Suatu ketika, di Rajagaha, terdapat seorang brahmana bernama
Vangisa, yang dengan cara sederhana mengetuk-ngetuk tengkorak mayat seseorang
yang telah meninggal dunia, dapat memberitahukan apakah orang tersebut lahir di
alam dewa, atau di alam manusia, atau dalam salah satu dari empat alam rendah
(apaya). Para brahmana membawa Vangisa menuju banyak desa dan orang-orang
berkumpul karenanya dan membayarnya sepuluh, dua puluh, atau seratus untuk
mencari informasi dimanakah saudaranya yang meninggal dunia dilahirkan kembali.
Pada suatu kesempatan, Vangisa dan kelompoknya datang ke
suatu tempat yang tidak jauh dari Vihara Jetavana. Melihat beberapa orang
datang menemui Sang Buddha, para brahmana mengundang mereka untuk datang
menemui Vangisa yang dapat memberitahu mereka di mana saudara mereka yang sudah
meninggal dunia dilahirkan kembali.
Tetapi para pengikut Sang Buddha berkata kepada mereka,
“Guru kami adalah satu-satunya yang tanpa saingan, ia adalah satu-satunya Yang
Telah Mencapai Pencerahan.”
Para brahmana mendengar perkataan seperti itu menganggap
sebagai suatu tantangan dan membawa Vangisa menuju Vihara Jetavana untuk
bertanding dengan Sang Buddha.
Sang Buddha, karena mengetahui maksud mereka, memerintahkan
para bhikkhu untuk membawa tengkorak dari seseorang yang terlahir di niraya
(alam neraka), dari seseorang yang terlahir di alam binatang, dari seseorang
yang terlahir di alam manusia, dari seseorang yang terlahir di alam dewa dan
juga dari seorang arahat. Kelima tengkorak tersebut diletakkan berurutan.
Kepada Vangisa diperlihatkan tengkorak-tengkorak itu. Ia
dapat memberitahukan di mana pemilik dari empat tengkorak yang pertama itu
dilahirkan; tetapi ketika ia menuju pada tengkorak dari seorang Arahat, ia
kehilangan jejak.
Kemudian Sang Buddha berkata, “Vangisa, tidakkah engkau
tahu? Aku tahu di mana pemilik tengkorak ini berada.” Vangisa kemudian meminta
Sang Buddha untuk memberi mantra gaib yang harus diketahuinya; tetapi Sang
Buddha memberitahu bahwa mantra tersebut hanya dapat diberikan kepada seorang
bhikkhu. Vangisa kemudian memberitahu para brahmana untuk menunggu di luar
vihara sementara ia mendapat pelajaran mantra tersebut. Kemudian, Vangisa
menjadi seorang bhikkhu. Sebagai seorang bhikkhu, seperti yang dianjurkan Sang
Buddha, ia merenungkan tiga puluh dua unsur pokok dari tubuh. Vangisa dengan
tekun melatih meditasi seperti yang dianjurkan oleh Sang Buddha dan mencapai
tingkat kesucian Arahat pada waktu yang singkat.
Ketika para brahmana yang sedang meninggu di luar vihara
datang untuk bertanya kepada Vangisa apakah ia telah mendapatkan mantra
tersebut, Vangisa menjawab, “Kalian semua lebih baik pergi sekarang; karena
bagiku, aku seharusnya tidak lagi pergi bersama kalian.”
Para bhikkhu lain yang mendengarnya berpikir ia sedang
mengatakan yang tidak sesungguhnya, sehingga mereka pergi menemui Sang Buddha
dan berkata, “Bhante! Vangisa dengan cara seperti itu ingin menegaskan dirinya
telah mencapai tingkat kesucian Arahat.”
Kepada mereka Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu! Vangisa
benar-benar mengetahui kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 419 dan 420 berikut
ini:
Seseorang yang telah
memiliki pengetahuan sempurna tentang timbul dan lenyapnya makhluk-makhluk,
yang telah bebas dari ikatan, telah pergi dengan baik (Sugata) dan telah
mencapai Penerangan Sempurna, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
Orang
yang jejaknya tak dapat dilacak, baik oleh para dewa, gandarwa, maupun manusia,
yang telah menghancurkan semua kekotoran batin dan telah mencapai kesucian (arahat),
maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
Komentar
Posting Komentar