Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab IX (IX:10. Kisah Tissa Thera)


Ada seorang penggosok permata dan istrinya tinggal di Savatthi. Di sana juga berdiam seorang Thera yang telah mencapai tingkat kesucian arahat. Setiap hari pasangan ini memberi dana makanan kepada thera itu.
Suatu hari ketika penggosok permata itu sedang memegang daging, utusan Raja Pasenadi dari Kosala tiba dengan membawa sebutir ruby, yang meminta untuk dipotong, dan diasah sampai mengkilap. Si penggosok permata tersebut mengambil ruby dengan tangannya yang telah terkena darah, dan meletakkannya di atas meja serta pergi ke dalam rumah untuk mencuci tangannya.
Burung peliharaan keluarga ini melihat darah melumuri ruby dan mengira barang itu adalah sepotong daging, lalu mematuk serta menelannya di hadapan sang thera.
Ketika penggosok permata selesai mencuci tangannya dia menemukan bahwa ruby tersebut telah hilang. Dia bertanya kepada istri dan anaknya, dan mereka menjawab bahwa mereka tidak mengambilnya. Kemudian dia bertanya kepada sang thera dan mendapat jawaban bahwa sang thera tidak mengambilnya, tetapi dia merasa tidak puas. Karena tidak ada orang lain kecuali sang thera di dalam rumah itu. Penggosok permata berkesimpulan pastilah sang thera yang telah mengambil ruby yang berharga tersebut. Lalu dia memberi tahu istrinya bahwa dia harus menyiksa sang thera agar mengakui sebagai pencurinya.
Tetapi istrinya menjawab, “Thera ini telah menjadi pembimbing dan guru kita selama dua belas tahun, dan kita tidak pernah melihat thera itu melakukan perbuatan jahat apapun, janganlah menuduh thera itu. Lebih baik kita menerima hukuman dari raja daripada menuduh orang suci.”
Tetapi si suami tidak mendengarkan kata-kata istrinya. Dia mengambil tali dan mengikat thera itu serta memukulnya berkali-kali dengan sebuah tongkat, sehingga sangat banyak darah mengalir dari kepala, telinga, dan hidung. Darah itu berceceran jatuh ke lantai.
Burung penggosok permata melihat darah, lalu berharap untuk mematuknya, burung itu datang mendekat sang thera. Si penggosok permata yang pada saat itu sangat marah, menyepak burung dengan seluruh kekuatannya, sehingga burung itu mati seketika.
Kemudian thera itu berkata, “Lihatlah, apakah burung itu mati atau tidak?”
Penggosok permata menjawab, “Kamu juga seharusnya mati seperti burung itu.”
Ketika sang thera yakin bahwa burung itu telah mati, dia menjawab dengan pelan, “Muridku, burung itulah yang menelan ruby tersebut.”
Mendengar itu, penggosok permata membelah badan burung tersebut, dan menemukan ruby di dalam perutnya. Kemudian penggosok permata menyadari bahwa dia telah bersalah dan menggigil ketakutan. Dia memohon kepada sang thera untuk mengampuninya dan terus menerima dana makanan di muka pintu rumahnya.
Thera itu menjawab, “Muridku, ini bukanlah kesalahanmu dan juga bukan kesalahanku. Ini terjadi disebabkan oleh apa yang telah kita perbuat dalam kehidupan lampau. Ini hanyalah hutang kita dalam proses kehidupan (samsara). Saya tidak sakit hati terhadapmu, fakta ini terjadi karena saya memasuki rumah. Mulai hari ini, saya tidak akan memasuki rumah manapun, saya hanya akan berdiri di muka pintu.”
Segera setelah mengatakan hal ini, sang thera meninggal dunia akibat luka-lukanya.
Mendengar kejadian itu, bhikkhu-bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha di mana pelaku kisah di atas akan terlahir kembali?
Sang Buddha menjawab, “Burung itu terlahir kembali sebagai putra penggosok permata; penggosok permata terlahir kembali di alam neraka (Niraya); istri penggosok permata terlahir kembali di salah satu alam dewa; dan sang thera, yang telah mencapai tingkat kesucian arahat pada kehidupannya saat ini, merealisasi ‘Kebebasan Akhir’ (parinibbana).”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 126 berikut:
Sebagian orang terlahir melalui kandungan; pelaku kejahatan terlahir di alam neraka; orang yang berkelakuan baik pergi ke surga; dan orang yang bebas dari kekotoran batin mencapai nibbana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav