Sesudah mendapatkan cara-cara bermeditasi dari Sang Buddha,
Tissa Thera rajin melaksanakan meditasi dalam keadaan menderita suatu penyakit.
Bisul-bisul kecil nampak di seluruh tubuh dan bisul itu berkembang menjadi luka
yang besar. Ketika luka ini pecah, jubah atas dan bawahnya menjadi lengket,
dicemari nanah dan darah, seluruh tubuhnya
berbau busuk. Karena hal itu, beliau dikenal sebagai sebutan
Putigattatissa, Tissa yang tubuhnya berbau.
Pada saat Sang Buddha memandang alam semesta dengan
penglihatan batin sempurna, Tissa Thera nampak dalam penglihatannya. Beliau
melihat kesedihan Tissa Thera, yang telah ditinggal sendirian oleh
murid-muridnya karena tubuhnya berbau. Dalam waktu yang sama, Sang Buddha
mengetahui bahwa Tissa dapat segera mencapai tingkat kesucian arahat.
Sang Buddha mengeluarkan pancaran api di dekat tempat
tinggal Tissa. Di tempat itu, Sang Buddha mendidihkan air, kemudian Beliau
datang ke tempat Tissa berbaring, memegang tepi dipan.
Hal ini membuat murid-murid Tissa Thera berkumpul
mengelilingi gurunya. Sesuai petunjuk Sang Buddha, mereka mengangkat Tissa
Thera mendekati tempat pancaran api. Di tempat tersebut Tissa Thera dibasuh dan
dimandikan. Ketika ia masih dimandikan, jubah atas dan bawahnya dicuci dan
dikeringkan. Sesudah mandi, tubuh dan pikiran Tissa Thera menjadi segar. Segera
batinnya berkembang mencapai satu titik konsentrasi.
Berdiri pada kepala dipan, Sang Buddha berkata kepadanya
bahwa dalam tubuh ini tidak ada inti seperti sebatang kayu yang terbujur di
atas tanah.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 41 berikut:
Aduh, tak lama lagi tubuh ini akan terbujur di atas tanah,
dibiarkan saja, tanpa kesadaran, bagaikan sebatang kayu yang tidak berguna.
Tissa Thera mencapai tingkat kesucian arahat bersamaan
dengan pencapaian pandangan terang analitis setelah khotbah Dhamma itu
berakhir, kemudian beliau meninggal dunia. Sang Buddha kemudian menyuruh
murid-murid Tissa Thera untuk segera mengkremasikan tubuh gurunya.
Atas pertanyaan mengapa Tissa tubuhnya berbau, Sang Buddha
menerangkan bahwa Tissa, pada salah satu kehidupannya yang lampau adalah
penangkap unggas yang kejam. Setelah tertangkap, tulang kaki dan tulang sayap
burung itu selalu dipatahkannya, agar tak bisa melarikan diri. Akibat perbuatan
kejam itu, Tissa terlahir kembali dengan tubuh berbau.
Komentar
Posting Komentar