Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab V (V:15. Kisah Samanera Tissa Yang Berdiam Di Hutan)


Tissa adalah seorang putra hartawan dari Savatthi. Ayahnya biasa memberi dana makanan kepada Murid Utama Sang Buddha, Sariputta Thera di rumahnya.
Ketika masih kecil Tissa seing berjumpa dengan Murid Utama pada setiap kesempatan. Pada umur 7 tahun ia menjadi seorang samanera di bawah bimbingan Sariputta Thera. Ketika ia tinggal di Vihara Jetavana, banyak teman dan saudara-saudaranya yang mengunjunginya, membawa pemberian/hadiah dan dana. Samanera berpikir bahwa kunjungan ini sangat menjemukan.
Setelah mempelajari salah satu obyek meditasi, ia pergi ke sebuah vihara yang terletak di dalam hutan. Setiap kali penduduk mendanakan sesuatu, Tissa hanya berkata, “Semoga kamu berbahagia, bebas dari penderitaan,” (Sukhita hotha, dukkha muccatha), dan kemudian ia berlalu.
Ketika tinggal di vihara dalam hutan, ia tekun dan rajin berlatih meditasi, dan pada akhir bulan ketiga ia mencapai tingkat kesucian arahat.
Setelah selesai masa vassa, Y.A. Sariputta ditemani oleh Y.A. Maha Moggallana dan beberapa orang bhikkhu senior datang mengunjungi Samanera Tissa, dengan seizin Sang Buddha.
Seluruh penduduk desa hadir untuk menyambut Y.A. Sariputta bersama rombongan 4.000 bhikkhu. Mereka juga memohon agar Y.A. Sariputta berkenan menyampaikan khotbah, tetapi murid utama tersebut meminta muridnya, Samanera Tissa, untuk menyampaikan khotbah kepada penduduk desa.
Para penduduk desa, berkata bahwa guru mereka, Samanera Tissa, hanya dapat berkata, “Semoga anda berbahagia, bebas dari penderitaan,” dan mohon kepada Y.A. Sariputta untuk menugaskan bhikkhu yang lain.
Tetapi Y.A. Sariputta tetap meminta Samanera Tissa untuk memberikan khotbah Dhamma, dan berkata kepada Tissa, “Tissa, berkatalah kepada mereka tentang Dhamma dan tunjukkan kepada mereka bagaimana mencapai kebahagiaan dan bagaimana bebas dari penderitaan.”
Untuk memenuhi permintaan gurunya, Samanera Tissa pergi ke tempat khusus untuk menyampaikan khotbah Dhamma. Ia menjelaskan kepada para penduduk desa, arti kelompok kehidupan (khandha), landasan indria dan obyek indria (ayatana), faktor-faktor menuju Penerangan/Pencerahan Sempurna (Bodhipakkhiya Dhamma), jalan menuju kesucian arahat dan nibbana, dan sebagainya. Akhirnya, ia menjelaskan, “Siapa saja yang mencapai tingkat kesucian arahat akan terbebas dari semua penderitaan dan mencapai ‘kedamaian sempurna’ sementara yang lainnya masih berputar-putar pada lingkaran tumimbal lahir (samsara).”
Y.A. Sariputta memuji Tissa telah menyampaikan khotbah Dhamma dengan baik.
Fajar mulai menyingsing ketika ia menyelesaikan uraiannya, dan seluruh penduduk desa sangat terpesona. Beberapa dari mereka terkejut karena Samanera Tissa memahami Dhamma dengan baik, tetapi mereka juga merasa tidak puas karena pada awalnya ia hanya sedikit mengajarkan Dhamma kepada mereka; sedangkan yang lain merasa bahagia mengetahui samanera tersebut sangat terpelajar dan merasa bahwa mereka sangat beruntung Samanera Tissa berada di antara mereka.
Sang Buddha, dengan kemampuan batin luar biasa-Nya, melihat dari Vihara Jetavana bahwa timbul dua kelompok penduduk desa, kemudian Beliau menampakkan diri; untuk menjernihkan kesalahpahaman yang ada.
Sang Buddha hadir ketika para penduduk desa sedang menyiapkan makanan untuk para bhikkhu. Maka, mereka mempunyai kesempatan untuk berdana makanan kepada Sang Buddha. Setelah bersantap, Sang Buddha berkata kepada para penduduk desa, “O umat awam, kamu semua sangat beruntung memiliki Samanera Tissa di antara kalian. Karena dengan kehadirannya di sini, Aku, murid-murid utama-Ku, bhikkhu-bhikkhu senior dan banyak bhikkhu lainnya saat ini hadir mengunjungi kalian.” Kata-kata ini menyadarkan para penduduk desa bagaimana beruntungnya mereka bersama Samanera Tissa dan mereka sangat puas.
Sang Buddha kemudian menyampaikan khotbah kepada para penduduk desa dan para bhikkhu, dan pada akhirnya, beberapa dari mereka mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Selesai menyampaikan khotbah, Sang Buddha pulang kembali ke Vihara Jetavana. Sore harinya, para bhikkhu memuji Samanera Tissa di hadapan Sang Buddha, “Bhante, Samanera Tissa telah melakukan sesuatu yang tidak mudah; meskipun ia telah memperoleh pemberian dan dana dari orang-orang Savatthi, tetapi meninggalkannya dan pergi hidup sederhana di dalam hutan.”
Kepada mereka Sang Buddha menjelaskan, ”Para bhikkhu, seorang bhikkhu, apakah ia tinggal di desa ataupun di kota, seharusnya hidup tidak mengharapkan pemberian dan dana. Jika seorang bhikkhu meninggalkan semua keuntungan keduniawian dan rajin melaksanakan Dhamma, maka ia pasti akan mencapai tingkat kesucian arahat.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 75 berikut:
Ada jalan lain menuju pada keuntungan duniawi, dan ada jalan lain yang menuju ke Nibbana. Setelah menyadari hal ini dengan jelas, hendaklah seseorang bhikkhu siswa Sang Buddha tidak bergembira dalam hal-hal duniawi, tetapi mengembangkan pembebasan diri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav