Godhika Thera, pada suatu kesempatan, melatih meditasi
ketenangan dan pandangan terang, di atas lempengan batu di kaki gunung Isigili
di Magadha. Ketika beliau telah mencapai Jhana, beliau jatuh sakit; dan kondisi
ini mempengaruhi latihannya. Dengan mengabaikan rasa sakitnya, dia tetap
berlatih dengan keras; tetapi setiap kali beliau mencapai kemajuan beliau
merasa kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak enam kali. Akhirnya, beliau
memutuskan untuk berjuang keras hingga mencapai tingkat arahat, walaupun ia
harus mati untuk itu.
Tanpa beristirahat beliau melanjutkan meditasinya dengan
rajin. Akhirnya beliau meutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dengan
memilih perasaan sakit sebagai obyek meditasi, beliau memotong lehernya sendiri dengan pisau. Dengan berkonsentrasi
terhadap rasa sakit, beliau dapat memusatkan pikirannya dan mencapai arahat,
tepat sebelum beliau meninggal.
Ketika Mara mendengar bahwa Godhika Thera telah meninggal
dunia, ia mencoba untuk menemukan dimana Godhika Thera tersebut dilahirkan
tetapi gagal. Maka, dengan menyamar seperti laki-laki muda, Mara menghampiri
Sang Buddha dan bertanya di mana Godhika Thera sekarang. Sang Buddha menjawab,
“Tidak ada manfaatnya bagi kamu untuk mengetahui Godhika Thera. Setelah
terbebas dari kekotoran-kekotoran moral ia mencapai tingkat kesucian arahat.
Seseorang seperti kamu, Mara, dengan seluruh kekuatanmu tidak akan dapat
menemukan ke mana para arahat pergi setelah meninggal dunia.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 57 berikut:
Mara tak dapat
menemukan jejak mereka yang memilki sila, yang hidup tanpa kelengahan, dan yang
telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna.
Komentar
Posting Komentar