Pada suatu kesempatan, Raja Pasenadi dan Ratu Malika
memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu yang berjumlah lima
ratus, dalam ujud suatu pemberian yang tidak dapat dilampaui oleh siapapun
juga. Pada saat upacara berlangsung, setiap bhikkhu didampingi oleh seekor
gajah yang memegang payung putih yang menutupi kepala bhikkhu tersebut dari
sinar matahari. Namun demikian, mereka hanya mendapatkan empat ratus sembilan
puluh sembilan gajah yang terlatih, sehingga mereka harus menggunakan seekor
gajah yang tidak terlatih, dan gajah tersebut ditempatkan untuk memegang payung
dekat Angulimala Thera. Setiap orang takut bahwa gajah yang belum terlatih itu
mungkin menyebabkan kerusuhan, tetapi ketika dibawa dekat Angulimala Thera, ia
menjadi jinak.
Berkaitan dengan kejadian ini para bhikkhu kemudian bertanya
kepada Angulimala apakah ia tidak merasa takut atau tidak. Kepada pertanyaan
ini Angulimala menjawab bahwa ia tidak merasa takut. Para bhikkhu kemudian
menemui Sang Buddha dan berkata bahwa Angulimala Thera menegaskan dirinya telah
mencapai tingkat kesucian Arahat.
Kepada mereka Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu! Adalah
cukup jelas bahwa Angulimala tidak takut, mereka yang seperti dirinya juga
tidak takut.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 422 berikut:
Ia
yang mulia, agung, pahlawan, pertapa agung (mahesi), penakluk, orang tanpa
nafsu, murni, telah mencapai penerangan, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
Komentar
Posting Komentar