Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab III (III:7. Kisah Putigattatissa Thera)


Sesudah mendapatkan cara-cara bermeditasi dari Sang Buddha, Tissa Thera rajin melaksanakan meditasi dalam keadaan menderita suatu penyakit. Bisul-bisul kecil nampak di seluruh tubuh dan bisul itu berkembang menjadi luka yang besar. Ketika luka ini pecah, jubah atas dan bawahnya menjadi lengket, dicemari nanah dan darah, seluruh tubuhnya  berbau busuk. Karena hal itu, beliau dikenal sebagai sebutan Putigattatissa, Tissa yang tubuhnya berbau.
Pada saat Sang Buddha memandang alam semesta dengan penglihatan batin sempurna, Tissa Thera nampak dalam penglihatannya. Beliau melihat kesedihan Tissa Thera, yang telah ditinggal sendirian oleh murid-muridnya karena tubuhnya berbau. Dalam waktu yang sama, Sang Buddha mengetahui bahwa Tissa dapat segera mencapai tingkat kesucian arahat.
Sang Buddha mengeluarkan pancaran api di dekat tempat tinggal Tissa. Di tempat itu, Sang Buddha mendidihkan air, kemudian Beliau datang ke tempat Tissa berbaring, memegang tepi dipan.
Hal ini membuat murid-murid Tissa Thera berkumpul mengelilingi gurunya. Sesuai petunjuk Sang Buddha, mereka mengangkat Tissa Thera mendekati tempat pancaran api. Di tempat tersebut Tissa Thera dibasuh dan dimandikan. Ketika ia masih dimandikan, jubah atas dan bawahnya dicuci dan dikeringkan. Sesudah mandi, tubuh dan pikiran Tissa Thera menjadi segar. Segera batinnya berkembang mencapai satu titik konsentrasi.
Berdiri pada kepala dipan, Sang Buddha berkata kepadanya bahwa dalam tubuh ini tidak ada inti seperti sebatang kayu yang terbujur di atas tanah.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 41 berikut:
Aduh, tak lama lagi tubuh ini akan terbujur di atas tanah, dibiarkan saja, tanpa kesadaran, bagaikan sebatang kayu yang tidak berguna.
Tissa Thera mencapai tingkat kesucian arahat bersamaan dengan pencapaian pandangan terang analitis setelah khotbah Dhamma itu berakhir, kemudian beliau meninggal dunia. Sang Buddha kemudian menyuruh murid-murid Tissa Thera untuk segera mengkremasikan tubuh gurunya.
Atas pertanyaan mengapa Tissa tubuhnya berbau, Sang Buddha menerangkan bahwa Tissa, pada salah satu kehidupannya yang lampau adalah penangkap unggas yang kejam. Setelah tertangkap, tulang kaki dan tulang sayap burung itu selalu dipatahkannya, agar tak bisa melarikan diri. Akibat perbuatan kejam itu, Tissa terlahir kembali dengan tubuh berbau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav