Di Savatthi berdiam sepasang suami isteri brahmana. Mereka
hanya mempunyai sebuah pakaian luar yang digunakan oleh mereka berdua. Karena
itu mereka dikenal dengan nama Ekasataka. Karena mereka hanya mempunyai sebuah
pakaian luar, mereka tidak dapt keluar berdua pada saat bersamaan. Jadi, bila
si istri pergi mendengarkan khotbah Sang Buddha pada siang hari maka si suami
pergi pada malam hari.
Pada suatu malam, ketika brahmana mendengarkan khotbah Sang
Buddha, seluruh badannya diliputi kegirangan yang sangat menyenangkan dan
timbul keinginan yang kuat untuk memberikan pakaian luar yang dikenakannya
kepada Sang Buddha. Tetapi dia menyadari jika dia memberikan pakaian luar yang
satu-satunya dia miliki berarti tidak ada lagi pakaian luar yang tertinggal
buat dia dan istrinya. Dia ragu-ragu dan bimbang.
Malam jaga pertama dan malam jaga kedua pun berlalu, pada
malam jaga ketiga brahmana berkata pada dirinya sendiri, “Jika saya bimbang dan
ragu-ragu, saya tidak akan dapat menghindar terlahir ke empat alam rendah
(Apaya), saya akan memberikan pakaian luar saya kepada Sang Buddha.”
Setelah berkata begitu, dia meletakkan pakaian luarnya ke
kaki Sang Buddha dan dia berteriak, “Saya menang! Saya menang! Saya menang!”
Waktu itu Raja Pasenadi dari Kosala juga berada di antara
para pendengar khotbah. Mendengar teriakan tersebut ia menyuruh pengawalnya
untuk menyelidiki. Mengetahui perihal pemberian brahmana kepada Sang Buddha,
raja berkomentar bahwa brahmana tersebut telah berbuat sesuatu yang tidak mudah
untuk dilakukan oleh orang lain sehingga harus diberi penghargaan.
Raja memerintahkan pengawalnya untuk memberikan sepotong
pakaian kepada brahmana sebagai hadiah atas keyakinan dan kedermawanannya.
Brahmana menerimanya lalu memberikan lagi pakaian tersebut kepada Sang Buddha.
Dia mendapat hadiah lagi dari Raja berupa dua potong
pakaian. Brahmana memberikan lagi kedua potong pakaian kepada Sang Buddha, dan
dia memperoleh hadiah empat potong lagi.
Jadi dia memberikan kepada Sang Buddha apa saja yang
diberikan raja kepadanya, dan tiap kali raja melipatduakan hadiahnya.
Akhirnya hadiah meningkat menjadi tiga puluh dua potong
pakaian, brahmana mengambil satu potong untuknya dan satu potong untuk
istrinya, dan selebihnya diberikan kepada Sang Buddha.
Kemudian raja berkomentar lagi bahwa brahmana benar-benar
melakukan suatu perbuatan yang sulit dan juga harus diberi hadiah yang pantas.
Raja mengirim seorang utusan untuk membawa dua potong pakaian beludru yang
berharga mahal, dan memberikannya kepada brahmana.
Brahmana membuat kedua pakaian tersebut menjadi dua penutup
tempat tidur dan meletakkan satu di kamar harum tempat Sang Buddha tidur, dan
satunya lagi diletakkan di tempat para bhikkhu menerima dana makanan di rumah
brahmana.
Ketika raja pergi berkunjung ke Vihara Jetavana untuk memberi
penghormatan kepada Sang Buddha, raja melihat tutup tempat tidur beludru dan
mengenalinya bahwa barang itu adalah pemberiannya kepada brahmana, dia merasa
sangat senang. Kali ini, raja memberikan hadiah tujuh macam yang masing-masing
berjumlah empat buah (sabbacatukka) yaitu empat ekor gajah, empat ekor kuda,
empat orang pelayan wanita, empat orang pelayan laki-laki, empat orang pesuruh
laki-laki, empat desa, dan empat ribu uang tunai.
Ketika para bhikkhu mendengar hal tersebut, mereka bertanya
kepada Sang Buddha, “Bagaimana hal ini bisa terjadi, dalam kasus brahmana ini,
perbuatan baik yang dilakukan saat ini menghasilkan pahala yang sangat cepat?”
Sang Buddha menjawab, “Jika Brahmana memberikan baju luarnya
pada malam jaga pertama, dia akan diberi hadiah enam belas buah untuk tiap
macam barang, jika dia memberi pada malam jaga kedua dia akan diberi delapan
buah untuk tiap macam barang. Ketika dia memberikan pada malam jaga terakhir,
dia diberi hadiah empat buah untuk tiap macam barang.
Jadi, jika seseorang ingin berdana, lakukanlah secepatnya,
jika seseorang menunda-nunda pahalanya datang perlahan dan hanya sebagian.
Juga, jika seseorang terlalu lambat dalam melakukan perbuatan baik mungkin dia
tidak akan sanggup untuk melakukannya secara keseluruhan, karena pikiran orang
cenderung senang dengan melakukan perbuatan yang tidak baik.”
Kemudian Sang Buddha
membabarkan syair 116 berikut:
Bergegaslah berbuat
kebajikan dan kendalikan pikiranmu daari kejahatan; barangsiapa lamban berbuat
bajik, maka pikirannya akan senang dalam kejahatan.
Komentar
Posting Komentar