Suatu waktu terdapat dua orang pertapa yang tinggal bersama,
mempraktekkan pertapaan yang keras (tapacaranam) selama bertahun-tahun lamanya.
Kemudian, satu di antara dua pertapa itu meninggalkan kehidupan bertapa dan
menikah. Setelah seorang anak laki-lakinya lahir, keluarga tersebut mengunjungi
pertapa tua temannya dan memberi hormat kepadanya. Kepada kedua orang tua anak
itu sang pertapa berkata, “Semoga kalian panjang umur,” tetapi dia tidak
berkata apa-apa kepada si anak.
Kedua orang tua tersebut bingung dan menanyakan kepada
pertapa, apakah alasannya ia tidak berkata apa-apa kepada anak itu. Sang
pertapa berkata kepada mereka bahwa anak tersebut hanya akan hidup tujuh hari
lagi dan ia tidak tahu bagaimana untuk mencegah kematiannya, tetapi Buddha
Gotama mungkin tahu bagaimana cara mencegahnya.
Kemudian orang tua tersebut membawa anaknya menghadap Sang
Buddha; ketika mereka memberi hormat kepada Sang Buddha, Beliau juga berkata,
“Semoga kalian panjang umur,” hanya kepada kedua orang tua itu dan tidak kepada
anaknya. Sang Buddha juga memperkirakan kematian akan datang pada anak itu.
Untuk mencegah kematiannya, Sang Buddha berkata kepada orang tua itu agar
mereka membangun paviliun di depan pintu masuk rumahnya dan meletakkan anak tersebut
pada dipan di dalam paviliun. Kemudian beberapa bhikkhu diundang ke sana untuk
membaca paritta selama tujuh hari. Pada hari ke tujuh Sang Buddha sendiri
datang ke paviliun itu. Para dewa dari seluruh alam semesta juga datang. Pada
waktu itu raksasa Avaruddhaka berada di pintu masuk, menunggu kesempatan untuk
membawa anak itu pergi. Tetapi kedatangan para dewa menyebabkan raksasa
tersebut hanya dapat menunggu di suatu tempat yang jauhnya 2 yojana dari anak
tersebut. Sepanjang malam, pembacaan paritta dilaksanakan tanpa henti, sehingga
melindungi anak tersebut. Hari berikutnya, anak tersebut diambil dari dipan dan
melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Pada kesempatan itu, Sang Buddha
berkata, “Semoga kamu panjang umur,” kepada anak tersebut. Ketika ditanya
berapa lama anak tersebut akan hidup, Sang Buddha menjawab bahwa ia akan hidup
selama seratus dua puluh tahun. Kemudian anak itu diberi nama Ayuvaddhana.
Ketika anak tersebut remaja, ia pergi berkeliling negeri
dengan disertai lima ratus orang pengikut. Suatu hari, mereka datang ke Vihara
Jetavana, para bhikkhu mengenalinya, dan bertanya kepada Sang Buddha, “Dengan
melaksanakan apa seseorang bisa berumur panjang?” Sang Buddha menjawab, “Dengan
menghormati dan menghargai yang lebih tua, yang memiliki kebijaksanaan serta
kesucian, niscaya seseorang akan memperoleh tidak hanya umur panjang, tetapi
juga keindahan, kebahagiaan, dan kekuatan.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 109 berikut:
Ia yang selalu
menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, kelak akan memperoleh empat
hal, yaitu: umur panjang, kecantikan, kebahagiaan, dan kekuatan.
Komentar
Posting Komentar