Putra Mahadhana tidak belajar ketika ia masih berusia muda,
ketika menjelang dewasa dia menikah dengan putri orang kaya.
Seperti dia keadaannya, istrinya juga tidak berpendidikan.
Ketika orang tua kedua pihak meninggal dunia, mereka mewarisi 80 nilai mata
uang dari masing-masing pihak dan menjadi sangat kaya. Tetapi mereka berdua
bodoh, hanya tahu menghabiskan uang dan tidak tahu bagaimana menyimpannya atau
melipat-gandakannya. Mereka hanya makan, minum dan bersenang-senang,
menghabiskan uang mereka dengan sia-sia. Ketika mereka telah menghabiskan semua
uangnya, mereka menjual ladang mereka dan kebun serta akhirnya rumah mereka.
Kemudian mereka menjadi sangat miskin dan tidak berguna. Karena tidak tahu cara
mencari nafkah, mereka harus mengemis.
Suatu hari, Sang Buddha melihat anak orang kaya ini
bersandar di dinding vihara, mengambil sisa makanan yang diberikan oleh para
samanera. Melihat itu Sang Buddha tersenyum.
Yang Ariya Ananda bertanya kepada Sang Buddha mengapa Beliau
tersenyum.
Sang Buddha menjawab, “Ananda, lihat kepada putra orang kaya
ini, dia hidup dengan tidak berguna dan mempunyai kehidupan yang tidak
bertujuan. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap pertama
kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya yang teratas, atau apabila dia
menjadi seorang bhikkhu, akan menjadi seorang arahat dan istrinya akan menjadi
seorang anagami. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap kedua
kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya tingkat kedua; apabila dia menjadi
seorang bhikkhu, akan menjadi seorang anagami dan istrinya menjadi seorang
sakadagami. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap ketiga
kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya tingkat ketiga; atau apabila dia
menjadi seorang bhkkhu, akan menjadi seorang sakadagami dan istrinya akan
menjadi seorang sotapanna. Karena dia tidak berbuat apa-apa dalam tiga tahap
kehidupannya dia kehilangan seluruh kekayaan duniawinya, dia juga kehilangan kesempatan
mencapai ‘Jalan dan Hasil Kesucian’ (Magga-Phala).
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 155 dan 156 berikut:
Mereka yang tidak
menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan) selagi
masih muda, akan merana seperti bangau tua yang berdiam di kolam yang tidak ada
ikannya.
Mereka yang tidak
menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan) selagi
masih muda, akan terbaring seperti busur panah yang rusak, menyesali masa
lampaunya.
Komentar
Posting Komentar