Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab V (V:8. Kisah Seorang Petani)


Suatu hari beberapa pencuri setelah mencuri benda-benda berharga dan sejumlah uang dari rumah orang kaya melarikan diri ke suatu ladang. Di sana mereka membagi hasil curian dan berlari berpisah. Tetapi sebuah bungkusan yang berisi uang yang berjumlah banyak terjatuh dari tangan salah seorang pencuri, dan tertinggal di belakang. Tidak ada yang memperhatikan.
Keesokan paginya Sang Buddha yang sedang mengamati dunia dengan penglihatan supranaturalnya, melihat bahwa ada seorang petani sedang bekerja dekat ladang tersebut, akan mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Segera Sang Buddha pergi ke sana, ditemani oleh Y.A. Ananda. Petani tersebut ketika melihat Sang Buddha memberi hormat, kemudian melanjutkan kembali membajak sawah.
Sang Buddha melihat bungkusan uang tersebut dan berkata, “Ananda, lihatlah seekor ular yang sangat berbisa.” Ananda menjawab, “Ya, Bhante, itu benar-benar seekor ular yang sangat berbisa!” kemudian Sang Buddha dan Ananda melanjutkan perjalanannya.
Petani itu mendengarkan percakapan tersebut di atas, ia pergi mencari apakah benar ada seekor ular, dan menemukan bungkusan yang berisi uang. Ia mengambil bungkusan itu dan menyembunyikannya di suatu tempat.
Pemilik barang yang dicuri datang ke ladang mencari jejak para pencuri. Ia menemukan jejak kaki petani, kemudian ia menemukan bungkusan uang. Ia menangkap petani itu dengan dakwaan sebagai pencuri dan menghadapkannya kepada raja.
Raja memerintahkan orang kaya itu untuk membunuh petani. Ketika dibawa ke pemakaman, tempat petani akan dibunuh, petani itu mengulang kalimat: “Ananda, lihatlah ada seekor ular yang sangat berbisa. Bhante, saya melihat ular; sungguh-sungguh seekor ular yang sangat berbisa!”
Ketika pegawai Raja mendengar percakapan antara Sang Buddha dan Ananda diulang-ulang selama dalam perjalanan, mereka kebingungan, dan membawanya menghadap Raja. Raja menyangka bahwa petani itu memanggil Sang Buddha untuk dijadikan saksi; beliau kemudian meminta kehadiran Sang Buddha.
Setelah mendengar segala keterangan apa yang terjadi pagi hari itu dari Sang Buddha, raja mengatakan, “Apabila ia tidak dapat memanggil Sang Buddha sebagai saksi yang menyatakan ia tidak bersalah, orang ini akan dibunuh.”
Kepada petani itu, Sang Buddha berkata, “Orang bijaksana seharusnya tidak melakukan sesuatu yang akan membuatnya menyesal setelah melakukannya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 67 berikut:
Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu tidak baik. Orang itu akan menerima akibat perbuatannya dengan ratap tangis dan wajah yang berlinang air mata.
Petani tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav