Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab IV (IV:8. Kisah Visakha)


Seorang hartawan dari Bhaddiya bernama Danancaya, dari isterinya Sumaanadewi mempunyai puteri yang dinamai Visakha. Visakha juga merupakan cucu dari Mendaka, salah seorang dari lima hartawan yang ada di wilayah kerajaan Raja Bimbisara. Ketika Visakha berusia tujuh belas tahun, Sang Buddha berkunjung ke Bhaddiya.
Pada suatu kesempatan hartawan Mendaka mengajak Visakha dan lima ratus pengawalnya untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha. Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, Visakha, kakeknya dan semua lima ratus pengawalnya mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Ketika Visakha dewasa, dia menikah dengan Punnavaddhana, putra Migara, seorang hartawan dari Savatthi. Suatu hari, ketika Migara sedang makan siang, seorang bhikkhu berhenti untuk berpindapatta di rumah tersebut; tetapi Migara menolak bhikkhu tersebut.
Visakha melihat hal ini, kemudian berkata kepada bhikkhu tersebut; “Maafkan saya, teruslah berjalan Bhante, ayah mertua saya hanya makan makanan basi.”
Mendengar hal itu, Migara menjadi sangat marah dan menyuruhnya untuk pergi. Tetapi Visakha mengatakan bahwa ia tidak akan pergi, dan dia akan memanggil delapan wali yang dikirm oleh ayahnya untuk menemaninya dan menasehatinya. Wali-wali tersebut akan memutuskan apakah Visakha bersalah atau tidak bersalah.
Ketika para wali telah berkumpul, Migara berkata: “Ketika saya sedang makan nasi dan susu dengan mangkuk emas, Visakha mengatakan bahwa saya makan makanan kotor dan basi. Untuk kesalahan itu, saya akan mengirimnya pulang.”
Kemudian Visakha menjelaskan sebagai berikut: “Ketika saya melihat ayah mertua saya membiarkan seorang bhikkhu berdiri untuk berpindapatta. Saya berpikir bahwa ayah mertua saya tidak mau melakukan perbuatan baik pada saat ini, beliau hanya makan hasil dari perbuatan baiknya yang lampau. Maka, saya mengatakan, ayah mertua saya hanya makan makanan basi. Sekarang tuan-tuan, apakah anda pikir, saya bersalah?” Para wali memutuskan bahwa Visakha tidak bersalah.
Visakha kemudian mengatakan bahwa dia salah seorang pengikut Buddha yang taat dan berkeyakinan kuat dan tidak dapat tinggal diam ketika para bhikkhu datang. Juga, apabila dia tidak diberikan izin untuk mengundang para bhikkhu untuk menerima dana makanan dan persembahan lainnya, dia akan meninggalkan rumah. Maka Visakha memperoleh izin untuk mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu ke rumahnya.
Keesokan harinya Sang Buddha dan murid-muridnya diundang ke rumah Visakha. Ketika dana makanan telah disajikan, Visakha mengundang ayah mertuanya untuk bersama-sama mendanakan makanan tersebut. Tetapi ayah mertuanya tidak mau datang. Setelah makan siang berakhir, sekali lagi dia mengundang ayah mertuanya, kali ini dengan pesan agar ayah mertuanya datang untuk ikut mendengarkan khotbah yang akan segera diberikan oleh Sang Buddha. Ayah mertuanya merasa bahwa tidak seharusnya dia menolak untuk kedua kalinya. Tetapi, gurunya, pertapa Nigantha, tidak mengizinkan dia pergi. Mereka memutuskan untuk mendengarkan dari balik tirai. Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, Migara mencapai tingkat kesucian sotapatti. Dia sangat berterima kasih kepada Sang Buddha dan juga menantunya.
Sebagai bentuk rasa terima kasihnya, ia menyatakan bahwa mulai sekarang Visakha akan menjadi ibunya, dan Visakha kemudian dikenal sebagai Migaramata.
Visakha mempunyai sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan, dan masing-masing anak mempunyai sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan.
Visakha memiliki sebuah perhiasan yang dihiasi dengan permata-permata yang mahal harganya, pemberian ayahnya pada hari pernikahannya. Suatu hari Visakha pergi ke Vihara Jetavana bersama para pengikutnya. Saat tiba di vihara, ia merasa bahwa perhiasannya sangat berat. Maka, ia melepaskan perhiasannya dan membungkusnya dengan selendang, memberikan kepada pelayannya untuk dibawa dan dijaganya. Ternyata pelayan tersebut lupa ketika mereka meninggalkan vihara. Sudah menjadi kebiasaan Y.A. Ananda menyimpan barang-barang yang ditinggalkan oleh umat.
Visakha mengirim kembali pelayannya ke vihara: “Pergi dan lihatlah perhiasan permata itu, tetapi jika Y.A. Ananda telah menemukan dan menyimpannya di suatu tempat, jangan bawa pulang kembali; saya mendanakan perhiasan permata itu kepada Y.A. Ananda.” Tetapi Y.A. Ananda tidak menerima dana tersebut.
Maka Visakha memutuskan untuk menjual perhiasan tersebut dan kemudian akan mendanakan hasil penjualannya. Tetapi tidak seorangpun yang mampu membeli perhiasan tersebut. Akhirnya Visakha membelinya sendiri seharga Sembilan crore dan satu lakh. Dengan uang tersebut ia membangun sebuah vihara di bagian timur kota; vihara ini dikenal dengan nama Pubbarama.
Setelah upacara pelimpahan jasa ia mengundang seluruh keluarganya dan mengatakan kepada mereka bahwa semua keinginannya telah terpenuhi dan ia tidak lagi mempunyai keinginan. Kemudian sambil melantunkan lima syair kegembiraan ia berputar mengelilingi vihara.
Beberapa bhikkhu mendengarnya. Mereka berpikir bahwa kelakuan Visakha sangat berlebihan. Maka mereka melaporkan kepada Sang Buddha bahwa Visakha tidak seperti sebelumnya, berkeliling vihara sambil menyanyi. Para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha: “Apakah itu berarti Visakha kehilangan akal sehatnya?”
Sang Buddha menjawab, “Hari ini, Visakha telah memenuhi semua keinginannya di masa lampau maupun saat ini dan atas usaha sendiri. Ia merasa gembira dan puas. Visakha sedang melantunkan beberapa syair kegembiraan; yang pasti ia tidak kehilangan akal sehatnya. Visakha, pada kehidupan lampau selalu menjadi seorang pendana yang murah hati dan bersemangat mendukung ajaran-ajaran para Buddha. Ia juga berkecenderungan kuat melakukan perbuatan-perbuatan baik, dan telah melakukan hal-hal baik juga pada kehidupan lampaunya, seperti seorang ahli bunga menyusun banyak rangkaian bunga dari setumpuk bunga.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 53 berikut:
Seperti dari setumpuk bunga dapat dibuat banyak karangan bunga; demikian pula hendaknya banyak kebajikan dapat dilakukan oleh manusia di dunia ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav