang menitis di tanah suciku,
mereka akan selalu damai dan bahagia.
Semoga Buddha penuh kepercayaan,
dan menjadi saksiku,
di hadapan beliau, aku mengucapkan ikrar,
dan akan kupenuhi sumpahku.
Seperti para Buddha dari 10 penjuru,
memiliki kebijaksanaan tanpa halangan,
maka Sang Lokanatha mengetahui,
pikiran dan tindakanku.
Walau aku berada,
di tengah kesakitan dan penderitaan,
aku akan sekuat tenaga berusaha untuk maju,
dan bertahan tanpa penyesalan.”

Setelah biksu Dhammakara mengakhiri bait-bait syairnya, ia berkata;
“Lokanatha, Aku telah menggerakkan bodhicitta-ku, mohon Lokesvara Raja Buddha sudi mengajari Aku Dhamma dan berbagai ajaran selengkap-lengkapnya.”
“Aku akan mempraktekkannya dan menghimpun kebajikan dari semua tanah suci Buddha yang banyaknya tak terhingga, sehingga aku dapat segera mencapai pencerahan sempurna dan mencabut akar penderitaan kelahiran dan kematian.”
Sang Buddha memberitahu kepada Ananda;
Pada waktu itu Lokesvara Raja Tathagata menjawab sang sramana;
“Yang Arya Dhammakara. Bagaimana caranya melaksanakan Dhamma dan bagaimana caranya mengindahkan tanah suci Buddha, anda sendiri sudah mengerti.”
Sang Sramana menjawab;
“Tidak, Lokanatha. Hakikat-hakikat Buddha-Dhamma demikian luhur lagi sulit dipahami. Maka dari itu, aku memohon Lokesvara Raja Buddha sudi memberikan wejangan-wejangan yang terluas tentang cara-cara melaksanakan Dhamma guna membentuk satu tanah suci seperti dimiliki oleh para Tathagata. Aku bertekad akan berpedoman kepada ajaran Lokesvara Raja Buddha, agar ikrarku dapat sempurna secara cepat.”
Ketika itu Lokesvara Raja Buddha telah mengetahui bahwa kepintaran Dhammakara sungguh luar biasa dan juga berpandangan luas sekali. Kemudian beliau berkata demikian;
“Sebagai perumpamaan; seorang bersemangat teguh, dan ia ingin mengeringkan air samudera menggunakan sebuah gayung kecil, setelah berkalpa-kalpa masa dikerjakan dengan tekun, maka semua permata di dasar samudera akan diperolehnya.”
“Sama juga halnya; seandainya seseorang berani berusaha, mempraktekkan Dhamma dari masa ke masa, maka ia akan memanen buah kesucian. Tiada harapan yang gagal ia capai.”
Setelah itu, Lokesvara Raja Buddha langsung menjelaskan secara luas berbagai identitas dan ciri-ciri khas dari 210 koti tanah suci Buddha kepada biksu Dhammakara. Dan sebagai jawaban untuk permintaan sang biksu, Lokesvara Raja Tathagata memperlihatkan semua tanah suci kepadanya. Mulai dari yang biasa hingga yang luar biasa, dan juga para dewa dan manusianya, yang suci maupun yang awam.
Setelah Dhammakara mendengar khotbah itu dan menyaksikan tanah suci-tanah suci Buddha yang ditunjukkan oleh Lokesvara Raja Tathagata, di dalam pikiran biksu Dhammakara muncullah sebuah ide yang amat menakjubkan. Ia membuat sebuah tekad yang tak tertandingi. Pikirannya kini dalam keadaan hening dan tidak melekat kepada apapun juga, dan tiada manusia di dunia ini yang dapat mengimbanginya. Selama 5 kalpa, sang biksu mengumpulkan dan menyempurnakan perilaku suci sebagai hiasan pada tanah sucinya.
Ananda bertanya kepada Sang Buddha;
“Berapakah panjang hidup Lokesvara Raja Buddha pada masa itu, Sang Bhagava?”
Sang Buddha menjawab;
“Usianya 42 kalpa pada saat mengajari Dhammakara mengumpulkan pelaksanaan suci dari 210 koti tanah suci Buddha.”
Setelah melalui waktu 5 kalpa pelatihan diri yang begitu intensif dan mendalam itu biksu Dhammakara kembali menemui Lokesvara Raja Tathagata dan bersujud di depan kaki Sang Buddha, mengelilingi 3 kali, kemudian berlutut lagi dan beranjali di depan Buddha seraya berkata;
“Lokanatha. Berkat Tathagata aku telah mewujudkan sebuah tanah suci Buddha.”
Lolesvara Raja Buddha berkata kepada biksu Dhammakara;
“Sudah tiba saatnya anda harus mengumumkan kepada para umat tentang ikrar utama (Maha Pranidhana) yang anda usahakan. Agar para Bodhisattva dapat mengikuti metode-metode yang anda laksanakan itu, supaya mereka dapat berhasil dan segala cita-cita agung yang dimiliki mereka pun dapat disempurnakan.”
  
Bab 7 (48 Ikrar Agung)
Biksu Dhammakara berkata kepada Lokesvara Raja Buddha;
“Aku siap mengumumkan, sudi kiranya Lokanatha dapat memperhatikannya. Inilah 48 ikrar tekad utamaku;
Ikrar Agung ke-1
Saat aku menjadi Buddha, seandainya masih terdapat 3 Alam Kesedihan seperti neraka, setan kelaparan, dan binatang di tanah suciku, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna (Samyak Sambuddha).
Ikrar Agung ke-2
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya usianya telah habis dan mereka masih dilahirkan ke 3 alam sengsara, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-3
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya seluruh badannya tidak berwarna keemasan, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-4
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya warna kulit dan bentuk jasmaninya tidak serupa, penampilan mereka ada yang cantik dan ada yang buruk, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-5
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya mereka tidak menguasai ilmu mengingat kehidupan masa lampaunya (Purvanivasanu), dan mereka tidak mampu mengingat kejadian dari 100.000 koti nayuta kalpa, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-6
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki mata batin (Caksu), dan mereka tidak mampu melihat 100.000 koti nayuta tanah suci Buddha, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-7
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki telinga surga (Divyasrotra), dan mereka tidak mampu mendengar khotbah-khotbah dari 100.000 koti nayuta Buddha, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-8
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki keahlian membaca pikiran makhluk-makhluk lain (Paracittajnana), dan mereka tidak mampu mengetahui pikiran makhluk dari 100.000 koti nayuta tanah suci Buddha, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-9
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki keterampilan kaki surga (Riddhividhi), dan mereka dengan sekejap tidak mampu mengarungi 100.000 koti nayuta tanah suci Buddha, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-10
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya mereka belum memiliki kemampuan memusnahkan kekotoran batin (Asravaksaya), dan mereka hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-11
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya mereka tidak berada golongan makhluk yang pasti akan menapak maju di Jalan Utama kebodhian hingga akhirnya mencapai nibbana, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-12
Saat aku menjadi Buddha, seandainya sinar keagunganku terbatas, dan tidak dapat menyinari 100.000 koti nayuta tanah suci Buddha, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-13
Saat aku menjadi Buddha, seandainya panjang hidupku terbatas, dan hanya sepanjang 100.000 koti nayuta kalpa, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-14
Saat aku menjadi Buddha, para sravaka yang berada di tanah suciku, seandainya dalam waktu 100.000 kalpa jumlahnya dapat dihitung dengan tepat oleh para Pratyekabuddha dari alam trisaharsa mahasaharsa, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-15
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, usianya tidak terbatas, kecuali atas kehendaknya sendiri memilih pendek usia, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-16
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya di antara mereka ada yang berbuat jahat, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-17
Saat aku menjadi Buddha, seandainya para Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru yang tak terhitung tidak memulaikan namaku, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-18
Saat aku menjadi Buddha, para makhluk yang berada di dunia di 10 penjuru, setelah mendengar namaku lalu timbul keyakinan ingin dilahirkan di tanah suciku, walaupun hanya melafal namaku sepuluh kali, seandainya tidak dapat menitis di tanah suciku, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna. Kecuali mereka pernah melakukan 5 Dosa Besar/Pancanantarya (membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh seorang arahat, melukai seorang Buddha, dan memecah belah Sangha) dan pernah memfitnah Dhamma Luhur.
Ikrar Agung ke-19
Saat aku menjadi Buddha, para makhluk yang berada di dunia di 10 penjuru yang telah membangkitkan tekad menyelamatkan seluruh makhluk (Bodhicitta), telah mempraktikkan dan mengamalkan berbagai kebajikan dan Dhamma, dan mereka bertekad menitis di tanah suciku. Pada saat mereka akan menghembuskan nafas terakhir, seandainya aku tidak bersama-sama dengan rombonganku menampakkan diri di depan mereka, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-20
Saat aku menjadi Buddha, para makhluk yang berada di dunia di 10 penjuru, setelah mendengar namaku mengarahkan hatinya pada tanah suciku dan menanam berbagai benih kebajikan kemudian jasa-jasanya disalurkan (Parinamana) kepada tanah suciku, seandainya tanah suciku tidak dapat menerima jasa-jasa itu, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-21
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, seandainya seluruh badannya tidak dilengkapi dengan 32 ciri-ciri fisik agung (Dvatrimsa Maha Purisa Lakkhana), maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-22
Saat aku menjadi Buddha, maka para Bodhisattva yang berasal dari tanah suci Buddha lain, yang menitis di tanah suciku, semua akan mencapai kebuddhaan hanya dalam sekali titisan, kecuali,
-Jika mereka telah mempunyai cita-cita akan menjelmakan tubuhnya untuk muncul di mana pun. Demi makhluk-makhluk menderita mereka akan mengumpulkan jasa-jasa sebanyak-banyaknya untuk membebaskan mereka dari belenggu penderitaan, dan cita-citanya akan tercapai.
-Jika mereka akan menjelajah ke berbagai tanah suci Buddha, guna mempraktikkan pelaksanaan tugas Bodhisattva (Bodhisattva Carita) di sana, dan cita-citanya akan tercapai.
-Jika mereka ingin mengadakan puja bakti untuk mengabdi kepada para Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru, dan cita-citanya akan tercapai.
-Jika mereka ingin membimbing para umat yang banyaknya bagaikan butiran pasir sungai Gangga, agar umat-umat tersebut dapat menegakkan Dhamma Luhur di dalam hatinya dan dapat meningkatkan kesucian mereka hingga melampaui Bhumi Bodhisattva, agar segala contoh-contoh tentang Samantha Bhadra Guna dapat dihayati oleh para umat yang dibimbingnya hingga sukses. Seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-23
Saat aku menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada di tanah suciku, dengan bertumpu pada kesaktian Buddhaku (Riddhibala Buddha), mereka hendak melakukan puja bakti kepada para Tathagata, seandainya mereka tidak dapat mengunjungi tanah suci-tanah suci Buddha yang banyaknya berkoti-koti nayuta yang tak terhingga dalam waktu sekejap, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-24
Saat aku menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada di tanah suciku, tiba di hadapan para Buddha di berbagai tanah suci dan mereka ingin mempergunakan jasa-jasa kebajikannya untuk memunculkan bermacam-macam sajian agung serta alat-alat pujaan dalam puja bakti kepada para Buddha, seandainya segala sajian dan alat-alat yang dimaksudkan oleh mereka tidak muncul dengan memuaskan, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-25
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di tanah suciku, seandainya mereka tidak mampu berkhotbah tentang segala pengetahuan Buddha (Sarvajna), maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-26
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki tubuh sekuat intan (Vajra Narayana), maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-27
Saat aku menjadi Buddha, para dewa, manusia dan segala benda yang berada di tanah suciku, semuanya suci murni, bercahaya dan indah. Bentuk, warna dan jenisnya juga unik. Smeua makhluk maupun benda sedemikain cantik, halus dan menarik. Jumlahnya juga sulit dihitung. Seandainya ada makhluk cerdas dan memiliki mata batin di tanah suciku dapat menyebutkan satu per satu makhluk dan benda itu, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-28
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di tanah suciku, seandainya karena jasa kebajikannya sedikit sehingga tidak mampu mengetahui dan melihat pancaran sinar berwarna yang tak terhingga jumlahnya dari pohon bodhi yang berada di mandalaku dan berketinggian 4 juta yojana (1 yojana = 15 mil) itu, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-29
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di tanah suciku yang telah diajarkan segala Buddha-Dhamma, seandainya mereka tidak menguasai lidah fasih (Pratibhana) dan kebijaksanaan (Prajna), maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-30
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di tanah suciku, seandainya kebijaksanaan dan keterampilan lidah fasihnya terbatas, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-31
Saat aku menjadi Buddha, tanah suciku sangat bersih dan suci, sinar keagunganku akan menembusi semua tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru yang tak terbatas laksana cermin yang membiaskan wajah seseorang, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-32
Saat aku menjadi Buddha, mulai dari permukaan tanah hingga ke angkasa di tanah suciku terdapat banyak istana, pagoda, kolam, saluran air, bunga dan pepohonan. Seluruh benda yang ada semuanya terbuat dari berbagai mustika tak ternilai dan dipadu dengan 100.000 jenis wewangian. Semua yang ada begitu ajaib dan kemuliaannya melampaui alam surga dan manusia. Pada saat aromanya membumbung hingga ke 10 penjuru dunia, para Bodhisattva yang mencium aromanya akan selalu melatih pelaksanaan tingkat kebuddhaan, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-33
Saat aku menjadi Buddha, makhluk apa saja yang berada di tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru dunia yang tak terhitung, bila tubuh mereka terpancar oleh sinar keagunganku, maka pikiran dan jiwa mereka akan merasakan kelembutan yang melampaui alam dewa dan manusia, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-34
Saat aku menjadi Buddha, makhluk apa saja yang berada di tanah suci Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru yang tak terhitung, setelah mendengar namaku, seandainya mereka tidak dapat memiliki ketetapan batin kepada nibbana (Anutpatika Dhamma Ksanti) serta menguasai berbagai mantera penting, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-35
Saat aku menjadi Buddha, para wanita yang berada di 10 penjuru dunia yang tak terhitung, setelah mendengar namaku lalu muncul keyakinan dan kebahagiaan, serta membangkitkan bodhicitta-nya. Lalu, mereka tidak ingin lagi terlahir sebagai wanita, seandainya mereka masih terlahir sebagai wanita pada kehidupan selanjutnya, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-36
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai tanah suci Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru yang tak terhitung, setelah mendengar namaku, maka setelah usianya berakhir akan terlahir sebagai seorang pelaksana Dhamma hingga akhirnya mencapai kebuddhaan, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-37
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia dari berbagai tanah suci Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru yang tak terhitung, setelah mendengar namaku, maka mereka akan memberi penghormatan kepadaku dan timbul keyakinan dengan amat bahagia, kemudian melatih di Jalan Bodhisattva, sehingga dimuliakan oleh dewa dan manusia, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-38
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku menginginkan jubah, mereka cukup merenungkan sekejap saja, maka jubah yang selalu dipuji Buddha akan muncul dengan sendirinya, seandainya jubah yang mereka dapat masih haarus dijahit, diwarnai, atau dibersihkan, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-39
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada di tanah suciku, mereka selalu merasakan kebahagiaan yang seperti dirasakan oleh biksu yang telah terbebas dari noda (Asravaksaya), seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-40
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di tanah suciku, jika ingin melihat tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru yang tak terhitung, kapan pun mereka ingin melihatnya, cukup melihat melalui pepohonan mustika maka semua akan tampak sejelas cermin membiaskan wajah seseorang, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-41
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai tanah suci Buddha lain, yang hampir mencapai kebuddhaan, seandainya setelah mendengar namaku namun panca inderanya masih memiliki kekurangan, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-42
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku maka mereka akan memiliki Samadhi luhur tanpa terikat pada apapun (Suvibhaktavati) dan hanya dengan merenung sekejap mereka akan berada di depan Buddha yang banyaknya tak terhitung untuk berpuja bakti, namun mereka akan tetap berada dalam keadaan Samadhi luhur, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-43
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, setelah usianya berakhir akan terlahir di dalam keluarga mulia, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-44
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, merasa amat bahagia melatih Jalan Bodhisattva seraya mengumpulkan jasa-jasa kebajikan untuk mencapai kebuddhaan, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-45
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, akan memiliki Samadhi luhur dengan batin yang seimbang (Samantanugata), dan selalu berada di dalam keadaan Samadhi luhur hingga mencapai kebuddhaan. Mereka akan berjumpa dengan para Buddha yang banyaknya tak terhingga, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-46
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di tanah suciku, mereka akan mendengarkan pembabaran Dhamma sesuai keinginan dan tingkat kebijaksanaan mereka, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-47
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, akan mencapi batin yang terus maju menuju kebodhian tanpa mundur (Anuttara Samyak Sambodhi), seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-48
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, mereka hanya mampu menguasai salah satu, atau dua dari tiga Dhamma Ksanti*, serta tidak mampu memperoleh Dhamma menuju keadaan batin yang terus maju menuju kebodhian tanpa mundur, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
*3 Dhamma Ksanti:
  1. Dengan mendengar mampu mengerti makna-makna Dhamma (Ghosanugata Dharma Ksanti)
  2. Batin yang halus dan lembut (Anulomiki Dhamma Ksanti)
  3. Batin menetap pada nibbana, atau dalam keadaan tanpa kelahiran-kematian (Anutpattika Dhamma Ksanti).
Sang Buddha lalu berkata kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Saat ke-48 Ikrar Agung selesai disampaikan, biksu Dhammakara mengucapkan ghata-ghata kepada Lokasrava Raja Tathagata;
“Berikrar untuk mengubah sebuah dunia,
aku pasti akan mencapai kesadaran agung,
jika ikrarku tak terpenuhi,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.

Jika aku bukan seorang dermawa agung,
yang selama banyak kalpa,
secara universal menjaring mereka yang miskin dan menderita,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.
Setelah aku mencapai kesadaran seorang Buddha,
namaku akan tersebar ke 10 penjuru,
jika ada yang tidak pernah mendengar namaku,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.
Melepaskan segala nafsu dan mempertahankan ketenangan pikiran,
aku akan berlatih di Jalan Brahma dengan kebijakan mulia,
berusaha mencapai kebodhian,
aku akan menjadi guru para dewa dan manusia.
Akan kupancarkan sinar lewat kesaktianku,
memancar luas ke dunia yang tak terhitung,
untuk memusnahkan kegelapan dari 3 Sumber Derita,
dan menyelamatkan umat dari kesengsaraan.
Aku akan membuka mata kebijaksanaan para umat,
dan memusnahkan kegelapan dan kebutaan mereka,
aku akan menutup jalan menuju alam sengsara,
dan membuka pintu menuju alam bahagia.
Saat kebajikanku telah lengkap,
sinarku yang agung akan menerangi 10 penjuru,
sinar matahari dan bulan tak dapat menandingi,
dan sinar langit bagaikan lenyap.
Kubuka pintu Dhamma untuk semua,
dan memberi mereka harta kebajikan,
di tengah kumpulan para umat,
akan kuraungkan Dhamma dengan auman singa.
Aku akan melakukan puja bakti kepada semua Buddha,
menyempurnakan akar kebajikanku,
kuharap kebijaksanaanku dapat berkembang sepenuhnya,
menjadi pahlawan di 3 Kelompok Alam Kehidupan.
Seperti Buddha yang memiliki kebijaksanaan tak terhalang,
menembusi segala sesuatu di segala tempat,
kuharap kekuatan kebajikanku,
dapat setara dengan para Buddha.
Jika ikrarku tercapai,
ribuan dunia akan bergetar,
dan para dewa yang berada di langit,
akan menghujani bunga mandarava.”

Sang Buddha berkata kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Saat gatha-gatha itu selesai diucapkan oleh biksu Dhammakara, segeralah seluruh alam merasakan 6 macam guncangan dan bunga-bunga mandarava turun bagai hujan dari langit. Dari langit juga terdengar musik surgawi berkumandang dengan suara-suara merdu serta sedap didengar. Semuanya memuji biksu Dhammakara.
Yang Arya Dhammakara. Pastilah anda akan mencapai anuttara samyak sambuddha.
Biksu Dhammakara dengan segenap tenaga mempraktekkan Dhamma tanpa henti-hentinya, sehingga setiap ikrar utamanya dapat disempurnakan satu per satu. Sungguh, tiada keliru sedikit pun. Ia melampaui dunia dan berbahagia di dalam nibbana.
  
Bab 8 (Pengumpulan Kebajikan Lewat Tindakan Luhur)
Sang Buddha berkata;
“Yang Arya Ananda. Biksu Dhammakara pernah mengucap 48 ikrar utamanya sebelum kepada Lokesvara Raja Tathagata. Beliau pernah mengucapkan ikrar di dalam perhimpunan besar yang terdiri dari para dewa, mara, brahmana, serta 8 Kelompok Makhluk Pelindung Dhamma.
Sejak Ikrar Agungnya diumumkan, beliau terus mencurahkan segenap semangatnya kepada tanah sucinya. Berlatih diri agar dapat mengindahkan, memegahkan tanah suci Buddhanya supaya dapat menjadi tanah suci yang paling bahagia dan menakjubkan.
Biksu Dhammakara berjuang terus-menerus mengumpulkan jasa-jasa kebajikan berdasarkan praktik Bodhisattva. Lahir maupun batin dijaga agar tetap suci terbebas dari nafsu, amarah, dan segala sesuatu yang dapat membahayakan pikirannya. Ia juga tidak terikat kepada 6 ayatana, yaitu bentuk, suara, aroma, citarasa, sentuhan dan pikiran.
Beliau memiliki daya kesabaran dan selalu tidak mempedulikan segala kerugian diri. Beliau sama sekali tidak mengenal ketamakan, kebencian, dan kebodohan.
Beliau selalu berada di dalam Samadhi maka kebijaksanaannya lancar tanpa halangan sedikit pun. Haitnya jujur, tulus, tidak munafik, manis dan damai. Demikian pula kata-katanya dan aura wajahnya penuh dengan cinta kasih. Beliau akan menjawab pertanyaan seseorang dengan sejelas-jelasnya agar orang itu terlepas dari keraguan.
Ia berusaha mencapai kemajuan besar, tidak pernah merasa lelah. Yang ia cari hanya segala sesuatu yang bermanfaat bagi semua makhluk.
Ia amat menghormati Triratna, guru, dan orang tuanya. Dengan kebajikan dan kebijaksanaannya, ia berhasil menyelesaikan tugasnya dan mampu menuntun para makhluk untuk menjalani kesucian.
Ia selalu berada di dalam 3 samadhi luhur, yaitu kekosongan, tanpa kesan, dan tanpa nafsu. Dengan pikiran tanpa tindakan dan tanpa muncul ia mapu memahami bahwa segala sesuatunya hanyalah ilusi belaka. Menjauhkan diri dari ucapan kasar, yang akan menyakiti diri sendiri, orang lain, dan kedua belah pihak. Ia juga mempelajari tata bahasa yang sopan santun agar berguna bagi diri sendiri, orang lain dan kedua belah pihak.
Semenjak biksu Dhammakara meninggalkan istana, tahta, kekayaan, dan keluarganya, ia langsung melatih 6 Paramita dan mengajarkannya kepada umat lain. Setelah menjalani pelatihan diri selama banyak kalpa, mengumpulkan benih-benih karma baik dan kesucian batin, di mana pun ia terlahirkan pasti akan muncul mustika yang banyaknya tak terhitungkan sesuai keinginannya.
Biksu Dhammakara juga mengajar dan membina makhluk yang tak terhitung jumlahnya, menuntun mereka menapaki Jalan Utama hingga mencapai pencerahan. Ia juga pernah menjelmakan dirinya menjadi beragam bentuk rupa, mulai dari sesepuh, umat awam, orang terhormat, pejabat, raja, raja dunia, raja dewa, raja brahma, dan lainnya. Ia juga sering mengadakan puja bakti dengan mempersembahkan 4 kebutuhan pokok Sangha (Catvarah Pratyayah; makanan, pakaian, tempat tinggal, dan obat-obatan) kepada para Buddha. Buah kebajikan itu sungguh tak terlukiskan dan tak tertandingi.
Udara nafasnya selalu wangi dan segar seperti bunga utpala. Pori-porinya selalu mengeluarkan wangi kayu cendana yang menyerbak hingga ke berbagai dunia. Wajahnya anggun dan menawan, dan penampilannya sungguh agung. Dari tangannya ia dapat mengeluarkan mustika yang tiada habis-habisnya, termasuk pakaian, makanan dan minuman, perhiasan seperti bunga-bunga indah, dupa wangi, dan kanopi serta panji sutra. Kualitas dan nilai benda-benda itu semuanya melebihi yang dimiliki para dewa. Ia telah memperoleh banyak jasa-jasa kebajikan.”
  
Bab 9 (Biksu Dhammakara menjadi Amitabha Buddha)
Yang Arya Ananda bertanya kepada Sang Buddha;
“Sang Bhagava, apakah biksu Dhammakara sudah menjadi Buddha? Apakah beliau sudah parinibbana? Dan di manakah beliau berada pada masa sekarang?”
Sang Buddha menjawab;
“Yang Arya Ananda. Biksu Dhammakara telah menjadi Buddha yaitu Amitayus Buddha, juga disebut Amitabha Buddha. Kini beliau ada di tanah suci bagain barat, jaraknya kira-kira 100.000 koti tanah suci Buddha (Buddhaksetra). Tanah sucinya bernama Sukhavati.”
Ananda kembali bertanya;
“Sudah berapa lamakah beliau mencapai kebuddhaan, Sang Bhagava?”
Sang Buddha menjawab;
“Lamanya sudah sepuluh kalpa.”
  
Bab 10 (Kebajikan dari Tanah Suci Amitabha Buddha)
Ketahuilah, Yang Arya Ananda. Seluruh permukaan bumi dari tanah suci Amitabha Buddha terkombinasi dari unsur-unsur emas (Suvarna), perak (Rupya), lazuardi (Vaidurya), Kristal (Sphatika), bunga karang (Pravada), indung mutiara (Musaragalva), dan akik (Asmagarbha). 7 jenis permata yang bermutu tinggi.
Demikian pula lingkungan dari seluruh bumi amat lapang, luas, besar dan tanpa batas. Permata-permata yang menjadi bumi itu, semua disusun satu jenis demi satu jenis atau berganti-ganti, sehingga sinarnya mempesona dan berkilau. Kelihatan demikian indah, megah, jernih dan menakjubkan, melebihi seluruh dunia di 10 penjuru. Mutu permatanya tidak berbeda dengan permata surga Paranirmitasvara.
Lagi, Yang Arya Ananda. Di tanah suci Amitabha Buddha tidak ada 4 musim, maka baik musim semi, gugur, salju, maupun panas, suhunya sama, tidak dingin atau panas, yang terasa hanya kesegaran dan kenyamanan.
Berkat kebajikan dari Amitabha Buddha, lewat kesaktiannya, segala benda muncul sesuai kebutuhan rakyatnya. Di alam itu juga tiada Alam Kesedihan, seperti neraka, setan kelaparan, dan hewan.
Lagi, tanah suci Amitabha Buddha tidak terdapat gunung Semeru atau gunung Cakravada dan gunung-gunung lain, juga tidak terdapat samudera, laut dangkal, sungai, selokan, ngarai atau lembah.”
Lalu Ananda bertanya kepada Sang Buddha;
“Sang Bhagava, bagaimanakah tanah suci itu tidak mempunyai gunung Semeru? Surga-surga dari Catur Maha Raja Kajika dan surga Trayastrimsa akan bertempat di mana?”
Sakyamuni Buddha menjawab Ananda;
“Yang Arya Ananda. Jika menurut anggapan anda, surga-surga tersebut harus mempunyai gunung Semeru sebagai pesandaran, maka, surga Yama terus ke atas hingga surga Akanistha semuanya menyandar kepada apa?”
Yang Arya Ananda berkata, “Karma baik atau jahat, pasti ada akibatnya. Sungguh makna itu tak mudah diperkirakan, Sang Bhagava.”
Sang Buddha melanjutkan;
“Betul, Yang Arya Ananda. Hukum karma tak mudah diperkirakan, apalagi, tanah suci-tanah suci yang dimiliki oleh para Tathagata akan lebih sulit diperkirakan.
Pada hakikatnya, setiap umat dapat memiliki kebajikan dan kekuatan tergantung dari karma mereka.”
Yang Arya Ananda menjawab;
“Aku sama sekali tidak akan sangsi terhadap Dhamma yang dibabarkan oleh Sang Bhagava. Hanya demi memberantas keragu-raguan di dalam pikiran umat pada masa mendatang, maka aku menanyakan tentang maknanya kepada Sang Buddha.”

Bab 11 (Sinar Tak Berujung Amitabha Buddha)
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Amitabha Buddha memiliki sinar keagungan yang amat berwibawa dan paling luhur. Sinar cahaya dari para Buddha tidak dapat membandinginya. Ada Buddha yang pancaran sinarnya mencapai 7 kaki, atau 1 yojana atau 2, 3, 4, 5 yojana, atau mencapai satu tanah suci Buddha. Ada Buddha yang sinar keagungannya dapat memancar ke seratus atau seribu tanah suci Buddha.
Sinar keagungan Amitabha Buddha dapat memancar hingga ke tanah suci di bagian timur yang banyaknya bagaikan butiran pasir di sungai Gangga. Demikian pula di sebelah selatan, barat, utara, timur laut, tenggara, barat daya, barat laut, bagian atas, dan bawah.
Maka dari itu, Amitayus Buddha disebut sebagai;
Cahaya Tak Terbatas (Amitabha),
Terang Tak Terbatas (Amitaprabha),
Kecemerlangan Tak Terhingga (Amitaprabhasa),
Cahaya Tiada Akhir (Asamaptaprabha),
Cahaya Tiada Melekat (Asangataprabha),
Cahaya Proses dari Menyala (Prabhasikhotsrstaprabha),
Cahaya Manikam Surga (Sadivyamaniprabha),
Cahaya dari Raja Sinar yang Bersinar Abadi (Apratmatarasmirajaprabha),
Cahaya Terindah (Rajaniyaprabha),
Cahaya Terkasih (Premaniyaprabha),
Cahaya Terbahagia (Pramodaniyaprabha),
Cahaya Paling Mempesona (Sangamaniyaprabha),
Cahaya Tergembira (Uposaniyaprabha),
Cahaya Tiada Henti (Anibandhaniyaprabha),
Cahaya Penuh Kuasa (Ativiryaprabha),
Cahaya Tiada Bandingan (Atulyaprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Raja Indra (Abhibhuyanarendrabhutrayendraprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Bulan Dan Matahari (Srantasancayendusuryajihmikaranaprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Lokapala, Sakra, Brahma, Suddhavasa, Mahasvara, dan Dewa Jihmikarana (Abhibhuyalokapala sakra brahma suddhavasa mahasvara devajihmikara naprabha).
Sakyamuni Buddha melanjutkan penjelasannya;
“Yang Arya Ananda. Barangsiapa yang dapat kesempatan menemukan sinar keagungan Amitabha Buddha yang demikian terang menderang itu, ke-3 Kotoran (ketamakan, kebencian, kebodohan) yang pernah dimilikinya akan lenyap total. Baik lahir maupun batin dari mereka akan terasa lemah lembut, terasa halus budi dan bersemangat riang gembira.
Demikian pula jika para makhluk ynag berada di 3 Alam Sengsara sedang menderita berbagai sengsara, setelah mereka menemukan sinar tersebut mereka dapat terlepas dari penderitaan, dan tiada lagi rasa sakit dan kecemasan. Dan apabila usia mereka telah habis segeralah terbebas dari alam kesedihan tersebut.
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, oleh karena sinar keagungan Amitabha Buddha demikian terang hingga dapat menyinari tanah suci-tanah suci dari para Buddha yang berada di 10 penjuru, maka tak akan ada seorang pun yang tidak pernah mendengar nama beliau. Seperti halnya kini Aku menyanjung kemegahan kebajikan Amitabha Buddha, para Buddha, Bodhisattva, Pratyekabuddha dan para sravaka juga memuji jasa-jasanya.
Seandainya terdapat umat setelah mendengar kemegahan kebajikan Amitabha Buddha, semangat dan keluhuran beliau, kemudian dengan sepenuh hati memuliakan namanya, di siang maupun malam hari. Maka, umat itu akan dilahirkan di alam Sukhavati sesuia keinginannya. Perbuatan yang terpuji dari sang umat tersebut akan selalu dipuji oleh para Bodhisattva serta para sravaka. Lagi, para Buddha dan Bodhisattva di 10 penjuru, sebagaimana mereka memuji kemegahan kebajikan Amitabha Buddha, begitu pula mereka akan selamanya memuji kebajikan para umat itu, hingga sang umat mencapai pencerahan.”
Sang Buddha berkata lagi;
“Sinar keagungan dan kemegahan Amitabha Buddha demikian agung dan menakjubkan. Walau Aku mengisahkannya setiap siang dan malam lamanya hingga satu kalpa, tetapi sulit dituntaskan.”
  
Bab 12 (Usia Tak Terbatas Amitabha Buddha)
Sang Buddha kembali berkata kepada Ananda;
“Lagi, Yang Arya Ananda. Tahukah anda, usia kehidupan Amitabha Buddha panjangnya sungguh tidak dapat dihitung. Seandainya semua makhluk yang berada di 10 penjuru dunia telah mendapat tubuh manusia, dan telah mencapai kesucian sebagai sravaka atau Pratyekabuddha. Jika semua bersama-sama menghitung usia Amitabha Buddha dengan kecerdasan mereka, walau lamanya hingga ratusan juta kalpa, masa kehidupan dari Amitabha Buddha tidak akan terhitung oleh mereka.
Demikian pula para Bodhisattva, para sravaka serta para dewa dan manusia yang berada di tanah suci Amitabha Buddha, panjangnya usia mereka juga sulit dihitung atau diumpamakan dengan perkataan yang tepat.”
  
Bab 13 (Makhluk Suci Yang Tak Terkirakan Banyaknya)
“Lagi, Yang Arya Ananda. Jumlah para Bodhisattva, sravaka yang berada di tanah suci Amitbha Buddha juga tidak dapat diperkirakan. Mereka semua telah menguasai berbagai Dhamma secara mendalam, serta kemampuan luar biasa lainnya. Mereka dengan kekuatan batinnya dapat meletakkan seluruh dunia di dalam genggaman mereka.”
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Para sravaka dan Bodhisattva yang menghadiri persamuan agung pertama di tanah suci Amitabha Buddha, jumlahnya sungguh sulit diperhitungkan dengan ilmu matematika. Seandainya terdapat ratusan juta koti manusia yang seperti Maha Maudgalyayana, dalam waktu selama asamkheya kalpa hingga mereka semua mencapai parinibbana, mereka menghitung jumlah hadirin tersebut. mereka tidak akan mampu mengetahui jumlahnya yang pasti. Jumlah yang hadirinnya boleh diumpamakan sebuah samudera yang amat luas.
Seandainya, seseorang memotong rambutnya menjadi 100 bagian, setiap bagian rambutnya dikaitkan dengan setetes air laut. Bagaimana pikirmu? Berapa banyakkah tetesan air laut yang terkumpul dari seluruh rambut orang itu? Apakah tetesan air itu lebih banyak dibandingkan denga air samudera itu?”
Ananda menjawab Sang Buddha;
“Sang Bhagava, menurutku jumlah tetesan air yang dikumpulkan dengan potongan rambut orang itu tidak sebanding dengan laut tersebut. Hal itu tak dapat dihitung dengan alat penghitung atau diumpamakan dengan perkataan yang tepat.”
Kemudian Sang Buddha berkata kepada Yang Arya Ananda;
“Maka dari itu, Yang Arya Ananda. Kepintaran dari Maha Maudgalyayana yang hendak mengetahui jumlah dari para Bodhisattva dan sravaka yang berkumpul di persamuan agung yang pertama di Tanah Suci Amitabha Buddha itu tidak mudah.
Walaupun mereka telah menggunakan waktu hingga ratusan juta koti nayuta kalpa. Hanya jumlah tetesan air yang dikumpulkan oleh rambut orang itu saja yang dapat diketahui. Yang tidak dapat mereka ketahui adalah jumlah air samudera itu.”
  
Bab 14 (Pepohonan Mustika)
“Lagi, Yang Arya Ananda. Seluruh bumi dari tanah suci Amitabha Buddha penuh dengan pohon yang dibuat dari 7 jenis permata, seperti emas, perak, lazuardi, kristal, bunga karang, akik, dan indung mutiara. Ada juga pohon-pohon yang terbuat dari 2 jenis permata, 3 atau 7 jenis permata.
Ada pepohonan emas dengan daun, bunga, dan buah perak. Ada pepohonan perak dengan daun, bunga dan buah emas. Ada pepohonan lazuardi dengan daun, bunga, dan buah Kristal. Ada pepohonan Kristal dengan daun,bunga, dan buah lazuardi. Ada pepohonan bunga karang dengan daun, bunga dan buah akik. Ada pepohonan bunga karang dengan daun, bunga dan buah lazuardi. Ada pepohonan indung mutiara dengan baik daun, bunga dan buah yang terbuat dari 7 jenis permata.
Ada pepohonan mustika berakar emas, dengan batang perak, dahan lazuardi, ranting Kristal, daun bunga karang, bunga akik, dan buah indung mutiara.
Ada pepohonan mustika berakar perak, dengan batang lazuardi, dahan Kristal, ranting bunga karang, daun akik, bunga indung mutiara, dan buah emas.
Ada pepohonan mustika berakar lazuardi, dengan batang Kristal, dahan bunga karang, ranting akik, daun indung mutiara, bunga emas dan buah perak.
Ada pepohonan mustika berakar Kristal, dengan batang bunga karang, dahan akik, ranting indung mutiara, daun emas, bunga perak dan buah lazuardi.
Ada pepohonan mustika berakar bunga karang, dengan batang akik, dahan indung mutiara, ranting emas, daun perak, bunga lazuardi, dan buah Kristal.
Ada pepohonan mustika berakar akik, dengan batang indung mutiara, dahan emas, ranting perak, daun lazuardi, bunga Kristal, dan buah bunga karang.
Ada pepohonan mustika berakar indung mutiara, dengan batang emas, dahan perak, ranting lazuardi, daun Kristal, bunga karang dan buah akik.
Yang Arya Ananda. Setiap pohon mustika tersebut tersusun sejajar satu sama lain, batang dengan batang, dahan dengan dahan, daun dengan daun, bunga dengan bunga, dan buah dengan buah. Pepohonan itu berwarna dan bersinar di luar kemampuan penglihatan orang biasa. Saat angin sepoi-sepoi menghembusi barisan pepohonan itu maka pepohonan mustika itu akan menggemakan 5 macam suara yang iramanya demikian lembut dan selaras.”
  
Bab 15 (Pohon Bodhi Pada Mandala Amitabha Buddha)
Lagi, Yang Arya Ananda. Pohon Bodhi yang berada di mandala milik Amitabha Buddha tingginya 4 juta yojana. Batangnya berdiameter 5 ribu yojana. Dahan dan dedaunannya mencapai diameter 200 ribu yojana. Pohon Bodhi itu diciptakan oleh Amitabha Buddha dengan berbagai permata dan disertai dengan raja permata seperti Candramani dan Sagaracakradharamani.
Setiap ujung ranting pohon Bodhi itu digantungkan dengan untaian manikam (Keyura Mustika), dan dapat memancarkan ratusan juta sinar yang dapat berubah-ubah warna. Amat terang dan dapat memancar hingga jarak yang jauhnya tak terhingga. Jaring-jaring mustika yang amat halus dan berkilau itu dibentangkan selapis demi selapis di seluruh puncak pepohonan mustika.
Jaring-jaring mustika itu dapat mengeluarkan suara Buddha-Dhamma yang menakjubkan saat diterpa angin sepoi-sepoi. Nadanya dapat terdengar hingga berbagai tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru. Makhluk yang dapat mendengarnya akan mencapai batin tak tergoyahkan, taat pada Buddha-Dhamma tanpa mungkin mundur lagi. Bahkan, walaupun mereka belum mencapai kebuddhaan, mereka sudah pasti akan terbebas dari penderitaan.
Mata mereka akan mampu melihat segala sesuatu, telinga mereka akan mampu mendengar segala jenis suara, hidung mereka akan mampu mencium segala macam aroma, lidah mereka akan mampu merasakan segala rasa, tubuh mereka akan mampu menyentuh segala cahaya, dan pikiran mereka akan mampu menangkap segala objek tak terbentuk. Keenam indera mereka akan menjadi begitu murni dan luar biasa tanpa halangan.
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, apabila para dewa dan manusia yang berada di alam Sukhavati melihat pohon Bodhi yang demikian menakjubkan, segeralah mereka memperoleh 3 jenis Dhammaksanti.
Pertama, Ghosanaguta Dhammaksanti; mengerti makna Dhamma dengan mendengarkannya. Kedua, Anulomiki Dhammaksanti; jiwa dan raga menjadi lembut. Ketiga, Anutpattika Dhammaksanti; batin seimbang tanpa melekat pada sesuatu. Semua pencapaian itu adalah berkat kekuatan batin disertai dengan kekuatan Ikrar Agung, pelaksanaan Ikrar Agung, kemurnian Ikrar Agung, keteguhan Ikrar Agung, serta keutamaan Ikrar Agung dari Amitabha Buddha.
  
                                                       Bab 16 (Pepohonan Musik)      
Kemudian Sakyamuni Buddha memberitahukan Ananda;
“Yang Arya Ananda. Raja-raja di alam manusia ini memiliki 100.000 macam musik di negerinya masing-masing, dan suara musik yang termerdu adalah dari raja dunia (Cakravartin) hingga surga keenam, surga Paranirmitavasavartin. Alunan musik semakin merdu 10 juta koti kali lipat setiap satu tingkat alam.
Akan tetapi, Yang Arya Ananda. Walaupun 10.000 musik dari surga keenam dibunyikan maka kemerduannya kalah 1.000 kali lipat dibandingkan dengan satu musik yang berbunyi dari pohon mustika di tanah suci Amitabha Buddha.
Ketahuilah, pepohonan itu biasanya memainkan 10.000 macam jenis musik. Musik yang berkumandang bertemakan Buddha-Dhamma yang demikian suci, jelas, indah, dan harmonis. Sungguh suara musik yang paling terkemuka di antara semua suara musik yang ada di 10 penjuru.
  
Bab 17 (Istana-Istana dan Pagoda-Pagoda)
Lagi, Yang Arya Ananda. Semua aula, asrama, istana, dan pagoda yang ada di tanah suci Amitabha Buddha terbuat dari 7 macam permata dengan kesaktian Amitabha Buddha. Di puncak bangunan-bangunan tersebut dipasang tali bersilang yang dibuat dari bahan-bahan seperti mutiara murni dan candramani sehingga terlihat berkilau dan amat menarik.
  
Bab 18 (Kolam-kolam Mustika)
Lagi, Yang Arya Ananda. Baik di dalam maupun di luar bangunan-bangunan itu terdapat kolam-kolam teratai (Padma), diameternya mulai dari 10 yojana, 20 atau 30 hingga 100.000 yojana. Semua bentuk, luas, dan kedalaman kolam-kolam itu sebanding.
Kolam-kolam tersebut dipenuhi dengan air yang bersifat 8 sifat Kebajikan, suci dan harum, manis seperti madu. Dasar kolam emas ditutupi hamparan pasir perak. Dasar kolam perak ditutupi hamparan pasir emas. Dasar kolam Kristal ditutupi hamparan pasir lazuardi. Dasar kolam lazuardi ditutupi hamparan pasir Kristal. Dasar kolam bunga karang ditutupi hamparan pasir ambar. Dasar kolam ambar ditutupi hamparan pasir bunga karang. Dasar kolam indung mutiara ditutupi hamparan pasir akik. Dasar kolam akik ditutupi hamparan pasir indung mutiara. Dasar kolam giok putih ditutupi hamparan pasir emas ungu. Dasar kolam emas ungu ditutupi hamparan pasir giok putih. Terdapat juag kolam yang terbuat dari 2, 3, bahkan 7 macam permata.
Di sekeliling kolam-kolam itu tumbuh pohon-pohon cendana yang berdaun lebat dan berbunga subur. Wangi pohon cendana itu menyebar ke seluruh alam Sukhavati.
Di permukaan air di dalam kolam-kolam itu banyak tumbuh berbagai jenis bunga teratai, seperti utpala, padma, kumada, dan pundarika. Semuanya memancarkan beraneka sinar berwarna-warni.
Saat para Bodhisattva dan sravaka masuk ke dalam kolam teratai itu, jika ada yang ingin ketinggian air merendam kedua kakinya, akan segeralah airnya merendam kedua kakinya. Jika ada yang ingin air meninggi hingga ke lututnya, akan segeralah air meninggi hingga merendam lututnya. Jika ada yang ingin airnya merendam sampai ke pinggangnya, akan segeralah air meninggi hingga merendam pinggangnya. Jika ada yang ingin airnya merendam sampai ke lehernya, akan segeralah air meninggi hingga merendam lehernya.
Apabila ada yang ingin badannya disiram dengan air itu, maka airnya akan bagaikan air terjun dan terus menerus menyiramkan air segar ke seluruh badannya. Setelah mandi, jika ada yang menghendaki airnya kembali pada semula, segeralah air tersebut terlihat tidak berbeda dengan sebelumnya.
Temperatur dari air kolam teratai dapat diubah-ubah sesuai keinginan, ingin dingin atau hangat. Barangsiapa yang pernah mandi di kolam teratai itu, pastilah ia akan merasa badannya amat enak, sehat dan semangatnya demikian menyala, juga segala kekotoran batin hilang total.
Lagi, Yang Arya Ananda. Air di dalam kolam teratai itu, demikian jernih, murni, dan sulit dilihat, hanya terlihat butiran-butiran pasir dari berbagai permata bercahaya kilau kemilau di dasar kolam, walaupun kedalamannya kolam demikian dalam hingga tak terhingga pun dapat terlihat dasarnya.
Lagipula pada setiap kolam terdapat banyak saluran air laksana sungai permata yang indah. Air di dalam sungai itu mengantar air dari kolam yang satu ke kolam yang lainnya, kemudian airnya mengalir dan kembali ke asalnya. Pergerakan airnya tenang sekali, tidak begitu cepat juga tidak begitu lambat.
Aliran itu selalu mengeluarkan suara yang amat merdu. Suaranya mengumandangkan berbagai ajaran Buddha yang bermanfaat untuk para umat di tanah suci itu. Siapapun dapat mendengarkannya suara yang menerangkan Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Ada juga suara-suara yang mengumandangkan ketenangan (Aranyaka), kekosongan (Sunya), ketanpa-akuan (Anatman), cinta kasih (Maha Maitri) dan belas kasih (Maha Karuna), ketentuan pelaksanaan Bodhisattva (Paramita), 10 kekuatan Buddha (Dasabalani), daya tanpa ketakutan (Abhaya), Dhamma tanpa kesamaan (Avenika Dhamma), daya gaib dan kebijaksanaan (Sarva Abhijna Mati), tanpa perbuatan (Anabhisamskara), penciptaan (Abhava), kemusnahan (Anirodha), menetapkan batin pada nibbana (Anutpattikadhammaksanti), hingga suara-suara yang menerangkan wisuda secara kerajaan (Abhisekabhumipratilambha), dan lainnya.
Suara-suara yang bermanfaat itu didengar sesuai dengan bakat dan keinginan si pendengar agar dengan hati yang riang gembira mereka dapat menerima Dhamma yang mengajarkan keluhuran, pelepasan nafsu, dan nibbana. Dengan kekuatan Triratna, ketanpa-takutan, Dhamma tanpa kesamaan, serta dengan petunjuk dan kebijkasanaan dari para Bodhisattva dan sravaka.
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, di tanah suci Amitabha Buddha tidak ada nama-nama 3 alam sengsara, yang ada hanya suara yang merdu didengar. Maka itu, tanah suci itu dinamakan Sukhavati atau Alam Kebahagiaan Tertinggi.
  
Bab 19 (Penduduk Tanah Suci Amitabha Buddha)
Yang Arya Ananda. Para makhluk yang dilahirkan di tanah suci Amitabha Buddha, semua memiliki tubuh fisik yang amat suci murni, suara yang merdu, dan juga memiliki berbagai kekuatan batin.
Istana yang dihuni para rakyat alam Sukhavati, pakaian, makanan dan minuman, dan semua hiasan, seperti bunga-bunga dan dupa, benda-benda itu hampir menyerupai yang ada di surga keenam.
Apabila sudah tiba waktunya makan, di dalam ruang makan akan muncul mangkuk yang terbuat dari 7 macam permata. Mangkuk yang terbuat dari emas, perak, lazuardi, indung mutiara, akik, bunga karang, amber, candramani, dan lainnya, muncul sesuai keinginan para umat. Mangkuk-mangkuk itu secara spontan telah terisi penuh dengan makanan dan minuman yang memiliki ratusan aroma dan rasa. Walaupun hidangan itu telah muncul, namun, tidak ada seorang pun yang memakannya.
Mengapa demikian? Sebab umat yang telah melihat santapan itu, dan telah mencium aroma yang sangat enak itu, secara spontan juga mereka akan merasa puas dan kenyang. Mereka sudah menikmati seluruh santapan yang ada tanpa perlu menelannya. Setelah waktu makan berlalu, mangkuk-mangkuk serta makanan-makanan tadi pun lenyap total, hingga waktu makan tiba lagi segalanya muncul kembali seperti biasa.
Alam Sukhavati demikian suci, damai, dan menakjubkan, hanya sedikit di bawah keadaan nibbana, yang terbebas dari sebab-akibat.
Yang Arya Ananda. Para Bodhisattva, Sravaka, serta para dewa dan manusia, yang berada di alam Sukhavati, baik bentuk maupun kecerdasannya semuanya hampir serupa. Hanya saja, demi sesuai dengan adat-istiadat mereka yang datang dari berbagai dunia yang berbeda-beda, maka istilah seperti ‘dewa’ dan ‘manusia’ masih tetap dipakai di tanah suci Amitabha Buddha. Pada hakikatnya, mereka bukan beridentitas dewa juga bukan beridentitas manusia. Badan jasmani mereka adalah badan ciptaan alamiah yang paling unik. Penampilan dan wajah mereka menawan tiada tandingan.
Sang Buddha memberitahu kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Umpamanya, terdapat seorang pengemis di dunia berdiri di sisi seorang raja yang perkasa. Dapatkah anda bayangkan perbandingan antara penampilan si pengemis dengan raja itu?”
 Ananda menjawab pertanyaan Sakyamuni Buddha;
“Sang Bhagava. Apabila orang semacam itu berdiri di samping seornag raja, maka penampilan si pengemis, jarak ukuran cantik-jeleknya akan menjadi ratusan juta koti kali lipat di bawah sang raja, atau sulit diperumpakan.
Mengapa demikian? Si pengemis adalah kaum rendahan, dan pakaiannya tidak dapat menutupi seluruh bagian tubuhnya karena compang-camping ia bahkan sulit untuk bertahan hidup. Hidupnya selalu merasakan kelaparan, kedinginan dan kegelisahan, jauh di bawah standardisasi seorang manusia.
Semua kesengsaraannya berasal dari kehidupan masa silamnya, mereka tidak menanam benih karma baik. Kaya raya namun kikir. Mereka tidak mau membagikan sedikit kekayaannya untuk orang lain. Mereka hanya cenderung tamak dan bernafsu memiliki segala yang belum ia miliki, tidak pernah lelah dalam memuaskan keserakahannya. Ia tidak percaya pada perbuatan baik dan perbuatan jahatnya setinggi gunung.
Apabila mereka telah meninggal dunia, harta dan barang-barang berharganya sedikit demi sedikit habis semua. Harta benda yang dikumpulkan dengan kerja keras, dan menyebabkannya sedih dan derita, akhirnya tidak ada yang tersisa, semuanya kini berada di tangan orang lain.
Tanpa kebaikan dan kebajikan, setelah kematian ia jatuh ke alam sengsara untuk menjalani penderitaan yang amat panjang. Hingga suatu saat, buah karma buruknya telah habis, meskipun terlahir di alam manusia, namun ia akan menjadi orang yang terhina, bodoh dan kotor.
Seorang raja adalah yang terhormat di antara banyak manusia, karena kebajikan yang telah dikumpulkan pada kehidupan masa lampaunya. Penuh perhatian dan murah hati, ia memberikan bantuan kepada yang memerlukannya dengan perasaan cinta kasih. Ia amat menjunjung tinggi kejujuran dan mengumpulkan segala macam karma baik, tidak pernah terlibat perselisihan.
Setelah meninggal dunia, karena adanya dukungan dari karma baik, ia terlahir kembali di alam bahagia. Ia dapat juga terlahir di surga untuk menikmati kebahagiaan. Dengan kekayaan kebajikan yang masih tersisa banyak, ia terlahir kembali ke alam manusia di dalam keluarga kerajaan. Lahir sebagai orang mulia, bahkan penampilannya amat rupawan. Dihormati dan diabdi oleh semua rakyatnya, ia menggenakan pakaian mewah, dan menikmati makanan lezat sesuai seleranya. Dengan dukungan kebajikan yang pernah ia kumpulkan pada kehidupan lampau, kini, raja menikmati kehidupan sebagai seorang raja.”
Sang Buddha berkata;
“Betul, Yang Arya Ananda. Ucapanmu tidak salah sedikitpun.
Akan tetapi, walaupun kedudukan raja itu demikian berwibawa serta mulia, penampilannya demikian menawan, bila raja itu dibandingkan dengan raja dunia, raja itu terlihat hina dan dekil, dan keadaannya tidak berbeda seperti seorang pengemis yang berada di sisinya.
Lagi, walaupun penampilan dari raja dunia sedemikian mengagumkan, dan keanggunannya selalu dipuji dengan nilai nomor satu di alam semesta, tetapi bila dibandingkan dengan raja dewa surga Trayastrimsa ia akan kalah 10.000 koti kali lipat. Bila raja dewa surga Trayastrimsa dibandingkan dengan raja dewa surga keenam maka ia akan kalah 100.000 koti kali lipat. Apabila raja dewa surga keenam itu dibandingkan dengan para Bodhisattva, Sravaka dan lainnya yang berada di tanah suci Amitabha Buddha, yang penampilannya berkilau dan merona itu, raja dewa surga keenam tersebut akan kalah hingga ratusan juta koti kali lipat.”

Bab 20 (Keagungan Tanah Suci Amitabha Buddha)
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Tahukah anda, para dewa, manusia dan makhluk-makhluk lainnya yang berada di tanah suci Amitabha Buddha jika memerlukan sesuatu, seperti pakaian, makanan dan minuman, bunga dan dupa, gandha, keyura, payung sutra, panji-panji dan berbagai bendera hnigga suara yang berirama merdu, perumahan-perumahan seperti istana mewah, pagoda agung, gedung-gedung bertingkat, dan lainnya, maka hanya dengan sekejap merenung saja barang yang diperlukan itu telah berada di depan mereka.
Dan benda-benda tersebut sesuai keinginan mereka, terbentuk dari satu jenis permata, 2 jenis, atau jenis yang tak terhingga. begitu juga bentuk, warna, panjang dan ukurannya semua itu dapat menuruti kehendak umat yang memerlukannya.
Apalagi di tanah suci Amitabha Buddha banyak jubah berharga dan pakaian-pakaian indah berhamburan merata di atas buminya, sehingga para dewa dan manusia berjalan di atas pakaian-pakaian tersebut.
Lagi, Yang Arya Ananda. Jaring-jaring mustika yang jumlahnya tak terhingga terpasang di atas langit dan tali jaringannya semua terbuat dari benang emas disertai dengan butiran mutiara, di tengah-tengah tali emas ditempeli dengan 100.000 macam permata untuk mengindahkan perhiasan itu.
Lagi, di sekeliling jaringan mustika itu tergantung lonceng mustika yang jumlahnya banyak sekali dan semua memancarkan kilauan cahaya. Amat indah sekali.
Saat angin sepoi-sepoi bertiup akan terasa segar dan lembut, tidak terlalu dingin ataupun terlalu panas. Angin tidak begitu kencang juga tidak begitu lemah, dan menghembusi semua lonceng mustika serta semua pepohonan mustika, maka terdengarlah berbagai jenis suara merdu yang menerangkan Dhamma beserta aroma yang mengandung 10.000 jenis wewangian lembut.
Siapa saja yang mencium keharumannya akan segera melenyapkan kekotoran lahir maupun kekotoran batin mereka. Dan, apabila badan mereka telah tersentuh oleh angin lembut dan harum itu pasti akan timbul perasaan amat riang gembira, sehingga perasaan mereka seperti seorang biksu yang sedang berada di dalam Samadhi nirodhasamapatti, tenang sekali.
Lagi, Yang Arya Ananda. Angin lembut dan harum itu mengantar kuntum-kuntum bunga mandarava ke seluruh alam Sukhavati, turun menurut warnanya sebagian demi sebagian hingga demikian teratur tidak kacau sedikit pun. Bunganya harum, sangat lembut dan ringan serta mengkilap. Karena jumlah bunga-bungaan terlalu banyak apabila orang berjalan di atas hamparan bunga-bunga itu kakinya sering terjerumus ke bawah bunga kira-kira 4 inci dalamnya. Akan tetapi, setelah kaki mereka diangkat lantas akan rata kembali tanpa bekas sedikitpun seperti sebelumnya.
Apabila bunga tersebut telah dipakai oleh para umat untuk memuja para Tathagata di 10 penjuru, permukaan tanah lantas retak dan sisa-sisa bunga semua habis ditelan ke dalam bumi, hingga bersih total tanpa ketinggalan sekuntum pun.
Dan sesuai dengan jadwal, angin yang mengantar bunga-bungaan itu berhembus 3 kali pada siang hari dan 3 kali pada malam hari.
Lagi, Yang Arya Ananda. Bunga-bunga teratai yang memenuhi kolam teratai di tanah suci itu, seperti bunganya mempunyai daun kelopak yang banyaknya hingga 100.000 koti dan semuanya bersinar. Yang berwarna biru memancarkan sinar biru. Yang berwarna putih memancarkan sinar putih. Yang berwarna hitam, kuning, merah, dan ungu. Semuanya bersinar sesuai warnanya. Amat indah dan cemerlang. Sinar cahayanya tidak kalah bila dibandingkan dengan sinar bulan dan sinar matahari.
Setiap teratai mempunyai 3,6 juta koti pancaran sinar, setiap sinar terdapat 3,6 juta koti jelmaan Buddha di tengah-tengahnya, semua jelmaannya berbadan emas, dapat memancarkan 100.000 jenis cahaya hingga 10 penjuru untuk mengumandangkan Dhamma Luhur kepada para umat di berbagai dunia. Amitabha Buddha mampu menjelma menjadi jumlah yang tak terkira untuk berada di setiap daerah di tanah sucinya.
  
Bab 21 (Kepastian Pencapaian Kebuddhaan)
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Para makhluk yang terlahir di alam Sukhavati semuanya tergolong umat yang memasuki jalan benar dan pasti mencapai kebodhian. Mengapa? Karena pada tanah suci Amitabha Buddha tidak ada kelompok umat yang tidak menapaki jalan benar dan mencapai kebodhian, serta tidak ada yang kelompok umat yang diliputi keragu-raguan.
  
Bab 22 (Tiga Kelompok Penitis)
Para Buddha dari dunia di 10 penjuru yang banyaknya seperti butiran pasir sungai Gangga, semuanya amat memuji jasa-jasa dan semangat yang amat mengagumkan dari Amitabha Buddha.
Seandainya ada umat yang setelah mendengar namanya menumbuhkan keyakinan dan kebahagiaan dengan pikiran yang terfokus. Kemudian muncul keinginan yang kuat untuk terlahir di alam Sukhavati, lalu selalu menyalurkan jasa-jasa kebajikannya kepada semua makhluk, maka umat itu pasti dapat terlahir di sana dengan tingkat kebijaksanaan yang tak mundur lagi. Terkecuali, sebelumnya mereka pernah melakukan salah satu dari 5 Dosa Berat, atau pernah memfitnah Dhamma Sejati.
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Para dewa dan manusia di dunia di 10 penjuru, yang sungguh-sungguh ingin terlahir di alam Sukhavati terbagi tiga kelompok.
Kelompok Tingkat Tertinggi adalah mereka yang hidup tanpa keluarga, atau yang meninggalkan keluarga, dan menjadi biksu. Mereka mengembangkan Bodhicitta dan hanya merenungkan Amitabha Buddha terus menerus. Mereka mengumpulkan banyak jasa-jasa kebajikan dan berkeinginan teguh terlahir di alam Sukhavati.
Pada saat mereka meninggal dunia, Amitabha Buddha bersama rombongan sucinya akan muncul di hadapan sang umat. Kemudian sang umat akan mengikuti Sang Tathagata ke tanah suci Buddhanya. Mereka akan secara spontan terlahir lewat bunga teratai yang terbuat dari 7 macam mustika dan tingkat pencapaian mereka adalah tekad tanpa kemunduran. Kebijaksanaan mereka juga tajam dan menguasai kekuatan batin.
Maka, Yang Arya Ananda. Umat yang pada kehidupan sekarang ini berhasrat melihat Amitabha Buddha dan terlahir di  tanah sucinya, mereka harus membangkitkan Bodhicitta-nya secepat mungkin, lalu dengan tekad bulat mempraktikkan Dhamma Luhur yang diajarkan para Tathagata.
Di samping itu, banyak beramal jasa-jasa kebajikan dalam skala besar. Kemudian semua jasa-jasa yang diperoleh harus disalurkan kepada seluruh makhluk dengan harapan dirinya dapat terlahir di alam Sukhavati.
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Sekarang kita akan melanjutkan tentang Kelompok Tingkat Menengah.
Para dewa, manusia dan makhluk-makhluk lain yang berada di dunia di 10 penjuru, mereka yang telah menggerakkan hati ingin terlahir di alam Sukhavati. Namun mereka tidak mendapat kesempatan untuk menjadi seorang suci seperti sramana, tidak mendapat kesempatan mengamalkan jasa-jasa kebajikan dalam skala besar.
Makanya, yang terpenting mereka harus menggerakkan Bodhicitta-nya dan selalu memiliki tekad merenungkan dan memuliakan nama Amitabha Buddha sambil mengumpulkan jasa-jasa kebajikan semampunya. Kebajikan yang dapat mereka lakukan adalah dengan mempelajari Buddha-Dhamma, mendirikan tempat suci umat Buddha, memajang gambar Buddha, berdana makanan kepada Sangha, menggantungkan panji sutra, menerangi tempat-tempat suci umat Buddha, mempersembahkan bunga dan dupa kepada Buddha.
Kemudian semua jasa-jasa yang diperoleh harus disalurkan kepada seluruh makhluk dengan harapan dirinya dapat terlahir di alam Sukhavati.
Apabila sang umat meninggal dunia, Amitabha Buddha akan menjelma menjadi seorang jelmaan Buddha yang berupa amat indah dan seluruh badannya memancarkan sinar emas yang terang menderang. Kemudian tubuh jelmaan itu bersama-sama rombongan sucinya menampakkan diri di depan si umat, segeralah si umat yang bahagia itu disambut tubuh jelmaan itu dan para rombongannya untuk dilahirkan di alam Sukhavati.
Umat itu akan mengikuti rombongan suci itu ke tanah suci Amitabha Buddha, dan menitis di sana dengan status tekad tanpa goyah. Hanya saja, kebajikan dan kebijaksanaan umat itu setingkat di bawah umat Kelompok Tingkat Teratas.
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Yang Arya Ananda, Yang terlahir di alam Sukhavati dengan status Kelompok Tingkat Bawah adalah para dewa dan manusia yang berada di dunia di 10 penjuru yang amat berkeinginan terlahir di sana.
Walaupun mereka tidak mampu mengumpulkan berbagai jasa-jasa kebajikan, mereka sudah seharusnya menggerakkan Bodhicitta-nya, dan dengan hati tulus dan tak tergoyahkan bertekad untuk menitis di tanah suci itu. Merenungkan jasa-jasa Amitabha Buddha serta melafal namanya, walaupun hanya sepuluh kali saja.
Jika mendengarkan Dhamma yang dibabarkan oleh para arya harus dengan perasaan suka cita menerima tanpa keragu-raguan. Maka walaupun hanya sekali saja sang umat merenungkan Amitabha Buddha serta menyebut namanya, dapatlah mereka terlahir di alam Sukhavati.
Saat umat itu akan meninggal dunia, Amitabha Buddha akan menemuinya di dalam mimpinya, lalu setelah meninggal dunia ia akan dilahirkan di tanah suci Amitabha Buddha. Namun kebajikan dan kebijaksanaan mereka setingkat di bawah umat yang berstatus Kelompok Tingkat Menengah.
  
Bab 23 (Pujian Para Buddha)
Sang Buddha kemudian melanjutkan;
Yang Arya Ananda. Semangat Amitabha Buddha sungguh luar biasa. Para Tathagata yang berada di dunia di 10 penjuru yang jumlahnya tak terhingga, tak terbatas, terhitung, semuanya menyanjung jasa-jasanya.
Rombongan Bodhisattva yang jumlahnya tak terhitung dan terbatas dari tanah suci-tanah suci yang berada di sebelah timur, yang banyaknya bagaikan pasir sungai Gangga, bersama-sama dengan para sravaka, mengunjungi alam Sukhavati untuk melakukan puja bakti kepada Amitabha Buddha beserta para Bodhisattva dan para sravakanya.
Kemudian mereka akan menggunakan kesempatan ini untuk mendengar dan menerima Dhamma Luhur dari Amitabha Buddha, agar dirinya dapat membantu Amitabha Buddha mengembangkan Buddha-Dhamma ke berbagai alam semesta.
Selain dari timur, rombongan Bodhisattva dan sravaka banyak juga yang datang dari sebelah selatan, barat, utara, timur laut, tenggara, barat daya, barat laut, bagian atas dan bagian bawah.
Kemudian Sang Buddha mengucapkan beberapa bait gatha pujian.
“Tanah Suci yang berada di sebelah timur,
jumlahnya seperti pasir di sungai Gangga,
Bodhisattva datang dari berbagai Tanah Suci,
mengunjungi Sukhavati, melihat Amitabha Buddha.
Di sebelah selatan, barat, hingga utara,
keempat sudut, serta atas dan bawah,
Bodhisattva dari berbagai tanah suci,
mengunjungi Sukhavati, melihat Amitabha Buddha.
Para Bodhisattva,
dengan sajian bunga mandarava,
dupa pilihan dan jubah berharga,
mengunjungi Sukhavati, memuja Amitabha Buddha.
Musik surga dimainkan dengan hamonis,
suara nyanyian sungguh merdu didengar.
Nyanyiannya berjudul Memuliakan Lokanatha Termulia,
khusus menghormati Amitabha Buddha,
yang menguasai kebijaksanaan dan kekuatan batin,
memasuki pintu Dhamma,
dan melengkapi gudang jasa kebajikannya,
tak seorangpun dapat membandingi kebijaksanaannya.
Kebijaksanaannya bersinar bagaikan matahari,
melenyapkan awan kelahiran-kematian.
Demi menghormatinya mereka mengelilingi 3 kali,
dan bersujud kepada Yang Tiada Taranya.
Setelah melihat tanah sucinya yang demikian indah,
sangat ketakjuban nan megah.
Lantas mereka membangkitkan Bodhicitta,
agar negerinya sama dengan alam Sukhavati.
Amitabha Buddha seketika tergerakkan,
bibirnya tersenyum penuh kegembiraan,
sinar gaib keluar dari mulutnya,
memancar hingga ke dunia di 10 penjuru.
Sinarnya kembali dan mengelilingi badannya 3 kali,
dan menembusi puncak kepalanya.
Seluruh dewa yang melihatnya,
ikut riang dan gembira.
Avalokitesvara Bodhisattva Mahasattva
merapikan jubah, bersujud, dan bertanya,
mengapa Buddha tersenyum riang,
Sang Tathagata menjawabnya.
“Suara Brahma bergemuruh bagai petir,
8 macam musik berbunyi serentak,
Aku akan meresmikan upacara Vyakarana Bodhisattva.
Aku telah menjelaskan dan engkau seharusnya mendengarkan.
Para Tokoh Suci datang dari dunia di 10 penjuru,
aku telah mengetahui cita-cita mereka,
ingin dilahirkan di Alam Kebahagiaan Tertinggi.
Dan mencapai kebuddhaan.
Pahamilah semua Dhamma bagaikan;
mimpi, khayalan, dan bunyi.
Mereka akan mengapai tekad suci mereka,
mewujudkan tanah suci seindah tanah suciku.
Ketahuilah, Dhamma bagaikan kilat dan bayangan,
mereka akan menyelesaikan Jalan Bodhisattva,
menyempurnakan jasa-jasa kebajikan mereka,
dan mencapai kebuddhaan.
Memahami hakikat Dhamma,
segala sesuatu kosong dan tanpa keakuan.
mengembangkan tanah suci Buddha,
mereka pasti dapat mewujudkannya.”
Para Buddha menyarankan para Bodhisattva,
untuk mengunjungi Sang Buddha yang berada di alam Sukhavati,
untuk mendengarkan Dhamma, memperoleh kebahagiaan dan melatih diri,
dan dengan segera mencapai tingkat kesucian.
Setelah tiba di tanah suci yang sempurna,
akan segera memperoleh kekuatan batin,
dan Amitabha Buddha akan segera,
memberikan kelancaran menjadi seorang Buddha.
Dengan kekuatan ikrar Sang Tathagata,
siapa pun yang mendengar namanya dan ingin menitis di alamnya,
akan terlahir di tanah sucinya,
dan memperoleh tingkat spiritual yang tak tergoyahkan.
Para Bodhisattva yang mengikrarkan tekadnya,
berharap tanah sucinya tiada beda dengan alam Sukhavati,
merenungkan dan membawa semua makhluk,
namanya diharumkan hingga dunia di 10 penjuru.
Kepada banyak koti Buddha,
mereka melayang menuju tanah sucinya,
setelah puja bakti kepada para Buddha,
mereka kembali ke alam Kebahagiaan Tertinggi.
Bagi yang tidak memiliki Akar Kebajikan,
takkan dapat mendengarkan Sutra ini,
hanya mereka yang suci dan bermoral,
dapat mendengar Dhamma Luhur.
Hanya mereka yang pernah melihat Sang Buddha,
akan meyakini uraian ini.
Dengan rendah hari dan hormat, mendengar dan melaksanakan Dhamma,
akan bersuka cita.
Mereka yang sombong dan gelap batinnya,
sulit meyakini Dhamma.
Namun mereka yang pernah melihat Buddha,
bergembira dalam mendengarkan ajarannya.
Para Sravaka dan Bodhisattva,
tak mampu memahami pemikiran dari Yang Termulia,
hanya seperti orang yang terlahir buta,
mencoba menuntun yang lainnya.
Samudera kebijaksanaan para Tathagata,
amat dalam dan luas, tanpa dasar,
Mereka yang mengendarai Dua Yana (Bodhisattva dan Sravaka) tak akan mampu mengukurnya,
hanya para Buddha sendiri yang dapat mengerti.
Seandainya banyak umat,
mencapai pencerahan (melalui Dua Yana),
dan menghimpun kebijaksanaan tentang kekosongan,
selama banyak koti kalpa,
mereka mengukur kebijaksanaan Buddha.
Mencoba mendefinisikannya dengan kesaktian mereka,
mereka tetap tidak akan berhasil hingga akhir hayatnya,
Kebijaksanaan Buddha tiada batas,
dan membawa kesucian terunggul.
Umur panjang amat sukar diperoleh,
lebih sukar lagi adalah kehadiran seorang Buddha di dunia,
sangat sukar untuk memperoleh kayakinan dan kebijaksanaan.
Mereka yang dengan segenap usaha mencari Dhamma,
dan tidak melupakan Dhamma yang mereka peroleh,
akan bertemu dengan Buddha dan memperoleh manfaatnya.
Seandainya, saudara dan sahabatku,
anda sudah bertekad,
untuk mempelajari Dhamma,
Walau dunia ini terbakar,
pasti akan mencapai penerangan sempurna,
dapat menyelamatkan mereka yang berputar di dalam roda kehidupan-kematian. 
Bab 24 (Keluhuran Para Bodhisattva)
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Semua Bodhisattva di tanah suci Amitabha Buddha akan mencapai kebuddhaan pada kehidupan selanjutnya, terkecuali mereka telah bertekad menolong para makhluk. Mereka akan memperbanyak jasa-jasa kebajikan mereka agar tekad mereka tercapai, agar semua makhluk dapat tertolong.
Yang Arya Ananda, di tanah suci Amitabha Buddha, semua sravaka memiliki tubuh yang bersinar sejauh 1 yojana, dan sinar Bodhisattva mencapai 100 yojana.
Di sana terdapat dua orang Bodhisattva utama, yang paling dihormati. Tubuh mereka mengeluarkan cahaya yang dapat menyinari alam trisahasra mahasahasra.
Ananda bertanya kepada Sang Buddha;
Siapakah nama kedua Bodhisattva itu, Sang Bhagava?
Sang Buddha menjawab;
Yang satu bernama Avalokitesvara, dan yang satu lagi bernama Mahasthamaprapta.
Kedua Bodhisattva itu pada masa dahulu pernah mempraktikkan Jalan Bodhisattva di dunia Saha ini. Setelah kehidupannya berakhir, mereka dilahirkan di alam Sukhavati.
Lagi, Yang Arya Ananda. Para makhluk yang lahir di alam Sukhavati semua memiliki 32 ciri-ciri makhluk agung yang lengkap. Penuh kebijaksanaan, mereka mampu menyelami dan memahami semua esensi Dhamma. Kekuatan batin mereka tanpa halangan, dan memiliki indera-indera yang amat tajam dan tanpa cacat.
Makhluk yang paling rendah di sana paling tidak memiliki dua dari tiga Dhammaksanti, sedangkan makhluk yang lebih tinggi telah menguasai semua tiga Dhammaksanti.
Lagi, para Bodhisattva yang sedang menapak menuju kebuddhaan, tidak akan pernah lagi tergelincir ke dalam alam sengsara. Mereka telah menguasai kesaktian dan mengetahui peristiwa masa lampau semua makhluk. Akan tetapi, jika mereka lebih memilih untuk terlahir di suatu dunia, di alam dengan 5 Kemerosotan, seperti dunia Saha kita ini, maka mereka akan memanifestasikan dirinya menjadi serupa dengan makhluk-makhluk di alam itu.
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
Yang Arya Ananda, para Bodhisattva yang berada di alam Sukhavati, atas berkah kekuatan Amitabha Buddha, hanya dengan sekejap renung saja dapat mengunjungi dunia yang tak terhitung di 10 penjuru untuk melakukan puja bakti kepada para Tathagata di alam lain.
Sesuai dengan kehendak mereka, benda-benda puja bakti yang jumlahnya tak terhitung, tak terhingga, akan muncul seperti sulap, baik itu adalah bunga-bunga, dupa, alunan musik, payung sutra dan panji-panji. Semuanya begitu indah dan luar biasa, melebihi apapun yang ada di dunia ini.
Dengan benda-benda itu para Bodhisattva tersebut melakukan puja bakti kepada para Buddha, para Bodhisattva, dan para sravaka yang berada di alam itu. Benda-benda persembahan itu lantas akan berubah menjadi payung bunga yang melayang-layang di langit. Payung bunga itu bersinar aneka warna, menyebarkan keharuman ke mana-mana. Setiap bunga berdiameter 400 yojana, dan semakin lama semakin membesar sampai menutupi alam trisahasra mahasahasra. Setelah itu barulah bunga-bunga itu lenyap satu per satu.
Dengan penuh kebahagiaan, para Bodhisattva itu memainkan musik surgawi di langit, dan dengan suara yang amat merdu melantunkan pujian-pujian terhadap jasa-jasa kebajikan para Buddha. Setelah itu mereka bersama-sama mendengarkan pembabaran Dhamma dari Buddha dengan perasaan girang.
Setelah kegiatan puja bakti itu berakhir, sebelum waktu makan tiba, mereka secepat kilat sudah kembali lagi ke tanah suci Amitabha Buddha.
  
