Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Dhammapada Bab XXVI (XXVI:40. Kisah Devahita, Seorang Brahmana)

Pada suatu kesempatan, Sang Buddha menderita penyakit ringan pada lambung perut dan ia menyuruh Upavana Thera untuk mencari air panas dari Devahita, sang brahmana. Sang brahmana sangat senang karena mempunyai kesempatan yang sangat langka untuk memberikan sesuatu kepada Sang Buddha. Maka sebagai tambahan dari sekedar air panas, ia memberi sirup gula kepada sang thera untuk Sang Buddha. Di vihara, Upavana Thera memberikan air hangat untuk mandi kepada Sang Buddha. Setelah mandi ia memberi Sang Buddha campuran sirup gula dan air hangat. Setelah minum campuran tersebut Beliau segera merasa lega. Sang brahmana kemudian datang dan bertanya kepada Sang Buddha, “Bhante! Pemberian yang dilakukan kepada siapa yang memberikan manfaat terbesar bagi seseorang?” Kepadanya Sang Buddha berkata, “Brahmana! Suatu pemberian yang dilakukan kepada seseorang yang telah meninggalkan semua kejahatan adalah yang paling bermanfaat.” Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 423 berikut: Seseorang yan

Dhammapada Bab XXVI (XXVI:39. Kisah Angulimala)

Pada suatu kesempatan, Raja Pasenadi dan Ratu Malika memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu yang berjumlah lima ratus, dalam ujud suatu pemberian yang tidak dapat dilampaui oleh siapapun juga. Pada saat upacara berlangsung, setiap bhikkhu didampingi oleh seekor gajah yang memegang payung putih yang menutupi kepala bhikkhu tersebut dari sinar matahari. Namun demikian, mereka hanya mendapatkan empat ratus sembilan puluh sembilan gajah yang terlatih, sehingga mereka harus menggunakan seekor gajah yang tidak terlatih, dan gajah tersebut ditempatkan untuk memegang payung dekat Angulimala Thera. Setiap orang takut bahwa gajah yang belum terlatih itu mungkin menyebabkan kerusuhan, tetapi ketika dibawa dekat Angulimala Thera, ia menjadi jinak. Berkaitan dengan kejadian ini para bhikkhu kemudian bertanya kepada Angulimala apakah ia tidak merasa takut atau tidak. Kepada pertanyaan ini Angulimala menjawab bahwa ia tidak merasa takut. Para bhikkhu kemudian menemui Sang Budd

Dhammapada Bab XXVI (XXVI:38. Kisah Dhammadinna Theri)

Suatu ketika, ada seorang pengikut awam Sang Buddha bernama Visakha di Rajagaha. Setelah mendengar khotbah Sang Buddha berulang-ulang, Visakha mencapai tingkat kesucian Anagami dan ia berkata kepada istrinya, “Terimalah semua hartaku; sejak hari ini aku tidak akan campur tangan apapun dalam urusan keluarga.” Istrinya, Dhammadinna, menjawab, “Siapa yang akan menelan air ludah yang telah engkau buang.” Kemudian ia minta izin darinya untuk masuk dalam pasamuan dan menjadi seorang bhikkhuni. Setelah menjadi seorang bhikkhuni ia pergi ke sebuah vihara di suatu desa kecil bersama para bhikkhuni lain untuk melatih meditasi. Dalam waktu yang singkat, ia mencapai tingkat kesucian Arahat dan kembali ke Rajagaha. Visakha, setelah mendengar bahwa Dhammadinna telah kembali, pergi menemuinya dan bertanya kepadanya beberapa pertanyaan. Ketika Visakha bertanya kepadanya tentang tiga magga yang pertama; ia memberi jawaban kepadanya. Tetapi ketika Visakha memberikan pertanyaan kepadanya tentang ‘Ja

Dhammapada Bab XXVI (XXVI:37. Kisah Vangisa Thera)

Suatu ketika, di Rajagaha, terdapat seorang brahmana bernama Vangisa, yang dengan cara sederhana mengetuk-ngetuk tengkorak mayat seseorang yang telah meninggal dunia, dapat memberitahukan apakah orang tersebut lahir di alam dewa, atau di alam manusia, atau dalam salah satu dari empat alam rendah (apaya). Para brahmana membawa Vangisa menuju banyak desa dan orang-orang berkumpul karenanya dan membayarnya sepuluh, dua puluh, atau seratus untuk mencari informasi dimanakah saudaranya yang meninggal dunia dilahirkan kembali. Pada suatu kesempatan, Vangisa dan kelompoknya datang ke suatu tempat yang tidak jauh dari Vihara Jetavana. Melihat beberapa orang datang menemui Sang Buddha, para brahmana mengundang mereka untuk datang menemui Vangisa yang dapat memberitahu mereka di mana saudara mereka yang sudah meninggal dunia dilahirkan kembali. Tetapi para pengikut Sang Buddha berkata kepada mereka, “Guru kami adalah satu-satunya yang tanpa saingan, ia adalah satu-satunya Yang Telah Mencapai

Dhammapada Bab XXVI (XXVI:36. Kisah Nataputtaka Thera)

Seperti pada kisah sebelumnya, anak laki-laki dari seorang penari telah masuk dalam pasamuan dan telah mencapai tingkat kesucian arahat. Para bhikkhu lain pergi menemui Sang Buddha dan memberitahu Beliau bahwa Nataputtaka menegaskan dirinya telah mencapai tingkat kesucian Arahat. Kepada mereka Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu! Nataputtaka telah meninggalkan perasaan kesenangan pada semua hal.” Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 418 berikut: Seseorang yang telah mengatasi rasa senang dan tidak senang, dengan tidak menghiraukannya lagi, yang telah menghancurkan dasar-dasar bagi perwujudan, dan juga telah mengatasi semua dunia (kelompok kehidupan), maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.

Dhammapada Bab XXVI (XXVI:35. Kisah Nataputtaka Thera)

Suatu ketika, Nataputtaka, anak laki-laki dari seorang penari yang sedang pergi berkeliling menyanyi dan menari, memiliki kesempatan untuk mendengarkan khotbah yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut, ia masuk dalam pasamuan dan mencapai tingkat kesucian Arahat tidak lama kemudian. Suatu hari, ketika Sang Buddha dan para bhikkhu termasuk Nataputtaka sedang berjalan untuk menerima dana makanan, mereka menjumpai anak laki-laki dari penari lain yang sedang menari di jalanan. Melihat anak muda yang sedang menari, para bhikkhu bertanya kepada Nataputtaka apakah ia masih suka menari. Dan Nataputtaka menjawab, “Tidak, aku tidak.” Para bhikkhu kemudian pergi menemui Sang Buddha dan menceritakan bahwa Nataputtaka dengan cara seperti itu ingin menegaskan bahwa dirinya telah mencapai tingkat kesucian Arahat. Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu! Nataputtaka telah meninggalkan semua ikatan kemelekatan; ia telah menjadi seorang Arahat.” Kemudian Sang Buddha memb