Bab 1 (Pendahuluan)
Demikianlah yang telah kudengar.
Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta,
dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki
6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa,
Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva
Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra,
Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha,
Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja,
Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang
berstatus sesepuh (Sthavira).
Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah
menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri
Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva.
Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa
Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthavaha, Naradatta,
Guhyagupta, Varunadatta, Indradatta, Utaramati, Visesamati, Vardhamanamati,
Amoghadarsin, Susam Prasthita, Suvikrantavikramin, Anupamamati, Suryagarbha,
dan Dharanidhara.
Ke-16 Bodhisattva itu pernah melakukan Pelaksanaan Samanta
Bharda Bodhisattva. Mereka juga senantiasa melaksanakan berbagai tekad dari
berbagai Bodhisattva, dan mereka juga mempergunakan beragam cara untuk
mengumpulkan berbagai jasa kebajikan, kemudian disalurkan kepada para makhluk
di seluruh alam semesta. Mereka juga sering menjelajahi dunia di 10 penjuru
untuk menyelamatkan para makhluk yang menderita dengan memberi berbagai ajaran
yang bermanfaat. Mereka menyelami Buddha-Dhamma dan telah tiba di pantai
nibbana. Mereka menjelajahi dunia di 10 penjuru untuk menunjukkan cara-cara
mencapai penerangan sempurna (Samyak Sambodhi).
Bab 2 (Pencapaian
Kebuddhaan Seorang Bodhisattva)
Saat seorang Bodhisattva siap menjadi Samma Sambuddha di
dunia, maka mereka terlebih dahulu bersemayam di surga Tusita guna membabarkan
Dhamma Luhur (Sad Dhamma). Jika saatnya sudah matang, barulah sang calon Buddha
ini meninggalkan istana Tusita dan dilahirkan di dunia melalui rusuk sebelah
kanan ibunya.
Saat sang bayi baru lahir, ia akan melangkahkan kakinya 7
langkah, kemudian memancarkan sinar keagungan dari tubuhnya ke dunia di 10
penjuru yang tak terbatas, sehingga semua tanah suci Buddha merasakan adanya 6
macam getaran. Setelah itu sang bayi mengucapkan kata-kata berikut;
“Akulah pemimpin dunia,
Akulah sesepuh dunia,
Akulah yang teragung di dunia,
Akulah yang dihormat oleh Raja Indra, Raja Brahma,
Juga yang dipuja oleh dewa dan manusia.”
Akulah sesepuh dunia,
Akulah yang teragung di dunia,
Akulah yang dihormat oleh Raja Indra, Raja Brahma,
Juga yang dipuja oleh dewa dan manusia.”
Kemudian, Beliau semakin dewasa dan mampu menguasai berbagai
keterampilan, seperti, ilmu berhitung, sastra, memanah, dan menunggang kuda.
Beliau juga menguasai secara mendalam seluruh Pancavidya dan kitab-kitab Caturveda.
Beliau sering berada di taman istana untuk latihan jasmani dan menjajal
kemampuannya.
Walaupun Beliau berada di dalam istana megah yang sangat
membahagiakan serta diliputi aroma wangi dan barang-barang indah, akan tetapi
Ia merasa tak terlepas dari berbagai belenggu penderitaan, seperti sakit, tua,
dan mati. Sehingga Ia pun bertekad mencari obat untuk menghancurkan penderitaan
tersebut.
Akhirnya Beliau meninggalkan kerajaan beserta semua harta
dan takhtanya, dan pergi ke dalam hutan dengan menunggani kuda putih
kesayangannya. Sesampainya di tujuannya semua pakaian indah, perhiasan
berharga, sebuah mahkota permata pangeran, untaian mestika yang dipakainya,
serta kuda kesayangannya dikirim kembali ke istana.
Tubuhnya kini hanya berbalut sebuah jubah. Demikian juga
rambut dan kumis dicukurnya habis. Lalu melewati hari demi hari yang penuh
kesengsaraan dengan duduk bermeditasi di bawah sebatang pohon bodhi hingga
genap 6 tahun.
Akhirnya cita-cita mulia Beliau tercapai walau berada di
dunia yang sedang mengalami 5 Kemerosotan/Panca Kasaya (Kemerosotan Pandangan,
Kemerosotan Hawa Nafsu, Kemerosotan Kondisi Manusia, Kemerosotan Usia
Kehidupan, dan Kemerosotan Zaman), membersihkan segala kekotoran batinnya.
Beliau kemudian membersihkan diri di sungai Emas (sungai
Nairanjana). Setangkai dahan pohon sengaja ditimbulkan ke permukaan air sungai
oleh dewa membantu Beliau untuk keluar dari badanNya yang telah bersih itu dari
dalam air.
Saat Ia hendak kembali ke mandalaNya, banyak burung berbulu
beraneka warna yang mengikutiNya dengan riang gembira. Terdapat juga berbagai
hewan datang menemaniNya.
Setelah tiba di mandalaNya Beliau menerima seberkas rumput
halus dari seorang dermawan. Dengan perasaan haru rumput tersebut dihamparkan
di bawah pohon bodhi. Di sanalah Beliau duduk bersamadhi dan seluruh tubuhNya
memancarkan sinar keagungan yang amat terang.
Dengan sinar tersebut Beliau memperingatkan para Mara yang
berada di alam Mara. Kemudian datanglah raja Mara beserta pasukan-pasukannya
untuk melakukan percobaan terhadap kesaktian Buddha baru itu. Pada akhirnya
kalahlah para Mara di bawah kebijaksanaan dan kesaktian Buddha.
Sekarang Beliau memahami seluruh Dhamma dan sudah
benar-benar mencapai anuttara samyak sambodhi, menjadi seorang Buddha di dunia
penderitaan (Saha).
Pada saat kabar baik tersebut sampai di Surga, Raja Dewa
Sakra (Raja Sakra Deva Indra) dan Raja Brahma turun dari surga memohon kepada
Beliau untuk memutar roda Dhamma. Mereka ingin Buddha mendemonstrasikan suara
auman singa (simhanada) dan berbagai keterampilan lainnya, seperti membunyikan
gendang Dhamma, meniup sangkalang Dhamma, memegang pedang Dhamma, memasang
dhvaja Dhamma, menggemuruhkan guntur Dhamma, mengkilatkan petir Dhamma,
mencurahkan hujan Dhamma, dan menyedekahkan dana Dhamma, serta menyuarakan
suara Dhamma yang menakjubkan agar para makhluk tersadar.
Pada saat sinar cemerlang Sang Buddha menyinari dunia di 10
penjuru seluruh alam merasakan 6 macam getaran yang dirasakan hingga ke alam
mara, bahkan istana mara bergetar hebat sehingga para mara pun tunduk dan
ketakutan pada kewibawaan Sang Buddha.
Sang Buddha selalu
merusakkan jala-jala kejahatan dan meluruskan pandangan keliru. Beliau membantu
para makhluk agar dapat keluar dari penderitaan. Menjernihkan jiwa dan raga
para makhluk dari ikatan nafsu indria, serta menyucikan kekotoran batin mereka.
Meskipun kota DhammaNya tiada hari tanpa dijaga ketat, tetapi pintu DhammaNya
tetap dibuka untuk para umat. Kemudian disinari Buddha-Dhamma yang bercahaya
kepada siapa saja, agar Dhamma dapat melimpah ke seluruh alam semesta
seluas-luasnya.
Beliau selalu mengamalkan kebajikan sebanyak-banyaknya dan
kemudian disalurkan lagi kepada semua makhluk. Saat Beliau mengunjungi berbagai
negeri asing untuk mengambil dana makanan, Beliau selalu disuguhi beraneka hidangan
lezat.
Apabila Beliau akan membabarkan Dhamma pasti sikapNya selalu
bersuka cita. Beliau sering menyembuhkan para umat yang diserang penyakit Tiga
Penderitaan dengan menggunakan Dhamma.
Demikian juga Beliau mengajarkan cara-cara untuk
mengumpulkan pahala kebajikan, agar cepat mencapai kebodhian. Ia juga berupaya
memberi contoh proses parinibbana kepada para umat agar mereka mampu membasmi
penderitaannya dan menanam benih-benih karma baik.
Setiap kali mengunjungi tanah suci Buddha, Beliau selalu menghimpun
jasa-jasa kebajikan yang tak tertandingi, dan menunjukkan jalan menuju
kebodhian kepada makhluk-makhluk yang berada di sana. Kebajikan itu, Beliau
perbuat dengan keluhuran dan tanpa pamrih. Seperti seorang pesulap yang mampu
memunculkan beraneka ragam halusinasi, Beliau menjelmakan (Nirmata) dirinya
menjadi pria ataupun wanita, ataupun bentuk apa saja sesuai keperluanNya,
tergantung kepada makhluk apa ia harus berkomunikasi.
Bab 3 (Jalan
Bodhisattva)
Para Bodhisattva, 16 Tokoh Suci yang berada di dalam
persamuan agung ini, semuanya mempunyai kesamaan seperti Sang Buddha.
Mereka rajin mempelajari bermacam-macam Dhamma, lalu
dipahami dan dilaksanakan. Dhamma-Dhamma yang diajarkannya merupakan intisari
sehingga banyak umat terinspirasi dan mengamalkannya. Mereka sering muncul di
berbagai dunia, dan kepada siapa pun selalu sopan dan penuh cinta kasih,
sikapnya tidak sombong sedikit pun serta tidak pernah memaksa.
Segala ajaran-ajaran tentang Pelaksanaan Bodhisattva pun
telah mereka kuasai. Nama-nama mereka telah dikenal oleh umum, kemuliaan mereka
tersebar ke dunia di 10 penjuru. Mereka dilindungi dan dipuji oleh para Buddha.
Mereka berusaha mengajarkan apa yang para maha arya ajarkan. Di bawah petunjuk
dari para Tathagata, mereka termasuk di dalam golongan Bodhisattva serta guru
besar yang mampu menyebarkan Jalan Utama.
Para Bodhisattva tersebut selalu mendalami meditasi sehingga
kebijaksanaannya selalu berkembang, mereka adalah pendidik dan penunjuk jalan
bagi semua makhluk. Dhamma apapun dapat mereka pahami dengan sekejap saja.
Mereka juga mengetahui keadaan hidup semua makhluk beserta kondisi alamnya.
Saat para Bodhisattva itu melakukan puja bakti kepada para
Buddha, mereka dengan kesaktiannya, secepat kilat saja sudah sampai di tanah
suci di mana Buddha itu berada. Mereka juga mencapai ilmu tanpa ketakutan
(Abhaya) dan memahami betul bahwa segala sesuatu hanyalah ilusi belaka.
Mereka merusak jaring-jaring mara dan membebaskan para
makhluk dari keterikatan dan hawa nafsu. Batin mereka sudah melampaui para
sravaka dan Pratyekabuddha, mereka telah mencapai 3 Samadhi, yaitu kekosongan
(Sunya), tanpa kesan (Animitta), dan tanpa nafsu keinginan (Apranihita).
Mereka mempergunakan metode yang sangat praktis (Upaya)
untuk menjelaskan kepada para umat tentang 3 Kendaraan (Triyana). Mereka juga
menunjukkan contoh parinibbana kepada umat yang berkebijkasanaan menengah dan
rendah. Memahami hakikat tiada tindakan dan tiada pencapaian, tiada yang muncul
dan tiada yang musnah. Mereka menguasai kebenaran tentang Tubuh Keseimbangan
Dhamma (Samata Dhammakaya) dan mantra (Dharani) yang tak terkira banyaknya,
serta ratusan bahkan ribuan samadhi.
Seluruh panca indera dan kebijaksanaan ke-16 Bodhisattva itu
selalu dalam keadaan keheningan yang tak tertandingi. Mereka menelusuri
kedalaman Buddha-Dhamma dan mencapai kebahagiaan samadhi agung. Saat berada di
dalam keadaan Samadhi yang mendalam, mereka dapat melihat para Buddha masa
lampau.
Kemudian, para Bodhisattva itu menerangkan secara rinci
setiap Sutra yang mereka sebarluaskan. Dengan sekejap renung, mereka mampu
mengunjungi tanah suci Buddha mana saja yang hendak mereka kunjungi, tujuannya
adalah menyelamatkan para makhluk yang masih menderita, baik umat yang aktif
mencari jalan pembebasan maupun yang pasif. Saat menjelaskan kebenaran dari
Dhamma, mereka mempergunakan kemahiran berlidah fasih (Pratibhana) seorang
Tathagata. Dengan menguasai berbagai bahasa, mereka mengajar dan menyucikan
semua makhluk. Batin mereka mampu menampung segala sesuatu yang ada di dunia,
dan selalu memikirkan cara untuk memberikan sesuatu untuk para makhluk. Mereka
adalah pemimpin sekaligus sahabat dari segala jenis makhluk, dan mereka memikul
semua beban dari para makhluk itu menuju Pantai Seberang.
Mereka menerima dan mempertahankan Dhamma Luhur yang
diwejangkan oleh para Tathagata, dan mempertahankan dan menyebarkan karakter
ajaran dari setiap Tathagata. Dengan memancarkan welas asih agung kepada
seluruh makhluk, mereka selalu berbicara dengan penuh cinta kasih agar para
makhluk dapat memperoleh mata Dhamma (Dhamma Caksu).
Para Bodhisattva itu juga mengatur para umat untuk menyumbat
jalan 3 Alam Sengsara (Tridusgati), sementara pintu kebajikan (Kusala) tetap
dibukanya lebar-lebar. Kemudian mereka mengalihkan segala Dhamma kepada para
umat.
Sikap-sikap mereka seperti seorang anak yang berbakti kepada
orang tuanya. Mereka memperlakukan semua makhluk seperti memperlakukan dirinya
sendiri. Semua jasa-jasa kebajikan yang mereka kumpulkan disalurkan kepada
seluruh makhluk, untuk dijadikan perbekalan guna menyeberang ke Pantai
Seberang, agar mereka memperoleh kebajikan agung, kebijaksanaan tak
tertandingi, dan pengetahuan sempurna para Buddha.
Bab 4 (Permohonan
Bimbingan)
Dalam persamuan agung ini, para Bodhisattva Mahasattva yang
beridentitas seperti ke-16 Tokoh Suci itu, jumlahnya tak dapat dihitung.
Pada saat itu Sakyamuni Buddha tampak begitu bersemangat dan
bergembira. penampilanNya amat luhur, bersinar, dan agung. Kemudian di tengah
suasana keheningan agung itu, Yang Arya Ananda bangkit dari tempat duduknya
lalu membuka pundak sebelah kanannya, bersujud dengan kedua kakinya, lalu
sambil merangkapkan kedua telapak tangannya ia berkata kepada Sang Buddha;
“Sang Bhagava, Anda terlihat begitu bersemangat dan
bergembira hari ini. Penampilan Sang Tathagata juga begitu luhur, bersinar, dan
agung, bagaikan cermin yang dengan jelas memantulkan bayangan, baik bagian luar
maupun dalam begitu terang. Wajah agung Sang Tathagata sangat berkilau, tak
tertandingi dan tak terlukiskan. Tak pernah aku melihat keagungan yang
menakjubkan seperti yang Sang Bhagava tampilkan sekarang ini.
Sungguh, Sang Bhagava, di dalam benakku muncul pikiran
seperti ini;
‘Hari ini Sang Tathagata hening di dalam Dhamma yang luar
biasa. Hari ini Sang Bhagava hening di dalam keheningan Buddha. Hari ini Sang
Lokanatha hening di dalam kesadaran agung. Hari ini Sang Sugata mempertunjukkan
kebajikan para Tathagata. Seperti semua Buddha dari 3 masa (masa dulu, masa
sekarang, dan masa mendatang) selalu merenungkan satu sama lainnya, apakah
Buddha masa sekarang tidak sedang merenungkan Buddha-Buddha lainnya? Mengapa
penampilanNya begitu bercahaya?’”
Saat Sang Buddha selesai mendengar perkataan Ananda, Ia
bertanya;
“Yang Arya Ananda. Apakah anda diminta oleh para dewa untuk
bertanya kepada Buddha, atau engkau bertanya atas dasar pendapatmu?”
Ananda menjawab;
“Bukan, Sang Bhagava. Bukan diminta oleh para dewa.
Pertanyaan tadi murni muncul dari dalam benak pikiranku.”
Sang Buddha lalu berkata;
“Sadhu. Sadhu. Sadhu. Bagus sekali pertanyaan anda, Yang
Arya Ananda.
Anda telah mulai menggerakkan kebijaksanaanmu yang dalam.
Anda juga memiliki kecakapan berlidah fasih yang baik, demi memperhatikan para
makhluk sengsara anda memohon petunjuk kepada Buddha.
Ketahuilah, Yang Arya Ananda. Para Tathagata sengaja
memunculkan dirinya di dunia maksudnya tiada lain hanya ingin melimpahkan
perasaan welas asih agung kepada para makhluk yang berada di 3 Kelompok Alam
Kehidupan* (Triloka). Mengembangkan Buddha-Dhamma di alam semesta,
menyelamatkan para makhluk sengsara di berbagai dunia, dan memberikan manfaat
bagi umat, agar mereka dapat membebaskan segala belenggu penderitaan.”
*Tiga Kelompok Alam Kehidupan adalah kumpulan dari 31 alam
kehidupan.
Kammabhumi adalah alam kehidupan dari makhluk-makhluk yang
masih terikat nafsu indera dan melekat pada panca indera. Terdiri dari 11 alam
kehidupan.
Rupabhumi adalah alam kehidupan dari makhluk-makhluk yang
berbentuk jhana bermateri atau Rupa Jhana sebagai hasil pelaksanaan Samantha
Bhavana. Terdiri dari 16 alam kehidupan.
Arupabhumi adalah alam kehidupan dari makhluk-makhluk yang
berbentuk jhana tanpa materi atau Arupa Jhana sebagai hasil dari Samantha
Bhavana. Terdiri dari 4 alam kehidupan.
“Yang Arya Ananda. Bagaikan bunga udumbara, bunga pertanda
baik, bunga indah yang hanya muncul sekali dalam masa yang lama, kemunculan
seorang Buddha di dunia juga memerlukan waktu beberapa koti kalpa (koti =
sepuluh juta. 1 kalpa = 4.32 miliar tahun). Maka pertanyaan yang timbul dalam
diri anda itu amat tepat dan akan bermanfaat bagi para dewa dan manusia.
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, bahwa seorang Samma Sambuddha,
kebijaksanaannya telah mencapai titik puncak, termasuk kepemimpinan dan
ajarannya. Pengetahuan dan pandangannya tanpa halangan dan tak terbatas. Mereka
hanya dengan waktu sekejap saja dapat mempertahankan hidupnya hingga 100.000
kalpa bahkan lebih. Panca inderanya tetap tajam tanpa rusak. Penampilan mereka
juga amat berseri-seri.
Apakah sebabnya? Karena Sang Tathagata dengan Samadhi dan
kebijaksanaannya yang tak terbatas dan tiada banding telah menguasai seluruh
Dhamma.
Yang Arya Ananda, dengarlah baik-baik. Sekarang Aku akan
menguraikan suatu Dhamma yang sangat berharga kepada kalian.”
Ananda berkata;
“Mohon dikhotbahkan, Sang Bhagava. Kami akan dengan senang mendengarkannya.”
Bab 5 (Daftar 54 Buddha
Yang Pernah Muncul)
Sang Buddha memberitahukan kepada Yang Arya Ananda;
“Pada dahulu kala, sekitar seratus juta miliar (asamkheya)
kalpa yang sulit diperhitungkan. Pada masa itu seorang Buddha yang bernama
Dipankara Buddha muncul di dunia. Beliau pernah menyelamatkan banyak sekali
makhluk yang menderita, semuanya dibimbingnya hingga mencapai kebuddhaan.
Setelah Dipankara Buddha parinibbana selang beberapa lama kemudian muncul lagi
Pratapavat Buddha dan berturut-turut;
Pribhakara, Candana Gandha, Semeru Kalpa, Candana,
Vimalanana, Anu Palipta, Vimala Prabha, Nagabhibhu, Suryodana, Giri Raja Ghosa,
Merukata, Suvarna Prabha, Iyotis Prabha, Vaiduryanirbhasa, Brahma Ghosa,
Candabhibu, Turya Ghosa, Mukta Kusuma Pratimandita Prabha, Srikuta,
Sagaravarabuddhivikri, Dita Bhija, Vara Prabha, Maha Gandha Raja Nirbhasa,
Vyapagatakhilamalaprati Ghosa, Surakuta, Rananjaha, Maha
Gunadharabuddhipraptabhija, Candrasurya Jihmikarana, Uttapta Vaidurya Nirbhasa,
Cittadharabuddhi Sankusumitabhyudgata, Puspa Vativana Raja Sankusumtabhijna,
Puspakara, Udaka Candra, Avidyandhaka Ravidhvamsanakara, Lokendra, Muktacchatra
Pravatasadris, Tisya, Dhammamati Vinandita Raja, Sihma Sagarakutavinandita
Raja, Sagarameru Candra, Brahma Svara Nadabhinandita, Kusumasambhava,
Praptasena, Candra Bhanu, Merukuta, Candra Prabha, Vimala Netra, Giri Raja
Ghosesvara, Kusuma Prabha, Kusumavrstyabhi Prakirna, Ratna Candra, Padma
Bimbyupasobhitta, Candana Gandha, Ratna Bhibhasa, Nimi, Maha Vyuha,
Vyapagatakhiladosa, Brahma Ghosa, Sapta Ratna Bhivrsta, Maha Gunadhara, Maha
Tamalapatra Candana Kardama, Kusumabhijana, Ajnanavidhvamsana, Kesarin,
Muktacchatra, Suvarna Garbha, Vaidurya Garbha, Maha Ketu, Dhannaketu,
Ratnaketu, Ratnasari, Lokendra, Narendra, Karunika, Lokasundra, Brahmaketu,
Dhammamati, Simha, Simhamati.
Berikutnya, hadir seorang Buddha yang bernama Lokesvara Raja
Buddha yang memiliki gelar Dasaha Raguna, Tathagata, Arhate, Samyak Sambuddha,
Vidyacarana Sampanna, Sugata, Lokavid, Anuttara, Purusa Dhamya sarathi, dan
Sasta Devamanusyanam.
Bab 6 (Biksu Dhammakara
di Tanah Sebab Akibat Menyatakan Tekad Pewujudan Tanah Suci)
Pada saat itu, seorang raja mendapatkan kabar bahwa di
dunianya telah muncul seorang Buddha yang tengah mengajar Dhamma kepada para
umat. Hati raja amat gembira dan dengan segera ia membangkitkan
ke-bodhicitta-annya. Lalu ia mengambil keputusan untuk segera meninggalkan
segala harta dan tahtanya, langsung menjadi seorang biksu dengan nama
Dhammakara.
Sang sramana sangat cerdas dan penuh semangat, demikian pula
cita-citanya amat luhur. Kemudian, biksu Dhammakara, pergi ke tempat Lokesvara
Raja Buddha berada. Di situ sang biksu dengan sikap hormat berlutut di depan
Lokesvara Raja Buddha dan memberi penghormatan kepada kedua kakinya, lalu
berdiri dan mengelilingi Buddha tersebut sebanyak 3 kali. Selesai itu, ia
berlutut kembali di tempatnya dan merangkapkan kedua telapak tangannya sambil
mengucapkan pujian-pujian seperti berikut:
“Oh, Lokanatha, wajahmu berseri-seri,
dan semangatmu begitu agung,
sinar agungmu pun demikian cemerlang,
tiada yang dapat diperbandingkannya.
Sinar bulan, dan sang surya,
sinar mereka demikian gelap.
Gala-galanya tersembunyi belahan dunia,
seperti segumpal tinta hitam.
dan semangatmu begitu agung,
sinar agungmu pun demikian cemerlang,
tiada yang dapat diperbandingkannya.
Sinar bulan, dan sang surya,
sinar mereka demikian gelap.
Gala-galanya tersembunyi belahan dunia,
seperti segumpal tinta hitam.
Sang Tathagata berpenampilan amat menawan,
anggunnya pun melampaui insan di dunia.
Beliau membunyikan suara penerangan sempurna,
berkumandang ke seluruh penjuru daerah.
