Seorang laki-laki yang berasal dari Savatti, ketika
mengetahui lembu jantannya hilang, mencarinya ke dalam hutan. Yang dicari tidak
juga diketemukan. Akhirnya ia merasa lelah dan sangat lapar. Ia singgah ke
sebuah vihara desa, dengan harapan di situ ia akan mendapatkan sisa dari
makanan pagi.
Pada saat makan, terpikir olehnya bahwa ia bekerja sangat
keras setiap hari tetapi tidak mendapatkan cukup makanan. Para bhikkhu itu
kelihatannya tak pernah bekerja, tetapi selalu mendapat makanan yang cukup.
Bahkan berlebih. Maka muncul sebuah ide yang baik untuk menjadi seorang
bhikkhu.
Kemudian ia bertanya kepada para bhikkhu untuk memperoleh
izin memasuki pesamuan Sangha. Saat di vihara laki-laki itu melakukan
tugas-tugasnya sebagai seorang bhikkhu dan di vihara terdapat banyak makanan,
sehingga ia segera menjadi gemuk.
Sesudah beberapa waktu, ia bosan berpindapatta dan kembali
pada kehidupan berumah tangga.
Beberapa waktu kemudian, ia merasa bahwa kehidupannya di
rumah terlalu sibuk dan ia kembali ke vihara untuk diizinkan menjadi seorang
bhikkhu untuk kedua kalinya.
Untuk kedua kalinya, ia meninggalkan pasamuan Sangha dan
kembali menjadi perumah tangga.
Lagi, ia pergi ke vihara untuk ketiga kalinya dan kemudian
lepas jubah lagi.
Proses ini terjadi enam kali, dan karena ia melakukan hanya
menuruti kemauannya saja, maka ia dikenal sebagai Cittahattha Thera.
Pada saat pulang balik antara rumahnya dan vihara, isterinya
hamil. Sebenarnya ia belum siap menjadi bhikkhu, ia memasuki pasamuan bhikkhu
hanya karena kesenangannya saja. Jadi, ia tidak pernah berbahagia, baik sebagai
perumah tangga, maupun sebagai seorang bhikkhu.
Suatu hari, saat hari terakhir tinggal di rumah, ia masuk ke
kamar tidur pada saat isterinya sedang tidur. Isterinya hampir telanjang,
memakai pakaian yang sebagian terjulai jatuh. Isterinya juga mengorok dengan
suara keras melalui hidung dan dari mulutnya keluar lendir dan ludah. Jadi
dengan mulut yang terbuka dan perut yang gembung, ia terlihat hanya seperti
mayat. Melihat keadaan isterinya, ia tiba-tiba merasa ketidakkekalan dan
ketidakindahan tubuh jasmani, dan ia membayangkan: “Saya telah menjadi seorang
bhikkhu beberapa kali dan hal ini hanya dikarenakan perempuan ini, yang
menjadikan saya tidak dapat menjadi seorang bhikkhu…..”
Kemudian ia mengambil jubah kuningnya, dan pergi
meninggalkan rumahnya pergi ke vihara untuk ke tujuh kalinya. Karena ia dalam
perjalanan mengulangi kata-kata “tidak kekal” dan “penderitaan” (anicca dan
dukkha) dan dapat meresapi artinya, ia mencapai tingkat kesucian sotapatti
dalam perjalanan ke vihara.
Setelah tiba di vihara ia berkata kepada para bhikkhu agar
diizinkan diterima dalam pasamuan Sangha. Para bhikkhu menolak dan berkata,
“Kami tidak dapat mengizinkanmu lagi menjadi seorang bhikkhu. Kamu berulangkali
mencukur rambut kepalamu sehingga kepalamu seperti sebuah batu yang diasah.”
Masih ia memohon dengan amat sangat agar diizinkan diterima
dalam pasamuan Sangha sekali ini dan mereka memenuhinya. Dalam beberapa hari
bhikkhu Cittahattha mencapai tingkat kesucian arahat bersamaan dengan pandangan
terang analitis.
Bhikkhu lain kagum melihat dia sekarang dapat tetap tinggal
dalam jangka waktu di vihara. Mereka bertanya apa sebabnya? Terhadap hal itu,
beliau menjawab, “Saya pulang ke rumah ketika saya masih memiliki kemelekatan
dalam diri saya, tetapi kemelekatan itu sekarang telah terpotong.”
Bhikkhu-bhikkhu yang tidak percaya kepadanya, menghadap Sang
Buddha dan melaporkan hal itu. Kepada mereka, Sang Buddha berkata, “Bhikkhu
Cittahattha telah berbicara benar; ia berpindah-pindah antara rumah dan vihara
karena waktu itu pikirannya tidak mantap dan tidak mengerti Dhamma. Tetapi pada
saat ini, Cittahattha telah menjadi seorang arahat; ia telah mengatasi kebaikan
dan kejahatan.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 38 dan 39 berikut
ini:
Orang yang pikirannya
tidak teguh, yang tidak mengenal ajaran yang benar, yang keyakinannya selalu
goyah, orang seperti itu tidak akan sempurna kebijaksanaannya.
Orang yang pikirannya
tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian, yang telah mengatasi keadaan baik dan
buruk, di dalam diri orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi
ketakutan.
Komentar
Posting Komentar