Ada dua orang sahabat bernama Sirigutta dan Garahadinna
tinggal di Savatthi. Sirigutta adalah seorang pengikut Buddha dan Garahadinna
adalah pengikut Nigantha, pertapa yang memusuhi Sang Buddha.
Dalam hal berkaitan dengan Nigantha, Garahadinna seringkali
berkata kepada Sirigutta, “Apa manfaat yang kamu dapatkan menjadi pengikut
Buddha? Kemarilah, jadilah pengikut guruku.” Setelah berulang kali dibujuk,
Sirigutta berkata kepada Garahadinna, “Katakan padaku, apa yang diketahui oleh
gurumu?” Garahadinna mengatakan bahwa gurunya dapat mengetahui segalanya.
Dengan kekuatannya dia dapat mengetahui masa lampau, saat ini, dan masa depan
dan juga dapat membaca pikiran orang lain. Maka, Sirigutta mengundang Nigantha
untuk datang ke rumahnya untuk menerima dana makanan.
Sirigutta ingin mengetahui kebenaran tentang Nigantha,
apakah mereka benar-benar memilki kekuatan untuk mengetahui pikiran seseorang,
masa lampau, sekarang dan masa depan seseorang.
Maka ia membuat sebuah parit yang dalam dan panjang dan
dipenuhi dengan sampah dan kotoran. Tempat duduk untuk Nigantha dan
murid-muridnya ditempatkan dengan sembarangan di atas parit. Belanga-belanga
kotor dan besar dibawa masuk dan ditutup dengan kain dan daun-daun pisang agar
kelihatan seolah-olah penuh dengan nasi dan kari.
Ketika pertapa-pertapa Nigantha tiba, mereka dipersilahkan
untuk masuk satu per satu, untuk berdiri di dekat tempat duduk yang telah
disiapkan, dan langsung dipersilakan duduk. Ketika mereka telah duduk, penutup
parit tadi pecah dan pertapa-pertapa Nigantha jatuh ke dalam parit yang kotor.
Kemudian Sirigutta bertanya kepada mereka, “Kenapa kamu
tidak mengetahui masa lalu, saat ini dan masa depan? Mengapa kamu tidak tahu
pikiran orang lain?” Semua pertapa-pertapa Nigantha merasa dijebak.
Garahadinna sangat marah kepada Sirigutta dan menolak untuk
berbicara dengannya selama dua minggu. Kemudian, ia memutuskan bahwa ia akan
membalas perlakuan Sirigutta. Karena itu, ia memutuskan untuk tidak marah lebih
lama lagi.
Suatu hari ia menyuruh Sirigutta mengundang Sang Buddha dan
lima ratus muridnya untuk berpindapatta. Maka Sirigutta menghadap Sang Buddha
dan mengundangnya ke rumah Garahadinna. Ia mengatakan kepada Sang Buddha apa
yang ia lakukan kepada pertapa-pertapa Nigantha, guru Garahadinna. Ia juga
menunjukkan rasa takut bahwa undangan tersebut mungkin suatu jebakan.
Sang Buddha dengan kekuatan supranaturalnya, mengetahui
bahwa akan merupakan suatu kesempatan bagi dua sahabat itu untuk mencapai
tingkat kesucian sotapatti. Dengan tersenyum Sang Buddha menyatakan undangan
tersebut diterima.
Garahadinna membuat sebuah parit, dipenuhi dengan bara yang
menyala dan ditutup dengan karpet. Dia juga meletakkan belanga-belanga kosong
yang ditutup dengan kain dan daun-daun pisang agar kelihatannya penuh dengan
nasi dan kari.
Keesokan harinya, Sang Buddha datang diikuti oleh lima ratus
bhikkhu dalam satu rombongan. Ketika Sang Buddha melangkah di atas karpet yang
menutupi arang yang menyala, karpet dan bara api tiba-tiba menghilang, dan lima
ratus bunga teratai sebesar roda kereta, membentang untuk Sang Buddha dan
murid-murid-Nya duduk.
Melihat keajaiban ini, Garahadinna sangat cemas dan dia
mengatakan kepada Sirigutta: “Bantulah saya, teman. Bukan keinginan saya untuk
membalas dendam. Saya telah melakukan perbuatan yang salah. Rencana buruk saya
tidak ada yang berpengaruh terhadap semua gurumu. Periuk-periuk yang ada di dapur
semuanya kosong. Tolonglah saya.”
Sirigutta kemudian berkata kepada Garahadinna untuk pergi
dan melihat periuk-periuk tersebut. Ketika Garahadinna melihat ke dapur semua
periuk-periuknya telah berisi makanan. Ia menjadi sangat kagum. Pada waktu yang
sama juga menjadi sangat lega dan gembira. Makanan tersebut kemudian disajikan
kepada Sang Buddha dan murid-murid-Nya.
Selesai makan, Sang Buddha menyatakan anumodana terhadap
perbuatan baik itu dan beliau berkata, “Mereka yang tidak tahu, kurang
pengetahuan, tidak mengetahui kualitas yang unik dari Sang Buddha, Dhamma,
Sangha, mereka seperti orang buta. Tetapi orang bijaksana yang memilki
pengetahuan, seperti orang melihat.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 58 dan 59 berikut
ini:
Seperti dari tumpukan
sampah yang dibuang di tepi jalan, tumbuh bunga teratai yang berbau harum dan
menyenangkan hati.
Begitu juga di antara
orang duniawi, siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna bersinar menerangi dunia
yang gelap ini dengan kebijaksanaanNya.
Ketika mendengarkan khotbah Sang Buddha, perlahan-lahan
tubuh Garahadinna diliputi oleh kegembiraan dan kebahagiaan. Pada akhir
khotbah, Sirigutta dan Garahadinna mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Keduanya memperbarui persahabatan mereka dan menjadi
penyokong utama bagi Sang Buddha dan para bhikkhu. Mereka juga banyak berdana
untuk kepentingan Dhamma.
Komentar
Posting Komentar