Suatu saat di Savatthi, tinggallah pasangan suami istri yang
memiliki tujuh anak laki-laki dan tujuh anak perempuan. Semua anaknya telah
menikah dan keluarga anak-anaknya hidup dengan tidak kekurangan. Kemudian sang
ayah meninggal dunia dan sang ibu mendapatkan semua kekayaan tanpa membagi
sedikitpun kepada anak-anaknya. Anak laki-laki dan anak perempuannya
menginginkan memiliki warisan, sehingga mereka berkata kepada ibunya, “Manfaat
apa yang kami dapatkan dari kekayaan kami? Tidakkah kita dapat membuatnya
berlipat ganda? Tidak dapatkah kita mengurus ibu kita?” Mereka mengatakan hal
itu berkali-kali kepada ibu mereka, dan si ibu berpikir bahwa anaknya akan
mengurus kehidupan si ibu. Akhirnya ia membagi kekayaan tersebut tanpa
menyisakan sedikitpun untuk dirinya.
Setelah pembagian kekayaan, ia pertama kali tinggal bersama
anak laki-laki tertua, tetapi mantunya menuntut dan berkata, “Ia telah datang
dan tinggal bersama kita, jika ia memberi kita dua bagian dari kekayaan!” dan
juga hal-hal lain. Lalu ia pergi menetap di anak laki-laki kedua. Hal yang sama
juga terjadi. Jadi ia pergi dari satu anak laki-laki ke anak laki-laki lainnya,
dari satu anak perempuan ke anak perempuan lainnya, tetapi satupun tidak ada
yang mau menerimanya untuk waktu yang lama dan tidak memberikan penghormatan
kepadanya.
Wanita tua tersebut merasa sakit hati terhadap perlakuan
anak-anaknya. Ia meninggalkan keluarganya dan menjadi bhikkhuni. Karena ia dulu
ibu dari banyak anak maka ia dikenal dengan nama Bahuputtika. Bahuputtika
menyadari bahwa ia menjadi bhikkhuni pada usia tua dan oleh karena itu ia
seharusnya tidak menyia-nyiakan waktu. Ia hendak menggunakan sisa hidupnya
dengan sepenuhnya, sehingga sepanjang malam ia meditasi sesuai dengan Dhamma
yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.
Sang Buddha memperhatikan diri wanita tua itu dari Vihara
Jetavana. Melalui kemampuan batin luar biasa Beliau, dengan cahaya yang
cemerlang, Beliau terlihat duduk di depan wanita itu. Kemudian Sang Buddha
berkata, “Kehidupan seseorang yang tidak pernah mempraktekkan Dhamma ajaran Sang
Buddha adalah tidak berguna, meskipun seseorang hidup seratus tahun.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 115 berikut:
Walaupun
seseorang hidup seratus tahun tetapi tidak dapat melihat keluhuran Dhamma
(Dhammamuttamam), sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang
dapat melihat keluhuran Dhamma.
Komentar
Posting Komentar