Suatu saat Devadatta menetap bersama Sang Buddha di Kosambi.
Selama tinggal di sana ia menyadari bahwa Sang Buddha menerima banyak perhatian
dan penghormatan maupun pemberian. Dia merasa iri hati terhadap Sang Buddha dan
bercita-cita untuk memimpin Sangha yang terdiri dari bhikkhu-bhikkhu.
Suatu hari, ketika Sang Buddha sedang memberikan khotbah di
Vihara Veluvana di dekat Rajagaha, dia mendekati Sang Buddha dan dengan alasan
bahwa Sang Buddha sudah semakin tua, dia sangat berharap Sangha akan dipercayakan
kepada pengawasannya.
Sang Buddha menolak usulnya serta menegur, bahwa dia telah
menelan air ludah orang lain. Sang Buddha kemudian meminta Sangha melaksanakan
rencana melakukan pengumuman (pakasaniya kamma) sehubungan dengan kelakukan
Devadatta.
Devadatta merasa tersinggung serta bersumpah membalas dendam
dan menantang Sang Buddha. Tiga kali, dia mencoba untuk membunuh Sang Buddha.
Pertama, dengan menggunakan beberapa pemanah sewaan. Kedua,
dengan memanjat ke atas bukit Gijjhakuta dan menjatuhkan sebuah batu besar
kepada Sang Buddha, dan ketiga, dengan memabukkan Gajah Nalagiri untuk
menyerang Sang Buddha.
Pemanah sewaan kembali setelah mencapai tingkat kesucian
sotapatti, tanpa menyakiti Sang Buddha. Batu besar yang didorong jatuh oleh
Devadatta melukai sedikit ibu jari kaki Sang Buddha, dan ketika gajah Nalagiri
lari menuju Sang Buddha, ia dibuat jinak oleh Sang Buddha.
Dengan demikian Devadatta gagal untuk membunuh Sang Buddha.
Dia mencoba siasat lainnya, mencoba memecah belah Sangha dengan cara membawa
pergi beberapa bhikkhu baru, menyingkir bersamanya ke Gayasisa.
Bagaimanapun juga, banyak di antara mereka telah dibawa
pulang kembali oleh Sariputta Thera dan Maha Moggalana Thera.
Kemudian, Devadatta jatuh sakit. Setelah menderita sakit
selama sembilan bulan, dia meminta murid-muridnya untuk membawanya menghadap
Sang Buddha di Vihara Jetavana.
Mendengar kabar bahwa Devadatta akan tiba, Sang Buddha
berkata kepada murid-murid-Nya bahwa Devadatta tidak akan pernah mendapat
kesempatan untuk menemui-Nya.
Ketika Devadatta dan rombongannya mencapai kolam di dekat
Vihara Jetavana, para pengangkutnya meletakkan tandu tempat berbaringnya di
tepi kolam, dan mereka pergi mandi. Devadatta bangun dari tempat berbaringnya,
dan menaruhkan kedua kakinya di tanah.
Pada saat itu juga kakinya masuk ke dalam bumi, dan sedikit
demi sedikit dia ditelan bumi. Devadatta tidak memiliki kesempatan untuk
melihat Sang Buddha karena perbuatan jahat yang telah dia lakukan terhadap Sang
Buddha. Setelah kematiannya, dia terlahir di Neraka Avici (Avici Niraya),
tempat yang penuh dengan penyiksaan terus menerus.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 17 berikut:
Di dunia ia menderita,
di dunia sana ia menderita; pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu. Ia
meratap ketika berpikir,”Aku telah berbuat jahat,” dan ia akan lebih menderita
lagi ketika berada di alam sengsara.
Komentar
Posting Komentar