Sekumpulan pedagang pergi melaut dengan sebuah kapal. Badai
mengganas dan kapal mereka hancur di tengah laut. Dari semua penumpang hanya
satu orang yang hidup. Orang yang selamat dengan memeluk sebuah potongan kayu
itu terdampar di pelabuhan Supparaka.
Karena pakaiannya hilang, ia mengikatkan sepotong kulit kayu
di tubuhnya. Dengan memegang sebuah mangkok, ia duduk di tempat di mana
orang-orang dapat melihatnya.
Orang-orang yang lewat memberinya nasi dan bubur. Beberapa
orang menganggapnya seorang arahat dan memujanya. Beberapa orang lain
membawakannya pakaian tetapi ia menolaknya. Ia takut dengan memakai pakaian
akan menyebabkan orang-orang hanya memberi sedikit. Di samping itu, beberapa
orang telah mengatakan bahwa ia seorang arahat. Maka dengan pikiran salah, ia
menganggap dirinya seorang arahat.
Oleh karena ia adalah seorang yang berpandangan salah dan
menggunakan sepotong kulit kayu sebagai pakaiannya, maka ia dikenal dengan nama
Bahiyadaruciriya.
Suatu ketika, Mahabrahma yang pernah menjadi temannya dalam
kehidupan lampau, melihat bahwa ia telah melakukan kekeliruan. Ia berpikir
bahwa menjadi tugasnya untuk mengembalikan Bahiya ke jalan yang benar.
Mahabrahma datang kepadanya pada malam hari. Ia berkata
kepadanya, “Bahiya, kamu bukan arahat dan lebih dari itu kamu belum memiliki
kualitas yang dimiliki seorang arahat.”
Bahiya memandang Mahabrahma dengan terkejut. Kemudian ia
berkata, “Ya, saya mengakui bahwa saya bukan seorang arahat, seperti yang telah
kamu katakan. Sekarang saya menyadari bahwa saya telah melakukan kesalahan
besar. Tetapi adakah di dalam kehidupan sekarang ini seorang arahat?”
Mahabrahma kemudian berkata bahwa sekarang ini di Savatthi
ada seorang arahat. Buddha Gotama, yang telah mencapai Penerangan Sempurna
dengan kemampuan-Nya sendiri.
Bahiya menyadari demikian besar kesalahannya. Ia merasa
sangat menderita dan berlari di sepanjang jalan menuju ke Savatthi. Mahabrahma
menolong Bahiya dengan kekuatan batinnya, sehingga jarak sepanjang 120 yojana
dapat ditempuh dalam satu malam.
Bahiya bertemu Sang Buddha ketika Beliau sedang menerima
dana makanan bersama para bhikkhu. Ia dengan penuh hormat mengikuti-Nya.
Kemudian ia memohon kepada Sang Buddha untuk membabarkan Dhamma.
Sang Buddha menjawab bahwa saat menerima dana makanan bukan
waktu yang tepat untuk berkhotbah.
Sekali lagi, Bahiya memohon, “Bhante, seseorang tak akan
tahu bahaya yang akan menimpa kehidupanmu dan kehidupanku, sehingga babarkanlah
kepadaku perihal Dhamma.”
Sang Buddha mengetahui bahwa Bahiya telah melakukan
perjalanan 120 yojana dalam waktu semalam, dan juga diliputi perasaan gembira
yang meluap-luap pada saat bertemu Sang Buddha. Oleh karena itu Sang Buddha
tidak segera berbicara mengenai Dhamma kepadanya tetapi menunggu sampai ia
tenang dan memungkinkan untuk menerima Dhamma dengan baik.
Bahiya terus-menerus memohon. Sehingga, ketika berdiri di
tepi jalan, Sang Buddha berkata kepada Bahiya, “Bahiya, ketika kamu melihat
suatu obyek, hendaknya sadarlah bahwa hal itu hanya obyek yang dilihat; ketika
kamu mendengar suatu suara, sadarlah bahwa hal itu hanya suara; ketika kamu
mencium, atau merasa, atau menyentuh sesuatu, sadarlah bahwa hal itu hanya bau,
rasa, sentuhan, dan ketika kamu berpikir tentang sesuatu, sadarlah bahwa hal
itu hanya obyek pikiran.”
Setelah mendengar khotbah di atas, Bahiya mencapai tingkat
kesucian arahat dan memohon izin Sang Buddha untuk menjadi bhikkhu.
Sang Buddha berkata kepadanya untuk membawa jubah, mangkuk,
dan kebutuhan bhikkhu lainnya. Dalam perjalanan untuk mendapatkan barang-barang
tersebut, ia diseruduk oleh seekor sapi (sebenarnya raksasa yang berwujud sapi)
sehingga ia meninggal dunia. Ketika Sang Buddha dan para bhikkhu berjalan kelaur
setelah makan, mereka menemukan Bahiya telah tergeletak meninggal dunia pada
tumpukan sampah.
Atas perintah Sang Buddha, para bhikkhu mengkremasikan tubuh
Bahiya dan sisa jasmaninya disimpan dalam sebuah stupa.
Setelah kembali ke Vihara Jetavana, Sang Buddha berkata
kepada para bhikkhu bahwa Bahiya telah merealisasi nibbana. Beliau juga berkata
kepada mereka berkaitan dengan pencapaian ‘Pandangan Terang Magga’ (Abhi
a) Bahiya adalah yang tercepat dan
terbaik.
Para bhikkhu bingung dengan pernyataan
yang diucapkan Sang Buddha dan bertanya kepada Beliau mengapa dan kapan Bahiya
menjadi seorang arahat.
Sang Buddha menjawab, “Bahiya telah
mencapai tingkat kesucian arahat pada saat ia mendengarkan penjelasan Dhamma
yang diberikan kepadanya ketika kita menerima dana makanan.”
Para bhikkhu heran bagaimana seseorang
mencapai arahat setelah mendengarkan hanya sedikit kalimat Dhamma. Kemudian
Sang Buddha berkata kepada mereka bahwa banyaknya kata-kata atau panjangnya
khotbah tidaklah menjadi masalah jika hal itu bermanfaat bagi seseorang.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
101 berikut:
Daripada
seribu bait syair yang tak berguna, adalah lebih baik sebait syair yang berguna,
yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.
Komentar
Posting Komentar