Belatthasisa Thera, setelah pergi berpindapatta di suatu
desa, berhenti di tepi jalan dan memakan makanannya. Setelah makan, ia
meneruskan berpindapatta untuk memperoleh dana makanan lagi. Ketika telah
merasa cukup ia kembali ke vihara, mengeringkan nasi dan menyimpannya. Jadi ia
tidak perlu berpindapatta setiap hari, sehingga ia dapat bermeditasi Jhana
selama dua atau tiga hari. Begitu selesai meditasi, ia memakan nasi kering yang
telah disimpannya, setelah merendamnya terlebih dahulu dalam air.
Bhikkhu-bhikkhu lain berpikiran buruk terhadap kelakuan thera itu. Mereka
melaporkan hal tersebut kepada Sang Buddha.
Sang Buddha berpikir, jika hal itu ditiru oleh bhikkhu-bhikkhu
lainnya, ada kemungkinan menjadi disalahgunakan. Oleh karena itu Beliau
melarang para bhikkhu untuk menyimpan makanan. Beliau juga menganjurkan para
bhikkhu agar berusaha mempertahankan kesederhanaan dan kemurnian hidupnya
dengan tidak memiliki barang-barang selain keperluan bhikkhu.
Sedangkan untuk Belatthasisa, ia menyimpan nasi sebelum
peraturan ditetapkan, lagipula ia tidak serakah terhadapa makanan, tetapi hanya
menghemat waktu untuk keperluan bermeditasi. Sang Buddha menetapkan bahwa ia
tidak bersalah dan tidak tercela.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 92 berikut:
Mereka yang tidak lagi
mengumpulkan harta duniawi, yang sederhana dalam makanan, yang telah mencapai
‘Kebebasan Mutlak’ maka jejak mereka tidak dapat dilacak bagaikan burung-burung
di angkasa.
Komentar
Posting Komentar