Beliau telah berhasil menjalankan sila, samadhi, dan prajna,
pengetahuan dan kebijaksanaan,
serta kebajikan agung yang tak tertandingi,
mulia dan istimewa.
Beliau mendalami samudera Buddha-Dhamma,
mempelajari perenungan dan keseimbangan batin.
Menguak artinya secara mendalam,
dan menggali hingga ke dasarnya.
anggunnya pun melampaui insan di dunia.
Beliau membunyikan suara penerangan sempurna,
berkumandang ke seluruh penjuru daerah.
Beliau telah berhasil menjalankan sila, samadhi, dan prajna,
pengetahuan dan kebijaksanaan,
serta kebajikan agung yang tak tertandingi,
mulia dan istimewa.
Beliau mendalami samudera Buddha-Dhamma,
mempelajari perenungan dan keseimbangan batin.
Menguak artinya secara mendalam,
dan menggali hingga ke dasarnya.
Sang Bhagava, yang telah melenyapkan,
kebodohan, keserakahan, dan kebencian.
Beliau, pahlawan umat manusia,
memiliki kebajikan yang tak tertandingi,
keluhuran yang maha besar,
dengan menguasai kebijaksanaan agung.
Penampilan beliau amat berseri dan luar biasa,
menguncang dunia yang tak terhitung banyaknya.
kebodohan, keserakahan, dan kebencian.
Beliau, pahlawan umat manusia,
memiliki kebajikan yang tak tertandingi,
keluhuran yang maha besar,
dengan menguasai kebijaksanaan agung.
Penampilan beliau amat berseri dan luar biasa,
menguncang dunia yang tak terhitung banyaknya.
Aku bertekad mencapai kebuddhaan,
yang setara dengan Raja Dhamma yang maha suci,
agar dapat menuntun yang lain keluar dari perputaran lahir-mati,
mengusahakan agar mereka mencapai pembebasan.
Aku akan berdana (Dana) dan mengendalikan pikiranku,
menjaga moral (Sila), tahan terhadap kesengsaraan (Ksanti),
berusaha mencapai kemajuan (Virya), dan menetap dalam keheningan (Dhyana),
lantas mengembangkan kebijaksanaan (Prajna), sebagai latihan utama.
Aku berikrar akan mencapai kebuddhaan,
dan akan kupenuhi ikrarku ini,
agar dapat memberikan ketenangan,
kepada mereka yang hidup di dalam ketakutan.
yang setara dengan Raja Dhamma yang maha suci,
agar dapat menuntun yang lain keluar dari perputaran lahir-mati,
mengusahakan agar mereka mencapai pembebasan.
Aku akan berdana (Dana) dan mengendalikan pikiranku,
menjaga moral (Sila), tahan terhadap kesengsaraan (Ksanti),
berusaha mencapai kemajuan (Virya), dan menetap dalam keheningan (Dhyana),
lantas mengembangkan kebijaksanaan (Prajna), sebagai latihan utama.
Aku berikrar akan mencapai kebuddhaan,
dan akan kupenuhi ikrarku ini,
agar dapat memberikan ketenangan,
kepada mereka yang hidup di dalam ketakutan.
Seandainya terdapat banyak Buddha,
yang jumlahnya ratusan juta koti,
juga para maha arya,
yang banyaknya seperti butiran pasir sungai Gangga.
Mengadakan puja bakti,
kepada Buddha sebanyak itu,
tak kalah dalam mencapai kebodhian,
kemajuan tanpa ada kemunduran.
Tanah suci Buddha yang banyak,
seperti butiran pasir di sungai Gangga,
walaupun jumlahnya tak terbatas,
melampaui perhitungan.
Sinarku akan memancar ke segala arah,
hingga ke alam-alam Buddha itu,
Karena aku akan mencapai kemajuan,
batinku menjadi tak terbatas.
yang jumlahnya ratusan juta koti,
juga para maha arya,
yang banyaknya seperti butiran pasir sungai Gangga.
Mengadakan puja bakti,
kepada Buddha sebanyak itu,
tak kalah dalam mencapai kebodhian,
kemajuan tanpa ada kemunduran.
Tanah suci Buddha yang banyak,
seperti butiran pasir di sungai Gangga,
walaupun jumlahnya tak terbatas,
melampaui perhitungan.
Sinarku akan memancar ke segala arah,
hingga ke alam-alam Buddha itu,
Karena aku akan mencapai kemajuan,
batinku menjadi tak terbatas.
Setelah aku menjadi seorang Buddha,
tanah suciku akan terkenal dengan keindahannya,
terhias dengan segudang kebajikanku,
dan mandala bodhi yang tertinggi.
Tanah suciku akan seperti nibanna,
kedamaiannya tiada tandingan,
dengan welas asih,
akan kuseberangkan semua makhluk.
Semua makhluk dari dunia di 10 penjuru yang terlahir di tanah suciku,
akan memiliki hati yang suci dan riang,
semua yang menitis di tanah suciku,
mereka akan selalu damai dan bahagia.
tanah suciku akan terkenal dengan keindahannya,
terhias dengan segudang kebajikanku,
dan mandala bodhi yang tertinggi.
Tanah suciku akan seperti nibanna,
kedamaiannya tiada tandingan,
dengan welas asih,
akan kuseberangkan semua makhluk.
Semua makhluk dari dunia di 10 penjuru yang terlahir di tanah suciku,
akan memiliki hati yang suci dan riang,
semua yang menitis di tanah suciku,
mereka akan selalu damai dan bahagia.
Semoga Buddha penuh kepercayaan,
dan menjadi saksiku,
di hadapan beliau, aku mengucapkan ikrar,
dan akan kupenuhi sumpahku.
Seperti para Buddha dari 10 penjuru,
memiliki kebijaksanaan tanpa halangan,
maka Sang Lokanatha mengetahui,
pikiran dan tindakanku.
Walau aku berada,
di tengah kesakitan dan penderitaan,
aku akan sekuat tenaga berusaha untuk maju,
dan bertahan tanpa penyesalan.”
dan menjadi saksiku,
di hadapan beliau, aku mengucapkan ikrar,
dan akan kupenuhi sumpahku.
Seperti para Buddha dari 10 penjuru,
memiliki kebijaksanaan tanpa halangan,
maka Sang Lokanatha mengetahui,
pikiran dan tindakanku.
Walau aku berada,
di tengah kesakitan dan penderitaan,
aku akan sekuat tenaga berusaha untuk maju,
dan bertahan tanpa penyesalan.”
Setelah biksu Dhammakara mengakhiri bait-bait syairnya, ia
berkata;
“Lokanatha, Aku telah menggerakkan bodhicitta-ku, mohon
Lokesvara Raja Buddha sudi mengajari Aku Dhamma dan berbagai ajaran selengkap-lengkapnya.”
“Aku akan mempraktekkannya dan menghimpun kebajikan dari
semua tanah suci Buddha yang banyaknya tak terhingga, sehingga aku dapat segera
mencapai pencerahan sempurna dan mencabut akar penderitaan kelahiran dan
kematian.”
Sang Buddha memberitahu kepada Ananda;
Pada waktu itu Lokesvara Raja Tathagata menjawab sang
sramana;
“Yang Arya Dhammakara. Bagaimana caranya melaksanakan Dhamma
dan bagaimana caranya mengindahkan tanah suci Buddha, anda sendiri sudah
mengerti.”
Sang Sramana menjawab;
“Tidak, Lokanatha. Hakikat-hakikat Buddha-Dhamma demikian
luhur lagi sulit dipahami. Maka dari itu, aku memohon Lokesvara Raja Buddha
sudi memberikan wejangan-wejangan yang terluas tentang cara-cara melaksanakan
Dhamma guna membentuk satu tanah suci seperti dimiliki oleh para Tathagata. Aku
bertekad akan berpedoman kepada ajaran Lokesvara Raja Buddha, agar ikrarku
dapat sempurna secara cepat.”
Ketika itu Lokesvara Raja Buddha telah mengetahui bahwa
kepintaran Dhammakara sungguh luar biasa dan juga berpandangan luas sekali.
Kemudian beliau berkata demikian;
“Sebagai perumpamaan; seorang bersemangat teguh, dan ia
ingin mengeringkan air samudera menggunakan sebuah gayung kecil, setelah
berkalpa-kalpa masa dikerjakan dengan tekun, maka semua permata di dasar
samudera akan diperolehnya.”
“Sama juga halnya; seandainya seseorang berani berusaha,
mempraktekkan Dhamma dari masa ke masa, maka ia akan memanen buah kesucian.
Tiada harapan yang gagal ia capai.”
Setelah itu, Lokesvara Raja Buddha langsung menjelaskan
secara luas berbagai identitas dan ciri-ciri khas dari 210 koti tanah suci
Buddha kepada biksu Dhammakara. Dan sebagai jawaban untuk permintaan sang
biksu, Lokesvara Raja Tathagata memperlihatkan semua tanah suci kepadanya.
Mulai dari yang biasa hingga yang luar biasa, dan juga para dewa dan
manusianya, yang suci maupun yang awam.
Setelah Dhammakara mendengar khotbah itu dan menyaksikan
tanah suci-tanah suci Buddha yang ditunjukkan oleh Lokesvara Raja Tathagata, di
dalam pikiran biksu Dhammakara muncullah sebuah ide yang amat menakjubkan. Ia
membuat sebuah tekad yang tak tertandingi. Pikirannya kini dalam keadaan hening
dan tidak melekat kepada apapun juga, dan tiada manusia di dunia ini yang dapat
mengimbanginya. Selama 5 kalpa, sang biksu mengumpulkan dan menyempurnakan
perilaku suci sebagai hiasan pada tanah sucinya.
Ananda bertanya kepada Sang Buddha;
“Berapakah panjang hidup Lokesvara Raja Buddha pada masa
itu, Sang Bhagava?”
Sang Buddha menjawab;
“Usianya 42 kalpa pada saat mengajari Dhammakara
mengumpulkan pelaksanaan suci dari 210 koti tanah suci Buddha.”
Setelah melalui waktu 5 kalpa pelatihan diri yang begitu
intensif dan mendalam itu biksu Dhammakara kembali menemui Lokesvara Raja
Tathagata dan bersujud di depan kaki Sang Buddha, mengelilingi 3 kali, kemudian
berlutut lagi dan beranjali di depan Buddha seraya berkata;
“Lokanatha. Berkat Tathagata aku telah mewujudkan sebuah
tanah suci Buddha.”
Lolesvara Raja Buddha berkata kepada biksu Dhammakara;
“Sudah tiba saatnya anda harus mengumumkan kepada para umat
tentang ikrar utama (Maha Pranidhana) yang anda usahakan. Agar para Bodhisattva
dapat mengikuti metode-metode yang anda laksanakan itu, supaya mereka dapat
berhasil dan segala cita-cita agung yang dimiliki mereka pun dapat
disempurnakan.”
Bab 7 (48 Ikrar Agung)
Biksu Dhammakara berkata kepada Lokesvara Raja Buddha;
“Aku siap mengumumkan, sudi kiranya Lokanatha dapat
memperhatikannya. Inilah 48 ikrar tekad utamaku;
Ikrar Agung ke-1
Saat aku menjadi Buddha, seandainya masih terdapat 3 Alam
Kesedihan seperti neraka, setan kelaparan, dan binatang di tanah suciku, maka
aku tak akan mencapai penerangan sempurna (Samyak Sambuddha).
Ikrar Agung ke-2
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya usianya telah habis dan mereka masih dilahirkan ke
3 alam sengsara, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-3
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya seluruh badannya tidak berwarna keemasan, maka aku
tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-4
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya warna kulit dan bentuk jasmaninya tidak serupa,
penampilan mereka ada yang cantik dan ada yang buruk, maka aku tak akan
mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-5
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya mereka tidak menguasai ilmu mengingat kehidupan
masa lampaunya (Purvanivasanu), dan mereka tidak mampu mengingat kejadian dari
100.000 koti nayuta kalpa, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-6
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki mata batin (Caksu), dan
mereka tidak mampu melihat 100.000 koti nayuta tanah suci Buddha, maka aku tak
akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-7
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki telinga surga (Divyasrotra),
dan mereka tidak mampu mendengar khotbah-khotbah dari 100.000 koti nayuta
Buddha, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-8
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki keahlian membaca pikiran
makhluk-makhluk lain (Paracittajnana), dan mereka tidak mampu mengetahui
pikiran makhluk dari 100.000 koti nayuta tanah suci Buddha, maka aku tak akan
mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-9
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki keterampilan kaki surga
(Riddhividhi), dan mereka dengan sekejap tidak mampu mengarungi 100.000 koti
nayuta tanah suci Buddha, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-10
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya mereka belum memiliki kemampuan memusnahkan
kekotoran batin (Asravaksaya), dan mereka hanya memikirkan kepentingan dirinya
sendiri, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-11
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya mereka tidak berada golongan makhluk yang pasti
akan menapak maju di Jalan Utama kebodhian hingga akhirnya mencapai nibbana,
maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-12
Saat aku menjadi Buddha, seandainya sinar keagunganku
terbatas, dan tidak dapat menyinari 100.000 koti nayuta tanah suci Buddha, maka
aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-13
Saat aku menjadi Buddha, seandainya panjang hidupku
terbatas, dan hanya sepanjang 100.000 koti nayuta kalpa, maka aku tak akan
mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-14
Saat aku menjadi Buddha, para sravaka yang berada di tanah
suciku, seandainya dalam waktu 100.000 kalpa jumlahnya dapat dihitung dengan
tepat oleh para Pratyekabuddha dari alam trisaharsa mahasaharsa, maka aku tak
akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-15
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, usianya tidak terbatas, kecuali atas kehendaknya sendiri
memilih pendek usia, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai
penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-16
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya di antara mereka ada yang berbuat jahat, maka aku
tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-17
Saat aku menjadi Buddha, seandainya para Buddha yang berada
di dunia di 10 penjuru yang tak terhitung tidak memulaikan namaku, maka aku tak
akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-18
Saat aku menjadi Buddha, para makhluk yang berada di dunia
di 10 penjuru, setelah mendengar namaku lalu timbul keyakinan ingin dilahirkan
di tanah suciku, walaupun hanya melafal namaku sepuluh kali, seandainya tidak
dapat menitis di tanah suciku, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Kecuali mereka pernah melakukan 5 Dosa Besar/Pancanantarya (membunuh ayah,
membunuh ibu, membunuh seorang arahat, melukai seorang Buddha, dan memecah
belah Sangha) dan pernah memfitnah Dhamma Luhur.
Ikrar Agung ke-19
Saat aku menjadi Buddha, para makhluk yang berada di dunia
di 10 penjuru yang telah membangkitkan tekad menyelamatkan seluruh makhluk
(Bodhicitta), telah mempraktikkan dan mengamalkan berbagai kebajikan dan
Dhamma, dan mereka bertekad menitis di tanah suciku. Pada saat mereka akan
menghembuskan nafas terakhir, seandainya aku tidak bersama-sama dengan
rombonganku menampakkan diri di depan mereka, maka aku tak akan mencapai
penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-20
Saat aku menjadi Buddha, para makhluk yang berada di dunia
di 10 penjuru, setelah mendengar namaku mengarahkan hatinya pada tanah suciku
dan menanam berbagai benih kebajikan kemudian jasa-jasanya disalurkan
(Parinamana) kepada tanah suciku, seandainya tanah suciku tidak dapat menerima
jasa-jasa itu, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-21
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, seandainya seluruh badannya tidak dilengkapi dengan 32
ciri-ciri fisik agung (Dvatrimsa Maha Purisa Lakkhana), maka aku tak akan
mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-22
Saat aku menjadi Buddha, maka para Bodhisattva yang berasal
dari tanah suci Buddha lain, yang menitis di tanah suciku, semua akan mencapai
kebuddhaan hanya dalam sekali titisan, kecuali,
-Jika mereka telah mempunyai cita-cita akan menjelmakan
tubuhnya untuk muncul di mana pun. Demi makhluk-makhluk menderita mereka akan
mengumpulkan jasa-jasa sebanyak-banyaknya untuk membebaskan mereka dari belenggu
penderitaan, dan cita-citanya akan tercapai.
-Jika mereka akan menjelajah ke berbagai tanah suci Buddha,
guna mempraktikkan pelaksanaan tugas Bodhisattva (Bodhisattva Carita) di sana,
dan cita-citanya akan tercapai.
-Jika mereka ingin mengadakan puja bakti untuk mengabdi
kepada para Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru, dan cita-citanya akan
tercapai.
-Jika mereka ingin membimbing para umat yang banyaknya
bagaikan butiran pasir sungai Gangga, agar umat-umat tersebut dapat menegakkan
Dhamma Luhur di dalam hatinya dan dapat meningkatkan kesucian mereka hingga
melampaui Bhumi Bodhisattva, agar segala contoh-contoh tentang Samantha Bhadra
Guna dapat dihayati oleh para umat yang dibimbingnya hingga sukses. Seandainya
tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-23
Saat aku menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada
di tanah suciku, dengan bertumpu pada kesaktian Buddhaku (Riddhibala Buddha),
mereka hendak melakukan puja bakti kepada para Tathagata, seandainya mereka
tidak dapat mengunjungi tanah suci-tanah suci Buddha yang banyaknya
berkoti-koti nayuta yang tak terhingga dalam waktu sekejap, maka aku tak akan
mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-24
Saat aku menjadi Buddha, jika para Bodhisattva yang berada
di tanah suciku, tiba di hadapan para Buddha di berbagai tanah suci dan mereka
ingin mempergunakan jasa-jasa kebajikannya untuk memunculkan bermacam-macam
sajian agung serta alat-alat pujaan dalam puja bakti kepada para Buddha,
seandainya segala sajian dan alat-alat yang dimaksudkan oleh mereka tidak
muncul dengan memuaskan, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-25
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di
tanah suciku, seandainya mereka tidak mampu berkhotbah tentang segala
pengetahuan Buddha (Sarvajna), maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-26
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di
tanah suciku, seandainya mereka tidak memiliki tubuh sekuat intan (Vajra
Narayana), maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-27
Saat aku menjadi Buddha, para dewa, manusia dan segala benda
yang berada di tanah suciku, semuanya suci murni, bercahaya dan indah. Bentuk,
warna dan jenisnya juga unik. Smeua makhluk maupun benda sedemikain cantik,
halus dan menarik. Jumlahnya juga sulit dihitung. Seandainya ada makhluk cerdas
dan memiliki mata batin di tanah suciku dapat menyebutkan satu per satu makhluk
dan benda itu, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-28
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di
tanah suciku, seandainya karena jasa kebajikannya sedikit sehingga tidak mampu
mengetahui dan melihat pancaran sinar berwarna yang tak terhingga jumlahnya
dari pohon bodhi yang berada di mandalaku dan berketinggian 4 juta yojana (1 yojana
= 15 mil) itu, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-29
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di
tanah suciku yang telah diajarkan segala Buddha-Dhamma, seandainya mereka tidak
menguasai lidah fasih (Pratibhana) dan kebijaksanaan (Prajna), maka aku tak
akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-30
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di
tanah suciku, seandainya kebijaksanaan dan keterampilan lidah fasihnya
terbatas, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-31
Saat aku menjadi Buddha, tanah suciku sangat bersih dan
suci, sinar keagunganku akan menembusi semua tanah suci Buddha yang berada di
10 penjuru yang tak terbatas laksana cermin yang membiaskan wajah seseorang,
seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-32
Saat aku menjadi Buddha, mulai dari permukaan tanah hingga
ke angkasa di tanah suciku terdapat banyak istana, pagoda, kolam, saluran air,
bunga dan pepohonan. Seluruh benda yang ada semuanya terbuat dari berbagai
mustika tak ternilai dan dipadu dengan 100.000 jenis wewangian. Semua yang ada
begitu ajaib dan kemuliaannya melampaui alam surga dan manusia. Pada saat
aromanya membumbung hingga ke 10 penjuru dunia, para Bodhisattva yang mencium
aromanya akan selalu melatih pelaksanaan tingkat kebuddhaan, seandainya tidak
demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-33
Saat aku menjadi Buddha, makhluk apa saja yang berada di
tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru dunia yang tak terhitung, bila
tubuh mereka terpancar oleh sinar keagunganku, maka pikiran dan jiwa mereka
akan merasakan kelembutan yang melampaui alam dewa dan manusia, seandainya
tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-34
Saat aku menjadi Buddha, makhluk apa saja yang berada di
tanah suci Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru yang tak terhitung,
setelah mendengar namaku, seandainya mereka tidak dapat memiliki ketetapan batin
kepada nibbana (Anutpatika Dhamma Ksanti) serta menguasai berbagai mantera
penting, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-35
Saat aku menjadi Buddha, para wanita yang berada di 10
penjuru dunia yang tak terhitung, setelah mendengar namaku lalu muncul
keyakinan dan kebahagiaan, serta membangkitkan bodhicitta-nya. Lalu, mereka
tidak ingin lagi terlahir sebagai wanita, seandainya mereka masih terlahir
sebagai wanita pada kehidupan selanjutnya, maka aku tak akan mencapai
penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-36
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai
tanah suci Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru yang tak terhitung,
setelah mendengar namaku, maka setelah usianya berakhir akan terlahir sebagai
seorang pelaksana Dhamma hingga akhirnya mencapai kebuddhaan, seandainya tidak
demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-37
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia dari berbagai
tanah suci Buddha yang berada di dunia di 10 penjuru yang tak terhitung,
setelah mendengar namaku, maka mereka akan memberi penghormatan kepadaku dan
timbul keyakinan dengan amat bahagia, kemudian melatih di Jalan Bodhisattva,
sehingga dimuliakan oleh dewa dan manusia, seandainya tidak demikian, maka aku
tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-38
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku menginginkan jubah, mereka cukup merenungkan sekejap saja, maka
jubah yang selalu dipuji Buddha akan muncul dengan sendirinya, seandainya jubah
yang mereka dapat masih haarus dijahit, diwarnai, atau dibersihkan, maka aku
tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-39
Saat aku menjadi Buddha, para dewa dan manusia yang berada
di tanah suciku, mereka selalu merasakan kebahagiaan yang seperti dirasakan
oleh biksu yang telah terbebas dari noda (Asravaksaya), seandainya tidak
demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-40
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di
tanah suciku, jika ingin melihat tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru
yang tak terhitung, kapan pun mereka ingin melihatnya, cukup melihat melalui
pepohonan mustika maka semua akan tampak sejelas cermin membiaskan wajah
seseorang, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan
sempurna.
Ikrar Agung ke-41
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai
tanah suci Buddha lain, yang hampir mencapai kebuddhaan, seandainya setelah
mendengar namaku namun panca inderanya masih memiliki kekurangan, maka aku tak
akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-42
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai
tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku maka mereka akan memiliki
Samadhi luhur tanpa terikat pada apapun (Suvibhaktavati) dan hanya dengan
merenung sekejap mereka akan berada di depan Buddha yang banyaknya tak
terhitung untuk berpuja bakti, namun mereka akan tetap berada dalam keadaan
Samadhi luhur, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan
sempurna.
Ikrar Agung ke-43
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai
tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, setelah usianya berakhir akan
terlahir di dalam keluarga mulia, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan
mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-44
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai
tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, merasa amat bahagia melatih
Jalan Bodhisattva seraya mengumpulkan jasa-jasa kebajikan untuk mencapai
kebuddhaan, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan
sempurna.
Ikrar Agung ke-45
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai
tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, akan memiliki Samadhi luhur
dengan batin yang seimbang (Samantanugata), dan selalu berada di dalam keadaan
Samadhi luhur hingga mencapai kebuddhaan. Mereka akan berjumpa dengan para
Buddha yang banyaknya tak terhingga, seandainya tidak demikian, maka aku tak
akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-46
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva yang berada di
tanah suciku, mereka akan mendengarkan pembabaran Dhamma sesuai keinginan dan
tingkat kebijaksanaan mereka, seandainya tidak demikian, maka aku tak akan
mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-47
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai
tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, akan mencapi batin yang terus
maju menuju kebodhian tanpa mundur (Anuttara Samyak Sambodhi), seandainya tidak
demikian, maka aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
Ikrar Agung ke-48
Saat aku menjadi Buddha, para Bodhisattva dari berbagai
tanah suci Buddha lain, setelah mendengar namaku, mereka hanya mampu menguasai
salah satu, atau dua dari tiga Dhamma Ksanti*, serta tidak mampu memperoleh
Dhamma menuju keadaan batin yang terus maju menuju kebodhian tanpa mundur, maka
aku tak akan mencapai penerangan sempurna.
*3 Dhamma Ksanti:
- Dengan mendengar mampu mengerti makna-makna Dhamma (Ghosanugata Dharma Ksanti)
- Batin yang halus dan lembut (Anulomiki Dhamma Ksanti)
- Batin menetap pada nibbana, atau dalam keadaan tanpa kelahiran-kematian (Anutpattika Dhamma Ksanti).
Sang Buddha lalu berkata kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Saat ke-48 Ikrar Agung selesai disampaikan,
biksu Dhammakara mengucapkan ghata-ghata kepada Lokasrava Raja Tathagata;
“Berikrar untuk mengubah sebuah dunia,
aku pasti akan mencapai kesadaran agung,
jika ikrarku tak terpenuhi,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.
aku pasti akan mencapai kesadaran agung,
jika ikrarku tak terpenuhi,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.
Jika aku bukan seorang dermawa agung,
yang selama banyak kalpa,
secara universal menjaring mereka yang miskin dan menderita,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.
yang selama banyak kalpa,
secara universal menjaring mereka yang miskin dan menderita,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.
Setelah aku mencapai kesadaran seorang Buddha,
namaku akan tersebar ke 10 penjuru,
jika ada yang tidak pernah mendengar namaku,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.
namaku akan tersebar ke 10 penjuru,
jika ada yang tidak pernah mendengar namaku,
aku bersumpah untuk tidak mencapai penerangan sempurna.
Melepaskan segala nafsu dan mempertahankan ketenangan pikiran,
aku akan berlatih di Jalan Brahma dengan kebijakan mulia,
berusaha mencapai kebodhian,
aku akan menjadi guru para dewa dan manusia.
aku akan berlatih di Jalan Brahma dengan kebijakan mulia,
berusaha mencapai kebodhian,
aku akan menjadi guru para dewa dan manusia.
Akan kupancarkan sinar lewat kesaktianku,
memancar luas ke dunia yang tak terhitung,
untuk memusnahkan kegelapan dari 3 Sumber Derita,
dan menyelamatkan umat dari kesengsaraan.
memancar luas ke dunia yang tak terhitung,
untuk memusnahkan kegelapan dari 3 Sumber Derita,
dan menyelamatkan umat dari kesengsaraan.
Aku akan membuka mata kebijaksanaan para umat,
dan memusnahkan kegelapan dan kebutaan mereka,
aku akan menutup jalan menuju alam sengsara,
dan membuka pintu menuju alam bahagia.
dan memusnahkan kegelapan dan kebutaan mereka,
aku akan menutup jalan menuju alam sengsara,
dan membuka pintu menuju alam bahagia.
Saat kebajikanku telah lengkap,
sinarku yang agung akan menerangi 10 penjuru,
sinar matahari dan bulan tak dapat menandingi,
dan sinar langit bagaikan lenyap.
sinarku yang agung akan menerangi 10 penjuru,
sinar matahari dan bulan tak dapat menandingi,
dan sinar langit bagaikan lenyap.
Kubuka pintu Dhamma untuk semua,
dan memberi mereka harta kebajikan,
di tengah kumpulan para umat,
akan kuraungkan Dhamma dengan auman singa.
dan memberi mereka harta kebajikan,
di tengah kumpulan para umat,
akan kuraungkan Dhamma dengan auman singa.
Aku akan melakukan puja bakti kepada semua Buddha,
menyempurnakan akar kebajikanku,
kuharap kebijaksanaanku dapat berkembang sepenuhnya,
menjadi pahlawan di 3 Kelompok Alam Kehidupan.
menyempurnakan akar kebajikanku,
kuharap kebijaksanaanku dapat berkembang sepenuhnya,
menjadi pahlawan di 3 Kelompok Alam Kehidupan.
Seperti Buddha yang memiliki kebijaksanaan tak terhalang,
menembusi segala sesuatu di segala tempat,
kuharap kekuatan kebajikanku,
dapat setara dengan para Buddha.
menembusi segala sesuatu di segala tempat,
kuharap kekuatan kebajikanku,
dapat setara dengan para Buddha.
Jika ikrarku tercapai,
ribuan dunia akan bergetar,
dan para dewa yang berada di langit,
akan menghujani bunga mandarava.”
ribuan dunia akan bergetar,
dan para dewa yang berada di langit,
akan menghujani bunga mandarava.”
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Saat gatha-gatha itu selesai diucapkan
oleh biksu Dhammakara, segeralah seluruh alam merasakan 6 macam guncangan dan
bunga-bunga mandarava turun bagai hujan dari langit. Dari langit juga terdengar
musik surgawi berkumandang dengan suara-suara merdu serta sedap didengar.
Semuanya memuji biksu Dhammakara.
Yang Arya Dhammakara. Pastilah anda akan mencapai anuttara
samyak sambuddha.
Biksu Dhammakara dengan segenap tenaga mempraktekkan Dhamma
tanpa henti-hentinya, sehingga setiap ikrar utamanya dapat disempurnakan satu
per satu. Sungguh, tiada keliru sedikit pun. Ia melampaui dunia dan berbahagia
di dalam nibbana.
Bab 8 (Pengumpulan
Kebajikan Lewat Tindakan Luhur)
Sang Buddha berkata;
“Yang Arya Ananda. Biksu Dhammakara pernah mengucap 48 ikrar
utamanya sebelum kepada Lokesvara Raja Tathagata. Beliau pernah mengucapkan
ikrar di dalam perhimpunan besar yang terdiri dari para dewa, mara, brahmana,
serta 8 Kelompok Makhluk Pelindung Dhamma.
Sejak Ikrar Agungnya diumumkan, beliau terus mencurahkan
segenap semangatnya kepada tanah sucinya. Berlatih diri agar dapat
mengindahkan, memegahkan tanah suci Buddhanya supaya dapat menjadi tanah suci
yang paling bahagia dan menakjubkan.
Biksu Dhammakara berjuang terus-menerus mengumpulkan
jasa-jasa kebajikan berdasarkan praktik Bodhisattva. Lahir maupun batin dijaga
agar tetap suci terbebas dari nafsu, amarah, dan segala sesuatu yang dapat
membahayakan pikirannya. Ia juga tidak terikat kepada 6 ayatana, yaitu bentuk,
suara, aroma, citarasa, sentuhan dan pikiran.
Beliau memiliki daya kesabaran dan selalu tidak mempedulikan
segala kerugian diri. Beliau sama sekali tidak mengenal ketamakan, kebencian,
dan kebodohan.
Beliau selalu berada di dalam Samadhi maka kebijaksanaannya
lancar tanpa halangan sedikit pun. Haitnya jujur, tulus, tidak munafik, manis
dan damai. Demikian pula kata-katanya dan aura wajahnya penuh dengan cinta
kasih. Beliau akan menjawab pertanyaan seseorang dengan sejelas-jelasnya agar
orang itu terlepas dari keraguan.
Ia berusaha mencapai kemajuan besar, tidak pernah merasa
lelah. Yang ia cari hanya segala sesuatu yang bermanfaat bagi semua makhluk.
Ia amat menghormati Triratna, guru, dan orang tuanya. Dengan
kebajikan dan kebijaksanaannya, ia berhasil menyelesaikan tugasnya dan mampu
menuntun para makhluk untuk menjalani kesucian.
Ia selalu berada di dalam 3 samadhi luhur, yaitu kekosongan,
tanpa kesan, dan tanpa nafsu. Dengan pikiran tanpa tindakan dan tanpa muncul ia
mapu memahami bahwa segala sesuatunya hanyalah ilusi belaka. Menjauhkan diri
dari ucapan kasar, yang akan menyakiti diri sendiri, orang lain, dan kedua
belah pihak. Ia juga mempelajari tata bahasa yang sopan santun agar berguna
bagi diri sendiri, orang lain dan kedua belah pihak.
Semenjak biksu Dhammakara meninggalkan istana, tahta,
kekayaan, dan keluarganya, ia langsung melatih 6 Paramita dan mengajarkannya
kepada umat lain. Setelah menjalani pelatihan diri selama banyak kalpa,
mengumpulkan benih-benih karma baik dan kesucian batin, di mana pun ia
terlahirkan pasti akan muncul mustika yang banyaknya tak terhitungkan sesuai
keinginannya.
Biksu Dhammakara juga mengajar dan membina makhluk yang tak
terhitung jumlahnya, menuntun mereka menapaki Jalan Utama hingga mencapai
pencerahan. Ia juga pernah menjelmakan dirinya menjadi beragam bentuk rupa,
mulai dari sesepuh, umat awam, orang terhormat, pejabat, raja, raja dunia, raja
dewa, raja brahma, dan lainnya. Ia juga sering mengadakan puja bakti dengan
mempersembahkan 4 kebutuhan pokok Sangha (Catvarah Pratyayah; makanan, pakaian,
tempat tinggal, dan obat-obatan) kepada para Buddha. Buah kebajikan itu sungguh
tak terlukiskan dan tak tertandingi.
Udara nafasnya selalu wangi dan segar seperti bunga utpala.
Pori-porinya selalu mengeluarkan wangi kayu cendana yang menyerbak hingga ke
berbagai dunia. Wajahnya anggun dan menawan, dan penampilannya sungguh agung.
Dari tangannya ia dapat mengeluarkan mustika yang tiada habis-habisnya,
termasuk pakaian, makanan dan minuman, perhiasan seperti bunga-bunga indah,
dupa wangi, dan kanopi serta panji sutra. Kualitas dan nilai benda-benda itu
semuanya melebihi yang dimiliki para dewa. Ia telah memperoleh banyak jasa-jasa
kebajikan.”
Bab 9 (Biksu Dhammakara
menjadi Amitabha Buddha)
Yang Arya Ananda bertanya kepada Sang Buddha;
“Sang Bhagava, apakah biksu Dhammakara sudah menjadi Buddha?
Apakah beliau sudah parinibbana? Dan di manakah beliau berada pada masa
sekarang?”
Sang Buddha menjawab;
“Yang Arya Ananda. Biksu Dhammakara telah menjadi Buddha
yaitu Amitayus Buddha, juga disebut Amitabha Buddha. Kini beliau ada di tanah
suci bagain barat, jaraknya kira-kira 100.000 koti tanah suci Buddha
(Buddhaksetra). Tanah sucinya bernama Sukhavati.”
Ananda kembali bertanya;
“Sudah berapa lamakah beliau mencapai kebuddhaan, Sang
Bhagava?”
Sang Buddha menjawab;
“Lamanya sudah sepuluh kalpa.”
Bab 10 (Kebajikan dari
Tanah Suci Amitabha Buddha)
Ketahuilah, Yang Arya Ananda. Seluruh permukaan bumi dari
tanah suci Amitabha Buddha terkombinasi dari unsur-unsur emas (Suvarna), perak
(Rupya), lazuardi (Vaidurya), Kristal (Sphatika), bunga karang (Pravada),
indung mutiara (Musaragalva), dan akik (Asmagarbha). 7 jenis permata yang
bermutu tinggi.
Demikian pula lingkungan dari seluruh bumi amat lapang,
luas, besar dan tanpa batas. Permata-permata yang menjadi bumi itu, semua
disusun satu jenis demi satu jenis atau berganti-ganti, sehingga sinarnya
mempesona dan berkilau. Kelihatan demikian indah, megah, jernih dan
menakjubkan, melebihi seluruh dunia di 10 penjuru. Mutu permatanya tidak
berbeda dengan permata surga Paranirmitasvara.
Lagi, Yang Arya Ananda. Di tanah suci Amitabha Buddha tidak
ada 4 musim, maka baik musim semi, gugur, salju, maupun panas, suhunya sama,
tidak dingin atau panas, yang terasa hanya kesegaran dan kenyamanan.
Berkat kebajikan dari Amitabha Buddha, lewat kesaktiannya,
segala benda muncul sesuai kebutuhan rakyatnya. Di alam itu juga tiada Alam
Kesedihan, seperti neraka, setan kelaparan, dan hewan.
Lagi, tanah suci Amitabha Buddha tidak terdapat gunung
Semeru atau gunung Cakravada dan gunung-gunung lain, juga tidak terdapat
samudera, laut dangkal, sungai, selokan, ngarai atau lembah.”
Lalu Ananda bertanya kepada Sang Buddha;
“Sang Bhagava, bagaimanakah tanah suci itu tidak mempunyai
gunung Semeru? Surga-surga dari Catur Maha Raja Kajika dan surga Trayastrimsa
akan bertempat di mana?”
Sakyamuni Buddha menjawab Ananda;
“Yang Arya Ananda. Jika menurut anggapan anda, surga-surga
tersebut harus mempunyai gunung Semeru sebagai pesandaran, maka, surga Yama
terus ke atas hingga surga Akanistha semuanya menyandar kepada apa?”
Yang Arya Ananda berkata, “Karma baik atau jahat, pasti ada
akibatnya. Sungguh makna itu tak mudah diperkirakan, Sang Bhagava.”
Sang Buddha melanjutkan;
“Betul, Yang Arya Ananda. Hukum karma tak mudah
diperkirakan, apalagi, tanah suci-tanah suci yang dimiliki oleh para Tathagata
akan lebih sulit diperkirakan.
Pada hakikatnya, setiap umat dapat memiliki kebajikan dan
kekuatan tergantung dari karma mereka.”
Yang Arya Ananda menjawab;
“Aku sama sekali tidak akan sangsi terhadap Dhamma yang
dibabarkan oleh Sang Bhagava. Hanya demi memberantas keragu-raguan di dalam
pikiran umat pada masa mendatang, maka aku menanyakan tentang maknanya kepada
Sang Buddha.”
Bab 11 (Sinar Tak
Berujung Amitabha Buddha)
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Amitabha Buddha memiliki sinar keagungan
yang amat berwibawa dan paling luhur. Sinar cahaya dari para Buddha tidak dapat
membandinginya. Ada Buddha yang pancaran sinarnya mencapai 7 kaki, atau 1
yojana atau 2, 3, 4, 5 yojana, atau mencapai satu tanah suci Buddha. Ada Buddha
yang sinar keagungannya dapat memancar ke seratus atau seribu tanah suci
Buddha.
Sinar keagungan Amitabha Buddha dapat memancar hingga ke tanah
suci di bagian timur yang banyaknya bagaikan butiran pasir di sungai Gangga.
Demikian pula di sebelah selatan, barat, utara, timur laut, tenggara, barat
daya, barat laut, bagian atas, dan bawah.
Maka dari itu, Amitayus Buddha disebut sebagai;
Cahaya Tak Terbatas (Amitabha),
Terang Tak Terbatas (Amitaprabha),
Kecemerlangan Tak Terhingga (Amitaprabhasa),
Cahaya Tiada Akhir (Asamaptaprabha),
Cahaya Tiada Melekat (Asangataprabha),
Cahaya Proses dari Menyala (Prabhasikhotsrstaprabha),
Cahaya Manikam Surga (Sadivyamaniprabha),
Cahaya dari Raja Sinar yang Bersinar Abadi (Apratmatarasmirajaprabha),
Cahaya Terindah (Rajaniyaprabha),
Cahaya Terkasih (Premaniyaprabha),
Cahaya Terbahagia (Pramodaniyaprabha),
Cahaya Paling Mempesona (Sangamaniyaprabha),
Cahaya Tergembira (Uposaniyaprabha),
Cahaya Tiada Henti (Anibandhaniyaprabha),
Cahaya Penuh Kuasa (Ativiryaprabha),
Cahaya Tiada Bandingan (Atulyaprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Raja Indra (Abhibhuyanarendrabhutrayendraprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Bulan Dan Matahari (Srantasancayendusuryajihmikaranaprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Lokapala, Sakra, Brahma, Suddhavasa, Mahasvara, dan Dewa Jihmikarana (Abhibhuyalokapala sakra brahma suddhavasa mahasvara devajihmikara naprabha).
Terang Tak Terbatas (Amitaprabha),
Kecemerlangan Tak Terhingga (Amitaprabhasa),
Cahaya Tiada Akhir (Asamaptaprabha),
Cahaya Tiada Melekat (Asangataprabha),
Cahaya Proses dari Menyala (Prabhasikhotsrstaprabha),
Cahaya Manikam Surga (Sadivyamaniprabha),
Cahaya dari Raja Sinar yang Bersinar Abadi (Apratmatarasmirajaprabha),
Cahaya Terindah (Rajaniyaprabha),
Cahaya Terkasih (Premaniyaprabha),
Cahaya Terbahagia (Pramodaniyaprabha),
Cahaya Paling Mempesona (Sangamaniyaprabha),
Cahaya Tergembira (Uposaniyaprabha),
Cahaya Tiada Henti (Anibandhaniyaprabha),
Cahaya Penuh Kuasa (Ativiryaprabha),
Cahaya Tiada Bandingan (Atulyaprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Raja Indra (Abhibhuyanarendrabhutrayendraprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Bulan Dan Matahari (Srantasancayendusuryajihmikaranaprabha),
Cahaya Melampaui Cahaya Lokapala, Sakra, Brahma, Suddhavasa, Mahasvara, dan Dewa Jihmikarana (Abhibhuyalokapala sakra brahma suddhavasa mahasvara devajihmikara naprabha).
Sakyamuni Buddha melanjutkan penjelasannya;
“Yang Arya Ananda. Barangsiapa yang dapat kesempatan
menemukan sinar keagungan Amitabha Buddha yang demikian terang menderang itu,
ke-3 Kotoran (ketamakan, kebencian, kebodohan) yang pernah dimilikinya akan
lenyap total. Baik lahir maupun batin dari mereka akan terasa lemah lembut,
terasa halus budi dan bersemangat riang gembira.
Demikian pula jika para makhluk ynag berada di 3 Alam
Sengsara sedang menderita berbagai sengsara, setelah mereka menemukan sinar
tersebut mereka dapat terlepas dari penderitaan, dan tiada lagi rasa sakit dan
kecemasan. Dan apabila usia mereka telah habis segeralah terbebas dari alam
kesedihan tersebut.
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, oleh karena sinar keagungan
Amitabha Buddha demikian terang hingga dapat menyinari tanah suci-tanah suci
dari para Buddha yang berada di 10 penjuru, maka tak akan ada seorang pun yang
tidak pernah mendengar nama beliau. Seperti halnya kini Aku menyanjung
kemegahan kebajikan Amitabha Buddha, para Buddha, Bodhisattva, Pratyekabuddha
dan para sravaka juga memuji jasa-jasanya.
Seandainya terdapat umat setelah mendengar kemegahan
kebajikan Amitabha Buddha, semangat dan keluhuran beliau, kemudian dengan
sepenuh hati memuliakan namanya, di siang maupun malam hari. Maka, umat itu
akan dilahirkan di alam Sukhavati sesuia keinginannya. Perbuatan yang terpuji
dari sang umat tersebut akan selalu dipuji oleh para Bodhisattva serta para
sravaka. Lagi, para Buddha dan Bodhisattva di 10 penjuru, sebagaimana mereka
memuji kemegahan kebajikan Amitabha Buddha, begitu pula mereka akan selamanya memuji
kebajikan para umat itu, hingga sang umat mencapai pencerahan.”
Sang Buddha berkata lagi;
“Sinar keagungan dan kemegahan Amitabha Buddha demikian
agung dan menakjubkan. Walau Aku mengisahkannya setiap siang dan malam lamanya
hingga satu kalpa, tetapi sulit dituntaskan.”
Bab 12 (Usia Tak
Terbatas Amitabha Buddha)
Sang Buddha kembali berkata kepada Ananda;
“Lagi, Yang Arya Ananda. Tahukah anda, usia kehidupan
Amitabha Buddha panjangnya sungguh tidak dapat dihitung. Seandainya semua
makhluk yang berada di 10 penjuru dunia telah mendapat tubuh manusia, dan telah
mencapai kesucian sebagai sravaka atau Pratyekabuddha. Jika semua bersama-sama
menghitung usia Amitabha Buddha dengan kecerdasan mereka, walau lamanya hingga
ratusan juta kalpa, masa kehidupan dari Amitabha Buddha tidak akan terhitung
oleh mereka.
Demikian pula para Bodhisattva, para sravaka serta para dewa
dan manusia yang berada di tanah suci Amitabha Buddha, panjangnya usia mereka
juga sulit dihitung atau diumpamakan dengan perkataan yang tepat.”
Bab 13 (Makhluk Suci
Yang Tak Terkirakan Banyaknya)
“Lagi, Yang Arya Ananda. Jumlah para Bodhisattva, sravaka
yang berada di tanah suci Amitbha Buddha juga tidak dapat diperkirakan. Mereka
semua telah menguasai berbagai Dhamma secara mendalam, serta kemampuan luar biasa
lainnya. Mereka dengan kekuatan batinnya dapat meletakkan seluruh dunia di
dalam genggaman mereka.”
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Para sravaka dan Bodhisattva yang
menghadiri persamuan agung pertama di tanah suci Amitabha Buddha, jumlahnya
sungguh sulit diperhitungkan dengan ilmu matematika. Seandainya terdapat
ratusan juta koti manusia yang seperti Maha Maudgalyayana, dalam waktu selama
asamkheya kalpa hingga mereka semua mencapai parinibbana, mereka menghitung
jumlah hadirin tersebut. mereka tidak akan mampu mengetahui jumlahnya yang
pasti. Jumlah yang hadirinnya boleh diumpamakan sebuah samudera yang amat luas.
Seandainya, seseorang memotong rambutnya menjadi 100 bagian,
setiap bagian rambutnya dikaitkan dengan setetes air laut. Bagaimana pikirmu?
Berapa banyakkah tetesan air laut yang terkumpul dari seluruh rambut orang itu?
Apakah tetesan air itu lebih banyak dibandingkan denga air samudera itu?”
Ananda menjawab Sang Buddha;
“Sang Bhagava, menurutku jumlah tetesan air yang dikumpulkan
dengan potongan rambut orang itu tidak sebanding dengan laut tersebut. Hal itu
tak dapat dihitung dengan alat penghitung atau diumpamakan dengan perkataan
yang tepat.”
Kemudian Sang Buddha berkata kepada Yang Arya Ananda;
“Maka dari itu, Yang Arya Ananda. Kepintaran dari Maha
Maudgalyayana yang hendak mengetahui jumlah dari para Bodhisattva dan sravaka
yang berkumpul di persamuan agung yang pertama di Tanah Suci Amitabha Buddha
itu tidak mudah.
Walaupun mereka telah menggunakan waktu hingga ratusan juta
koti nayuta kalpa. Hanya jumlah tetesan air yang dikumpulkan oleh rambut orang
itu saja yang dapat diketahui. Yang tidak dapat mereka ketahui adalah jumlah
air samudera itu.”
Bab 14 (Pepohonan
Mustika)
“Lagi, Yang Arya Ananda. Seluruh bumi dari tanah suci
Amitabha Buddha penuh dengan pohon yang dibuat dari 7 jenis permata, seperti
emas, perak, lazuardi, kristal, bunga karang, akik, dan indung mutiara. Ada
juga pohon-pohon yang terbuat dari 2 jenis permata, 3 atau 7 jenis permata.
Ada pepohonan emas dengan daun, bunga, dan buah perak. Ada
pepohonan perak dengan daun, bunga dan buah emas. Ada pepohonan lazuardi dengan
daun, bunga, dan buah Kristal. Ada pepohonan Kristal dengan daun,bunga, dan
buah lazuardi. Ada pepohonan bunga karang dengan daun, bunga dan buah akik. Ada
pepohonan bunga karang dengan daun, bunga dan buah lazuardi. Ada pepohonan
indung mutiara dengan baik daun, bunga dan buah yang terbuat dari 7 jenis
permata.
Ada pepohonan mustika berakar emas, dengan batang perak,
dahan lazuardi, ranting Kristal, daun bunga karang, bunga akik, dan buah indung
mutiara.
Ada pepohonan mustika berakar perak, dengan batang lazuardi,
dahan Kristal, ranting bunga karang, daun akik, bunga indung mutiara, dan buah
emas.
Ada pepohonan mustika berakar lazuardi, dengan batang
Kristal, dahan bunga karang, ranting akik, daun indung mutiara, bunga emas dan
buah perak.
Ada pepohonan mustika berakar Kristal, dengan batang bunga
karang, dahan akik, ranting indung mutiara, daun emas, bunga perak dan buah
lazuardi.
Ada pepohonan mustika berakar bunga karang, dengan batang
akik, dahan indung mutiara, ranting emas, daun perak, bunga lazuardi, dan buah
Kristal.
Ada pepohonan mustika berakar akik, dengan batang indung
mutiara, dahan emas, ranting perak, daun lazuardi, bunga Kristal, dan buah
bunga karang.
Ada pepohonan mustika berakar indung mutiara, dengan batang
emas, dahan perak, ranting lazuardi, daun Kristal, bunga karang dan buah akik.
Yang Arya Ananda. Setiap pohon mustika tersebut tersusun
sejajar satu sama lain, batang dengan batang, dahan dengan dahan, daun dengan
daun, bunga dengan bunga, dan buah dengan buah. Pepohonan itu berwarna dan
bersinar di luar kemampuan penglihatan orang biasa. Saat angin sepoi-sepoi
menghembusi barisan pepohonan itu maka pepohonan mustika itu akan menggemakan 5
macam suara yang iramanya demikian lembut dan selaras.”
Bab 15 (Pohon Bodhi
Pada Mandala Amitabha Buddha)
Lagi, Yang Arya Ananda. Pohon Bodhi yang berada di mandala
milik Amitabha Buddha tingginya 4 juta yojana. Batangnya berdiameter 5 ribu
yojana. Dahan dan dedaunannya mencapai diameter 200 ribu yojana. Pohon Bodhi
itu diciptakan oleh Amitabha Buddha dengan berbagai permata dan disertai dengan
raja permata seperti Candramani dan Sagaracakradharamani.
Setiap ujung ranting pohon Bodhi itu digantungkan dengan
untaian manikam (Keyura Mustika), dan dapat memancarkan ratusan juta sinar yang
dapat berubah-ubah warna. Amat terang dan dapat memancar hingga jarak yang
jauhnya tak terhingga. Jaring-jaring mustika yang amat halus dan berkilau itu
dibentangkan selapis demi selapis di seluruh puncak pepohonan mustika.
Jaring-jaring mustika itu dapat mengeluarkan suara
Buddha-Dhamma yang menakjubkan saat diterpa angin sepoi-sepoi. Nadanya dapat
terdengar hingga berbagai tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru. Makhluk
yang dapat mendengarnya akan mencapai batin tak tergoyahkan, taat pada
Buddha-Dhamma tanpa mungkin mundur lagi. Bahkan, walaupun mereka belum mencapai
kebuddhaan, mereka sudah pasti akan terbebas dari penderitaan.
Mata mereka akan mampu melihat segala sesuatu, telinga
mereka akan mampu mendengar segala jenis suara, hidung mereka akan mampu
mencium segala macam aroma, lidah mereka akan mampu merasakan segala rasa,
tubuh mereka akan mampu menyentuh segala cahaya, dan pikiran mereka akan mampu
menangkap segala objek tak terbentuk. Keenam indera mereka akan menjadi begitu
murni dan luar biasa tanpa halangan.
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, apabila para dewa dan manusia
yang berada di alam Sukhavati melihat pohon Bodhi yang demikian menakjubkan,
segeralah mereka memperoleh 3 jenis Dhammaksanti.
Pertama, Ghosanaguta Dhammaksanti; mengerti makna Dhamma
dengan mendengarkannya. Kedua, Anulomiki Dhammaksanti; jiwa dan raga menjadi
lembut. Ketiga, Anutpattika Dhammaksanti; batin seimbang tanpa melekat pada
sesuatu. Semua pencapaian itu adalah berkat kekuatan batin disertai dengan
kekuatan Ikrar Agung, pelaksanaan Ikrar Agung, kemurnian Ikrar Agung, keteguhan
Ikrar Agung, serta keutamaan Ikrar Agung dari Amitabha Buddha.
Bab
16 (Pepohonan Musik)
Kemudian Sakyamuni Buddha memberitahukan Ananda;
“Yang Arya Ananda. Raja-raja di alam manusia ini memiliki
100.000 macam musik di negerinya masing-masing, dan suara musik yang termerdu
adalah dari raja dunia (Cakravartin) hingga surga keenam, surga
Paranirmitavasavartin. Alunan musik semakin merdu 10 juta koti kali lipat
setiap satu tingkat alam.
Akan tetapi, Yang Arya Ananda. Walaupun 10.000 musik dari
surga keenam dibunyikan maka kemerduannya kalah 1.000 kali lipat dibandingkan
dengan satu musik yang berbunyi dari pohon mustika di tanah suci Amitabha
Buddha.
Ketahuilah, pepohonan itu biasanya memainkan 10.000 macam
jenis musik. Musik yang berkumandang bertemakan Buddha-Dhamma yang demikian
suci, jelas, indah, dan harmonis. Sungguh suara musik yang paling terkemuka di
antara semua suara musik yang ada di 10 penjuru.
Bab 17 (Istana-Istana
dan Pagoda-Pagoda)
Lagi, Yang Arya Ananda. Semua aula, asrama, istana, dan
pagoda yang ada di tanah suci Amitabha Buddha terbuat dari 7 macam permata
dengan kesaktian Amitabha Buddha. Di puncak bangunan-bangunan tersebut dipasang
tali bersilang yang dibuat dari bahan-bahan seperti mutiara murni dan
candramani sehingga terlihat berkilau dan amat menarik.
Bab 18 (Kolam-kolam
Mustika)
Lagi, Yang Arya Ananda. Baik di dalam maupun di luar
bangunan-bangunan itu terdapat kolam-kolam teratai (Padma), diameternya mulai
dari 10 yojana, 20 atau 30 hingga 100.000 yojana. Semua bentuk, luas, dan
kedalaman kolam-kolam itu sebanding.
Kolam-kolam tersebut dipenuhi dengan air yang bersifat 8
sifat Kebajikan, suci dan harum, manis seperti madu. Dasar kolam emas ditutupi
hamparan pasir perak. Dasar kolam perak ditutupi hamparan pasir emas. Dasar
kolam Kristal ditutupi hamparan pasir lazuardi. Dasar kolam lazuardi ditutupi
hamparan pasir Kristal. Dasar kolam bunga karang ditutupi hamparan pasir ambar.
Dasar kolam ambar ditutupi hamparan pasir bunga karang. Dasar kolam indung
mutiara ditutupi hamparan pasir akik. Dasar kolam akik ditutupi hamparan pasir
indung mutiara. Dasar kolam giok putih ditutupi hamparan pasir emas ungu. Dasar
kolam emas ungu ditutupi hamparan pasir giok putih. Terdapat juag kolam yang
terbuat dari 2, 3, bahkan 7 macam permata.
Di sekeliling kolam-kolam itu tumbuh pohon-pohon cendana
yang berdaun lebat dan berbunga subur. Wangi pohon cendana itu menyebar ke
seluruh alam Sukhavati.
Di permukaan air di dalam kolam-kolam itu banyak tumbuh
berbagai jenis bunga teratai, seperti utpala, padma, kumada, dan pundarika.
Semuanya memancarkan beraneka sinar berwarna-warni.
Saat para Bodhisattva dan sravaka masuk ke dalam kolam
teratai itu, jika ada yang ingin ketinggian air merendam kedua kakinya, akan
segeralah airnya merendam kedua kakinya. Jika ada yang ingin air meninggi
hingga ke lututnya, akan segeralah air meninggi hingga merendam lututnya. Jika
ada yang ingin airnya merendam sampai ke pinggangnya, akan segeralah air
meninggi hingga merendam pinggangnya. Jika ada yang ingin airnya merendam
sampai ke lehernya, akan segeralah air meninggi hingga merendam lehernya.
Apabila ada yang ingin badannya disiram dengan air itu, maka
airnya akan bagaikan air terjun dan terus menerus menyiramkan air segar ke
seluruh badannya. Setelah mandi, jika ada yang menghendaki airnya kembali pada semula,
segeralah air tersebut terlihat tidak berbeda dengan sebelumnya.
Temperatur dari air kolam teratai dapat diubah-ubah sesuai
keinginan, ingin dingin atau hangat. Barangsiapa yang pernah mandi di kolam
teratai itu, pastilah ia akan merasa badannya amat enak, sehat dan semangatnya
demikian menyala, juga segala kekotoran batin hilang total.
Lagi, Yang Arya Ananda. Air di dalam kolam teratai itu,
demikian jernih, murni, dan sulit dilihat, hanya terlihat butiran-butiran pasir
dari berbagai permata bercahaya kilau kemilau di dasar kolam, walaupun
kedalamannya kolam demikian dalam hingga tak terhingga pun dapat terlihat
dasarnya.
Lagipula pada setiap kolam terdapat banyak saluran air
laksana sungai permata yang indah. Air di dalam sungai itu mengantar air dari
kolam yang satu ke kolam yang lainnya, kemudian airnya mengalir dan kembali ke
asalnya. Pergerakan airnya tenang sekali, tidak begitu cepat juga tidak begitu
lambat.
Aliran itu selalu mengeluarkan suara yang amat merdu.
Suaranya mengumandangkan berbagai ajaran Buddha yang bermanfaat untuk para umat
di tanah suci itu. Siapapun dapat mendengarkannya suara yang menerangkan
Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Ada juga suara-suara yang mengumandangkan ketenangan
(Aranyaka), kekosongan (Sunya), ketanpa-akuan (Anatman), cinta kasih (Maha
Maitri) dan belas kasih (Maha Karuna), ketentuan pelaksanaan Bodhisattva
(Paramita), 10 kekuatan Buddha (Dasabalani), daya tanpa ketakutan (Abhaya),
Dhamma tanpa kesamaan (Avenika Dhamma), daya gaib dan kebijaksanaan (Sarva
Abhijna Mati), tanpa perbuatan (Anabhisamskara), penciptaan (Abhava),
kemusnahan (Anirodha), menetapkan batin pada nibbana (Anutpattikadhammaksanti),
hingga suara-suara yang menerangkan wisuda secara kerajaan
(Abhisekabhumipratilambha), dan lainnya.
Suara-suara yang bermanfaat itu didengar sesuai dengan bakat
dan keinginan si pendengar agar dengan hati yang riang gembira mereka dapat
menerima Dhamma yang mengajarkan keluhuran, pelepasan nafsu, dan nibbana.
Dengan kekuatan Triratna, ketanpa-takutan, Dhamma tanpa kesamaan, serta dengan
petunjuk dan kebijkasanaan dari para Bodhisattva dan sravaka.
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, di tanah suci Amitabha Buddha
tidak ada nama-nama 3 alam sengsara, yang ada hanya suara yang merdu didengar.
Maka itu, tanah suci itu dinamakan Sukhavati atau Alam Kebahagiaan Tertinggi.
Bab 19 (Penduduk Tanah
Suci Amitabha Buddha)
Yang Arya Ananda. Para makhluk yang dilahirkan di tanah suci
Amitabha Buddha, semua memiliki tubuh fisik yang amat suci murni, suara yang
merdu, dan juga memiliki berbagai kekuatan batin.
Istana yang dihuni para rakyat alam Sukhavati, pakaian,
makanan dan minuman, dan semua hiasan, seperti bunga-bunga dan dupa,
benda-benda itu hampir menyerupai yang ada di surga keenam.
Apabila sudah tiba waktunya makan, di dalam ruang makan akan
muncul mangkuk yang terbuat dari 7 macam permata. Mangkuk yang terbuat dari
emas, perak, lazuardi, indung mutiara, akik, bunga karang, amber, candramani,
dan lainnya, muncul sesuai keinginan para umat. Mangkuk-mangkuk itu secara
spontan telah terisi penuh dengan makanan dan minuman yang memiliki ratusan
aroma dan rasa. Walaupun hidangan itu telah muncul, namun, tidak ada seorang
pun yang memakannya.
Mengapa demikian? Sebab umat yang telah melihat santapan
itu, dan telah mencium aroma yang sangat enak itu, secara spontan juga mereka
akan merasa puas dan kenyang. Mereka sudah menikmati seluruh santapan yang ada
tanpa perlu menelannya. Setelah waktu makan berlalu, mangkuk-mangkuk serta
makanan-makanan tadi pun lenyap total, hingga waktu makan tiba lagi segalanya
muncul kembali seperti biasa.
Alam Sukhavati demikian suci, damai, dan menakjubkan, hanya
sedikit di bawah keadaan nibbana, yang terbebas dari sebab-akibat.
Yang Arya Ananda. Para Bodhisattva, Sravaka, serta para dewa
dan manusia, yang berada di alam Sukhavati, baik bentuk maupun kecerdasannya
semuanya hampir serupa. Hanya saja, demi sesuai dengan adat-istiadat mereka
yang datang dari berbagai dunia yang berbeda-beda, maka istilah seperti ‘dewa’
dan ‘manusia’ masih tetap dipakai di tanah suci Amitabha Buddha. Pada
hakikatnya, mereka bukan beridentitas dewa juga bukan beridentitas manusia.
Badan jasmani mereka adalah badan ciptaan alamiah yang paling unik. Penampilan
dan wajah mereka menawan tiada tandingan.
Sang Buddha memberitahu kepada Ananda;
“Yang Arya Ananda. Umpamanya, terdapat seorang pengemis di
dunia berdiri di sisi seorang raja yang perkasa. Dapatkah anda bayangkan
perbandingan antara penampilan si pengemis dengan raja itu?”
Ananda menjawab
pertanyaan Sakyamuni Buddha;
“Sang Bhagava. Apabila orang semacam itu berdiri di samping
seornag raja, maka penampilan si pengemis, jarak ukuran cantik-jeleknya akan
menjadi ratusan juta koti kali lipat di bawah sang raja, atau sulit
diperumpakan.
Mengapa demikian? Si pengemis adalah kaum rendahan, dan
pakaiannya tidak dapat menutupi seluruh bagian tubuhnya karena compang-camping
ia bahkan sulit untuk bertahan hidup. Hidupnya selalu merasakan kelaparan,
kedinginan dan kegelisahan, jauh di bawah standardisasi seorang manusia.
Semua kesengsaraannya berasal dari kehidupan masa silamnya,
mereka tidak menanam benih karma baik. Kaya raya namun kikir. Mereka tidak mau
membagikan sedikit kekayaannya untuk orang lain. Mereka hanya cenderung tamak
dan bernafsu memiliki segala yang belum ia miliki, tidak pernah lelah dalam
memuaskan keserakahannya. Ia tidak percaya pada perbuatan baik dan perbuatan
jahatnya setinggi gunung.
Apabila mereka telah meninggal dunia, harta dan
barang-barang berharganya sedikit demi sedikit habis semua. Harta benda yang
dikumpulkan dengan kerja keras, dan menyebabkannya sedih dan derita, akhirnya
tidak ada yang tersisa, semuanya kini berada di tangan orang lain.
Tanpa kebaikan dan kebajikan, setelah kematian ia jatuh ke alam
sengsara untuk menjalani penderitaan yang amat panjang. Hingga suatu saat, buah
karma buruknya telah habis, meskipun terlahir di alam manusia, namun ia akan
menjadi orang yang terhina, bodoh dan kotor.
Seorang raja adalah yang terhormat di antara banyak manusia,
karena kebajikan yang telah dikumpulkan pada kehidupan masa lampaunya. Penuh
perhatian dan murah hati, ia memberikan bantuan kepada yang memerlukannya
dengan perasaan cinta kasih. Ia amat menjunjung tinggi kejujuran dan
mengumpulkan segala macam karma baik, tidak pernah terlibat perselisihan.
Setelah meninggal dunia, karena adanya dukungan dari karma
baik, ia terlahir kembali di alam bahagia. Ia dapat juga terlahir di surga
untuk menikmati kebahagiaan. Dengan kekayaan kebajikan yang masih tersisa
banyak, ia terlahir kembali ke alam manusia di dalam keluarga kerajaan. Lahir
sebagai orang mulia, bahkan penampilannya amat rupawan. Dihormati dan diabdi
oleh semua rakyatnya, ia menggenakan pakaian mewah, dan menikmati makanan lezat
sesuai seleranya. Dengan dukungan kebajikan yang pernah ia kumpulkan pada
kehidupan lampau, kini, raja menikmati kehidupan sebagai seorang raja.”
Sang Buddha berkata;
“Betul, Yang Arya Ananda. Ucapanmu tidak salah sedikitpun.
Akan tetapi, walaupun kedudukan raja itu demikian berwibawa
serta mulia, penampilannya demikian menawan, bila raja itu dibandingkan dengan
raja dunia, raja itu terlihat hina dan dekil, dan keadaannya tidak berbeda
seperti seorang pengemis yang berada di sisinya.
Lagi, walaupun penampilan dari raja dunia sedemikian
mengagumkan, dan keanggunannya selalu dipuji dengan nilai nomor satu di alam
semesta, tetapi bila dibandingkan dengan raja dewa surga Trayastrimsa ia akan
kalah 10.000 koti kali lipat. Bila raja dewa surga Trayastrimsa dibandingkan
dengan raja dewa surga keenam maka ia akan kalah 100.000 koti kali lipat.
Apabila raja dewa surga keenam itu dibandingkan dengan para Bodhisattva,
Sravaka dan lainnya yang berada di tanah suci Amitabha Buddha, yang
penampilannya berkilau dan merona itu, raja dewa surga keenam tersebut akan
kalah hingga ratusan juta koti kali lipat.”
Bab 20 (Keagungan Tanah
Suci Amitabha Buddha)
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Tahukah anda, para dewa, manusia dan
makhluk-makhluk lainnya yang berada di tanah suci Amitabha Buddha jika
memerlukan sesuatu, seperti pakaian, makanan dan minuman, bunga dan dupa, gandha,
keyura, payung sutra, panji-panji dan berbagai bendera hnigga suara yang
berirama merdu, perumahan-perumahan seperti istana mewah, pagoda agung,
gedung-gedung bertingkat, dan lainnya, maka hanya dengan sekejap merenung saja
barang yang diperlukan itu telah berada di depan mereka.
Dan benda-benda tersebut sesuai keinginan mereka, terbentuk
dari satu jenis permata, 2 jenis, atau jenis yang tak terhingga. begitu juga
bentuk, warna, panjang dan ukurannya semua itu dapat menuruti kehendak umat
yang memerlukannya.
Apalagi di tanah suci Amitabha Buddha banyak jubah berharga
dan pakaian-pakaian indah berhamburan merata di atas buminya, sehingga para
dewa dan manusia berjalan di atas pakaian-pakaian tersebut.
Lagi, Yang Arya Ananda. Jaring-jaring mustika yang jumlahnya
tak terhingga terpasang di atas langit dan tali jaringannya semua terbuat dari
benang emas disertai dengan butiran mutiara, di tengah-tengah tali emas
ditempeli dengan 100.000 macam permata untuk mengindahkan perhiasan itu.
Lagi, di sekeliling jaringan mustika itu tergantung lonceng
mustika yang jumlahnya banyak sekali dan semua memancarkan kilauan cahaya. Amat
indah sekali.
Saat angin sepoi-sepoi bertiup akan terasa segar dan lembut,
tidak terlalu dingin ataupun terlalu panas. Angin tidak begitu kencang juga
tidak begitu lemah, dan menghembusi semua lonceng mustika serta semua pepohonan
mustika, maka terdengarlah berbagai jenis suara merdu yang menerangkan Dhamma
beserta aroma yang mengandung 10.000 jenis wewangian lembut.
Siapa saja yang mencium keharumannya akan segera melenyapkan
kekotoran lahir maupun kekotoran batin mereka. Dan, apabila badan mereka telah
tersentuh oleh angin lembut dan harum itu pasti akan timbul perasaan amat riang
gembira, sehingga perasaan mereka seperti seorang biksu yang sedang berada di
dalam Samadhi nirodhasamapatti, tenang sekali.
Lagi, Yang Arya Ananda. Angin lembut dan harum itu mengantar
kuntum-kuntum bunga mandarava ke seluruh alam Sukhavati, turun menurut warnanya
sebagian demi sebagian hingga demikian teratur tidak kacau sedikit pun.
Bunganya harum, sangat lembut dan ringan serta mengkilap. Karena jumlah
bunga-bungaan terlalu banyak apabila orang berjalan di atas hamparan
bunga-bunga itu kakinya sering terjerumus ke bawah bunga kira-kira 4 inci
dalamnya. Akan tetapi, setelah kaki mereka diangkat lantas akan rata kembali
tanpa bekas sedikitpun seperti sebelumnya.
Apabila bunga tersebut telah dipakai oleh para umat untuk
memuja para Tathagata di 10 penjuru, permukaan tanah lantas retak dan sisa-sisa
bunga semua habis ditelan ke dalam bumi, hingga bersih total tanpa ketinggalan
sekuntum pun.
Dan sesuai dengan jadwal, angin yang mengantar bunga-bungaan
itu berhembus 3 kali pada siang hari dan 3 kali pada malam hari.
Lagi, Yang Arya Ananda. Bunga-bunga teratai yang memenuhi
kolam teratai di tanah suci itu, seperti bunganya mempunyai daun kelopak yang
banyaknya hingga 100.000 koti dan semuanya bersinar. Yang berwarna biru
memancarkan sinar biru. Yang berwarna putih memancarkan sinar putih. Yang
berwarna hitam, kuning, merah, dan ungu. Semuanya bersinar sesuai warnanya.
Amat indah dan cemerlang. Sinar cahayanya tidak kalah bila dibandingkan dengan
sinar bulan dan sinar matahari.
Setiap teratai mempunyai 3,6 juta koti pancaran sinar,
setiap sinar terdapat 3,6 juta koti jelmaan Buddha di tengah-tengahnya, semua
jelmaannya berbadan emas, dapat memancarkan 100.000 jenis cahaya hingga 10
penjuru untuk mengumandangkan Dhamma Luhur kepada para umat di berbagai dunia.
Amitabha Buddha mampu menjelma menjadi jumlah yang tak terkira untuk berada di
setiap daerah di tanah sucinya.
Bab 21 (Kepastian
Pencapaian Kebuddhaan)
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Para makhluk yang terlahir di alam Sukhavati semuanya tergolong
umat yang memasuki jalan benar dan pasti mencapai kebodhian. Mengapa? Karena
pada tanah suci Amitabha Buddha tidak ada kelompok umat yang tidak menapaki
jalan benar dan mencapai kebodhian, serta tidak ada yang kelompok umat yang
diliputi keragu-raguan.
Bab 22 (Tiga Kelompok
Penitis)
Para Buddha dari dunia di 10 penjuru yang banyaknya seperti
butiran pasir sungai Gangga, semuanya amat memuji jasa-jasa dan semangat yang
amat mengagumkan dari Amitabha Buddha.
Seandainya ada umat yang setelah mendengar namanya
menumbuhkan keyakinan dan kebahagiaan dengan pikiran yang terfokus. Kemudian
muncul keinginan yang kuat untuk terlahir di alam Sukhavati, lalu selalu
menyalurkan jasa-jasa kebajikannya kepada semua makhluk, maka umat itu pasti dapat
terlahir di sana dengan tingkat kebijaksanaan yang tak mundur lagi. Terkecuali,
sebelumnya mereka pernah melakukan salah satu dari 5 Dosa Berat, atau pernah
memfitnah Dhamma Sejati.
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Para dewa dan manusia di dunia di 10 penjuru, yang
sungguh-sungguh ingin terlahir di alam Sukhavati terbagi tiga kelompok.
Kelompok Tingkat Tertinggi adalah mereka yang hidup tanpa
keluarga, atau yang meninggalkan keluarga, dan menjadi biksu. Mereka
mengembangkan Bodhicitta dan hanya merenungkan Amitabha Buddha terus menerus.
Mereka mengumpulkan banyak jasa-jasa kebajikan dan berkeinginan teguh terlahir
di alam Sukhavati.
Pada saat mereka meninggal dunia, Amitabha Buddha bersama
rombongan sucinya akan muncul di hadapan sang umat. Kemudian sang umat akan
mengikuti Sang Tathagata ke tanah suci Buddhanya. Mereka akan secara spontan
terlahir lewat bunga teratai yang terbuat dari 7 macam mustika dan tingkat
pencapaian mereka adalah tekad tanpa kemunduran. Kebijaksanaan mereka juga
tajam dan menguasai kekuatan batin.
Maka, Yang Arya Ananda. Umat yang pada kehidupan sekarang
ini berhasrat melihat Amitabha Buddha dan terlahir di tanah sucinya, mereka harus membangkitkan
Bodhicitta-nya secepat mungkin, lalu dengan tekad bulat mempraktikkan Dhamma
Luhur yang diajarkan para Tathagata.
Di samping itu, banyak beramal jasa-jasa kebajikan dalam
skala besar. Kemudian semua jasa-jasa yang diperoleh harus disalurkan kepada
seluruh makhluk dengan harapan dirinya dapat terlahir di alam Sukhavati.
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Sekarang kita akan melanjutkan tentang
Kelompok Tingkat Menengah.
Para dewa, manusia dan makhluk-makhluk lain yang berada di
dunia di 10 penjuru, mereka yang telah menggerakkan hati ingin terlahir di alam
Sukhavati. Namun mereka tidak mendapat kesempatan untuk menjadi seorang suci
seperti sramana, tidak mendapat kesempatan mengamalkan jasa-jasa kebajikan
dalam skala besar.
Makanya, yang terpenting mereka harus menggerakkan
Bodhicitta-nya dan selalu memiliki tekad merenungkan dan memuliakan nama
Amitabha Buddha sambil mengumpulkan jasa-jasa kebajikan semampunya. Kebajikan
yang dapat mereka lakukan adalah dengan mempelajari Buddha-Dhamma, mendirikan
tempat suci umat Buddha, memajang gambar Buddha, berdana makanan kepada Sangha,
menggantungkan panji sutra, menerangi tempat-tempat suci umat Buddha,
mempersembahkan bunga dan dupa kepada Buddha.
Kemudian semua jasa-jasa yang diperoleh harus disalurkan
kepada seluruh makhluk dengan harapan dirinya dapat terlahir di alam Sukhavati.
Apabila sang umat meninggal dunia, Amitabha Buddha akan
menjelma menjadi seorang jelmaan Buddha yang berupa amat indah dan seluruh
badannya memancarkan sinar emas yang terang menderang. Kemudian tubuh jelmaan
itu bersama-sama rombongan sucinya menampakkan diri di depan si umat, segeralah
si umat yang bahagia itu disambut tubuh jelmaan itu dan para rombongannya untuk
dilahirkan di alam Sukhavati.
Umat itu akan mengikuti rombongan suci itu ke tanah suci
Amitabha Buddha, dan menitis di sana dengan status tekad tanpa goyah. Hanya
saja, kebajikan dan kebijaksanaan umat itu setingkat di bawah umat Kelompok
Tingkat Teratas.
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Yang Arya Ananda, Yang terlahir di alam Sukhavati dengan
status Kelompok Tingkat Bawah adalah para dewa dan manusia yang berada di dunia
di 10 penjuru yang amat berkeinginan terlahir di sana.
Walaupun mereka tidak mampu mengumpulkan berbagai jasa-jasa
kebajikan, mereka sudah seharusnya menggerakkan Bodhicitta-nya, dan dengan hati
tulus dan tak tergoyahkan bertekad untuk menitis di tanah suci itu. Merenungkan
jasa-jasa Amitabha Buddha serta melafal namanya, walaupun hanya sepuluh kali
saja.
Jika mendengarkan Dhamma yang dibabarkan oleh para arya
harus dengan perasaan suka cita menerima tanpa keragu-raguan. Maka walaupun
hanya sekali saja sang umat merenungkan Amitabha Buddha serta menyebut namanya,
dapatlah mereka terlahir di alam Sukhavati.
Saat umat itu akan meninggal dunia, Amitabha Buddha akan
menemuinya di dalam mimpinya, lalu setelah meninggal dunia ia akan dilahirkan
di tanah suci Amitabha Buddha. Namun kebajikan dan kebijaksanaan mereka
setingkat di bawah umat yang berstatus Kelompok Tingkat Menengah.
Bab 23 (Pujian Para
Buddha)
Sang Buddha kemudian melanjutkan;
Yang Arya Ananda. Semangat Amitabha Buddha sungguh luar
biasa. Para Tathagata yang berada di dunia di 10 penjuru yang jumlahnya tak
terhingga, tak terbatas, terhitung, semuanya menyanjung jasa-jasanya.
Rombongan Bodhisattva yang jumlahnya tak terhitung dan
terbatas dari tanah suci-tanah suci yang berada di sebelah timur, yang
banyaknya bagaikan pasir sungai Gangga, bersama-sama dengan para sravaka,
mengunjungi alam Sukhavati untuk melakukan puja bakti kepada Amitabha Buddha
beserta para Bodhisattva dan para sravakanya.
Kemudian mereka akan menggunakan kesempatan ini untuk
mendengar dan menerima Dhamma Luhur dari Amitabha Buddha, agar dirinya dapat
membantu Amitabha Buddha mengembangkan Buddha-Dhamma ke berbagai alam semesta.
Selain dari timur, rombongan Bodhisattva dan sravaka banyak
juga yang datang dari sebelah selatan, barat, utara, timur laut, tenggara,
barat daya, barat laut, bagian atas dan bagian bawah.
Kemudian Sang Buddha mengucapkan beberapa bait gatha pujian.
“Tanah Suci yang berada di sebelah timur,
jumlahnya seperti pasir di sungai Gangga,
Bodhisattva datang dari berbagai Tanah Suci,
mengunjungi Sukhavati, melihat Amitabha Buddha.
jumlahnya seperti pasir di sungai Gangga,
Bodhisattva datang dari berbagai Tanah Suci,
mengunjungi Sukhavati, melihat Amitabha Buddha.
Di sebelah selatan, barat, hingga utara,
keempat sudut, serta atas dan bawah,
Bodhisattva dari berbagai tanah suci,
mengunjungi Sukhavati, melihat Amitabha Buddha.
keempat sudut, serta atas dan bawah,
Bodhisattva dari berbagai tanah suci,
mengunjungi Sukhavati, melihat Amitabha Buddha.
Para Bodhisattva,
dengan sajian bunga mandarava,
dupa pilihan dan jubah berharga,
mengunjungi Sukhavati, memuja Amitabha Buddha.
dengan sajian bunga mandarava,
dupa pilihan dan jubah berharga,
mengunjungi Sukhavati, memuja Amitabha Buddha.
Musik surga dimainkan dengan hamonis,
suara nyanyian sungguh merdu didengar.
Nyanyiannya berjudul Memuliakan Lokanatha Termulia,
khusus menghormati Amitabha Buddha,
yang menguasai kebijaksanaan dan kekuatan batin,
memasuki pintu Dhamma,
dan melengkapi gudang jasa kebajikannya,
tak seorangpun dapat membandingi kebijaksanaannya.
suara nyanyian sungguh merdu didengar.
Nyanyiannya berjudul Memuliakan Lokanatha Termulia,
khusus menghormati Amitabha Buddha,
yang menguasai kebijaksanaan dan kekuatan batin,
memasuki pintu Dhamma,
dan melengkapi gudang jasa kebajikannya,
tak seorangpun dapat membandingi kebijaksanaannya.
Kebijaksanaannya bersinar bagaikan matahari,
melenyapkan awan kelahiran-kematian.
Demi menghormatinya mereka mengelilingi 3 kali,
dan bersujud kepada Yang Tiada Taranya.
melenyapkan awan kelahiran-kematian.
Demi menghormatinya mereka mengelilingi 3 kali,
dan bersujud kepada Yang Tiada Taranya.
Setelah melihat tanah sucinya yang demikian indah,
sangat ketakjuban nan megah.
Lantas mereka membangkitkan Bodhicitta,
agar negerinya sama dengan alam Sukhavati.
sangat ketakjuban nan megah.
Lantas mereka membangkitkan Bodhicitta,
agar negerinya sama dengan alam Sukhavati.
Amitabha Buddha seketika tergerakkan,
bibirnya tersenyum penuh kegembiraan,
sinar gaib keluar dari mulutnya,
memancar hingga ke dunia di 10 penjuru.
bibirnya tersenyum penuh kegembiraan,
sinar gaib keluar dari mulutnya,
memancar hingga ke dunia di 10 penjuru.
Sinarnya kembali dan mengelilingi badannya 3 kali,
dan menembusi puncak kepalanya.
Seluruh dewa yang melihatnya,
ikut riang dan gembira.
dan menembusi puncak kepalanya.
Seluruh dewa yang melihatnya,
ikut riang dan gembira.
Avalokitesvara Bodhisattva Mahasattva
merapikan jubah, bersujud, dan bertanya,
mengapa Buddha tersenyum riang,
Sang Tathagata menjawabnya.
merapikan jubah, bersujud, dan bertanya,
mengapa Buddha tersenyum riang,
Sang Tathagata menjawabnya.
“Suara Brahma bergemuruh bagai petir,
8 macam musik berbunyi serentak,
Aku akan meresmikan upacara Vyakarana Bodhisattva.
Aku telah menjelaskan dan engkau seharusnya mendengarkan.
8 macam musik berbunyi serentak,
Aku akan meresmikan upacara Vyakarana Bodhisattva.
Aku telah menjelaskan dan engkau seharusnya mendengarkan.
Para Tokoh Suci datang dari dunia di 10 penjuru,
aku telah mengetahui cita-cita mereka,
ingin dilahirkan di Alam Kebahagiaan Tertinggi.
Dan mencapai kebuddhaan.
aku telah mengetahui cita-cita mereka,
ingin dilahirkan di Alam Kebahagiaan Tertinggi.
Dan mencapai kebuddhaan.
Pahamilah semua Dhamma bagaikan;
mimpi, khayalan, dan bunyi.
Mereka akan mengapai tekad suci mereka,
mewujudkan tanah suci seindah tanah suciku.
mimpi, khayalan, dan bunyi.
Mereka akan mengapai tekad suci mereka,
mewujudkan tanah suci seindah tanah suciku.
Ketahuilah, Dhamma bagaikan kilat dan bayangan,
mereka akan menyelesaikan Jalan Bodhisattva,
menyempurnakan jasa-jasa kebajikan mereka,
dan mencapai kebuddhaan.
mereka akan menyelesaikan Jalan Bodhisattva,
menyempurnakan jasa-jasa kebajikan mereka,
dan mencapai kebuddhaan.
Memahami hakikat Dhamma,
segala sesuatu kosong dan tanpa keakuan.
mengembangkan tanah suci Buddha,
mereka pasti dapat mewujudkannya.”
segala sesuatu kosong dan tanpa keakuan.
mengembangkan tanah suci Buddha,
mereka pasti dapat mewujudkannya.”
Para Buddha menyarankan para Bodhisattva,
untuk mengunjungi Sang Buddha yang berada di alam Sukhavati,
untuk mendengarkan Dhamma, memperoleh kebahagiaan dan melatih diri,
dan dengan segera mencapai tingkat kesucian.
untuk mengunjungi Sang Buddha yang berada di alam Sukhavati,
untuk mendengarkan Dhamma, memperoleh kebahagiaan dan melatih diri,
dan dengan segera mencapai tingkat kesucian.
Setelah tiba di tanah suci yang sempurna,
akan segera memperoleh kekuatan batin,
dan Amitabha Buddha akan segera,
memberikan kelancaran menjadi seorang Buddha.
akan segera memperoleh kekuatan batin,
dan Amitabha Buddha akan segera,
memberikan kelancaran menjadi seorang Buddha.
Dengan kekuatan ikrar Sang Tathagata,
siapa pun yang mendengar namanya dan ingin menitis di alamnya,
akan terlahir di tanah sucinya,
dan memperoleh tingkat spiritual yang tak tergoyahkan.
siapa pun yang mendengar namanya dan ingin menitis di alamnya,
akan terlahir di tanah sucinya,
dan memperoleh tingkat spiritual yang tak tergoyahkan.
Para Bodhisattva yang mengikrarkan tekadnya,
berharap tanah sucinya tiada beda dengan alam Sukhavati,
merenungkan dan membawa semua makhluk,
namanya diharumkan hingga dunia di 10 penjuru.
berharap tanah sucinya tiada beda dengan alam Sukhavati,
merenungkan dan membawa semua makhluk,
namanya diharumkan hingga dunia di 10 penjuru.
Kepada banyak koti Buddha,
mereka melayang menuju tanah sucinya,
setelah puja bakti kepada para Buddha,
mereka kembali ke alam Kebahagiaan Tertinggi.
mereka melayang menuju tanah sucinya,
setelah puja bakti kepada para Buddha,
mereka kembali ke alam Kebahagiaan Tertinggi.
Bagi yang tidak memiliki Akar Kebajikan,
takkan dapat mendengarkan Sutra ini,
hanya mereka yang suci dan bermoral,
dapat mendengar Dhamma Luhur.
takkan dapat mendengarkan Sutra ini,
hanya mereka yang suci dan bermoral,
dapat mendengar Dhamma Luhur.
Hanya mereka yang pernah melihat Sang Buddha,
akan meyakini uraian ini.
Dengan rendah hari dan hormat, mendengar dan melaksanakan Dhamma,
akan bersuka cita.
akan meyakini uraian ini.
Dengan rendah hari dan hormat, mendengar dan melaksanakan Dhamma,
akan bersuka cita.
Mereka yang sombong dan gelap batinnya,
sulit meyakini Dhamma.
Namun mereka yang pernah melihat Buddha,
bergembira dalam mendengarkan ajarannya.
sulit meyakini Dhamma.
Namun mereka yang pernah melihat Buddha,
bergembira dalam mendengarkan ajarannya.
Para Sravaka dan Bodhisattva,
tak mampu memahami pemikiran dari Yang Termulia,
hanya seperti orang yang terlahir buta,
mencoba menuntun yang lainnya.
tak mampu memahami pemikiran dari Yang Termulia,
hanya seperti orang yang terlahir buta,
mencoba menuntun yang lainnya.
Samudera kebijaksanaan para Tathagata,
amat dalam dan luas, tanpa dasar,
Mereka yang mengendarai Dua Yana (Bodhisattva dan Sravaka) tak akan mampu mengukurnya,
hanya para Buddha sendiri yang dapat mengerti.
amat dalam dan luas, tanpa dasar,
Mereka yang mengendarai Dua Yana (Bodhisattva dan Sravaka) tak akan mampu mengukurnya,
hanya para Buddha sendiri yang dapat mengerti.
Seandainya banyak umat,
mencapai pencerahan (melalui Dua Yana),
dan menghimpun kebijaksanaan tentang kekosongan,
selama banyak koti kalpa,
mereka mengukur kebijaksanaan Buddha.
mencapai pencerahan (melalui Dua Yana),
dan menghimpun kebijaksanaan tentang kekosongan,
selama banyak koti kalpa,
mereka mengukur kebijaksanaan Buddha.
Mencoba mendefinisikannya dengan kesaktian mereka,
mereka tetap tidak akan berhasil hingga akhir hayatnya,
Kebijaksanaan Buddha tiada batas,
dan membawa kesucian terunggul.
mereka tetap tidak akan berhasil hingga akhir hayatnya,
Kebijaksanaan Buddha tiada batas,
dan membawa kesucian terunggul.
Umur panjang amat sukar diperoleh,
lebih sukar lagi adalah kehadiran seorang Buddha di dunia,
sangat sukar untuk memperoleh kayakinan dan kebijaksanaan.
Mereka yang dengan segenap usaha mencari Dhamma,
dan tidak melupakan Dhamma yang mereka peroleh,
akan bertemu dengan Buddha dan memperoleh manfaatnya.
Seandainya, saudara dan sahabatku,
anda sudah bertekad,
untuk mempelajari Dhamma,
Walau dunia ini terbakar,
pasti akan mencapai penerangan sempurna,
dapat menyelamatkan mereka yang berputar di dalam roda kehidupan-kematian.
lebih sukar lagi adalah kehadiran seorang Buddha di dunia,
sangat sukar untuk memperoleh kayakinan dan kebijaksanaan.
Mereka yang dengan segenap usaha mencari Dhamma,
dan tidak melupakan Dhamma yang mereka peroleh,
akan bertemu dengan Buddha dan memperoleh manfaatnya.
Seandainya, saudara dan sahabatku,
anda sudah bertekad,
untuk mempelajari Dhamma,
Walau dunia ini terbakar,
pasti akan mencapai penerangan sempurna,
dapat menyelamatkan mereka yang berputar di dalam roda kehidupan-kematian.
Bab 24 (Keluhuran Para
Bodhisattva)
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Semua Bodhisattva di tanah suci Amitabha
Buddha akan mencapai kebuddhaan pada kehidupan selanjutnya, terkecuali mereka
telah bertekad menolong para makhluk. Mereka akan memperbanyak jasa-jasa kebajikan
mereka agar tekad mereka tercapai, agar semua makhluk dapat tertolong.
Yang Arya Ananda, di tanah suci Amitabha Buddha, semua
sravaka memiliki tubuh yang bersinar sejauh 1 yojana, dan sinar Bodhisattva
mencapai 100 yojana.
Di sana terdapat dua orang Bodhisattva utama, yang paling
dihormati. Tubuh mereka mengeluarkan cahaya yang dapat menyinari alam
trisahasra mahasahasra.
Ananda bertanya kepada Sang Buddha;
Siapakah nama kedua Bodhisattva itu, Sang Bhagava?
Sang Buddha menjawab;
Yang satu bernama Avalokitesvara, dan yang satu lagi bernama
Mahasthamaprapta.
Kedua Bodhisattva itu pada masa dahulu pernah mempraktikkan
Jalan Bodhisattva di dunia Saha ini. Setelah kehidupannya berakhir, mereka
dilahirkan di alam Sukhavati.
Lagi, Yang Arya Ananda. Para makhluk yang lahir di alam
Sukhavati semua memiliki 32 ciri-ciri makhluk agung yang lengkap. Penuh
kebijaksanaan, mereka mampu menyelami dan memahami semua esensi Dhamma.
Kekuatan batin mereka tanpa halangan, dan memiliki indera-indera yang amat
tajam dan tanpa cacat.
Makhluk yang paling rendah di sana paling tidak memiliki dua
dari tiga Dhammaksanti, sedangkan makhluk yang lebih tinggi telah menguasai
semua tiga Dhammaksanti.
Lagi, para Bodhisattva yang sedang menapak menuju
kebuddhaan, tidak akan pernah lagi tergelincir ke dalam alam sengsara. Mereka
telah menguasai kesaktian dan mengetahui peristiwa masa lampau semua makhluk.
Akan tetapi, jika mereka lebih memilih untuk terlahir di suatu dunia, di alam
dengan 5 Kemerosotan, seperti dunia Saha kita ini, maka mereka akan
memanifestasikan dirinya menjadi serupa dengan makhluk-makhluk di alam itu.
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
Yang Arya Ananda, para Bodhisattva yang berada di alam
Sukhavati, atas berkah kekuatan Amitabha Buddha, hanya dengan sekejap renung
saja dapat mengunjungi dunia yang tak terhitung di 10 penjuru untuk melakukan
puja bakti kepada para Tathagata di alam lain.
Sesuai dengan kehendak mereka, benda-benda puja bakti yang
jumlahnya tak terhitung, tak terhingga, akan muncul seperti sulap, baik itu
adalah bunga-bunga, dupa, alunan musik, payung sutra dan panji-panji. Semuanya
begitu indah dan luar biasa, melebihi apapun yang ada di dunia ini.
Dengan benda-benda itu para Bodhisattva tersebut melakukan
puja bakti kepada para Buddha, para Bodhisattva, dan para sravaka yang berada
di alam itu. Benda-benda persembahan itu lantas akan berubah menjadi payung
bunga yang melayang-layang di langit. Payung bunga itu bersinar aneka warna,
menyebarkan keharuman ke mana-mana. Setiap bunga berdiameter 400 yojana, dan
semakin lama semakin membesar sampai menutupi alam trisahasra mahasahasra.
Setelah itu barulah bunga-bunga itu lenyap satu per satu.
Dengan penuh kebahagiaan, para Bodhisattva itu memainkan
musik surgawi di langit, dan dengan suara yang amat merdu melantunkan
pujian-pujian terhadap jasa-jasa kebajikan para Buddha. Setelah itu mereka
bersama-sama mendengarkan pembabaran Dhamma dari Buddha dengan perasaan girang.
Setelah kegiatan puja bakti itu berakhir, sebelum waktu
makan tiba, mereka secepat kilat sudah kembali lagi ke tanah suci Amitabha
Buddha.
Bab 25 (Pembabaran
Dhamma dan Presentasi Puja Bakti)
Sang Buddha memberitahukan kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Saat Amitabha Buddha mengadakan pembabaran
Dhamma kepada para Bodhisattva, sravaka, dan para dewa dan manusia, mereka akan
berkumpul di aula vihara yang terbuat dari tujuh mustika.
Amitabha Buddha selalu menguraikan Dhamma Luhur secara
mendalam dan terperinci, tidak ada yang gagal mengerti dan semuanya menerima
dengan kepuasan yang amat mendalam ajaran yang mengarahkan kepada kebodhian
itu.
Sementara itu, angin bertiup dari empat penjuru, menghembusi
pepohonan mustika dan mengeluarkan lima jenis suara. Angin tersebut juga
mengantar bunga mandarava yang banyaknya tak terhingga ke seluruh alam
Sukhavati. Para dewa dan manusia mengambil 100.000 bunga yang amat harum itu
dan memainkan 10.000 alat musik sebagai puja bakti kepada Amitabha Buddha dan
para Bodhisattva serta para sravaka.
Sambil menebarkan bunga dan dupa serta memainkan musik,
mereka berjalan masuk ke dalam aula vihara lewat sebuah pintu lalu keluar lewat
pintu lainnya. Selama itu, kerapian dan kegembiraan mereka tak terpikirkan.
Bab 26 (Jasa-Jasa
Kebajikan dari Para Bodhisattva)
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Ketahuilah, para Bodhisattva di tanah suci
itu selalu membabarkan Dhamma Luhur kepada pengikutnya. Ajaran-ajaran yang
diuraikan semua menurut kebijaksanaan dan kemampuan sang umat. Tak ada
pertentangan maupun kesalahan.
Semua benda yang ada di tanah suci itu mereka pandang
sebagai sesuatu yang tak kekal. Mereka juga tidak lagi diperbudak emosi. Mereka
datang dan pergi, bergerak dan diam, dengan hati yang bebas dari kemelekatan.
Tidak melekat kepada cinta dan kesunyian, tidak memikirkan diri sendiri. Tiada
persaingan ataupun perasaan curiga. Mereka berjiwa kasih sayang dan welas asih
terhadap semua makhluk.
Selain itu, para Bodhisattva di alam Sukhavati amat lemah
lembut. Amarah mereka sudah tiada. Jiwa dan pikiran mereka juga amat suci.
Mereka tidak pernah malas dan lengah dalam menjaga kualitas, keunggulan,
kedalaman dan konsentrasi di dalam pikiran mereka. Begitu juga kesukaan, rasa
menghargai, dan kegembiraan dalam Buddha-Dhamma.
Pikiran mereka telah terlepas dari kejahatan, dan mereka
menjalankan semua pelaksanaan Bodhisattva serta selalu memperbanyak jasa-jasa
kebajikan.
Para Bodhisattva yang berada di alam Sukhavati juga telah
mencapai tingkat Samadhi terluhur, menguasai kekuatan batin dan kebijaksanaan
yang terang. Mereka mempelajari 7 faktor kesadaran (Sapta Bodhyanga) serta
latihan-latihan lainnya berdasarkan Buddha-Dhamma.
Mata jasmaninya demikian jernih dan terang, dapat melihat
segalanya. Mata dewanya dapat melihat pada jarak yang tiada batas. Mata
dhammanya dapat menganalisa makna-makna Dhamma. Mata kebijaksanaannya dapat
melihat kebenaran yang dapat menyeberangkan mereka ke Pantai Seberang. Mata
Buddhanya mampu melihat ke seluruh dhammadhatu.
Dengan kebijaksanaan tanpa halangan, para Bodhisattva
tersebut mampu menjelaskan Dhamma kepada para umat. Memandang segala sesuatu di
3 alam kehidupan sebagai kekosongan, mereka bertekad mempelajari Buddha-Dhamma.
Dengan berbekal lidah fasih, mereka membantu para umat mengatasi penderitaan.
Para Bodhisattva yang berada di tanah suci Amitabha Buddha,
dapat mengerti makna-makna dari semua Dhamma yang diajarkan Tathagata. Dengan
berbekal pengetahuan agung tentang nibbana dan lidah fasih, mereka hanya
bergembira dalam pembabaran Dhamma. Mereka memperbanyak jasa-jasa kebajikan dan
bertekad mencapai penerangan sempurna.
Karena mengetahui dengan jelas arti nibbana, para
Bodhisattva itu berusaha mengakhiri perputaran roda kelahiran-kematiannya. Saat
mereka mendengar Dhamma agung, mereka tak takut dan tak ragu untuk melatih diri
mereka sesuai Dhamma itu. Mereka memiliki welas asih teragung, terluas, dan
luar biasa yang mereka berikan kepada seluruh makhluk tanpa terkecuali, dan
mereka berusaha membawa mereka ke dalam Satu Kendaraan (Ekayana) menuju Pantai
Seberang.
Demikian pula, segala jala-jala sesat semua diputuskan
dengan kebijaksanaannya, segala metode dari Buddha-Dhamma semua disempurnakan
dan dimiliki mereka. Kebijaksanaan mereka tidak berbeda dengan samudera, dan
samadhi mereka seperti gunung Semeruraja. Sinar kebijaksanaannya demikian
terang hingga melampaui sinar bulan dan sinar matahari. Doktrin-doktrin Usaha
(Virya) juga sempurna semua.
Para Bodhisattva itu seperti gunung salju, karena tubuh
mereka bersinar dengan kebajikan yang luhur. Seperti bumi yang luas, karena
mereka tidak membedakan yang suci dan yang hina, yang baik dan yang buruk.
Seperti air jernih, karena mereka membersihkan diri dari kekotoran batin yang
menyebabkan penderitaan. Seperti api besar, karena mereka seperti api ungun
yang membakar semua penderitaan. Seperti angin kencang, karena mereka dapat
mengunjungi seluruh dunia tanpa hambatan.
Seperti langit luas, karena mereka tidak melekat kepada apa
pun. Seperti bunga teratai, karena mereka hidup di dalam dunia yang keruh.
Seperti Kendaraan Besar (Mahayana), karena mereka membawa seluruh makhluk untuk
keluar dari perputaran hidup-mati. Seperti awan tebal, karena mereka
mengerumuhkan petir Dhamma untuk menyadarkan umat yang tertidur. Seperti hujan
lebat, karena mereka meneteskan madu sebagai air bagi seluruh makhluk.
Seperti gunung Intan, karena mereka tak tergoyahkan oleh
mara maupun para non Buddhis. Seperti raja Brahma, karena mereka paling
terkenal di dalam menjaga Dhamma Luhur. Seperti pohon beringin, karena mereka
dapat menaungi semua. Seperti bunga udumbara, karena mereka jarang ditemukan.
Seperti garuda bersayap emas, karena mereka menundukkan para umat dari
pandangan salah.
Seperti burung peluncur, karena mereka tidak mengumpulkan
apapun. Seperti raja kerbau, karena mereka tak terlihat. Seperti raja gajah,
karena mereka terampil mempertahankan diri. Seperti raja singa, karena mereka
tanpa rasa takut. Seperti langit luas, karena mereka adil dalam memberikan
cinta kasih.
Para Bodhisattva itu telah melenyapkan rasa iri hati, tidak
ada lagi kehendak untuk mengungguli orang lain. Mereka bergembira dan tak
pernah puas dalam mencari Dhamma. Mereka tanpa lelah menjelaskan Dhamma secara
panjang lebar. Mereka menggemuruhkan genderang Dhamma dan menegakkan panji
Dhamma. Mereka memohon agar matahari kebijaksanaan selalu bersinar dan
melenyapkan kegelapan batin.
Mereka hidup dalam 6 unsur keharmonisan dan kehormatan.
Mereka selalu memberikan sedekah Dhamma. Mereka selalu berusaha mencapai
kemajuan yang pesat, tak pernah merasa kepayahan ataupun rasa putus asa. Mereka
melayani seperti lampu yang menerangi dunia dan seperti lapangan kebajikan yang
mulia. Mereka melayani seperti guru pembimbing yang mengajar secara setara
tanpa perbedaan suka atau tidak suka.
Mereka hanya berbahagia berada di Jalan Utama tanpa kesukaan
dan kebencian. Mereka mencabut dari nafsu keinginan agar para makhluk merasa
nyaman. Jasa-jasa kebajikan mereka amat luar biasa sehingga tiada seorang pun
yang tidak menghargai mereka. Mereka menghancurkan rintangan yang disebabkan 3
penderitaan dan tidak pernah memamerkan kekuatan batinnya.
Mereka telah memiliki berbagai kekuatan seperti daya
penyebab (Hetubala), daya hubungan penyebab (Pratyayabala), daya ideal
(Asayabala), daya tekad (Pranidhanabala), daya fasilitas (Upayabala), daya
kekal (Nityabala), daya perbuatan baik (Kusalabala), daya konsentrasi
(Samadhibala), daya kebijaksanaan (Prajnabala), daya banyak mendengar
(Bahussatobala), Damabala, daya sila (Silabala), daya kesabaran (Ksantibala),
daya usaha (Viryabala), daya meditasi (Dhyanabala), daya menyeberangkan dengan
kebijaksanaan (Prajnaparamitabala), daya merenung yang benar (Samyaksmrtibala),
daya ketenangan batin (Samathabala), daya 6 kekuatan batin (Sad Abhijnabala),
daya 3 macam kecemerlangan (Tisrovidyabala), daya pengatur (Abhicarakabala),
dan lainnya, semua kekuatan telah lengkap mereka miliki.
Tubuh fisik para Bodhisattva itu amat agung dan dihiasi oleh
kebajikan dan kefasihan lidah. Tiada yang dapat menandingi mereka. Mereka
sering melakukan puja bakti kepada Buddha yang jumlahnya tak terhitung. Kebajikan
mereka juga amat dipuji oleh para Buddha.
Mereka selalu menyempurnakan latihan Paramita yang perlu
dipraktekkan oleh seorang Bodhisattva, dan mereka tekun melatih 3 samadhi;
kekosongan (Sunyata), tiada kesan (Animitta), dan tiada nafsu keinginan (Apranihita).
Juga melatih diri dalam Samadhi tiada awal (Anutpanna) dan tiada akhir
(Aniruddha). Kesucian batin mereka sudah jauh melampaui para sravaka maupun
Pratyekabuddha.
Yang Arya Ananda. Demikian banyak dan sulit diperkirakan
kepahalaan agung yang dihasilkan oleh para Bodhisattva di alam Sukhavati.
Apabila dijelaskan secara luas, meskipun Kuuraikan hingga ratusan juta kalpa,
tetap sulit terungkapkan.
Bab 27 (Dorongan Agar
Terlahir di Tanah Suci Amitabha Buddha)
Selanjutnya, Sang Buddha berkata kepada Maitreya
Bodhisattva, para dewa dan manusia;
Yang Arya Ajita. Sungguh, para Bodhisattva dan sravaka yang
berada di tanah suci Amitabha Buddha, baik jasa-jasa maupun kebijaksanaannya
sulit dijelaskan. Apalagi keadaan alam Sukhavati juga demikian tentram, bahagia
dan suci.
Mengapa para umat di dunia Saha enggan mengumpulkan
jasa-jasa kebajikan, dan tidak berusaha mencapai kesadaran agung, yang dapat
melampaui batasan tanpa halangan, di luar dari perbedaan antara tinggi dan
rendah?
Jika seseorang berusaha untuk maju dalam mencapai kebodhian,
ia pasti akan melampaui dunia dan terlahir di alam Sukhavati. Jika seseorang
dengan tegas menolak untuk berada di 5 alam keburukan, maka pintu kelima alam
itu akan tertutup bagi dirinya.
Walau semua peningkatan batin tiada batas amat mudah
dicapai, namun tiada yang ingin mencapainya. Walau alam tidak menimbulkan
halangan, namun orang-orang masih terikat di dunia mereka.
Mengapa seseorang tidak menyerah dengan persoalan
keduniawiannya dan mulai melangkah menuju Jalan Utama agar memperoleh usia yang
panjang dan kebahagiaan sempurna?
Bab 28 (Dunia dengan
Keburukannya)
Tetapi, Yang Arya Ajita, betapa sedihnya, bahwa pandangan
dari para umat demikian pendek dan melekat kepada keduniawian. Mereka rela
mengejar hal-hal dan keperluan yang tidak begitu penting.
Sungguh menyedihkan, mereka selalu berjuang demi diri
sendiri, demikian egois. Baik kaum terpandang maupun yang hina, yang kaya raya
maupun yang miskin, yang tua maupun yang muda, pria maupun wanita, mereka semua
amat merisaukan persoalan harta benda.
Awalnya, mereka yang sudah memiliki harta benda maupun yang
tidak memiliki sesuatupun, mempunyai rasa khawatir yang sama. Hati mereka penuh
dengan kecemasan dan kegelisahan.
Mereka dengan suka rela membebani diri mereka dengan
kerisauan dan kegelisahan. Batin mereka benar-benar menderita dan merana.
Karena itu, mereka tidak dapat hidup dengan tenang.
Seandainya mereka memiliki sawah dan ladang, mereka amat
mengkhawatirkan sawah dan ladangnya. Seandainya mereka memiliki rumah dan
gedung, mereka amat mengkhawatirkan rumah dan gedungnya. Begitu juga dengan
pelayan, harta benda, sandang, pangan, berbagai keperluan, dan 6 jenis hewan
ternak, seperti kerbau dan kuda, semua itu menjadi sumber kegelisahan mereka.
Berpikir-pikir sampai berulang-ulang hingga nafasnya terengah-engah,
mereka hidup dalam kegelisahan dan ketakutan.
Belum lagi kejadian tak terduga, seperti musibah banjir,
kebakaran, perampokan, peperangan, dan penagih utang yang akan menghabiskan,
membakar dan mengambil harta benda mereka. Dan pada saat itu, saat seluruh
harta benda yang mereka cemaskan musnah dan habis, kekhawatirannya semakin lama
semakin parah dan tetap melekat di dalam hatinya.
Akan tetapi, mereka
tidak mau sadar, kepalanya tetap demikian keras dan tidak mau membuang sedikit
waktu untuk menganalisa apa sebab hingga demikian. Hanya menghabiskan sisa
hidupnya di dalam kesedihan sebagai manusia yang gagal. Setelah mati, mereka
pergi tanpa membawa apapun, dan tidak ada siapapun yang menemaninya.
Hal itu dialami semua orang yang termulia dan kaya raya.
Semua terikat kepada kecemasan dan ketakutan. Mereka semua seperti mengalami
demam panas dingin, amat menderita.
Adapun orang miskin yang serba kekurangan. Mereka tidak
memiliki sawah dan ladang. Mereka juga tak memiliki rumah dan gedung. Mereka
juga tidak memiliki pelayan, harta benda, sandang, pangan, berbagai keperluan,
dan 6 jenis hewan ternak, seperti kerbau dan kuda.
Ada sebagian orang yang memiliki satu dari hal-hal itu, ada
juga sebagian orang yang memiliki beberapa hal-hal itu. Mereka semua selalu
berusaha memiliki semua hal-hal itu.
Namun, semua yang mereka miliki, pada akhirnya hal-hal itu
lenyap. Dengan perasaan sakit dan sedih mereka mencoba mendapatkan lagi
segalanya, namun sia-sia saja. Semua harapan mereka tak dapat digapai, hanya
menyisakan tubuh dan pikiran yang lelah. Didasari hasrat mereka kecemasannya
tiada akhir. Mereka semua seperti mengalami demam panas dingin, amat menderita.
Kesedihan itu juga dibawa hingga akhir hayatnya.
Yang Arya Ajita, umat manusia umumnya enggan berbuat baik,
apalagi menjalani hidup suci, juga enggan menimbun jasa-jasa kebajikan. Setelah
mati, mereka akan menempuh perjalanan panjang sebatang kara, melangkah ke alam
kehidupan berikutnya tanpa mengetahui arah yang menuju ke alam kebahagiaan dan
alam penderitaan.
Umat manusia: para orang tua, anak-anak, saudara, pasangan,
kerabat, dan teman, seharusnya saling menyayangi dan menghargai satu sama
lainnya, bukannya saling membenci dan bermusuhan. Orang-orang yang mampu
seharusnya membantu mereka yang tidak mampu, tidak boleh kikir. Terhadap sesama
seharusnya cara bicara (Vaca) dan sikap jasmani (Raga) yang sopan santun, serta
ramah tamah, tanpa bertentangan dengan tata karma.
Lagi, jika terjadi pertengkaran kecil haruslah segera
diakhiri agar tidak terbawa hingga menjadi permusuhan besar pada kehidupan
selanjutnya. Mengapa demikian? Karena semua tindak kekerasan yang dilakukan
seseorang pada kehidupan ini tidak pasti segera membuahkan perseteruan
hidup-mati. Tindak kekerasan itu hanya akan menyisakan racun kemarahan dan
amarah beringas di dalam kesadaran terdalam (alaya vijnana) seseorang dan amat
sulit dihilangkan. Setelah melewati beberapa kehidupan maka mereka akan saling
melampiaskan dendamnya.
Di dunia ini, umat manusia hidup dengan penuh nafsu dan
keinginan. Mereka sebetulnya terlahir dan meninggal seorang diri. Amat
menyedihkan, datang sendiri dan pergi pun sendiri. Masing-masing harus
menjalankan dan merasakan perjalanan hidupnya yang penuh suka dan duka seorang diri,
tiada siapa pun yang dapat menggantikannya.
Hanya karma yang dapat menemani umat manusia. Kedua jenis
karma, yang baik maupun yang buruk, adalah penentu keberuntungan dan kemalangan
seseorang. Setiap manusia mempunyai karma yang banyaknya tak terhingga yang
menunggu giliran untuk berbuah, karma itu jugalah yang mengakhiri hidup
seseorang dan menyeretnya menuju ke kehidupan selanjutnya tanpa orang itu tahu
ke mana ia akan dilahirkan.
Setiap anggota keluarga memiliki karmanya sendiri-sendiri,
baik itu karma baik maupun karma buruk yang tanpa mereka sadari, dan
sewaktu-waktu, akibat buah karma mereka yang matang, semua anggota keluarganya
akan terpisah dan menempuh kehidupan berikutnya sendiri-sendiri. Perpisahan itu
akan sangat lama sekali, sukar sekali untuk dapat bersama-sama seperti dulu
lagi.
Amat menyedihkan. Mengapa manusia di saat masih sehat dan
kuat, tidak rela menghentikan keduniawian, dan mulai berusaha mengumpulkan
jasa-jasa kebajikan sebanyak-banyaknya? Padahal, jika mereka mulai memupuk jasa-jasa
kebajikan dan kemajuan batiniah, berusaha membebaskan diri dari belenggu
lahir-mati, maka mereka akan mencapai hidup suci dengan usia tak terbatas.
Mengapa manusia tidak mau mencapai kebodhian? Apakah masih
ada yang lebih agung untuk dicapai daripada pembebasan?
Yang Arya Ajita. Amat menyedihkan, kalau ada umat yang masih
tidak yakin dengan kebenaran bahwa dengan berbuat kebajikan akan menghasilkan
buah karma yang baik. Sayang sekali jika ada umat yang belum bertekad mencapai
kebodhian. Bahkan ada umat yang tidak percaya ada kehidupan setelah kematian.
Juga ada yang tidak percaya kalau berdana, meskipun jumlahnya tidak banyak,
akan dianugerahi kebahagiaan yang tak terhingga. Ada umat yang sama sekali
tidak mau menaruh kepercayaannya tentang akibat yang akan datang dari perbuatan
baik atau jahat. Mereka demikian keras kepala dan tidak ada kebijaksanaan.
Mereka terikat kepada pandangan salah mereka dan mencoba
mempelajari ajaran sesat. Mereka mewariskan pandangan salahnya kepada
generasi-generasi selanjutnya. Sang ayah mewariskan kesesatan kepada anaknya,
seperti dahulu sang ayah diwariskan kesesatan oleh pendahulunya.
Mereka bukan saja tidak berbuat kebajikan dan menjaga
moralitas, malahan keturunan mereka, dengan masa bodoh menutup sebelah mata,
dan akibat pengetahuan sesatnya mereka tidak dapat membedakan antara hal baik
dengan hal buruk, bahkan sama sekali tidak ada kepercayaan terhadap tumimbal
lahir.
Orang-orang sesat itu tidak lagi mencari Dhamma. Mereka
hanya bertindak sesuka haitnya tanpa peduli apakah akibat perbuatannya akan
baik atau buruk, dapat memperoleh keberuntungan atau kemalangan. Mereka sama
sekali tidak mempermasalahkan moralitas.
Saat buah karma berbuah, anggota keluarganya meninggal
dunia. Orang tua menangisi mayat anaknya, atau anak menangisi mayat orang
tuanya. Saudara dan suami istri saling menangisi kepergian orang tercinta.
Kematian tidaklah berjalan sesuai antrian. Tak ada kepastian
bahwa orang yang terlebih dulu lahir akan mati dulu. Yang pasti adalah bahwa
manusia tidak ada yang dapat hidup selamanya. Kebenaran seperti ini pun banyak
yang tidak mempercayainya.
Padahal, hanya dengan pandangan benar seseorang dapat
menghentikan perputaran kelahiran dan kematiannya. Namun, bagi mereka yang
gelap batinnya tetap tidak peduli dan tidak percaya pada kebenaran Dhamma yang
tertulis di dalam Sutra-Sutra.
Mereka tanpa berpikir panjang hanya mengharapkan kepuasan
semu. Demi memenuhi nafsu keinginan mereka mengabaikan moralitas. Mereka
tenggelam dalam lautan amarah dan kebencian, keserakahan serta nafsu indera.
Mereka dengan penuh semangat menapaki jalan kegelapan dan
enggan mencari jalan kebenaran. Akibatnya mereka selalu berputar-putar tak
berhenti di dalam roda kehidupan dan kematian, dan menderitalah mereka.
Sungguh, amat menyedihkan.
Jika di sebuah keluarga terjadi duka cita, baik itu orang
tua, anak, saudara, ataupun pasangan, yang ditinggalkan akan meratap
kehilangan. Mereka tak mampu melepas yang ia cintai, dan pikiran mereka amat
kalut. Setelah sekian hari, sekian tahun hati mereka merasakan kepedihan,
mereka masih begitu terikat padanya. Pada saat itu, bila ada yang memberi
ajaran yang suci, mereka tetap menutup pikiran mereka karena mereka tidak
menganggapnya sebagai suatu kenikmatan.
Dalam kebingungan dan kebuntuan, mereka terjerumus di dalam
khayalan. Mereka tidak lagi dapat berpikir dengan jernih dalam menentukan sikap
dalam persoalan duniawinya dan mulai melirik ke ajaran Dhamma. Namun, sayang
sekali, baru saja menjejaki sang jalan beberapa langkah hayat mereka sudah
berakhir. Gagallah mencapai kebodhian.
Terpaan masalah yang bertubi-tubi, dalam kebingungan
orang-orang menjadi haus akan nafsu dan keinginan. Orang-orang yang berpikiran
tidak rasional amat banyak, sementara yang tercerahkan amat sedikit.
Dunia ini amat ramai, namun tidak ada tempat bagi seseorang
untuk berlindung. Orang yang mulia ataupun yang hina, yang berkedudukan tinggi
ataupun yang rendah, yang kaya ataupun yang miskin, bangsawan ataupun rakyat
jelata, semuanya hanya bekerja keras untuk kepentingan egonya, dan juga
bersifat jahat seperti kebencian dan kegelapan batin.
Mereka melakukan segala sesuatu yang bertentangan dengan
langit dan bumi, serta semua yang tidak manusiawi. Mereka merekrut orang-orang
agar mengikuti semua keinginan dan perintahnya, hingga orang-orang itu tercemar
kejahatannya.
Orang-orang seperti itu biasanya akan mengalami kematian
sebelum waktunya. Lalu mereka akan terjatuh ke alam rendah selama beberapa
kehidupan, selama ribuan koti kalpa, tak tahu kapan bisa keluar dari sana.
Penderitaan mereka tak terlukiskan. Amat menyedihkan.
Bab 29 (Nasihat serius)
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva beserta
seluruh dewa dan manusia yang hadir;
Sekarang Aku akan menjelaskan kepada kalian semua tentang
keadaan masyarakat dunia ini. Orang-orang yang disibukkan oleh kegiatan duniawi
akan sulit mencapai kebodhian. Seharusnya manusia hidup dengan penuh
kewaspadaan, menghindari segala bentuk perbuatan jahat, serta tekun melakukan
kebajikan luhur.
Cinta, kesenangan, jabatan dan harta benda adalah suatu yang
tak abadi. Semuanya bukan sumber kebahagiaan, dan pasti akan lenyap.
Pada saat seseorang hidup dalam masa Sang Buddha ada di
dunia, ia seharusnya mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencapai kebijaksanaan
teragung. Dan bagi mereka yang tekad bulat ingin terlahirkan di alam Sukhavati
harus melatih kebijaksanaan agung dan mengumpulkan segala jasa-jasa kebajikan.
Manusia seharusnya tidak terhanyut di dalam pemuasan hawa nafsu atau menyimpang
dari ajaran dan aturan, agar ia tidak tertinggal jauh di belakang lainnya.
Bila ada di antara kalian yang memiliki pertanyaan seputar
Sutra ini, silakan bertanya kepadaKu, akan Kujelaskan.
Maitreya Bodhisattva berlutut kepada Sang Buddha dan
berkata;
Sang Buddha dihormati semua makhluk dikarenakan semangatNya
yang luar biasa. Ucapannya pun demikian benar dan mulia. Setelah mendengar
DhammaNya, kami semua pasti akan meyakini dan melaksanakannya.
Dengan cinta kasih dan welas asih, Sang Buddha menunjukkan
Jalan Utama. Jalan yang telah membebaskan banyak umat dari keduniawian. Tiada
seorang pun yang gagal memahami makna Dhamma yang dibabarkan Sang Buddha.
Dengan penuh cinta kasih, para dewa, manusia dan makhluk
apapun semuanya Buddha bebaskan dari kecemasan dan penderitaan. Nasihat dari
Buddha semuanya amat mendalam dan luhur. Beliau mampu mengetahui semua
peristiwa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa mendatang dari
10 penjuru dunia tanpa halangan.
Manusia mampu memperoleh pembebasan diri adalah dikarenakan
jasa-jasa Sang Buddha yang rela mencapai kebuddhaan dengan susah payah, lalu
mengajari mereka jalan menuju kebodhian.
Kemurah-hatianNya dipancarkan untuk semua makhluk, dan
jasa-jasaNya begitu agung. Pancaran sinar agungNya tak berujung, dan membuka
lebar-lebar pintu nibbana. Dia senantiasa mendidik, menyucikan, menasihati,
menjelma, dan memberi inspirasi kepada semua makhluk yang berada di 10 penjuru.
Sang Buddha adalah Raja Dhamma yang dihormati melebihi semua
jenis manusia suci. Guru para dewa dan manusia. Ia menuntun mereka agar
mencapai pencerahan sesuai tekad mereka masing-masing. Kita sekarang hidup satu
masa dengan Sang Buddha, bahkan mendapatkan pengarahanNya tentang Amitabha
Buddha. Semua yang mendengarkannya pasti akan mengerti secara luas dan
mendalam.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Betul sekali perkataanmu. Menghormati
seorang Buddha merupakan suatu perbuatan bajik yang tiada taranya. memerlukan
waktu yang sangat lama sekali untuk menanti kehadiran seorang Buddha lahir di
dunia.
Sekarang Aku mencapai anuttara samyak sambuddha dan
membabarkan Dhamma di dunia ini, mengajari jalan-jalan pencapaian kebodhian,
merusak jala-jala keraguan, mencabut akar-akar nafsu dan keinginan, dan
menghancurkan segala sumber derita, dan Aku tanpa hambatan mengarungi 3 alam
sengsara. Dengan segala kebijaksanaan, Aku mengajarkan intisari Jalan Utama
serta menjelaskannya sejelas-jelasnya. Aku memasuki 5 alam kehidupan dan
menyeberangkan semua yang belum mampu mencapai Pantai Seberang, mendorong
mereka agar mampu berjalan di Jalan Utama untuk keluar dari derita dan masuk ke
nibbana.
Yang Arya Ajita. Engkau telah menapaki Jalan Bodhisattva
selama banyak kalpa yang tak terkira. Sudah amat lama sekali semenjak engkau
pertama kali menyatakan ikrar ingin menyelamatkan umat manusia. Engkau semenjak
mencapai tingkat Bodhisattva hingga menjadi Buddha dan parinibbana nanti akan
menyelamatkan banyak makhluk yang tak terhitung jumlahnya.
Yang Arya Ajita. Engkau, para dewa dan manusia di 10 penjuru
dunia, dan juga 4 kelompok muridKu telah melalui 5 kelompok alam sejak masa
yang tak berawal.
Kecemasan, penderitaan dan kesengsaraan kalian tak
terlukiskan. Hingga pada kehidupan sekarang ini kalian masih belum dapat
menghentikan perputaran roda hidup-mati kalian. Akan tetapi, amat membahagiakan
dan mengagumkan bahwa kalian semua mempunyai kesempatan bertemu dengan seorang
Buddha dan mendengarkan Dhammanya, serta mendengar tentang Amitabha Buddha. Aku
amat bersimpati pada kalian.
Kalian pasti sudah lelah menghadapi derita kelahiran, usia
tua, sakit, dan kematian, apalagi dibaluti kekotoran batin, semuanya itu tiada
yang menarik. Adalah bijaksana bila kalian bersungguh-sungguh melatih diri
dengan upaya yang tepat, seperti menanam bibit karma baik, menyucikan hati dan
pikiran, dan selalu mawas diri dalam berbicara maupun bertindak.
Apabila seseorang sudah berhasil melatih diri, maka
sepatutnya ia menolong orang lain. Orang yang berharap dapat maju dengan penuh
semangat, haruslah mengembangkan akar kebajikannya.
Walaupun seseorang telah berusaha keras seumur hidupnya,
namun itu hanya seperti sekejap saja bila dibandingkan dengan batas usia di
tanah suci Amitabha Buddha. Orang itu akan menikmati kebahagiaan yang tak
terbatas setelah terlahir di tanah suci Amitabha Buddha. Seseorang seharusnya
hanya bertindak sesuai kebajikan agar dapat keluar dari roda
kelahiran-kematian, tiada lagi sumber derita seperti keserakahan, kebencian dan
kebodohan. Batas usia kehidupan menurut kemauannya, mulai dari 1 kalpa, 100
kalpa, 1.000 kalpa, atau 10.000 kalpa. Kebebasan dan ketenangan batin seseorang
hanya setingkat di bawah keadaan nibbana.
Kalian seharusnya berusaha dengan keras agar mencapai
keberhasilan yang memuaskan. Keragu-raguan dan penyesalan merupakan pikiran
yang salah, yang mana hal itu akan menyebabkan seseorang terlahir di daerah
terpelosok di alam Sukhavati. Di daerah itu, seseorang akan menjalani
penderitaan di dalam istana 7 mustika selama 500 tahun.
Maitreya Bodhisattva berkata;
Setelah mendengar nasihat mulia dari Sang Bhagava, kami
pasti akan melatih dan mempelajarinya sesuai dengan ajaran Buddha. Kami semua
menerima dan mempercayainya tanpa keragu-raguan.
Bab 30 (5 Sifat Buruk
dan 5 Sifat Baik)
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita, apabila kalian dapat memperbaiki pikiran
dan niat dan menghindari segala kejahatan, ini akan menjadi kebajikan
tertinggi, tak tertandingi di 10 penjuru.
Mengapa? Karena para dewa dan manusia di sebagian besar
tanah suci Buddha selalu berbuat kebajikan, bukan kejahatan dan mereka dapat
dengan mudahnya membina diri dan menjelmakan diri mereka.
Kini Aku telah menjadi Buddha di dunia 5 kejahatan, 5
penderitaan dan 5 kebakaran, dan Aku mengajari para umat manusia yang menderita
untuk menghindari 5 kejahatan, menghilangkan 5 penderitaan, dan menjauhi 5
kebakaran. Aku mengubah pemikiran mereka agar mereka dapat berpegang teguh
kepada 5 sifat baik dan mengumpulkan jasa-jasa kebajikan, sehingga mereka
memiliki usia yang panjang dan akhirnya mencapai nibbana.
Sang Buddha bertanya;
Apakah itu 5 kejahatan, 5 penderitaan, dan 5 kebakaran?
Bagaimana caranya menghancurkan 5 sifat buruk itu dan berpegang teguh pada 5
sifat baik dalam tujuan mengumpulkan jasa-jasa kebajikan, memperoleh panjang
usia, dan mencapai nibbana?
Bab 31 (Sifat Buruk dan
Sifat Baik Bagian Pertama)
Sang Buddha menjelaskan;
Bagian yang pertama dari 5 sifat buruk adalah semua makhluk,
baik para dewa maupun manusia yang berbuat segala kejahatan. Yang kuat menindas
yang lemah, mereka menyakiti, membunuh, dan menelan sesamanya. Mereka sama
sekali tidak mengenal kebajikan, hanya tahu berbuat kejahatan tanpa rasa sesal.
Para penjahat menerima hukuman pada kehidupan berikutnya.
Keburukan telah tertanam dalam di dalam kesadaran mereka dan sulit dicabut. Itu
jugalah yang menyebabkan adanya orang yang terlahir miskin dan terhina,
tersisihkan dan merana. Atau terlahir tuli, buta, bisu atau bodoh. Atau
terlahir sebagai penjahat bengis. Sementara itu, orang yang terlahir
bermartabat, terhormat, kaya raya, atau cekatan dan pintar, adalah disebabkan
pada kehidupan sebelumnya mereka murah hati dan taat, serta rajin menghimpun
jasa-jasa kebajikan dan melatih kesucian.
Walaupun dunia mempunyai sistem hukum dan penegak hukum,
para otak jahat sama sekali tidak takut, dan tetap menjalankan kejahatan. Lalu,
saat mereka tertangkap, berdasarkan hukum, mereka menerima hukuman yang amat
berat dan sulit diringankan. Pengaruh pengalaman itu berefek kepada kehidupan
selanjutnya. Mereka semakin mengganas dan parah. Satu per satu dari mereka
masuk ke dalam kegelapan dan mengenakan tubuh baru di kehidupan barunya untuk
menjalani siksaan, diseret atas nama hukum.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala
penderitaan dan kesengsaraannya yang tiada batasnya. Orang yang berdosa
berganti-ganti tubuh, bentuk, dan batas usia. Berapapun batas usianya, baik
panjang maupun pendek, ia harus bertanggung jawab, tak ada yang dapat
mewakilinya. Pada saat seseorang menjalankan kehidupan barunya, dan kebetulan
musuh-musuhnya juga menjalankan kehidupan baru, maka akan terjadilah
pelampiasan dendam yang amat mengerikan.
Selama seseorang belum menyucikan batinnya maka ia tidak
akan mampu keluar dari alam sengsara. Ia hanya akan mengarunginya dengan penuh
keletihan, dan tak tahu kapan dapat keluar. Kebebasannya sukar diraih,
begitupun penderitaannya sukar dilukiskan. Alam sengsara itu berada di antara
surga dan bumi. Walaupun buah karma tidak selalu segera matang, jalan kebajikan
dan kejahatan akan silih berganti pada saatnya.
Inilah bagian pertama dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5
kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan
api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga
pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia
akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan
mencapai nibbana. Inilah bagian pertama dari 5 sifat baik.
Bab 32 (Sifat Buruk dan
Sifat Baik Bagian Kedua)
Sang Buddha berkata;
Bagian kedua dari 5 sifat buruk adalah manusia; para orang
tua, anak-anak, pasangan dan kerabat. Tidak mengikuti ajaran suci dan suka
melanggar peraturan. Mereka hanya berhura-hura di dalam pemborosan dan
mengumbar nafsu keinginan. Egois dan keras kepala, menipu orang lain. Mulut dan
hatinya tidak selaras, ucapan dan hatinya tak pernah baik. Penjilat dan tidak
jujur, pengumbar janji palsu. Memfitnah para suci dan orang baik, menuduh
mereka berbuat kesalahaan.
Pejabat yang tidak becus dan berkolusi, yang membuat situasi
dan kondisi sesuai dengan rencana jahat mereka. Berusaha mengoyang kedudukan
orang lain. Bertentangan dengan hati nurani, mereka sengaja menjatuhkan pejabat
yang setia dan jujur. Menteri yang menipu rajanya, anak-anak yang menipu orang
tuanya. Begitu juga suami istri, sanak keluarga, dan kerabat saling menipu.
Terikat oleh keserakahan, kebencian dan kebodohan, yang puas
akan keuntungan diri sendiri. Yang terhormat atau yang terhina, yang
berkedudukan tinggi ataupun yang rendah, mereka bermental biadab yang sama.
Mereka mencoba menyimpan kebusukannya, membawa masalah dan kehancuran untuk
keluarganya bahkan mengakibatkan kematian bagi dirinya sendiri. Para kerabat
dan teman mungkin saja dilibatkan, dan seluruh suku mungkin saja dimusnahkan.
Terkadang, mereka mengajak keluarga, teman, penduduk desa,
penduduk kota, orang-orang bodoh dan orang-orang tak beradab. Mereka melibatkan
orang lain, dan amarah mereka berubah menjadi dendam. Orang kaya kikir dan
tidak mau membantu. Serakah pada pengumpulan harta benda, membuat lelah tubuh
dan pikiran mereka. Akhirnya, mereka meninggal dunia tanpa membawa apapun.
Saat datang ia sendirian, pergi pun ia sendirian, tak ada
yang bisa menemaninya. Baik atau buruk, untung atau rugi, mengikuti mereka
dalam menempuh kehidupan selanjutnya, bahagia atau derita. Penyesalan mereka
terlambat datangnya.
Manusia umumnya bodoh dan tidak bijaksana. Bukannya
menghormati orang suci, mereka malah membenci dan memfitnah orang suci itu.
Mereka berbahagia di dalam kejahatan dan dengan sengaja melanggar peraturan.
Dalam benak mereka selalu ingin merebut harta benda milik orang lain. Setelah
menghambur-hamburkan harta hingga habis mereka mencoba mencari kembali.
Karena mereka takut niat buruknya diketahui oleh
orang-orang, namun mereka tidak memikirkan masa depannya, dan akhirnya
penyesalannya terlambat di saat mereka tertangkap karena kejahatannya. Dunia
memiliki hukum dan penjara. Penjahat harus mempertanggung-jawabkan
kejahatannya. Pada kehidupan masa lampau, mereka tidak memperhatikan moralitas,
apalagi memupuk kebajikan. Pada kehidupan sekarang, mereka berbuat jahat. para
dewa bahkan sudah mengenali mereka. Setelah mati mereka terjerumus ke dalam
alam sengsara.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala
penderitaan dan kesengsaraannya yang tiada batasnya. Orang yang berdosa
berpindah-pindah dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, selama
berkalpa-kalpa, tanpa mengetahui kapan akan terbebaskan. Sementara kebebasan
sukar diraih, begitupun penderitaannya sukar dilukiskan.
Inilah bagian kedua dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5
kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan
api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga
pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia
akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan
mencapai nibbana. Inilah bagian kedua dari 5 sifat baik.
Bab 33 (Sifat Buruk dan
Sifat Baik Bagian Ketiga)
Sang Buddha berkata;
Bagian ketiga dari 5 sifat buruk adalah manusia di dunia
ini, yang batas usianya begitu singkat, saling bertergantungan satu sama lain,
dan keadaan lingkungan hidup mereka mirip antara surga dan bumi. Di golongan
atas adalah para sesepuh bijaksana, kaum bangsawan, para tetua, dan para
miliarder. Di golongan bawah adalah para miskin, kaum hina, para gelandangan,
dan kaum tak berpendidikan.
Di antara kedua golongan itu terdapat orang-orang berakhlak
buruk, jahat dan penuh nafsu. Orang-orang itu terhanyut di dalam hawa nafsu dan
kebiasaan yang menyimpangnya. Serakah dan pelit, mereka malas dan hanya
berharap. Selalu mencari sesuatu yang dapat membangkitkan hawa nafsu,
memperlihatkan pikiran kotor mereka. Mereka membenci pasangan mereka dan pergi
mencari petualangan baru. Mereka menghambur-hamburkan kekayaan keluarga dan
melanggar segala tata krama.
Mereka bergabung untuk melakukan pelanggaran hukum seperti
penyerangan, pembunuhan dan perampokan. Pikiran jahat mereka selalu mencari
mangsa, tidak peduli akan menumpuknya karma buruk. Mereka mendapatkan segalanya
melalui perampokan dan pencurian. Untuk menghindari tuntutan hukum, mereka
menyembunyikan hasil kejahatannya kepada istri-istri mereka.
Mereka mencari kepuasan untuk badan jasmani, berkhianat
kepada rekan sendiri. Manusia, baik yang bermartabat maupun yang hina, membenci
mereka, karena mereka dapat membawa masalah dan derita untuk keluarganya.
Mereka tidak takut kepada hukum atau larangan lainnya. Mereka bertindak jahat
terhadap manusia bahkan setan, dan siang malam tak menjadi halangan. Hingga
akhirnya kejahatan terukir di dalam kesadaran terdalamnya.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala
penderitaan dan kesengsaraannya yang tiada batas. Orang berdosa
berpindah-pindah dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, selama
berkalpa-kalpa, tanpa mengetahui kapan akan terbebaskan. Sementara kebebasan
sukar diraih, begitupun penderitaannya sukar dilukiskan.
Inilah bagian ketiga dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5
kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan
api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga
pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia
akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan
mencapai nibbana. Inilah bagian kedua dari 5 sifat baik.
Bab 34 (Sifat Buruk dan
Sifat Baik Bagian Keempat)
Bagian keempat dari 5 sifat buruk adalah manusia di dunia
tidak berpikir untuk menyucikan
batinnya, malahan mereka menghasut orang-orang untuk berbuat jahat. dengan
kata-kata yang mengadu domba, caci maki, kebohongan dan hasutan, mereka
bertengkar dan memfitnah orang lain. Mereka benci kepada orang suci dan
menuduhnya dengan segala fitnahan. Mereka tidak patuh ataupun menghormati orang
tuanya, dan mereka merendahkan guru dan para sesepuh. Mereka mengkhianati kepercayaan
yang diberikan teman-temannya dan sangat susah berbuat jujur.
Sombong dan memuji diri sendiri seolah-olah merekalah yang
paling benar. Kurang terpelajar, mereka secara brutal menyerang dan meneror
orang lain. Berdasarkan pikiran mereka, mereka tidak malu dalam berbuat
kejahatan, sehingga tak ada orang yang menghormatinya. Mereka tidak takut
kepada dewa maupun hukum, terang maupun gelap.
Sama sekali tidak berniat memupuk karma baik, mereka susah
dididik. Keras kepala dan gelap batin, mereka beranggapan mereka hidup abadi.
Tanpa ada yang dikhawatirkan dan ditakuti, mereka bertindak sesuka hati. Para
dewa bahkan sudah mencatat nama-nama mereka.
Mereka hidup dengan mengandalkan buah karma baik yang pernah
mereka tanam pada kehidupan masa lampau, serta didukung oleh sedikit kemuliaan
pada saat kehidupan lalu. Kini, pada kehidupan masa sekarang, mereka banyak
berbuat jahat dan menghabiskan banyak simpanan buah karma baik. Malaikat
pelindung sudah menjauhi mereka, dan mereka melangkah seorang diri tanpa ada bantuan
dari siapa pun.
Setelah meninggal, kejahatan berbalik kepadanya dan
mencengkeram diri mereka. Karena kejahatan telah tertanam secara kuat di dalam
kesadaran terdalamnya, dosa-dosa besarnya menyeret mereka kepada pembalasan
yang tak terelakan. Mereka akan masuk ke dalam kawah berapi. Sementara tubuh
mereka ditelan dan pikiran mereka penuh penderitaan, penyesalan mereka saat itu
sudah terlambat. Cara kerja hukum karma begitu cerdas dan sempurna.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala penderitaan
dan kesengsaraannya yang tiada batas. Orang berdosa berpindah-pindah dari satu
kehidupan ke kehidupan lainnya, selama berkalpa-kalpa, tanpa mengetahui kapan
akan terbebaskan. Sementara kebebasan sukar diraih, begitupun penderitaannya
sukar dilukiskan.
Inilah bagian keempat dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5
kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan
api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga
pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia
akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan
mencapai nibbana. Inilah bagian kedua dari 5 sifat baik.
Bab 35 (Sifat Buruk dan
Sifat Baik Bagian Kelima)
Sang Buddha berkata;
Bagian kelima dari 5 sifat buruk adalah manusia di dunia ini
yang terhanyut di dalam kelemahan dan kelalaian. Mereka tidak ingin menanam
bibit karma baik, menyucikan diri, hidup dengan penghidupan yang benar,
memikirkan kesejahteraan keluarga dan menjaga mereka dari panas maupun dingin.
Tetapi yang mereka lakukan adalah melawan orang tuanya
dengan tatapan bengis dan merespon dengan bantahan, bahkan berdebat dan
menantang, menganggap kedua orang tuanya sebagai musuh. Membuat orang tua sedih
dan menyesal karena mempunyai anak.
Mereka tidak pernah puas pada pemberian orang lain sehingga
mereka amat dibenci. Mereka juga tidak pernah berterima kasih apalagi membalas
kebaikan dari orang lain. Karena tidak mampu mengatasi kemiskinan dan kesulitan
mereka akhirnya mencuri dan menjadi gelandangan, hidup dengan uang haram.
Mereka gemar dengan alcohol dan pelacur, makan dan minum
tanpa batasan. Sikap mereka kasar dan agresif, tidak mengenal keharmonisan
bahkan dengan sengaja melanggarnya. Saat melihat orang lain berbuat kebajikan
mereka malah mengiri dan membencinya. Tanpa keberatan atau tanpa berpikir
mereka hidup di dalam kelengahan, tanpa kewaspadaan. Mereka bertindak
semena-mena tanpa mempedulikan aturan.
Mereka tidak memperhatikan pentingnya sanak keluarga,
melupakan budi orang tua dan guru-guru mereka, menelantarkan persahabatan dari
teman-teman dekatnya. Tanpa berbuat sedikit pun kebajikan, malahan pikiran
mereka selalu jahat, selalu berkata-kata jahat, dan tindak tanduk pun amat
jahat.
Mereka tidak percaya pada Dhamma yang diajarkan para Buddha
dan para arya. Mereka tidak percaya pada Jalan yang mengarah kepada pembebasan
sejati, juga tidak percaya tentang tumimbal lahir, ataupun berbuat baik akan
membuahkan kebahagiaan dan berbuat jahat akan membuahkan penderitaan. Mereka
berusaha menyingkirkan para suci, memecah belah Sangha, serta menyakiti orang
tua, saudara, dan anak-anaknya. Semua sanak keluarga mereka amat takut padanya
sehingga mereka berdoa agar ia segera meninggal.
Demikianlah, banyak sekali manusia di dunia ini yang memiliki
mental seperti itu. Bodoh dan jahat, mereka menganggap mereka bijaksana. Mereka
tidak tahu mengapa mereka bisa terlahir dan akan ke alam mana setelah mati
nanti. Berhati dingin dan suka memberontak, berbuat kejahatan yang dilarang
surga dan bumi.
Mereka berharap memperoleh keberuntungan dan panjang usia,
namun mereka berakhir dengan kematian. Jika ada orang baik yang menasihati
mereka agar berbuat kebajikan serta menerangkan kepada mereka tentang alam
bahagia dan alam sengsara, mereka menolak untuk mempercayainya. Nasihat semulia
apapun tak dapat mereka terima karena mereka telah menutup hati dan pikiran
mereka rapat-rapat. Menjelang kematian, mereka mulai dilanda ketakutan dan
penyesalan. Semasa hidup tidak mau berbuat kebajikan, menjelang mati hanya bisa
menyesalinya. Apalah arti penyesalan untuk kehidupan baru mereka?
Di antara surga dan bumi terdapat 5 alam kehidupan yang
berbeda, luas, besar dan banyak. Perbuatan seseorang yang baik akan dibalas
dengan keberuntungan, sedangkan perbuatan jahat akan dibalas dengan kemalangan.
Semuanya diperlakukan sama dan tidak pernah salah orang. Juga harus
mempertanggung-jawabkannya sendiri, tiada yang bisa mewakilinya. Hukum karma
menaungi perbuatan semua makhluk, dan pembalasannya pasti akan diterima, tanpa
ampun.
Sementara para arya yang selalu berbuat karma baik akan
lahir di alam bahagia, selama berkali-kali, orang-orang jahat yang selalu
berbuat karma buruk akan lahir di alam sengsara, selama berkali-kali. Siapakah
selain seorang Buddha yang tahu hal ini? Namun, sedikit saja yang mau menerima
dan mempercayai ajaran itu. Seseorang akan berputar di dalam roda lahir-mati
tiada henti-hentinya ke berbagai alam, antara lain alam sengsara dan alam
manusia ini.
Oleh sebab itulah terdapat 3 alam sengsara dengan segala penderitaan
dan kesengsaraannya yang tiada batas. Orang berdosa berpindah-pindah dari satu
kehidupan ke kehidupan lainnya, selama berkalpa-kalpa, tanpa mengetahui kapan
akan terbebaskan. Sementara kebebasan sukar diraih, begitupun penderitaannya
sukar dilukiskan.
Inilah bagian kelima dari 5 kejahatan, 5 penderitaan dan 5
kebakaran.
Bagaikan menderita sakit yang amat sangat parah, bagaikan
api besar membakar tubuh. Bila di tengah derita itu seseorang dapat menjaga
pikirannya dan sekuat tenaga berbuat kebajikan, tidak berbuat kejahatan, ia
akan memperoleh kebebasan, memperoleh jasa-jasa kebajikan, melampaui dunia dan
mencapai nibbana. Inilah bagian kedua dari 5 sifat baik.
Bab 36 (Nasihat Serius
Lainnya)
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Seperti yang telah Aku katakana kepada
kalian semua, manusia yang berada di dunia ini terjebak di dalam 5 kejahatan.
Akibatnya, mereka mengalami 5 penderitaan, yang kemudian berbuahkan 5
kebakaran.
Mereka berbuat banyak sekali karma buruk akan tetapi tidak
memperkuat akar kebajikan, sehingga mereka tergelincir dan jatuh ke dalam alam
sengsara. Ada pula sekelompok orang bahkan masih hidup saja sudah mengalami
penderitaan hebat, seperti sakit berkepanjangan yang diakibatkan dosa-dosa
mereka, hidup sengsara mati pun susah. Kemudian, setelah mati, mereka terjatuh
ke 3 alam derita untuk merasakan sakit yang amat menakutkan dan tiada batasnya,
bagai api membakar tubuhnya.
Orang-orang seperti itu pada awalnya hanya membawa sedikit
rasa benci di dalam pikirannya, namun seiring berjalannya waktu, kebencian itu
berkembang menjadi kejahatan yang besar. Akibat keserakahan terhadap harta
duniawi, mereka pelit untuk berdana. Terjebak di dalam lumpur kebodohan, mereka
tidak dapat berpikir jernih dan tak mampu melepaskan diri dari penderitaan.
Mereka bersaing demi keuntungan pribadi, tidak pernah
memikirkan akibatnya. Ada juga orang-orang yang selalu tertarik untuk mencari
harta sebanyak-banyaknya dan kedudukan setinggi-tingginya, mereka tidak
menghiraukan Dhamma dan Hukum Karma. Padahal apa yang mereka raih tidak abadi,
pasti akan lenyap. Dikarenakan beberapa hal sepele, mereka harus menderita
akibat melalui banyak kehidupan.
Sementara Hukum Karma berlaku bagi siapa saja, dan
pembalasan tidak dapat dielakkan. Orang-orang yang berdosa terjebak di dalam
jaring pembalasan, sendirian dan penuh ketakutan. Semenjak beberapa kalpa yang
lalu hingga sekarang telah ada penderitaan semacam itu.
Sang Buddha memberitahukan kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Para Buddha amat prihatin terhadap
kesengsaraan di dunia ini. Melalui kesaktian mereka, para Buddha berusaha
melenyapkan segala sumber kejahatan, membimbing manusia untuk meninggalkan
kebiasaan berpikir mereka, menjunjung tinggi Sutra dan sila, mempelajari Dhamma
tanpa keragu-raguan maupun penyimpangan. Pada akhirnya mereka akan melampaui
dunia dan mencapai nibbana.
Sang Buddha melanjutkan;
Kalian, para dewa dan manusia yang berada di masa mendatang,
apabila kalian telah menerima ajaran Buddha, maka haruslah selalu
merenungkannya, agar dapat tetap berpikiran jernih pada saat mengambil
keputusan yang tepat di dalam setiap tindakan.
Seorang pemimpin yang mengembangkan kebajikan harus
dijadikan contoh bagi para menterinya, yang pada gilirannya, para menteri itu
memerintahkan kepada seluruh pejabat untuk menjaga prilaku yang benar. Semua
harus memuja para suci dan menghormati nilai-nilai keluhuran, dan bersikap baik
dan penuh cinta kasih terhadap sesame. Jangan sampai gagal dalam menjalankan
ajaran Buddha. Semua orang harus berusaha melampaui dunia dan mencabut
akar-akar kejahatan yang menyebabkan kelahiran yang berulang-ulang,
meninggalkan kecemasan yang tak terlukiskan dan penderitaan yang dirasakan di 3
alam rendah.
Kalian harus banyak-banyak menanam akar kebajikan dan
melatih 6 paramita; dana, sila, Samadhi, virya, ksanti dan prajna. Kalian harus
mengajarkan Dhamma kepada orang lain, yang pada akhirnya akan banyak ornag yang
dapat dididik untuk berbuat kebajikan dan memperbaiki pikiran dan niat
seseorang.
Seandainya seseorang mengamalkan sila dengan
setulus-tulusnya dalam sehari dan semalam di dunia Saha ini, maka buah
kebajikan yang akan dipetiknya sama dengan orang yang menanam kebajikan selama
100 tahun di tanah suci Amitabha Buddha. Mengapa demikian? Karena di tanah suci
itu sangat suci, dan para rakyatnya tidak memiliki niat jahat walaupun setipis
ujung rambut. Mereka hanya tertarik pada pengumpulan karma baik.
Seandainya seseorang memupuk kebajikan dengan
setulus-tulusnya selama 10 hari dan 10 malam di dunia Saha ini, maka buah
kebajikan yang akan dipetik sama banyaknya dengan orang yang menanam kebajikan
selama 1.000 tahun di tanah suci Amitabha Buddha. Mengapa demikian? Karena para
rakyat, baik dewa maupun manusia yang berada di tanah suci Buddha semuanya hanya
memiliki kesempatan untuk berbuat kebajikan, tidak ada kesempatan untuk berbuat
kejahatan. Mengumpulkan dan memupuk benih-benih karma baik sudah menjadi
kegiatan rutin mereka sehari-hari.
Bertolak belakang dengan keadaan di tanah suci, orang-orang
di dunia Saha sudah terbiasa merasakan penderitaan hanya untuk meraih
kebahagiaan semu, dan manusia juga sudah terbiasa saling sikut menyikut.
Pikiran dan tubuh selalu kelelahan, mereka sudah terbiasa dengan kepahitan dan
racun. Keburukan mereka seakan-akan tiada akhirnya. Di dunia ini terdapat
banyak keburukan, dan berbuat kebajikan bukanlah kegiatan yang wajar. Berbuat
kebaikan berarti telah melampaui dunia.
Aku merasa prihatin kepada para dewa dan manusia, dan dengan
susah payah, Aku membimbing kalian untuk mengumpulkan kebajikan. Sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Aku menuntun dan mengajari kalian dengan Dhamma untuk
kalian laksanakan, sehingga kalian akan mencapai kesadaran seperti yang kalian
harapkan.
Ke mana saja Buddha berada, baik di perkotaan maupun di
perdesaan, tidak ada yang kelakuannya yang gagal diluruskan. Dunia akan damai
tenteram, matahari dan bulan akan bersinar, dan angin dan hujan akan turun pada
waktunya. Negeri tidak akan dilanda bencana alam maupun epidemi. Negara makmur
dan rakyat hidup dalam kedamaian, tidak ada peperangan senjata. Manusia
mengagumi kesucian dan menghargai kebajikan, mereka belajar untuk menjadi sopan
santun dan saling memikirkan keuntungan bersama.
Sang Buddha melanjutkan wejangannya;
Aku merasa prihatin kepada para dewa dan manusia melebihi
orang tua yang mengasihi anak-anaknya. Sekarang Aku telah mencapai kebuddhaan
di dunia Saha ini, dan Aku mengajarkan tentang pelenyapan 5 kejahatan,
menghilangkan 5 penderitaan dan memadamkan 5 kebakaran. Aku menyerang keburukan
dengan kebajikan untuk mengakhiri penderitaan perputaran kelahiran-kematian,
menuntun semua makhluk untuk menghimpun 5 sifat baik dan mencapai nibbana, yang
merupakan kebebasan dari sebab-akibat.
Setelah aku parinibbana, Buddha-Dhamma akan secara bertahap
mulai terlupakan. Manusia akan kembali melanjutkan cara hidup jahat, seperti
kata-kata manis dan kebohongan, dan akan merasakan 5 penderitaan dan 5
kebakaran seperti sedia kala. Tingkat keparahan kondisi mereka tak dapat
diucapkan lagi. Aku hanya menyampaikannya hingga di sini saja.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Engkau sudah seharusnya merenungkan hal
ini, dan menasihati para umat dengan jalan Buddha-Dhamma, agar mereka tidak
melanggarnya.
Kemudian Maitreya Bodhisattva beranjali dan berkata;
Sang Bhagava. Apa yang Buddha katakan amat benar, manusia di
dunia ini memang bertabiat seperti itu. Sang Tathagata, penuh dengan cinta
kasih dan welas asih, telah menuntun kami kepada pembebasan. Nasihat dari Sang
Buddha pasti tidak akan kami tentang atau lupakan.
Bab 37 (Penampakan
Amitabha Buddha dan Alam Sukhavati)
Sang Buddha berkata kepada Ananda;
Yang Arya Ananda. Bangkitlah, rapikanlah jubahmu,
beranjalilah dan hormatilah Amitabha Buddha. Semua Tathagata dari dunia di 10
penjuru juga memuji dan menyanjung Amitabha Buddha, yang tidak melekat pada
apapun dan tanpa halangan.
Lalu Ananda bangkit, membuka bahu sebelah kanannya, berdiri
dengan baik, menghadap ke arah barat. Kemudian beranjali dan bersujud dengan
hormat sambil memohon kepada Amitabha Buddha;
Sang Tathagata. Aku berkeinginan untuk melihat Sang Buddha,
tanah suci Sukhavati-nya, dan para Bodhisattva dan sravaka di sana.
Segera setelah Ananda berucap, Amitabha Buddha memancarkan
sinar yang amat terang menderang, menyinari banyak sekali tanah suci Buddha.
Gunung Vajra, gunung Raja Semeru, dan semua gunung-gunung berskala besar maupun
kecil menjadi berwarna keemasan. Pancaran sinarnya seperti air yang meliputi
bumi pada saat akhir kalpa, pada saat segala sesuatu akan punah, dan yang dapat
dilihat hanyalah luapan air besar. Efek cahaya dari pancaran sinar Amitabha
Buddha terlihat mirip dengan luapan air besar itu. Sinar dari para Bodhisattva
dan para sravaka terhalang oleh sinar Amitabha Buddha, karena pancaran sinar Amitabha
Buddha adalah yang paling terang, cemerlang dan indah.
Saat itu Ananda melihat keagungan dan keindahan dari
Amitabha Buddha, bagaikan gunung Raja Semeru dan melebihi ketinggian gunung
dari semua dunia. Pancaran sinar hidupnya menyinar pada segala sesuatu. Semua 4
kelompok murid Sang Buddha di persamuan agung ini melihat Amitabha Buddha dan
tanah sucinya, seperti juga para umat di tanah suci Sukhavati itu melihat
Sakyamuni Buddha dan murid-muridnya yang berada di dunia Saha ini.
Sang Buddha bertanya kepada Ananda dan Maitreya Bodhisattva;
Apakah kalian melihat semua perhiasan mustika yang amat
menakjubkan yang ada mulai dari tanah hingga ke langit tanah suci Amitabha
Buddha itu?
Ananda menjawab;
Ya, Sang Bhagava. Saya melihatnya.
Apakah kalian juga mendengar suara Amitabha Buddha yang
sedang membabarkan Dhamma, yang bertujuan untuk menyeberangkan seluruh makhluk
yang ada di berbagai dunia menuju Pantai Seberang?
Ananda menjawab;
Ya, Sang Bhagava. Saya mendengarnya.
Para umat yang berada di istana seluas 100.000 yojana
persegi, yang terbuat dari 7 mustika, sedang mengadakan puja bakti kepada semua
Buddha yang ada di 10 penjuru dunia yang jumlahnya tak terhitung. Apakah kalian
melihatnya?
Ananda menjawab;
Ya, Sang Bhagava. Saya melihatnya.
Ada beberapa umat yang terlahir lewat kandungan, hidup di
istana seluas 100 hingga 500 yojana persegi. Mereka semua menikmati kebahagiaan
seperti yang dirasakan para dewa yang ada di surga Trayastrimsa.
Bab 38 (Terlahir Lewat
Kandungan Akibat Keragu-Raguan)
Pada saat itu Maitreya Bodhisattva bertanya kepada Sang
Buddha;
Sang Bhagava. Mengapa umat di tanah suci itu ada yang lahir
lewat kandungan dan ada yang lahir spontan lewat teratai?
Sang Buddha memberitahukan kepada Maitreya Bodhisattva;
Apabila ada makhluk yang berharap terlahir di tanah suci
Amitabha Buddha, namun mereka mempunyai keraguan pada saat melakukan
penghimpunan karma baik. Mereka tidak memahami tentang kebijaksanaan seorang
Buddha, seperti kebijaksanaan tak terbayangkan, kebijaksanaan tak terlukiskan,
kebijaksanaan Mahayana tak terbatas, dan kebijaksanaan tak tertandingi. Mereka
tidak mempercayai bahkan meragukan kebijaksanaan tersebut.
Namun, mereka amat yakin tentang dosa dan pahala, dan mereka
selalu memupuk karma baik, berharap dapat terlahir di alam Sukhavati. Makhluk
semacam ini akan terlahirkan di tanah suci itu dan menjalani masa hidup 500
tahun di dalam istana mustika. Mereka tidak pernah bertemu Amitabha Buddha,
ataupun mendengarkan khotbahnya. Mereka juga tidak pernah bertemu dengan para
Bodhisattva dan sravaka. Oleh karena itu, di tanah suci Amitabha Buddha disebut
dengan istilah terlahir lewat kandungan.
Lagi, ada makhluk yang percaya tentang kebijaksanaan seorang
Buddha, seperti kebijaksanaan tak tertandingi. Mereka mengumpulkan karma baik
dan menyalurkan jasa-jasa kebajikan itu kepada makhluk lain. Makhluk seperti
ini akan terlahir spontan, duduk bersila di atas sekuntum bunga teratai yang
terbuat dari 7 macam mustika. Dalam sekejab tubuhnya, tampilan fisiknya,
cahayanya, kebijaksanaannya dan kebajikannya setara dengan Bodhisattva yang
berada di alam Sukhavati.
Yang Arya Ajita. Selain itu, banyak sekali Bodhisattva yang
berada di berbagai tanah suci Buddha yang berada di segala penjuru berharap
dapat bertemu dengan Amitabha Buddha dan para Bodhisattva serta para sravaka,
dan mengadakan puja bakti kepada mereka. Bodhisattva seperti itu, setelah
hayatnya berakhir, akan terlahir di tanah suci Amitabha Buddha secara spontan,
di dalam bunga teratai yang terbuat dari 7 mustika.
Yang Arya Ajita. Ketahuilah, bahwa umat yang lahir secara
spontan memiliki kebijaksanaan yang lebih tinggi dibandingkan umat yang lahir
lewat kandungan. Selama 500 tahun mereka tidak dapat bertemu Amitabha Buddha,
ataupun mendengar Dhamma, juga tidak dapat berjumpa dengan para Bodhisattva dan
sravaka. Mereka juga tidak dapat melakukan puja bakti kepada para Buddha dan
tidak dapat menjalankan latihan Bodhisattva, mereka tidak dapat berbuat
kebajikan apa-apa di sana. Ketahuilah, bahwa semua itu dikarenakan mereka tidak
bijaksana dan memiliki keraguan terhadap Buddha-Dhamma dalam kehidupan masa
lalunya.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Seumpamanya adalah seorang raja dunia memiliki sebuah istana
khusus berhiasan 7 mustika. Terdapat segala perabotannya, seperti beragam
ranjang dengan berbagai bahan mustika, tirai dan kanopi berbahan sutra. Bila
salah seorang pangerannya melawan sang raja dunia, maka ia akan dimasukkan ke
dalam istana megah itu lalu dikunci dengan beberapa gembok emas. Seperti halnya
raja dunia, sang pangeran akan disuguhi dengan hidangan makanan lezat dan
minuman segar, pakaian-pakaian dan selimut-selimut indah, serta pertunjukan
musik yang memukau. Tak ada yang kurang di istana mustika itu. Apa pendapatmu,
Yang Arya Ajita, apakah pangeran ini menikmati kehidupannya di istana itu?
Maitreya Bodhisattva menjawab;
Tidak, Sang Bhagava. Mereka akan mencari akal untuk
menghimpun kekuatan agar dapat kabur dari istana itu.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Demikian juga yang dirasakan para umat yang
lahir lewat kandunga itu. Dikarenakan mereka meragukan kebijaksanaan Buddha,
maka mereka terlahir di istana 7 mustika itu. Tidak ada hukuman apapun di sana,
bahkan tidak ada sekalipun sentuhan kasar diterimanya. Namun, selama 500 tahun,
mereka tidak pernah menghormati Triratna dan tidak dapat melakukan puja bakti
ataupun mengembangkan akar kebajikannya. Itulah penderitaan mereka. Meskipun
banyak kesenangan yang disediakan, namun mereka tidak sepenuhnya menikmati
kehidupan di sana.
Akan tetapi, jika makhluk-makhluk itu menyadari
kesalahan-kesalahannya, memperbaiki cara pandangnya, dan dengan tulus memohon
agar dapat meninggalkan tempat itu, maka keinginan mereka akan dipenuhi oleh
Amitabha Buddha.
Lantas mereka segera dapat mengunjungi istana di mana
Amitabha Buddha berada dan melakukan puja bakti dengan penuh rasa hormat.
Mereka juga sudah dapat mengunjungi dunia yang tak terkira jumlahnya, dan
menemui para Buddha yang tak terhitung jumlahnya untuk menanam benih kebajikan.
Yang Arya Ajita. Ketahuilah bahwa mereka yang masih memiliki
keragu-raguan terhadap Buddha-Dhamma pasti akan kehilangan memperoleh
kesempatan baik. Sebaliknya, seseorang seharusnya memahami dan mempercayai
kebijaksanaan tak terbatas seorang Buddha.
Bab 39 (Kelahiran
Kembali Para Bodhisattva dari alam lain ke alam Sukhavati)
Maitreya Bodhisattva bertanya kepada Sang Buddha;
Sang Bhagava. Berapakah jumlah Bodhisattva dari dunia Saha
yang memiliki tingkat tekad tak tergoyahkan yang telah terlahir di tanah suci
Amitabha Buddha?
Sang Buddha menjawab Maitreya Bodhisattva;
Dari dunia ini, ada 67 koti Bodhisattva yang berstatus tekad
tak tergoyahkan yang telah terlahir di tanah suci Amitabha Buddha. Mereka telah
melakukan puja bakti kepada para Buddha yang jumlahnya tak terkira, kurang
lebih begitulah, Yang Arya Ajita. Masih terdapat Bodhisattva yang banyaknya tak
terkira yang memiliki tingkat pencapaian yang lebih rendah dan kebajikan yang
lebih sedikit, telah bersiap-siap dilahirkan di alam Sukhavati.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Bukan hanya berasal dari alamKu, namun juga dari tanah suci
Buddha di seluruh penjuru, banyak Bodhisattva yang telah bersiap-siap
dilahirkan di alam Sukhavati, di antaranya;
Pertama, tanah suci Dusprasaha Buddha, sebanyak 180 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kedua, tanah suci Ratnakara Buddha, sebanyak 90 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Ketiga, tanah suci Amitaghosa Buddha, sebanyak 220 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Keempat, tanah suci Amrtarasa Buddha, sebanyak 250 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kelima, tanah suci Nagabhibhu Buddha, sebanyak 14 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Keenam, tanah suci Balabhijna Buddha, sebanyak 14 ribu Bodhisattva
akan menitis di alam Sukhavati.
Ketujuh, tanah suci Simha Buddha, sebanyak 500 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kedelapan, tanah suci Vimala Prabha Buddha, sebanyak 80 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kesembilan, tanah suci Gunasri Buddha, sebanyak 60 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kesepuluh, tanah suci Srikuta Buddha, sebanyak 60 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Kesebelas, tanah suci Nalendra Raja Buddha, sebanyak 10 koti
Bodhisattva akan menitis di alam Sukhavati.
Keduabelas, tanah suci Puspadvaja Buddha, Bodhisattva yang
tak terhitung banyaknya, semuanya berstatus tekad tak tergoyahkan, penuh
kebijaksanaan dan keberanian, telah bertemu dan melakukan puja bakti kepada
Buddha yang banyaknya tak terkira. Latihan kebodhisattvaan yang biasanya harus
dipelajari selama 100.000 koti kalpa dapat mereka pelajari hanya dalam waktu 7
hari saja. Para Bodhisattva itu akan menitis di alam Sukhavati.
Ketigabelas, tanah suci Vaisaradyaprapta Buddha, sebanyak
790 koti Bodhisattva, bersama dengan para Bodhisattva tingkat pemula dan para
biksu yang jumlahnya tak terhitung, akan menitis di alam Sukhavati.
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Yang Arya Ajita. Para Bodhisattva yang akan terlahir di
tanah suci Amitabha Buddha bukan hanya berasal dari keempatbelas alam tersebut,
namun banyak sekali para Bodhisattva yang jumlahnya tak terkira yang berasal
dari tanah suci-tanah suci Buddha dari 10 penjuru yang banyaknya tak terhingga.
Seandainya Aku setiap siang dan malam menyebutkan satu per
satu tanah suci-tanah suci Buddha yang berada di 10 penjuru yang para
Bodhisattva dan para biksunya akan terlahir di tanah suci Amitabha Buddha,
selama satu kalpa pun takkan selesai menyebutkannya. Sekarang Aku hanya
menceritakannya secara singkat saja.
Bab 40 (Penyebaran
Sutra Amitayus)
Sang Buddha berkata kepada Maitreya Bodhisattva;
Jika ada umat yang setelah mendengar nama Amitabha Buddha,
lalu dengan perasaan bahagia dan gembira merenungkannya, walaupun hanya sekali
saja, maka umat itu akan memperoleh manfaat yang sangat besar dan kebajikan
yang tak tertandingi.
Maka dari itu, Yang Arya Ajita. Walaupun api besar membakar
seluruh alam trisaharsa mahasahasra ini, seseorang tetap harus bertekad melewatinya
untuk mendengar Sutra ini dengan perasaan bahagia dan penuh keyakinan, lalu
menerima dan mengingatnya, membacanya lalu menceritakannya kepada orang lain,
serta berlatih menurut Sutra ini.
Mengapa? Karena banyak sekali Bodhisattva yang berharap dapat
mendengar Sutra ini tetapi tidak memiliki kesempatan. Jika ada makhluk yang
pernah mendengar Sutra ini, maka mereka tidak akan pernah mundur dari tekad
mereka untuk mencapai kebodhian.
Oleh karena itu, mereka harus benar-benar yakin kepada
kebenaran Sutra ini, menerima dan mengingatnya selalu, membawa dan
merenungkannya, serta melaksanakan latihan sesuai ajarannya.
Demi kepentingan semua makhluk, Aku telah membabarkan Sutra
ini dan memperlihatkan Amitabha Buddha dan alam Sukhavati beserta isinya kepada
mereka, sehingga mereka dapat menentukan apa yang akan dilakukan selanjutnya,
dan tidak muncul keraguan saat Aku parinibbana.
Pada masa mendatang, Buddha-Dhamma akan terlupakan. Dengan
dasar cinta kasih dan welas asih, Aku khusus menjapa Sutra ini dan membuatnya
dapat bertahan 100 tahun lebih lama. Semua makhluk yang mempelajari Sutra ini
akan tercapai segala tekadnya.
Sang Buddha memberitahukan kepada Maitreya Bodhisattva;
Sangat sulit dan sangat jarang dapat melihat dan bertemu
dengan seorang Buddha di dunia ini. Kesempatan untuk mendengar ajaran
Buddha-Dhamma sangat jarang dan juga sulit diperoleh. Dhamma Bodhisattva
Teragung, termasuk Paramita, juga sulit mendapatkan kesempatan untuk
mendengarkannya. Kesempatan mempraktekkan Dhamma setelah mendengarnya dari
orang suci juga sulit didapatkan. Yang paling sulit dari itu semua adalah
meyakini, menjunjung tinggi, menerima dan mengingat Sutra yang telah didengar.
Tak ada kesulitan yang lebih sulit daripada itu.
Seperti halnya dengan Dhamma yang telah Aku ajarkan.
Sebagaimana ajaran itu dibabarkan, maka begitu juga latihan harus dijalankan.
Kalian harus mempercayai dan mengikuti, serta melatih dengannya.
Setelah Sang Buddha membabarkan Sutra ini, para makhluk yang
jumlahnya tak terkira tergerak pikiran anuttara samyak sambodhi-nya. Lagi,
12.000 nayuta manusia memperoleh kesucian Mata Dhamma, 22 koti dewa dan manusia
mencapai tingkat kesucian anagami, dan 80 koti biksu terpadamkan penderitaannya
dan memperoleh kebebasan dari kemelekatan sehingga mencapai tingkat kesucian
arahat. 40 koti Bodhisattva mencapai tingkat tekad tak tergoyahkan, menghiasi
diri mereka dengan kebajikan agung dan ikrar utama. Pada kehidupan berikutnya
mereka akan mencapai penerangan sempurna.
Selanjutnya, alam trisaharsa mahasaharsa berguncang secara 6
cara. Cahaya agung bersinar hingga ke 10 penjuru dunia. 100.000 macam musik
bergema secara spontan, dan bunga mandarava yang jumlahnya tak terhitung turun
bagai hujan dari langit.
Setelah Sang Buddha membabarkan Sutra ini, seluruh hadirin
persamuan agung itu, Maitreya Bodhisattva dan seluruh Bodhisattva yang datang
dari dunia di 10 penjuru, bersama-sama dengan sesepuh Ananda dan para Maha Arya
lainnya, setelah mendengarkan uraian Sakyamuni Buddha, merasakan suka cita yang
mendalam. Mereka kemudian bersikap anjali menghormati Sang Buddha lalu pergi.
Komentar
Posting Komentar