Suatu hari Raja Pasenadi dari Kosala sedang berjalan-jalan
di kota. Secara tidak sengaja beliau melihat seorang wanita muda berdiri dekat
jendela rumahnya dan beliau langsung jatuh cinta. Raja mencoba untuk menemukan
berbagai cara dan kesempatan untuk mendapatkannya. Setelah mengetahui bahwa
wanita muda itu telah menikah, Raja memanggil suami wanita muda tersebut dan
dijadikan pelayan istana.
Suatu ketika raja memerintahkan suami wanita muda itu untuk
melakukan suatu pekerjaan yang sangat sulit. Pemuda itu diperintahkan untuk
pergi ke suatu tempat, satu yojana (dua belas mil) jauhnya dari Savatthi, serta
membawa pulang beberapa bunga teratai Kumuda dan sedikit tanah merah yang
dikenal dengan nama Arunavati, tanahnya Naga, dan kembali ke Savatthi pada sore
yang sama, pada waktu raja mandi.
Tujuan raja adalah untuk membunuh suami wanita muda tersebut
jika ia gagal kembali pada waktu yang telah ditentukan, dan mengambil wanita
muda itu sebagai istrinya.
Pemuda itu mengambil ransum makanan dari istrinya dengan
tergesa-gesa, dan segera berangkat untuk melaksanakan perintah raja. Di
perjalanan, pemuda itu membagi bekal makanannya kepada seorang pengembara. Dia
juga melemparkan sedikit nasi ke dalam air dan berteriak: “O, makhluk-makhluk
penjaga dan naga-naga penghuni sungai ini! Raja Pasenadi telah menyuruhku untuk
mengambil beberapa bunga teratai Kumuda dan tanah merah Arunavati untuk beliau.
Hari ini aku telah membagi makananku dengan seorang pengembara; aku juga memberi
makanan buat ikan-ikan di sungai; sekarang aku juga membagi manfaat perbuatan
baikku yang telah aku lakukan hari ini denganmu. Berilah aku bunga teratai
Kumuda dan tanah merah Arunavati.” Raja Naga mendengarnya. Dengan menyamar
sebagai orang tua memberikan bunga teratai dan tanah merah yang diharapkan.
Sore hari Raja Pasenadi yang cemas seandainya pemuda
tersebut datang kembali tepat pada waktunya telah memerintahkan untuk menutup
gerbang kota lebih awal. Setelah mengetahui bahwa pintu gerbang kota telah
ditutup maka pemuda tadi meletakkan tanah merah pada dinding kota dan
menempelinya dengan bunga teratai.
Kemudian dia menyatakan dengan keras: “O, para warga kota!
Jadilah saksiku! Hari ini aku telah memenuhi tugasku tepat pada waktunya
seperti yang telah diperintahkan oleh Raja. Raja Pasenadi, tanpa ada keadilan,
merencanakan untuk membunuhku.”
Setelah itu pemuda tadi menuju Vihara Jetavana untuk mencari
perlindungan dan menghibur dirinya di tempat yang penuh kedamaian tersebut.
Di lain pihak Raja Pasenadi yang digoda oleh nafsu
seksualnya, tidak dapat tidur, dan terus memikirkan bagaimana menyingkirkan
suami wanita muda itu dan memperistrinya. Tengah malam beliau mendengar
suara-suara aneh; yang sesungguhnya merupakan suara-suara yang menyayat hati
dari empat makhluk menderita di alam Lohakumbhi Niraya. Sang Raja sangat
ketakutan mendengar suara-suara yang mengerikan tersebut. Keesokan paginya Raja
Pasenadi mengunjungi Sang Buddha, seperti yang disarankan oleh Ratu Malika.
Kemudian Sang Buddha menjelaskan tentang empat suara yang
didengar raja pada malam hari, beliau mengatakan bahwa suara-suara itu
merupakan suara-suara empat makhluk, yang merupakan putra dari seorang hartawan
yang hidup pada masa Buddha Kassapa, dan sekarang mereka menderita di
Lohakumbhi Niraya sebab mereka telah melakukan perzinaan dengan istri-istri
orang lain.
Raja akhirnya menyadari perbuatan buruk dan akibat yang akan
diperoleh. Raja berjanji tidak akan menginginkan istri orang lain lagi.
“Kejadian itu sama dengan nafsu keinginanku untuk memiliki istri orang lain
yang membuatku tersiksa dan tidak dapat tidur,” pikir beliau.
Kemudian Raja Pasenadi mengatakan kepada Sang Buddha, “Bhante,
sekarang saya menyadari bagaimana lamanya malam untuk seseorang yang tidak
dapat tidur.”
Pemuda tadi juga mengatakan, “Bhante, saya telah melakukan
perjalanan penuh satu yojana kemarin, saya juga mengetahui bagaimana panjangnya
satu yojana bagi seseorang yang lelah.”
Sang Buddha kemudian membabarkan syair 60 dengan
menggabungkan kedua pernyataan di atas seperti berikut ini:
Malam terasa panjang
bagi orang yang berjaga, satu yojana terasa jauh bagi orang yang lelah; sungguh
panjang siklus kehidupan bagi orang bodoh yang tak mengenal Ajaran Benar
(Dhamma).
Pemuda tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah
Dhamma itu berakhir.
Komentar
Posting Komentar