Bab 25 (Pembabaran Dhamma dan Presentasi Puja Bakti)
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Saat Amitabha Buddha mengadakan pembabaran Dhamma kepada para Bodhisattva, sravaka, dan para dewa dan manusia, mereka akan berkumpul di aula vihara yang terbuat dari tujuh mustika.
Amitabha Buddha selalu menguraikan Dhamma Luhur secara mendalam dan terperinci, tidak ada yang gagal mengerti dan semuanya menerima dengan kepuasan yang amat mendalam ajaran yang mengarahkan kepada kebodhian itu.
Sementara itu, angin bertiup dari empat penjuru, menghembusi pepohonan mustika dan mengeluarkan lima jenis suara. Angin tersebut juga mengantar bunga mandarava yang banyaknya tak terhingga ke seluruh alam Sukhavati. Para dewa dan manusia mengambil 100.000 bunga yang amat harum itu dan memainkan 10.000 alat musik sebagai puja bakti kepada Amitabha Buddha dan para Bodhisattva serta para sravaka.
Sambil menebarkan bunga dan dupa serta memainkan musik, mereka berjalan masuk ke dalam aula vihara lewat sebuah pintu lalu keluar lewat pintu lainnya. Selama itu, kerapian dan kegembiraan mereka tak terpikirkan.
  
Bab 26 (Jasa-Jasa Kebajikan dari Para Bodhisattva)
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, para Bodhisattva di tanah suci itu selalu membabarkan Dhamma Luhur kepada pengikutnya. Ajaran-ajaran yang diuraikan semua menurut kebijaksanaan dan kemampuan sang umat. Tak ada pertentangan maupun kesalahan.
Semua benda yang ada di tanah suci itu mereka pandang sebagai sesuatu yang tak kekal. Mereka juga tidak lagi diperbudak emosi. Mereka datang dan pergi, bergerak dan diam, dengan hati yang bebas dari kemelekatan. Tidak melekat kepada cinta dan kesunyian, tidak memikirkan diri sendiri. Tiada persaingan ataupun perasaan curiga. Mereka berjiwa kasih sayang dan welas asih terhadap semua makhluk.
Selain itu, para Bodhisattva di alam Sukhavati amat lemah lembut. Amarah mereka sudah tiada. Jiwa dan pikiran mereka juga amat suci. Mereka tidak pernah malas dan lengah dalam menjaga kualitas, keunggulan, kedalaman dan konsentrasi di dalam pikiran mereka. Begitu juga kesukaan, rasa menghargai, dan kegembiraan dalam Buddha-Dhamma.
Pikiran mereka telah terlepas dari kejahatan, dan mereka menjalankan semua pelaksanaan Bodhisattva serta selalu memperbanyak jasa-jasa kebajikan.
Para Bodhisattva yang berada di alam Sukhavati juga telah mencapai tingkat Samadhi terluhur, menguasai kekuatan batin dan kebijaksanaan yang terang. Mereka mempelajari 7 faktor kesadaran (Sapta Bodhyanga) serta latihan-latihan lainnya berdasarkan Buddha-Dhamma.
Mata jasmaninya demikian jernih dan terang, dapat melihat segalanya. Mata dewanya dapat melihat pada jarak yang tiada batas. Mata dhammanya dapat menganalisa makna-makna Dhamma. Mata kebijaksanaannya dapat melihat kebenaran yang dapat menyeberangkan mereka ke Pantai Seberang. Mata Buddhanya mampu melihat ke seluruh dhammadhatu.
Dengan kebijaksanaan tanpa halangan, para Bodhisattva tersebut mampu menjelaskan Dhamma kepada para umat. Memandang segala sesuatu di 3 alam kehidupan sebagai kekosongan, mereka bertekad mempelajari Buddha-Dhamma. Dengan berbekal lidah fasih, mereka membantu para umat mengatasi penderitaan.
Para Bodhisattva yang berada di tanah suci Amitabha Buddha, dapat mengerti makna-makna dari semua Dhamma yang diajarkan Tathagata. Dengan berbekal pengetahuan agung tentang nibbana dan lidah fasih, mereka hanya bergembira dalam pembabaran Dhamma. Mereka memperbanyak jasa-jasa kebajikan dan bertekad mencapai penerangan sempurna.
Karena mengetahui dengan jelas arti nibbana, para Bodhisattva itu berusaha mengakhiri perputaran roda kelahiran-kematiannya. Saat mereka mendengar Dhamma agung, mereka tak takut dan tak ragu untuk melatih diri mereka sesuai Dhamma itu. Mereka memiliki welas asih teragung, terluas, dan luar biasa yang mereka berikan kepada seluruh makhluk tanpa terkecuali, dan mereka berusaha membawa mereka ke dalam Satu Kendaraan (Ekayana) menuju Pantai Seberang.
Demikian pula, segala jala-jala sesat semua diputuskan dengan kebijaksanaannya, segala metode dari Buddha-Dhamma semua disempurnakan dan dimiliki mereka. Kebijaksanaan mereka tidak berbeda dengan samudera, dan samadhi mereka seperti gunung Semeruraja. Sinar kebijaksanaannya demikian terang hingga melampaui sinar bulan dan sinar matahari. Doktrin-doktrin Usaha (Virya) juga sempurna semua.
Para Bodhisattva itu seperti gunung salju, karena tubuh mereka bersinar dengan kebajikan yang luhur. Seperti bumi yang luas, karena mereka tidak membedakan yang suci dan yang hina, yang baik dan yang buruk. Seperti air jernih, karena mereka membersihkan diri dari kekotoran batin yang menyebabkan penderitaan. Seperti api besar, karena mereka seperti api ungun yang membakar semua penderitaan. Seperti angin kencang, karena mereka dapat mengunjungi seluruh dunia tanpa hambatan.
Seperti langit luas, karena mereka tidak melekat kepada apa pun. Seperti bunga teratai, karena mereka hidup di dalam dunia yang keruh. Seperti Kendaraan Besar (Mahayana), karena mereka membawa seluruh makhluk untuk keluar dari perputaran hidup-mati. Seperti awan tebal, karena mereka mengerumuhkan petir Dhamma untuk menyadarkan umat yang tertidur. Seperti hujan lebat, karena mereka meneteskan madu sebagai air bagi seluruh makhluk.
Seperti gunung Intan, karena mereka tak tergoyahkan oleh mara maupun para non Buddhis. Seperti raja Brahma, karena mereka paling terkenal di dalam menjaga Dhamma Luhur. Seperti pohon beringin, karena mereka dapat menaungi semua. Seperti bunga udumbara, karena mereka jarang ditemukan. Seperti garuda bersayap emas, karena mereka menundukkan para umat dari pandangan salah.
Seperti burung peluncur, karena mereka tidak mengumpulkan apapun. Seperti raja kerbau, karena mereka tak terlihat. Seperti raja gajah, karena mereka terampil mempertahankan diri. Seperti raja singa, karena mereka tanpa rasa takut. Seperti langit luas, karena mereka adil dalam memberikan cinta kasih.
Para Bodhisattva itu telah melenyapkan rasa iri hati, tidak ada lagi kehendak untuk mengungguli orang lain. Mereka bergembira dan tak pernah puas dalam mencari Dhamma. Mereka tanpa lelah menjelaskan Dhamma secara panjang lebar. Mereka menggemuruhkan genderang Dhamma dan menegakkan panji Dhamma. Mereka memohon agar matahari kebijaksanaan selalu bersinar dan melenyapkan kegelapan batin.
Mereka hidup dalam 6 unsur keharmonisan dan kehormatan. Mereka selalu memberikan sedekah Dhamma. Mereka selalu berusaha mencapai kemajuan yang pesat, tak pernah merasa kepayahan ataupun rasa putus asa. Mereka melayani seperti lampu yang menerangi dunia dan seperti lapangan kebajikan yang mulia. Mereka melayani seperti guru pembimbing yang mengajar secara setara tanpa perbedaan suka atau tidak suka.
Mereka hanya berbahagia berada di Jalan Utama tanpa kesukaan dan kebencian. Mereka mencabut dari nafsu keinginan agar para makhluk merasa nyaman. Jasa-jasa kebajikan mereka amat luar biasa sehingga tiada seorang pun yang tidak menghargai mereka. Mereka menghancurkan rintangan yang disebabkan 3 penderitaan dan tidak pernah memamerkan kekuatan batinnya.
Mereka telah memiliki berbagai kekuatan seperti daya penyebab (Hetubala), daya hubungan penyebab (Pratyayabala), daya ideal (Asayabala), daya tekad (Pranidhanabala), daya fasilitas (Upayabala), daya kekal (Nityabala), daya perbuatan baik (Kusalabala), daya konsentrasi (Samadhibala), daya kebijaksanaan (Prajnabala), daya banyak mendengar (Bahussatobala), Damabala, daya sila (Silabala), daya kesabaran (Ksantibala), daya usaha (Viryabala), daya meditasi (Dhyanabala), daya menyeberangkan dengan kebijaksanaan (Prajnaparamitabala), daya merenung yang benar (Samyaksmrtibala), daya ketenangan batin (Samathabala), daya 6 kekuatan batin (Sad Abhijnabala), daya 3 macam kecemerlangan (Tisrovidyabala), daya pengatur (Abhicarakabala), dan lainnya, semua kekuatan telah lengkap mereka miliki.
Tubuh fisik para Bodhisattva itu amat agung dan dihiasi oleh kebajikan dan kefasihan lidah. Tiada yang dapat menandingi mereka. Mereka sering melakukan puja bakti kepada Buddha yang jumlahnya tak terhitung. Kebajikan mereka juga amat dipuji oleh para Buddha.
Mereka selalu menyempurnakan latihan Paramita yang perlu dipraktekkan oleh seorang Bodhisattva, dan mereka tekun melatih 3 samadhi; kekosongan (Sunyata), tiada kesan (Animitta), dan tiada nafsu keinginan (Apranihita). Juga melatih diri dalam Samadhi tiada awal (Anutpanna) dan tiada akhir (Aniruddha). Kesucian batin mereka sudah jauh melampaui para sravaka maupun Pratyekabuddha.
Yang Arya Ananda. Demikian banyak dan sulit diperkirakan kepahalaan agung yang dihasilkan oleh para Bodhisattva di alam Sukhavati. Apabila dijelaskan secara luas, meskipun Kuuraikan hingga ratusan juta kalpa, tetap sulit terungkapkan.
  
Bab 27 (Dorongan Agar Terlahir di Tanah Suci Amitabha Buddha)
Selanjutnya, Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva, para dewa dan manusia;
Yang Arya Ajita. Sungguh, para Bodhisattva dan sravaka yang berada di tanah suci Amitabha Buddha, baik jasa-jasa maupun kebijaksanaannya sulit dijelaskan. Apalagi keadaan alam Sukhavati juga demikian tentram, bahagia dan suci.
Mengapa para umat di dunia Saha enggan mengumpulkan jasa-jasa kebajikan, dan tidak berusaha mencapai kesadaran agung, yang dapat melampaui batasan tanpa halangan, di luar dari perbedaan antara tinggi dan rendah?
Jika seseorang berusaha untuk maju dalam mencapai kebodhian, ia pasti akan melampaui dunia dan terlahir di alam Sukhavati. Jika seseorang dengan tegas menolak untuk berada di 5 alam keburukan, maka pintu kelima alam itu akan tertutup bagi dirinya.
Walau semua peningkatan batin tiada batas amat mudah dicapai, namun tiada yang ingin mencapainya. Walau alam tidak menimbulkan halangan, namun orang-orang masih terikat di dunia mereka.
Mengapa seseorang tidak menyerah dengan persoalan keduniawiannya dan mulai melangkah menuju Jalan Utama agar memperoleh usia yang panjang dan kebahagiaan sempurna?
  
Bab 28 (Dunia dengan Keburukannya)
Tetapi, Yang Arya Ajita, betapa sedihnya, bahwa pandangan dari para umat demikian pendek dan melekat kepada keduniawian. Mereka rela mengejar hal-hal dan keperluan yang tidak begitu penting.
Sungguh menyedihkan, mereka selalu berjuang demi diri sendiri, demikian egois. Baik kaum terpandang maupun yang hina, yang kaya raya maupun yang miskin, yang tua maupun yang muda, pria maupun wanita, mereka semua amat merisaukan persoalan harta benda.
Awalnya, mereka yang sudah memiliki harta benda maupun yang tidak memiliki sesuatupun, mempunyai rasa khawatir yang sama. Hati mereka penuh dengan kecemasan dan kegelisahan.
Mereka dengan suka rela membebani diri mereka dengan kerisauan dan kegelisahan. Batin mereka benar-benar menderita dan merana. Karena itu, mereka tidak dapat hidup dengan tenang.
Seandainya mereka memiliki sawah dan ladang, mereka amat mengkhawatirkan sawah dan ladangnya. Seandainya mereka memiliki rumah dan gedung, mereka amat mengkhawatirkan rumah dan gedungnya. Begitu juga dengan pelayan, harta benda, sandang, pangan, berbagai keperluan, dan 6 jenis hewan ternak, seperti kerbau dan kuda, semua itu menjadi sumber kegelisahan mereka.
Berpikir-pikir sampai berulang-ulang hingga nafasnya terengah-engah, mereka hidup dalam kegelisahan dan ketakutan.
Belum lagi kejadian tak terduga, seperti musibah banjir, kebakaran, perampokan, peperangan, dan penagih utang yang akan menghabiskan, membakar dan mengambil harta benda mereka. Dan pada saat itu, saat seluruh harta benda yang mereka cemaskan musnah dan habis, kekhawatirannya semakin lama semakin parah dan tetap melekat di dalam hatinya.
 Akan tetapi, mereka tidak mau sadar, kepalanya tetap demikian keras dan tidak mau membuang sedikit waktu untuk menganalisa apa sebab hingga demikian. Hanya menghabiskan sisa hidupnya di dalam kesedihan sebagai manusia yang gagal. Setelah mati, mereka pergi tanpa membawa apapun, dan tidak ada siapapun yang menemaninya.
Hal itu dialami semua orang yang termulia dan kaya raya. Semua terikat kepada kecemasan dan ketakutan. Mereka semua seperti mengalami demam panas dingin, amat menderita.
Adapun orang miskin yang serba kekurangan. Mereka tidak memiliki sawah dan ladang. Mereka juga tak memiliki rumah dan gedung. Mereka juga tidak memiliki pelayan, harta benda, sandang, pangan, berbagai keperluan, dan 6 jenis hewan ternak, seperti kerbau dan kuda.
Ada sebagian orang yang memiliki satu dari hal-hal itu, ada juga sebagian orang yang memiliki beberapa hal-hal itu. Mereka semua selalu berusaha memiliki semua hal-hal itu.
Namun, semua yang mereka miliki, pada akhirnya hal-hal itu lenyap. Dengan perasaan sakit dan sedih mereka mencoba mendapatkan lagi segalanya, namun sia-sia saja. Semua harapan mereka tak dapat digapai, hanya menyisakan tubuh dan pikiran yang lelah. Didasari hasrat mereka kecemasannya tiada akhir. Mereka semua seperti mengalami demam panas dingin, amat menderita. Kesedihan itu juga dibawa hingga akhir hayatnya.
Yang Arya Ajita, umat manusia umumnya enggan berbuat baik, apalagi menjalani hidup suci, juga enggan menimbun jasa-jasa kebajikan. Setelah mati, mereka akan menempuh perjalanan panjang sebatang kara, melangkah ke alam kehidupan berikutnya tanpa mengetahui arah yang menuju ke alam kebahagiaan dan alam penderitaan.
Umat manusia: para orang tua, anak-anak, saudara, pasangan, kerabat, dan teman, seharusnya saling menyayangi dan menghargai satu sama lainnya, bukannya saling membenci dan bermusuhan. Orang-orang yang mampu seharusnya membantu mereka yang tidak mampu, tidak boleh kikir. Terhadap sesama seharusnya cara bicara (Vaca) dan sikap jasmani (Raga) yang sopan santun, serta ramah tamah, tanpa bertentangan dengan tata karma.
Lagi, jika terjadi pertengkaran kecil haruslah segera diakhiri agar tidak terbawa hingga menjadi permusuhan besar pada kehidupan selanjutnya. Mengapa demikian? Karena semua tindak kekerasan yang dilakukan seseorang pada kehidupan ini tidak pasti segera membuahkan perseteruan hidup-mati. Tindak kekerasan itu hanya akan menyisakan racun kemarahan dan amarah beringas di dalam kesadaran terdalam (alaya vijnana) seseorang dan amat sulit dihilangkan. Setelah melewati beberapa kehidupan maka mereka akan saling melampiaskan dendamnya.
Di dunia ini, umat manusia hidup dengan penuh nafsu dan keinginan. Mereka sebetulnya terlahir dan meninggal seorang diri. Amat menyedihkan, datang sendiri dan pergi pun sendiri. Masing-masing harus menjalankan dan merasakan perjalanan hidupnya yang penuh suka dan duka seorang diri, tiada siapa pun yang dapat menggantikannya.
Hanya karma yang dapat menemani umat manusia. Kedua jenis karma, yang baik maupun yang buruk, adalah penentu keberuntungan dan kemalangan seseorang. Setiap manusia mempunyai karma yang banyaknya tak terhingga yang menunggu giliran untuk berbuah, karma itu jugalah yang mengakhiri hidup seseorang dan menyeretnya menuju ke kehidupan selanjutnya tanpa orang itu tahu ke mana ia akan dilahirkan.
Setiap anggota keluarga memiliki karmanya sendiri-sendiri, baik itu karma baik maupun karma buruk yang tanpa mereka sadari, dan sewaktu-waktu, akibat buah karma mereka yang matang, semua anggota keluarganya akan terpisah dan menempuh kehidupan berikutnya sendiri-sendiri. Perpisahan itu akan sangat lama sekali, sukar sekali untuk dapat bersama-sama seperti dulu lagi.
Amat menyedihkan. Mengapa manusia di saat masih sehat dan kuat, tidak rela menghentikan keduniawian, dan mulai berusaha mengumpulkan jasa-jasa kebajikan sebanyak-banyaknya? Padahal, jika mereka mulai memupuk jasa-jasa kebajikan dan kemajuan batiniah, berusaha membebaskan diri dari belenggu lahir-mati, maka mereka akan mencapai hidup suci dengan usia tak terbatas.
Mengapa manusia tidak mau mencapai kebodhian? Apakah masih ada yang lebih agung untuk dicapai daripada pembebasan?
Yang Arya Ajita. Amat menyedihkan, kalau ada umat yang masih tidak yakin dengan kebenaran bahwa dengan berbuat kebajikan akan menghasilkan buah karma yang baik. Sayang sekali jika ada umat yang belum bertekad mencapai kebodhian. Bahkan ada umat yang tidak percaya ada kehidupan setelah kematian. Juga ada yang tidak percaya kalau berdana, meskipun jumlahnya tidak banyak, akan dianugerahi kebahagiaan yang tak terhingga. Ada umat yang sama sekali tidak mau menaruh kepercayaannya tentang akibat yang akan datang dari perbuatan baik atau jahat. Mereka demikian keras kepala dan tidak ada kebijaksanaan.
Mereka terikat kepada pandangan salah mereka dan mencoba mempelajari ajaran sesat. Mereka mewariskan pandangan salahnya kepada generasi-generasi selanjutnya. Sang ayah mewariskan kesesatan kepada anaknya, seperti dahulu sang ayah diwariskan kesesatan oleh pendahulunya.
Mereka bukan saja tidak berbuat kebajikan dan menjaga moralitas, malahan keturunan mereka, dengan masa bodoh menutup sebelah mata, dan akibat pengetahuan sesatnya mereka tidak dapat membedakan antara hal baik dengan hal buruk, bahkan sama sekali tidak ada kepercayaan terhadap tumimbal lahir.
Orang-orang sesat itu tidak lagi mencari Dhamma. Mereka hanya bertindak sesuka haitnya tanpa peduli apakah akibat perbuatannya akan baik atau buruk, dapat memperoleh keberuntungan atau kemalangan. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan moralitas.
Saat buah karma berbuah, anggota keluarganya meninggal dunia. Orang tua menangisi mayat anaknya, atau anak menangisi mayat orang tuanya. Saudara dan suami istri saling menangisi kepergian orang tercinta.
Kematian tidaklah berjalan sesuai antrian. Tak ada kepastian bahwa orang yang terlebih dulu lahir akan mati dulu. Yang pasti adalah bahwa manusia tidak ada yang dapat hidup selamanya. Kebenaran seperti ini pun banyak yang tidak mempercayainya.
Padahal, hanya dengan pandangan benar seseorang dapat menghentikan perputaran kelahiran dan kematiannya. Namun, bagi mereka yang gelap batinnya tetap tidak peduli dan tidak percaya pada kebenaran Dhamma yang tertulis di dalam Sutra-Sutra.
Mereka tanpa berpikir panjang hanya mengharapkan kepuasan semu. Demi memenuhi nafsu keinginan mereka mengabaikan moralitas. Mereka tenggelam dalam lautan amarah dan kebencian, keserakahan serta nafsu indera.
Mereka dengan penuh semangat menapaki jalan kegelapan dan enggan mencari jalan kebenaran. Akibatnya mereka selalu berputar-putar tak berhenti di dalam roda kehidupan dan kematian, dan menderitalah mereka. Sungguh, amat menyedihkan.
Jika di sebuah keluarga terjadi duka cita, baik itu orang tua, anak, saudara, ataupun pasangan, yang ditinggalkan akan meratap kehilangan. Mereka tak mampu melepas yang ia cintai, dan pikiran mereka amat kalut. Setelah sekian hari, sekian tahun hati mereka merasakan kepedihan, mereka masih begitu terikat padanya. Pada saat itu, bila ada yang memberi ajaran yang suci, mereka tetap menutup pikiran mereka karena mereka tidak menganggapnya sebagai suatu kenikmatan.
Dalam kebingungan dan kebuntuan, mereka terjerumus di dalam khayalan. Mereka tidak lagi dapat berpikir dengan jernih dalam menentukan sikap dalam persoalan duniawinya dan mulai melirik ke ajaran Dhamma. Namun, sayang sekali, baru saja menjejaki sang jalan beberapa langkah hayat mereka sudah berakhir. Gagallah mencapai kebodhian.
Terpaan masalah yang bertubi-tubi, dalam kebingungan orang-orang menjadi haus akan nafsu dan keinginan. Orang-orang yang berpikiran tidak rasional amat banyak, sementara yang tercerahkan amat sedikit.
Dunia ini amat ramai, namun tidak ada tempat bagi seseorang untuk berlindung. Orang yang mulia ataupun yang hina, yang berkedudukan tinggi ataupun yang rendah, yang kaya ataupun yang miskin, bangsawan ataupun rakyat jelata, semuanya hanya bekerja keras untuk kepentingan egonya, dan juga bersifat jahat seperti kebencian dan kegelapan batin.
Mereka melakukan segala sesuatu yang bertentangan dengan langit dan bumi, serta semua yang tidak manusiawi. Mereka merekrut orang-orang agar mengikuti semua keinginan dan perintahnya, hingga orang-orang itu tercemar kejahatannya.
Orang-orang seperti itu biasanya akan mengalami kematian sebelum waktunya. Lalu mereka akan terjatuh ke alam rendah selama beberapa kehidupan, selama ribuan koti kalpa, tak tahu kapan bisa keluar dari sana. Penderitaan mereka tak terlukiskan. Amat menyedihkan.
  
Bab 29 (Nasihat serius)
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva beserta seluruh dewa dan manusia yang hadir;
Sekarang Aku akan menjelaskan kepada kalian semua tentang keadaan masyarakat dunia ini. Orang-orang yang disibukkan oleh kegiatan duniawi akan sulit mencapai kebodhian. Seharusnya manusia hidup dengan penuh kewaspadaan, menghindari segala bentuk perbuatan jahat, serta tekun melakukan kebajikan luhur.
Cinta, kesenangan, jabatan dan harta benda adalah suatu yang tak abadi. Semuanya bukan sumber kebahagiaan, dan pasti akan lenyap.
Pada saat seseorang hidup dalam masa Sang Buddha ada di dunia, ia seharusnya mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencapai kebijaksanaan teragung. Dan bagi mereka yang tekad bulat ingin terlahirkan di alam Sukhavati harus melatih kebijaksanaan agung dan mengumpulkan segala jasa-jasa kebajikan. Manusia seharusnya tidak terhanyut di dalam pemuasan hawa nafsu atau menyimpang dari ajaran dan aturan, agar ia tidak tertinggal jauh di belakang lainnya.
Bila ada di antara kalian yang memiliki pertanyaan seputar Sutra ini, silakan bertanya kepadaKu, akan Kujelaskan.
Maitreya Bodhisattva berlutut kepada Sang Buddha dan berkata;
Sang Buddha dihormati semua makhluk dikarenakan semangatNya yang luar biasa. Ucapannya pun demikian benar dan mulia. Setelah mendengar DhammaNya, kami semua pasti akan meyakini dan melaksanakannya.
Dengan cinta kasih dan welas asih, Sang Buddha menunjukkan Jalan Utama. Jalan yang telah membebaskan banyak umat dari keduniawian. Tiada seorang pun yang gagal memahami makna Dhamma yang dibabarkan Sang Buddha.
Dengan penuh cinta kasih, para dewa, manusia dan makhluk apapun semuanya Buddha bebaskan dari kecemasan dan penderitaan. Nasihat dari Buddha semuanya amat mendalam dan luhur. Beliau mampu mengetahui semua peristiwa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa mendatang dari 10 penjuru dunia tanpa halangan.
Manusia mampu memperoleh pembebasan diri adalah dikarenakan jasa-jasa Sang Buddha yang rela mencapai kebuddhaan dengan susah payah, lalu mengajari mereka jalan menuju kebodhian.
Kemurah-hatianNya dipancarkan untuk semua makhluk, dan jasa-jasaNya begitu agung. Pancaran sinar agungNya tak berujung, dan membuka lebar-lebar pintu nibbana. Dia senantiasa mendidik, menyucikan, menasihati, menjelma, dan memberi inspirasi kepada semua makhluk yang berada di 10 penjuru.
Sang Buddha adalah Raja Dhamma yang dihormati melebihi semua jenis manusia suci. Guru para dewa dan manusia. Ia menuntun mereka agar mencapai pencerahan sesuai tekad mereka masing-masing. Kita sekarang hidup satu masa dengan Sang Buddha, bahkan mendapatkan pengarahanNya tentang Amitabha Buddha. Semua yang mendengarkannya pasti akan mengerti secara luas dan mendalam.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Betul sekali perkataanmu. Menghormati seorang Buddha merupakan suatu perbuatan bajik yang tiada taranya. memerlukan waktu yang sangat lama sekali untuk menanti kehadiran seorang Buddha lahir di dunia.
Sekarang Aku mencapai anuttara samyak sambuddha dan membabarkan Dhamma di dunia ini, mengajari jalan-jalan pencapaian kebodhian, merusak jala-jala keraguan, mencabut akar-akar nafsu dan keinginan, dan menghancurkan segala sumber derita, dan Aku tanpa hambatan mengarungi 3 alam sengsara. Dengan segala kebijaksanaan, Aku mengajarkan intisari Jalan Utama serta menjelaskannya sejelas-jelasnya. Aku memasuki 5 alam kehidupan dan menyeberangkan semua yang belum mampu mencapai Pantai Seberang, mendorong mereka agar mampu berjalan di Jalan Utama untuk keluar dari derita dan masuk ke nibbana.
Yang Arya Ajita. Engkau telah menapaki Jalan Bodhisattva selama banyak kalpa yang tak terkira. Sudah amat lama sekali semenjak engkau pertama kali menyatakan ikrar ingin menyelamatkan umat manusia. Engkau semenjak mencapai tingkat Bodhisattva hingga menjadi Buddha dan parinibbana nanti akan menyelamatkan banyak makhluk yang tak terhitung jumlahnya.
Yang Arya Ajita. Engkau, para dewa dan manusia di 10 penjuru dunia, dan juga 4 kelompok muridKu telah melalui 5 kelompok alam sejak masa yang tak berawal.
Kecemasan, penderitaan dan kesengsaraan kalian tak terlukiskan. Hingga pada kehidupan sekarang ini kalian masih belum dapat menghentikan perputaran roda hidup-mati kalian. Akan tetapi, amat membahagiakan dan mengagumkan bahwa kalian semua mempunyai kesempatan bertemu dengan seorang Buddha dan mendengarkan Dhammanya, serta mendengar tentang Amitabha Buddha. Aku amat bersimpati pada kalian.
Kalian pasti sudah lelah menghadapi derita kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian, apalagi dibaluti kekotoran batin, semuanya itu tiada yang menarik. Adalah bijaksana bila kalian bersungguh-sungguh melatih diri dengan upaya yang tepat, seperti menanam bibit karma baik, menyucikan hati dan pikiran, dan selalu mawas diri dalam berbicara maupun bertindak.
Apabila seseorang sudah berhasil melatih diri, maka sepatutnya ia menolong orang lain. Orang yang berharap dapat maju dengan penuh semangat, haruslah mengembangkan akar kebajikannya.
Walaupun seseorang telah berusaha keras seumur hidupnya, namun itu hanya seperti sekejap saja bila dibandingkan dengan batas usia di tanah suci Amitabha Buddha. Orang itu akan menikmati kebahagiaan yang tak terbatas setelah terlahir di tanah suci Amitabha Buddha. Seseorang seharusnya hanya bertindak sesuai kebajikan agar dapat keluar dari roda kelahiran-kematian, tiada lagi sumber derita seperti keserakahan, kebencian dan kebodohan. Batas usia kehidupan menurut kemauannya, mulai dari 1 kalpa, 100 kalpa, 1.000 kalpa, atau 10.000 kalpa. Kebebasan dan ketenangan batin seseorang hanya setingkat di bawah keadaan nibbana.
Kalian seharusnya berusaha dengan keras agar mencapai keberhasilan yang memuaskan. Keragu-raguan dan penyesalan merupakan pikiran yang salah, yang mana hal itu akan menyebabkan seseorang terlahir di daerah terpelosok di alam Sukhavati. Di daerah itu, seseorang akan menjalani penderitaan di dalam istana 7 mustika selama 500 tahun.
Maitreya Bodhisattva berkata;
Setelah mendengar nasihat mulia dari Sang Bhagava, kami pasti akan melatih dan mempelajarinya sesuai dengan ajaran Buddha. Kami semua menerima dan mempercayainya tanpa keragu-raguan.
  
Bab 30 (5 Sifat Buruk dan 5 Sifat Baik)
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita, apabila kalian dapat memperbaiki pikiran dan niat dan menghindari segala kejahatan, ini akan menjadi kebajikan tertinggi, tak tertandingi di 10 penjuru.
Mengapa? Karena para dewa dan manusia di sebagian besar tanah suci Buddha selalu berbuat kebajikan, bukan kejahatan dan mereka dapat dengan mudahnya membina diri dan menjelmakan diri mereka.
Kini Aku telah menjadi Buddha di dunia 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5 kebakaran, dan Aku mengajari para umat manusia yang menderita untuk menghindari 5 kejahatan, menghilangkan 5 penderitaan, dan menjauhi 5 kebakaran. Aku mengubah pemikiran mereka agar mereka dapat berpegang teguh kepada 5 sifat baik dan mengumpulkan jasa-jasa kebajikan, sehingga mereka memiliki usia yang panjang dan akhirnya mencapai nibbana.
Sang Buddha bertanya;
Apakah itu 5 kejahatan, 5 penderitaan, dan 5 kebakaran? Bagaimana caranya menghancurkan 5 sifat buruk itu dan berpegang teguh pada 5 sifat baik dalam tujuan mengumpulkan jasa-jasa kebajikan, memperoleh panjang usia, dan mencapai nibbana?
  
Bab 31 (Sifat Buruk dan Sifat Baik Bagian Pertama)
Sang Buddha menjelaskan;
Bagian yang pertama dari 5 sifat buruk adalah semua makhluk, baik para dewa maupun manusia yang berbuat segala kejahatan. Yang kuat menindas yang lemah, mereka menyakiti, membunuh, dan menelan sesamanya. Mereka sama sekali tidak mengenal kebajikan, hanya tahu berbuat kejahatan tanpa rasa sesal.
Para penjahat menerima hukuman pada kehidupan berikutnya. Keburukan telah tertanam dalam di dalam kesadaran mereka dan sulit dicabut. Itu jugalah yang menyebabkan adanya orang yang terlahir miskin dan terhina, tersisihkan dan merana. Atau terlahir tuli, buta, bisu atau bodoh. Atau terlahir sebagai penjahat bengis. Sementara itu, orang yang terlahir bermartabat, terhormat, kaya raya, atau cekatan dan pintar, adalah disebabkan pada kehidupan sebelumnya mereka murah hati dan taat, serta rajin menghimpun jasa-jasa kebajikan dan melatih kesucian.
Walaupun dunia mempunyai sistem hukum dan penegak hukum, para otak jahat sama sekali tidak takut, dan tetap menjalankan kejahatan. Lalu, saat mereka tertangkap, berdasarkan hukum, mereka menerima hukuman yang amat berat dan sulit diringankan. Pengaruh pengalaman itu berefek kepada kehidupan selanjutnya. Mereka semakin mengganas dan parah. Satu per satu dari mereka masuk ke dalam kegelapan dan mengenakan tubuh baru di kehidupan barunya untuk menjalani siksaan, diseret atas nama hukum.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala penderitaan dan kesengsaraannya yang tiada batasnya. Orang yang berdosa berganti-ganti tubuh, bentuk, dan batas usia. Berapapun batas usianya, baik panjang maupun pendek, ia harus bertanggung jawab, tak ada yang dapat mewakilinya. Pada saat seseorang menjalankan kehidupan barunya, dan kebetulan musuh-musuhnya juga menjalankan kehidupan baru, maka akan terjadilah pelampiasan dendam yang amat mengerikan.
Selama seseorang belum menyucikan batinnya maka ia tidak akan mampu keluar dari alam sengsara. Ia hanya akan mengarunginya dengan penuh keletihan, dan tak tahu kapan dapat keluar. Kebebasannya sukar diraih, begitupun penderitaannya sukar dilukiskan. Alam sengsara itu berada di antara surga dan bumi. Walaupun buah karma tidak selalu segera matang, jalan kebajikan dan kejahatan akan silih berganti pada saatnya.
Inilah bagian pertama dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5 kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan mencapai nibbana. Inilah bagian pertama dari 5 sifat baik.

Bab 32 (Sifat Buruk dan Sifat Baik Bagian Kedua)
Sang Buddha berkata;
Bagian kedua dari 5 sifat buruk adalah manusia; para orang tua, anak-anak, pasangan dan kerabat. Tidak mengikuti ajaran suci dan suka melanggar peraturan. Mereka hanya berhura-hura di dalam pemborosan dan mengumbar nafsu keinginan. Egois dan keras kepala, menipu orang lain. Mulut dan hatinya tidak selaras, ucapan dan hatinya tak pernah baik. Penjilat dan tidak jujur, pengumbar janji palsu. Memfitnah para suci dan orang baik, menuduh mereka berbuat kesalahaan.
Pejabat yang tidak becus dan berkolusi, yang membuat situasi dan kondisi sesuai dengan rencana jahat mereka. Berusaha mengoyang kedudukan orang lain. Bertentangan dengan hati nurani, mereka sengaja menjatuhkan pejabat yang setia dan jujur. Menteri yang menipu rajanya, anak-anak yang menipu orang tuanya. Begitu juga suami istri, sanak keluarga, dan kerabat saling menipu.
Terikat oleh keserakahan, kebencian dan kebodohan, yang puas akan keuntungan diri sendiri. Yang terhormat atau yang terhina, yang berkedudukan tinggi ataupun yang rendah, mereka bermental biadab yang sama. Mereka mencoba menyimpan kebusukannya, membawa masalah dan kehancuran untuk keluarganya bahkan mengakibatkan kematian bagi dirinya sendiri. Para kerabat dan teman mungkin saja dilibatkan, dan seluruh suku mungkin saja dimusnahkan.
Terkadang, mereka mengajak keluarga, teman, penduduk desa, penduduk kota, orang-orang bodoh dan orang-orang tak beradab. Mereka melibatkan orang lain, dan amarah mereka berubah menjadi dendam. Orang kaya kikir dan tidak mau membantu. Serakah pada pengumpulan harta benda, membuat lelah tubuh dan pikiran mereka. Akhirnya, mereka meninggal dunia tanpa membawa apapun.
Saat datang ia sendirian, pergi pun ia sendirian, tak ada yang bisa menemaninya. Baik atau buruk, untung atau rugi, mengikuti mereka dalam menempuh kehidupan selanjutnya, bahagia atau derita. Penyesalan mereka terlambat datangnya.
Manusia umumnya bodoh dan tidak bijaksana. Bukannya menghormati orang suci, mereka malah membenci dan memfitnah orang suci itu. Mereka berbahagia di dalam kejahatan dan dengan sengaja melanggar peraturan. Dalam benak mereka selalu ingin merebut harta benda milik orang lain. Setelah menghambur-hamburkan harta hingga habis mereka mencoba mencari kembali.
Karena mereka takut niat buruknya diketahui oleh orang-orang, namun mereka tidak memikirkan masa depannya, dan akhirnya penyesalannya terlambat di saat mereka tertangkap karena kejahatannya. Dunia memiliki hukum dan penjara. Penjahat harus mempertanggung-jawabkan kejahatannya. Pada kehidupan masa lampau, mereka tidak memperhatikan moralitas, apalagi memupuk kebajikan. Pada kehidupan sekarang, mereka berbuat jahat. para dewa bahkan sudah mengenali mereka. Setelah mati mereka terjerumus ke dalam alam sengsara.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala penderitaan dan kesengsaraannya yang tiada batasnya. Orang yang berdosa berpindah-pindah dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, selama berkalpa-kalpa, tanpa mengetahui kapan akan terbebaskan. Sementara kebebasan sukar diraih, begitupun penderitaannya sukar dilukiskan.
Inilah bagian kedua dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5 kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan mencapai nibbana. Inilah bagian kedua dari 5 sifat baik.
  
Bab 33 (Sifat Buruk dan Sifat Baik Bagian Ketiga)
Sang Buddha berkata;
Bagian ketiga dari 5 sifat buruk adalah manusia di dunia ini, yang batas usianya begitu singkat, saling bertergantungan satu sama lain, dan keadaan lingkungan hidup mereka mirip antara surga dan bumi. Di golongan atas adalah para sesepuh bijaksana, kaum bangsawan, para tetua, dan para miliarder. Di golongan bawah adalah para miskin, kaum hina, para gelandangan, dan kaum tak berpendidikan.
Di antara kedua golongan itu terdapat orang-orang berakhlak buruk, jahat dan penuh nafsu. Orang-orang itu terhanyut di dalam hawa nafsu dan kebiasaan yang menyimpangnya. Serakah dan pelit, mereka malas dan hanya berharap. Selalu mencari sesuatu yang dapat membangkitkan hawa nafsu, memperlihatkan pikiran kotor mereka. Mereka membenci pasangan mereka dan pergi mencari petualangan baru. Mereka menghambur-hamburkan kekayaan keluarga dan melanggar segala tata krama.
Mereka bergabung untuk melakukan pelanggaran hukum seperti penyerangan, pembunuhan dan perampokan. Pikiran jahat mereka selalu mencari mangsa, tidak peduli akan menumpuknya karma buruk. Mereka mendapatkan segalanya melalui perampokan dan pencurian. Untuk menghindari tuntutan hukum, mereka menyembunyikan hasil kejahatannya kepada istri-istri mereka.
Mereka mencari kepuasan untuk badan jasmani, berkhianat kepada rekan sendiri. Manusia, baik yang bermartabat maupun yang hina, membenci mereka, karena mereka dapat membawa masalah dan derita untuk keluarganya. Mereka tidak takut kepada hukum atau larangan lainnya. Mereka bertindak jahat terhadap manusia bahkan setan, dan siang malam tak menjadi halangan. Hingga akhirnya kejahatan terukir di dalam kesadaran terdalamnya.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala penderitaan dan kesengsaraannya yang tiada batas. Orang berdosa berpindah-pindah dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, selama berkalpa-kalpa, tanpa mengetahui kapan akan terbebaskan. Sementara kebebasan sukar diraih, begitupun penderitaannya sukar dilukiskan.
Inilah bagian ketiga dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5 kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan mencapai nibbana. Inilah bagian kedua dari 5 sifat baik.
  
Bab 34 (Sifat Buruk dan Sifat Baik Bagian Keempat)
Bagian keempat dari 5 sifat buruk adalah manusia di dunia tidak  berpikir untuk menyucikan batinnya, malahan mereka menghasut orang-orang untuk berbuat jahat. dengan kata-kata yang mengadu domba, caci maki, kebohongan dan hasutan, mereka bertengkar dan memfitnah orang lain. Mereka benci kepada orang suci dan menuduhnya dengan segala fitnahan. Mereka tidak patuh ataupun menghormati orang tuanya, dan mereka merendahkan guru dan para sesepuh. Mereka mengkhianati kepercayaan yang diberikan teman-temannya dan sangat susah berbuat jujur.
Sombong dan memuji diri sendiri seolah-olah merekalah yang paling benar. Kurang terpelajar, mereka secara brutal menyerang dan meneror orang lain. Berdasarkan pikiran mereka, mereka tidak malu dalam berbuat kejahatan, sehingga tak ada orang yang menghormatinya. Mereka tidak takut kepada dewa maupun hukum, terang maupun gelap.
Sama sekali tidak berniat memupuk karma baik, mereka susah dididik. Keras kepala dan gelap batin, mereka beranggapan mereka hidup abadi. Tanpa ada yang dikhawatirkan dan ditakuti, mereka bertindak sesuka hati. Para dewa bahkan sudah mencatat nama-nama mereka.
Mereka hidup dengan mengandalkan buah karma baik yang pernah mereka tanam pada kehidupan masa lampau, serta didukung oleh sedikit kemuliaan pada saat kehidupan lalu. Kini, pada kehidupan masa sekarang, mereka banyak berbuat jahat dan menghabiskan banyak simpanan buah karma baik. Malaikat pelindung sudah menjauhi mereka, dan mereka melangkah seorang diri tanpa ada bantuan dari siapa pun.
Setelah meninggal, kejahatan berbalik kepadanya dan mencengkeram diri mereka. Karena kejahatan telah tertanam secara kuat di dalam kesadaran terdalamnya, dosa-dosa besarnya menyeret mereka kepada pembalasan yang tak terelakan. Mereka akan masuk ke dalam kawah berapi. Sementara tubuh mereka ditelan dan pikiran mereka penuh penderitaan, penyesalan mereka saat itu sudah terlambat. Cara kerja hukum karma begitu cerdas dan sempurna.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala penderitaan dan kesengsaraannya yang tiada batas. Orang berdosa berpindah-pindah dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, selama berkalpa-kalpa, tanpa mengetahui kapan akan terbebaskan. Sementara kebebasan sukar diraih, begitupun penderitaannya sukar dilukiskan.
Inilah bagian keempat dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5 kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan mencapai nibbana. Inilah bagian kedua dari 5 sifat baik.

Bab 35 (Sifat Buruk dan Sifat Baik Bagian Kelima)
Sang Buddha berkata;
Bagian kelima dari 5 sifat buruk adalah manusia di dunia ini yang terhanyut di dalam kelemahan dan kelalaian. Mereka tidak ingin menanam bibit karma baik, menyucikan diri, hidup dengan penghidupan yang benar, memikirkan kesejahteraan keluarga dan menjaga mereka dari panas maupun dingin.
Tetapi yang mereka lakukan adalah melawan orang tuanya dengan tatapan bengis dan merespon dengan bantahan, bahkan berdebat dan menantang, menganggap kedua orang tuanya sebagai musuh. Membuat orang tua sedih dan menyesal karena mempunyai anak.
Mereka tidak pernah puas pada pemberian orang lain sehingga mereka amat dibenci. Mereka juga tidak pernah berterima kasih apalagi membalas kebaikan dari orang lain. Karena tidak mampu mengatasi kemiskinan dan kesulitan mereka akhirnya mencuri dan menjadi gelandangan, hidup dengan uang haram.
Mereka gemar dengan alcohol dan pelacur, makan dan minum tanpa batasan. Sikap mereka kasar dan agresif, tidak mengenal keharmonisan bahkan dengan sengaja melanggarnya. Saat melihat orang lain berbuat kebajikan mereka malah mengiri dan membencinya. Tanpa keberatan atau tanpa berpikir mereka hidup di dalam kelengahan, tanpa kewaspadaan. Mereka bertindak semena-mena tanpa mempedulikan aturan.
Mereka tidak memperhatikan pentingnya sanak keluarga, melupakan budi orang tua dan guru-guru mereka, menelantarkan persahabatan dari teman-teman dekatnya. Tanpa berbuat sedikit pun kebajikan, malahan pikiran mereka selalu jahat, selalu berkata-kata jahat, dan tindak tanduk pun amat jahat.
Mereka tidak percaya pada Dhamma yang diajarkan para Buddha dan para arya. Mereka tidak percaya pada Jalan yang mengarah kepada pembebasan sejati, juga tidak percaya tentang tumimbal lahir, ataupun berbuat baik akan membuahkan kebahagiaan dan berbuat jahat akan membuahkan penderitaan. Mereka berusaha menyingkirkan para suci, memecah belah Sangha, serta menyakiti orang tua, saudara, dan anak-anaknya. Semua sanak keluarga mereka amat takut padanya sehingga mereka berdoa agar ia segera meninggal.
Demikianlah, banyak sekali manusia di dunia ini yang memiliki mental seperti itu. Bodoh dan jahat, mereka menganggap mereka bijaksana. Mereka tidak tahu mengapa mereka bisa terlahir dan akan ke alam mana setelah mati nanti. Berhati dingin dan suka memberontak, berbuat kejahatan yang dilarang surga dan bumi.
Mereka berharap memperoleh keberuntungan dan panjang usia, namun mereka berakhir dengan kematian. Jika ada orang baik yang menasihati mereka agar berbuat kebajikan serta menerangkan kepada mereka tentang alam bahagia dan alam sengsara, mereka menolak untuk mempercayainya. Nasihat semulia apapun tak dapat mereka terima karena mereka telah menutup hati dan pikiran mereka rapat-rapat. Menjelang kematian, mereka mulai dilanda ketakutan dan penyesalan. Semasa hidup tidak mau berbuat kebajikan, menjelang mati hanya bisa menyesalinya. Apalah arti penyesalan untuk kehidupan baru mereka?
Di antara surga dan bumi terdapat 5 alam kehidupan yang berbeda, luas, besar dan banyak. Perbuatan seseorang yang baik akan dibalas dengan keberuntungan, sedangkan perbuatan jahat akan dibalas dengan kemalangan. Semuanya diperlakukan sama dan tidak pernah salah orang. Juga harus mempertanggung-jawabkannya sendiri, tiada yang bisa mewakilinya. Hukum karma menaungi perbuatan semua makhluk, dan pembalasannya pasti akan diterima, tanpa ampun.
Sementara para arya yang selalu berbuat karma baik akan lahir di alam bahagia, selama berkali-kali, orang-orang jahat yang selalu berbuat karma buruk akan lahir di alam sengsara, selama berkali-kali. Siapakah selain seorang Buddha yang tahu hal ini? Namun, sedikit saja yang mau menerima dan mempercayai ajaran itu. Seseorang akan berputar di dalam roda lahir-mati tiada henti-hentinya ke berbagai alam, antara lain alam sengsara dan alam manusia ini.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala penderitaan dan kesengsaraannya yang tiada batas. Orang berdosa berpindah-pindah dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, selama berkalpa-kalpa, tanpa mengetahui kapan akan terbebaskan. Sementara kebebasan sukar diraih, begitupun penderitaannya sukar dilukiskan.
Inilah bagian kelima dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5 kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan mencapai nibbana. Inilah bagian kedua dari 5 sifat baik.
  
Bab 36 (Nasihat Serius Lainnya)
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Seperti yang telah Aku katakana kepada kalian semua, manusia yang berada di dunia ini terjebak di dalam 5 kejahatan. Akibatnya, mereka mengalami 5 penderitaan, yang kemudian berbuahkan 5 kebakaran.
Mereka berbuat banyak sekali karma buruk akan tetapi tidak memperkuat akar kebajikan, sehingga mereka tergelincir dan jatuh ke dalam alam sengsara. Ada pula sekelompok orang bahkan masih hidup saja sudah mengalami penderitaan hebat, seperti sakit berkepanjangan yang diakibatkan dosa-dosa mereka, hidup sengsara mati pun susah. Kemudian, setelah mati, mereka terjatuh ke 3 alam derita untuk merasakan sakit yang amat menakutkan dan tiada batasnya, bagai api membakar tubuhnya.
Orang-orang seperti itu pada awalnya hanya membawa sedikit rasa benci di dalam pikirannya, namun seiring berjalannya waktu, kebencian itu berkembang menjadi kejahatan yang besar. Akibat keserakahan terhadap harta duniawi, mereka pelit untuk berdana. Terjebak di dalam lumpur kebodohan, mereka tidak dapat berpikir jernih dan tak mampu melepaskan diri dari penderitaan.
Mereka bersaing demi keuntungan pribadi, tidak pernah memikirkan akibatnya. Ada juga orang-orang yang selalu tertarik untuk mencari harta sebanyak-banyaknya dan kedudukan setinggi-tingginya, mereka tidak menghiraukan Dhamma dan Hukum Karma. Padahal apa yang mereka raih tidak abadi, pasti akan lenyap. Dikarenakan beberapa hal sepele, mereka harus menderita akibat melalui banyak kehidupan.
Sementara Hukum Karma berlaku bagi siapa saja, dan pembalasan tidak dapat dielakkan. Orang-orang yang berdosa terjebak di dalam jaring pembalasan, sendirian dan penuh ketakutan. Semenjak beberapa kalpa yang lalu hingga sekarang telah ada penderitaan semacam itu.
Sang Buddha memberitahukan kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Para Buddha amat prihatin terhadap kesengsaraan di dunia ini. Melalui kesaktian mereka, para Buddha berusaha melenyapkan segala sumber kejahatan, membimbing manusia untuk meninggalkan kebiasaan berpikir mereka, menjunjung tinggi Sutra dan sila, mempelajari Dhamma tanpa keragu-raguan maupun penyimpangan. Pada akhirnya mereka akan melampaui dunia dan mencapai nibbana.
Sang Buddha melanjutkan;
Kalian, para dewa dan manusia yang berada di masa mendatang, apabila kalian telah menerima ajaran Buddha, maka haruslah selalu merenungkannya, agar dapat tetap berpikiran jernih pada saat mengambil keputusan yang tepat di dalam setiap tindakan.
Seorang pemimpin yang mengembangkan kebajikan harus dijadikan contoh bagi para menterinya, yang pada gilirannya, para menteri itu memerintahkan kepada seluruh pejabat untuk menjaga prilaku yang benar. Semua harus memuja para suci dan menghormati nilai-nilai keluhuran, dan bersikap baik dan penuh cinta kasih terhadap sesame. Jangan sampai gagal dalam menjalankan ajaran Buddha. Semua orang harus berusaha melampaui dunia dan mencabut akar-akar kejahatan yang menyebabkan kelahiran yang berulang-ulang, meninggalkan kecemasan yang tak terlukiskan dan penderitaan yang dirasakan di 3 alam rendah.
Kalian harus banyak-banyak menanam akar kebajikan dan melatih 6 paramita; dana, sila, Samadhi, virya, ksanti dan prajna. Kalian harus mengajarkan Dhamma kepada orang lain, yang pada akhirnya akan banyak ornag yang dapat dididik untuk berbuat kebajikan dan memperbaiki pikiran dan niat seseorang.
Seandainya seseorang mengamalkan sila dengan setulus-tulusnya dalam sehari dan semalam di dunia Saha ini, maka buah kebajikan yang akan dipetiknya sama dengan orang yang menanam kebajikan selama 100 tahun di tanah suci Amitabha Buddha. Mengapa demikian? Karena di tanah suci itu sangat suci, dan para rakyatnya tidak memiliki niat jahat walaupun setipis ujung rambut. Mereka hanya tertarik pada pengumpulan karma baik.
Seandainya seseorang memupuk kebajikan dengan setulus-tulusnya selama 10 hari dan 10 malam di dunia Saha ini, maka buah kebajikan yang akan dipetik sama banyaknya dengan orang yang menanam kebajikan selama 1.000 tahun di tanah suci Amitabha Buddha. Mengapa demikian? Karena para rakyat, baik dewa maupun manusia yang berada di tanah suci Buddha semuanya hanya memiliki kesempatan untuk berbuat kebajikan, tidak ada kesempatan untuk berbuat kejahatan. Mengumpulkan dan memupuk benih-benih karma baik sudah menjadi kegiatan rutin mereka sehari-hari.
Bertolak belakang dengan keadaan di tanah suci, orang-orang di dunia Saha sudah terbiasa merasakan penderitaan hanya untuk meraih kebahagiaan semu, dan manusia juga sudah terbiasa saling sikut menyikut. Pikiran dan tubuh selalu kelelahan, mereka sudah terbiasa dengan kepahitan dan racun. Keburukan mereka seakan-akan tiada akhirnya. Di dunia ini terdapat banyak keburukan, dan berbuat kebajikan bukanlah kegiatan yang wajar. Berbuat kebaikan berarti telah melampaui dunia.
Aku merasa prihatin kepada para dewa dan manusia, dan dengan susah payah, Aku membimbing kalian untuk mengumpulkan kebajikan. Sesuai dengan kemampuan masing-masing. Aku menuntun dan mengajari kalian dengan Dhamma untuk kalian laksanakan, sehingga kalian akan mencapai kesadaran seperti yang kalian harapkan.
Ke mana saja Buddha berada, baik di perkotaan maupun di perdesaan, tidak ada yang kelakuannya yang gagal diluruskan. Dunia akan damai tenteram, matahari dan bulan akan bersinar, dan angin dan hujan akan turun pada waktunya. Negeri tidak akan dilanda bencana alam maupun epidemi. Negara makmur dan rakyat hidup dalam kedamaian, tidak ada peperangan senjata. Manusia mengagumi kesucian dan menghargai kebajikan, mereka belajar untuk menjadi sopan santun dan saling memikirkan keuntungan bersama.
Sang Buddha melanjutkan wejangannya;
Aku merasa prihatin kepada para dewa dan manusia melebihi orang tua yang mengasihi anak-anaknya. Sekarang Aku telah mencapai kebuddhaan di dunia Saha ini, dan Aku mengajarkan tentang pelenyapan 5 kejahatan, menghilangkan 5 penderitaan dan memadamkan 5 kebakaran. Aku menyerang keburukan dengan kebajikan untuk mengakhiri penderitaan perputaran kelahiran-kematian, menuntun semua makhluk untuk menghimpun 5 sifat baik dan mencapai nibbana, yang merupakan kebebasan dari sebab-akibat.
Setelah aku parinibbana, Buddha-Dhamma akan secara bertahap mulai terlupakan. Manusia akan kembali melanjutkan cara hidup jahat, seperti kata-kata manis dan kebohongan, dan akan merasakan 5 penderitaan dan 5 kebakaran seperti sedia kala. Tingkat keparahan kondisi mereka tak dapat diucapkan lagi. Aku hanya menyampaikannya hingga di sini saja.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Engkau sudah seharusnya merenungkan hal ini, dan menasihati para umat dengan jalan Buddha-Dhamma, agar mereka tidak melanggarnya.
Kemudian Maitreya Bodhisattva beranjali dan berkata;
Sang Bhagava. Apa yang Buddha katakan amat benar, manusia di dunia ini memang bertabiat seperti itu. Sang Tathagata, penuh dengan cinta kasih dan welas asih, telah menuntun kami kepada pembebasan. Nasihat dari Sang Buddha pasti tidak akan kami tentang atau lupakan.
  
Bab 37 (Penampakan Amitabha Buddha dan Alam Sukhavati)
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Bangkitlah, rapikanlah jubahmu, beranjalilah dan hormatilah Amitabha Buddha. Semua Tathagata dari dunia di 10 penjuru juga memuji dan menyanjung Amitabha Buddha, yang tidak melekat pada apapun dan tanpa halangan.
Lalu Ananda bangkit, membuka bahu sebelah kanannya, berdiri dengan baik, menghadap ke arah barat. Kemudian beranjali dan bersujud dengan hormat sambil memohon kepada Amitabha Buddha;
Sang Tathagata. Aku berkeinginan untuk melihat Sang Buddha, tanah suci Sukhavati-nya, dan para Bodhisattva dan sravaka di sana.
Segera setelah Ananda berucap, Amitabha Buddha memancarkan sinar yang amat terang menderang, menyinari banyak sekali tanah suci Buddha. Gunung Vajra, gunung Raja Semeru, dan semua gunung-gunung berskala besar maupun kecil menjadi berwarna keemasan. Pancaran sinarnya seperti air yang meliputi bumi pada saat akhir kalpa, pada saat segala sesuatu akan punah, dan yang dapat dilihat hanyalah luapan air besar. Efek cahaya dari pancaran sinar Amitabha Buddha terlihat mirip dengan luapan air besar itu. Sinar dari para Bodhisattva dan para sravaka terhalang oleh sinar Amitabha Buddha, karena pancaran sinar Amitabha Buddha adalah yang paling terang, cemerlang dan indah.
Saat itu Ananda melihat keagungan dan keindahan dari Amitabha Buddha, bagaikan gunung Raja Semeru dan melebihi ketinggian gunung dari semua dunia. Pancaran sinar hidupnya menyinar pada segala sesuatu. Semua 4 kelompok murid Sang Buddha di persamuan agung ini melihat Amitabha Buddha dan tanah sucinya, seperti juga para umat di tanah suci Sukhavati itu melihat Sakyamuni Buddha dan murid-muridnya yang berada di dunia Saha ini.
Sang Buddha bertanya kepada Ananda dan Maitreya Bodhisattva;
Apakah kalian melihat semua perhiasan mustika yang amat menakjubkan yang ada mulai dari tanah hingga ke langit tanah suci Amitabha Buddha itu?
Ananda menjawab;
Ya, Sang Bhagava. Saya melihatnya.
Apakah kalian juga mendengar suara Amitabha Buddha yang sedang membabarkan Dhamma, yang bertujuan untuk menyeberangkan seluruh makhluk yang ada di berbagai dunia menuju Pantai Seberang?
Ananda menjawab;
Ya, Sang Bhagava. Saya mendengarnya.
Para umat yang berada di istana seluas 100.000 yojana persegi, yang terbuat dari 7 mustika, sedang mengadakan puja bakti kepada semua Buddha yang ada di 10 penjuru dunia yang jumlahnya tak terhitung. Apakah kalian melihatnya?
Ananda menjawab;
Ya, Sang Bhagava. Saya melihatnya.
Ada beberapa umat yang terlahir lewat kandungan, hidup di istana seluas 100 hingga 500 yojana persegi. Mereka semua menikmati kebahagiaan seperti yang dirasakan para dewa yang ada di surga Trayastrimsa.
  
Bab 38 (Terlahir Lewat Kandungan Akibat Keragu-Raguan)
Pada saat itu Maitreya Bodhisattva bertanya kepada Sang Buddha;
Sang Bhagava. Mengapa umat di tanah suci itu ada yang lahir lewat kandungan dan ada yang lahir spontan lewat teratai?
Sang Buddha memberitahukan kepada Maitreya Bodhisattva;
Apabila ada makhluk yang berharap terlahir di tanah suci Amitabha Buddha, namun mereka mempunyai keraguan pada saat melakukan penghimpunan karma baik. Mereka tidak memahami tentang kebijaksanaan seorang Buddha, seperti kebijaksanaan tak terbayangkan, kebijaksanaan tak terlukiskan, kebijaksanaan Mahayana tak terbatas, dan kebijaksanaan tak tertandingi. Mereka tidak mempercayai bahkan meragukan kebijaksanaan tersebut.
Namun, mereka amat yakin tentang dosa dan pahala, dan mereka selalu memupuk karma baik, berharap dapat terlahir di alam Sukhavati. Makhluk semacam ini akan terlahirkan di tanah suci itu dan menjalani masa hidup 500 tahun di dalam istana mustika. Mereka tidak pernah bertemu Amitabha Buddha, ataupun mendengarkan khotbahnya. Mereka juga tidak pernah bertemu dengan para Bodhisattva dan sravaka. Oleh karena itu, di tanah suci Amitabha Buddha disebut dengan istilah terlahir lewat kandungan.
Lagi, ada makhluk yang percaya tentang kebijaksanaan seorang Buddha, seperti kebijaksanaan tak tertandingi. Mereka mengumpulkan karma baik dan menyalurkan jasa-jasa kebajikan itu kepada makhluk lain. Makhluk seperti ini akan terlahir spontan, duduk bersila di atas sekuntum bunga teratai yang terbuat dari 7 macam mustika. Dalam sekejab tubuhnya, tampilan fisiknya, cahayanya, kebijaksanaannya dan kebajikannya setara dengan Bodhisattva yang berada di alam Sukhavati.
Yang Arya Ajita. Selain itu, banyak sekali Bodhisattva yang berada di berbagai tanah suci Buddha yang berada di segala penjuru berharap dapat bertemu dengan Amitabha Buddha dan para Bodhisattva serta para sravaka, dan mengadakan puja bakti kepada mereka. Bodhisattva seperti itu, setelah hayatnya berakhir, akan terlahir di tanah suci Amitabha Buddha secara spontan, di dalam bunga teratai yang terbuat dari 7 mustika.
Yang Arya Ajita. Ketahuilah, bahwa umat yang lahir secara spontan memiliki kebijaksanaan yang lebih tinggi dibandingkan umat yang lahir lewat kandungan. Selama 500 tahun mereka tidak dapat bertemu Amitabha Buddha, ataupun mendengar Dhamma, juga tidak dapat berjumpa dengan para Bodhisattva dan sravaka. Mereka juga tidak dapat melakukan puja bakti kepada para Buddha dan tidak dapat menjalankan latihan Bodhisattva, mereka tidak dapat berbuat kebajikan apa-apa di sana. Ketahuilah, bahwa semua itu dikarenakan mereka tidak bijaksana dan memiliki keraguan terhadap Buddha-Dhamma dalam kehidupan masa lalunya.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Seumpamanya adalah seorang raja dunia memiliki sebuah istana khusus berhiasan 7 mustika. Terdapat segala perabotannya, seperti beragam ranjang dengan berbagai bahan mustika, tirai dan kanopi berbahan sutra. Bila salah seorang pangerannya melawan sang raja dunia, maka ia akan dimasukkan ke dalam istana megah itu lalu dikunci dengan beberapa gembok emas. Seperti halnya raja dunia, sang pangeran akan disuguhi dengan hidangan makanan lezat dan minuman segar, pakaian-pakaian dan selimut-selimut indah, serta pertunjukan musik yang memukau. Tak ada yang kurang di istana mustika itu. Apa pendapatmu, Yang Arya Ajita, apakah pangeran ini menikmati kehidupannya di istana itu?
Maitreya Bodhisattva menjawab;
Tidak, Sang Bhagava. Mereka akan mencari akal untuk menghimpun kekuatan agar dapat kabur dari istana itu.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Demikian juga yang dirasakan para umat yang lahir lewat kandunga itu. Dikarenakan mereka meragukan kebijaksanaan Buddha, maka mereka terlahir di istana 7 mustika itu. Tidak ada hukuman apapun di sana, bahkan tidak ada sekalipun sentuhan kasar diterimanya. Namun, selama 500 tahun, mereka tidak pernah menghormati Triratna dan tidak dapat melakukan puja bakti ataupun mengembangkan akar kebajikannya. Itulah penderitaan mereka. Meskipun banyak kesenangan yang disediakan, namun mereka tidak sepenuhnya menikmati kehidupan di sana.
Akan tetapi, jika makhluk-makhluk itu menyadari kesalahan-kesalahannya, memperbaiki cara pandangnya, dan dengan tulus memohon agar dapat meninggalkan tempat itu, maka keinginan mereka akan dipenuhi oleh Amitabha Buddha.
Lantas mereka segera dapat mengunjungi istana di mana Amitabha Buddha berada dan melakukan puja bakti dengan penuh rasa hormat. Mereka juga sudah dapat mengunjungi dunia yang tak terkira jumlahnya, dan menemui para Buddha yang tak terhitung jumlahnya untuk menanam benih kebajikan.
Yang Arya Ajita. Ketahuilah bahwa mereka yang masih memiliki keragu-raguan terhadap Buddha-Dhamma pasti akan kehilangan memperoleh kesempatan baik. Sebaliknya, seseorang seharusnya memahami dan mempercayai kebijaksanaan tak terbatas seorang Buddha.
  
Bab 39 (Kelahiran Kembali Para Bodhisattva dari alam lain ke alam Sukhavati)
Maitreya Bodhisattva bertanya kepada Sang Buddha;
Sang Bhagava. Berapakah jumlah Bodhisattva dari dunia Saha yang memiliki tingkat tekad tak tergoyahkan yang telah terlahir di tanah suci Amitabha Buddha?
Sang Buddha menjawab Maitreya Bodhisattva;
Dari dunia ini, ada 67 koti Bodhisattva yang berstatus tekad tak tergoyahkan yang telah terlahir di tanah suci Amitabha Buddha. Mereka telah melakukan puja bakti kepada para Buddha yang jumlahnya tak terkira, kurang lebih begitulah, Yang Arya Ajita. Masih terdapat Bodhisattva yang banyaknya tak terkira yang memiliki tingkat pencapaian yang lebih rendah dan kebajikan yang lebih sedikit, telah bersiap-siap dilahirkan di alam Sukhavati.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Bukan hanya berasal dari alamKu, namun juga dari tanah suci Buddha di seluruh penjuru, banyak Bodhisattva yang telah bersiap-siap dilahirkan di alam Sukhavati, di antaranya;
Pertama, tanah suci Dusprasaha Buddha, sebanyak 180 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kedua, tanah suci Ratnakara Buddha, sebanyak 90 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Ketiga, tanah suci Amitaghosa Buddha, sebanyak 220 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Keempat, tanah suci Amrtarasa Buddha, sebanyak 250 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kelima, tanah suci Nagabhibhu Buddha, sebanyak 14 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Keenam, tanah suci Balabhijna Buddha, sebanyak 14 ribu Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Ketujuh, tanah suci Simha Buddha, sebanyak 500 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kedelapan, tanah suci Vimala Prabha Buddha, sebanyak 80 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kesembilan, tanah suci Gunasri Buddha, sebanyak 60 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kesepuluh, tanah suci Srikuta Buddha, sebanyak 60 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kesebelas, tanah suci Nalendra Raja Buddha, sebanyak 10 koti Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Keduabelas, tanah suci Puspadvaja Buddha, Bodhisattva yang tak terhitung banyaknya, semuanya berstatus tekad tak tergoyahkan, penuh kebijaksanaan dan keberanian, telah bertemu dan melakukan puja bakti kepada Buddha yang banyaknya tak terkira. Latihan kebodhisattvaan yang biasanya harus dipelajari selama 100.000 koti kalpa dapat mereka pelajari hanya dalam waktu 7 hari saja. Para Bodhisattva itu akan menitis di alam Sukhavati.
Ketigabelas, tanah suci Vaisaradyaprapta Buddha, sebanyak 790 koti Bodhisattva, bersama dengan para Bodhisattva tingkat pemula dan para biksu yang jumlahnya tak terhitung, akan menitis di alam Sukhavati.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Para Bodhisattva yang akan terlahir di tanah suci Amitabha Buddha bukan hanya berasal dari keempatbelas alam tersebut, namun banyak sekali para Bodhisattva yang jumlahnya tak terkira yang berasal dari tanah suci-tanah suci Buddha dari 10 penjuru yang banyaknya tak terhingga.
Seandainya Aku setiap siang dan malam menyebutkan satu per satu tanah suci-tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru yang para Bodhisattva dan para biksunya akan terlahir di tanah suci Amitabha Buddha, selama satu kalpa pun takkan selesai menyebutkannya. Sekarang Aku hanya menceritakannya secara singkat saja.
  
Bab 40 (Penyebaran Sutra Amitayus)
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Jika ada umat yang setelah mendengar nama Amitabha Buddha, lalu dengan perasaan bahagia dan gembira merenungkannya, walaupun hanya sekali saja, maka umat itu akan memperoleh manfaat yang sangat besar dan kebajikan yang tak tertandingi.
Maka dari itu, Yang Arya Ajita. Walaupun api besar membakar seluruh alam trisaharsa mahasahasra ini, seseorang tetap harus bertekad melewatinya untuk mendengar Sutra ini dengan perasaan bahagia dan penuh keyakinan, lalu menerima dan mengingatnya, membacanya lalu menceritakannya kepada orang lain, serta berlatih menurut Sutra ini.
Mengapa? Karena banyak sekali Bodhisattva yang berharap dapat mendengar Sutra ini tetapi tidak memiliki kesempatan. Jika ada makhluk yang pernah mendengar Sutra ini, maka mereka tidak akan pernah mundur dari tekad mereka untuk mencapai kebodhian.
Oleh karena itu, mereka harus benar-benar yakin kepada kebenaran Sutra ini, menerima dan mengingatnya selalu, membawa dan merenungkannya, serta melaksanakan latihan sesuai ajarannya.
Demi kepentingan semua makhluk, Aku telah membabarkan Sutra ini dan memperlihatkan Amitabha Buddha dan alam Sukhavati beserta isinya kepada mereka, sehingga mereka dapat menentukan apa yang akan dilakukan selanjutnya, dan tidak muncul keraguan saat Aku parinibbana.
Pada masa mendatang, Buddha-Dhamma akan terlupakan. Dengan dasar cinta kasih dan welas asih, Aku khusus menjapa Sutra ini dan membuatnya dapat bertahan 100 tahun lebih lama. Semua makhluk yang mempelajari Sutra ini akan tercapai segala tekadnya.
Sang Buddha memberitahukan kepada Maitreya Bodhisattva;
Sangat sulit dan sangat jarang dapat melihat dan bertemu dengan seorang Buddha di dunia ini. Kesempatan untuk mendengar ajaran Buddha-Dhamma sangat jarang dan juga sulit diperoleh. Dhamma Bodhisattva Teragung, termasuk Paramita, juga sulit mendapatkan kesempatan untuk mendengarkannya. Kesempatan mempraktekkan Dhamma setelah mendengarnya dari orang suci juga sulit didapatkan. Yang paling sulit dari itu semua adalah meyakini, menjunjung tinggi, menerima dan mengingat Sutra yang telah didengar. Tak ada kesulitan yang lebih sulit daripada itu.
Seperti halnya dengan Dhamma yang telah Aku ajarkan. Sebagaimana ajaran itu dibabarkan, maka begitu juga latihan harus dijalankan. Kalian harus mempercayai dan mengikuti, serta melatih dengannya.
Setelah Sang Buddha membabarkan Sutra ini, para makhluk yang jumlahnya tak terkira tergerak pikiran anuttara samyak sambodhi-nya. Lagi, 12.000 nayuta manusia memperoleh kesucian Mata Dhamma, 22 koti dewa dan manusia mencapai tingkat kesucian anagami, dan 80 koti biksu terpadamkan penderitaannya dan memperoleh kebebasan dari kemelekatan sehingga mencapai tingkat kesucian arahat. 40 koti Bodhisattva mencapai tingkat tekad tak tergoyahkan, menghiasi diri mereka dengan kebajikan agung dan ikrar utama. Pada kehidupan berikutnya mereka akan mencapai penerangan sempurna.
Selanjutnya, alam trisaharsa mahasaharsa berguncang secara 6 cara. Cahaya agung bersinar hingga ke 10 penjuru dunia. 100.000 macam musik bergema secara spontan, dan bunga mandarava yang jumlahnya tak terhitung turun bagai hujan dari langit.
Setelah Sang Buddha membabarkan Sutra ini, seluruh hadirin persamuan agung itu, Maitreya Bodhisattva dan seluruh Bodhisattva yang datang dari dunia di 10 penjuru, bersama-sama dengan sesepuh Ananda dan para Maha Arya lainnya, setelah mendengarkan uraian Sakyamuni Buddha, merasakan suka cita yang mendalam. Mereka kemudian bersikap anjali menghormati Sang Buddha lalu pergi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m