Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab V (V:11. Kisah Jambuka Thera)


Jambuka adalah putra seorang hartawan di Savatthi. Berkaitan dengan perbuatan buruk yang dilakukannya di masa lampau ia harus dilahirkan denagn kelakuan yang sangat aneh.
Ketika masih anak-anak, ia tidur di lantai tanpa alas kasur, dan memakan kotorannya sendiri sebagai pengganti nasi. Ketika ia bertambah dewasa, orang tuanya mengirim kepada Ajivaka, pertapa telanjang. Ketika pertapa itu mengetahui kebiasaan makannya yang aneh, mereka mengirim Jambuka pulang ke rumah. Setiap malam ia makan kotoran manusia. Setiap hari berdiri dengan satu kaki, dan membiarkan mulutnya terbuka.
Ia selalu mengatakan bahwa ia membiarkan mulutnya terbuka sebab ia hidup dari udara dan ia berdiri dengan satu kaki sebab akan memberatkan bumi untuk mengangkatnya. “Saya tidak pernah duduk, saya tidak pernah tidur,” ia berbangga diri, dan oleh karena itu ia dikenal dengan nama Jambuka, orang congkak.
Beberapa orang mempercayainya dan beberapa orang mau datang kepadanya untuk berdana makanan. Jambuka akan menolak dan berkata, “Saya tidak menerima makanan selain udara.” Ketika dipaksa, dia menerima sedikit dana makanan tersebut, kemudian ia akan memberikan segenggam rumput kusa kepada orang yang berdana makanan itu dan berkata: “Sekarang pergilah, semoga ini dapat memberikan kebahagiaan bagi anda.”
Dengan cara ini, Jambuka hidup selama lima puluh lima tahun, telanjang, dan hanya makan kotoran manusia.
Suatu hari Sang Buddha melihat bahwa Jambuka akan mencapai tingkat kesucian arahat dengan segera. Maka suatu sore Sang Buddha pergi ke tempat tinggal Jambuka dan menanyakan di mana tempat bermalam.
Jambuka menunjukkan sebuah gua yang ada di gunung tidak jauh dari lempengan batu tempat tinggalnya.
Selama malam pertama, kedua, dan ketiga, dewa-dewa Catumaharajika, Sakka, dan Mahabrahma datang untuk memberikan penghormatan secara bergantian kepada Sang Buddha. Pada ketiga kesempatan tersebut, hutan itu terang benderang dan Jambuka menyaksikan ketiga cahaya tersebut.
Pagi harinya, ia mengunjungi Sang Buddha dan bertanya tentang cahaya tersebut.
Ketika diberitahu bahwa dewa-dewa, Sakka dan Mahabrahma datang memberikan hormat pada Sang Buddha, Jambuka sangat tertarik dan berkata kepada Sang Buddha: “Anda pasti benar-benar orang besar bagi para dewa, Sakka, dan Mahabrahma sehingga mereka datang dan memberikan hormat kepadamu. Tidak seperti saya, meskipun saya telah berlatih hidup sederhana selama 55 tahun, hidup dari udara dan berdiri dengan satu kaki, tidak satu dewa pun, tidak juga Sakka, Mahabrahma mengunjungiku.”
Sang Buddha berkata kepadanya, “O, Jambuka! Kamu dapat menipu orang lain, tetapi kamu tidak dapat menipuKu. Saya tahu bahwa selama 55 tahun kamu telah makan kotoran dan tidur di tanah.”
Lebih jauh Sang Buddha menerangkan kepadanya bagaimana kehidupannya yang lampau pada masa Buddha Kassapa, Jambuka telah menghalangi seorang thera untuk berkunjung ke rumah umat awam yang ingin berdana makanan dan bagaimana ia telah melemparkan semua makanan yang dikirimkan untuk thera tersebut. Karena kejahatannya itu Jambuka sekarang makan kotoran dan tidur di tanah. Mendengar penjelasan tersebut, Jambuka sangat terkejut dan menyesal telah berbuat jahat dan telah menipu orang lain.
Ia berlutut di hadapan Sang Buddha, dan Sang Buddha memberinya selembar kain untuk dikenakan. Sang Buddha memberikan khotbah; dan pada akhir khotbah, Jambuka mencapai tingkat kesucian arahat serta menjadi murid Sang Buddha.
Murid-murid Jambuka dari Anga dan Magadha datang dan mereka sangat terkejut melihat Jambuka bersama Sang Buddha. Jambuka menjelaskan kepada mereka bahwa ia telah menjadi murid Sang Buddha.
Kepada mereka Sang Buddha berkata meskipun guru mereka telah hidup dengan sederhana dengan makan makanan yang sangat sederhana, hal itu tidak bermanfaat walaupun seperenambelas bagian dari latihan dan perkembangannya saat ini.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 70 berikut:
Biarpun bulan demi bulan orang bodoh memakan makanannya dengan ujung rumput kusa, namun demikian ia tidak berharga seperenam belas bagian dari mereka yang telah mengerti Dhamma dengan baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav