Janapadakalyani adalah puteri dari Gotami, ibu tiri Pangeran
Siddhattha. Karena sangat cantik Puteri Janapadakalyani dikenal dengan nama
Rupananda. Dia menikah dengan Nanda, saudara sepupu Pangeran Siddhattha. Pada
suatu hari dia merenung, “Kakak saya yang akan menjadi raja telah meninggalkan
keduniawian menjadi bhikkhu dan telah mencapai ke-Buddha-an. Rahula, anak dari
kakak saya, suami saya, ibu saya, mereka semua telah meninggalkan keduniawian
untuk menjadi bhikkhu dan bhikkhuni, sekarang tinggal saya sendiri di sini!”
Setelah merenung demikian dia pergi ke vihara untuk ditahbiskan menjadi seorang
bhikkhuni, bukan karena keyakinan tetapi hanya meniru orang lain dan merasa
kesepian tinggal seorang diri.
Setelah menjadi bhikkhuni, Rupananda sering mendengar bahwa
Sang Buddha mengajarkan tentang ketidakkekalan, sehingga dia berpikir kalau dia
bertemu dengan Sang Buddha pasti Beliau akan mencela kecantikannya, sehingga
dia berusaha untuk menghindari perjumpaan dengan Sang Buddha. Akan tetapi
karena begitu banyak orang memuji Sang Buddha, akhirnya dia memutuskan untuk
bertemu dengan Sang Buddha bersama para bhikkhuni.
Ketika Sang Buddha bertemu dengan Rupananda, Beliau
berpikir, “Duri hanya dapat dikeluarkan dengan duri. Rupananda sangat melekat
terhadap tubuhnya dan sangat sombong akan kecantikannya, dia harus meninggalkan
kemelekatan dan kesombongan akan kecantikannya.”
Kemudian Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa
menciptakan seorang anak gadis yang sangat cantik, berusia kira-kira 16 tahun
dan duduk di dekatnya. Anak gadis itu hanya dapat dilihat oleh Sang Buddha dan
Rupananda. Ketika Rupananda melihat anak gadis tersebut, Rupananda merasa
dirinya hanyalah seekor gagak yang tua dan jelek dibandingkan dengan anak gadis
itu, yang seperti seekor angsa putih. Rupananda begitu mengagumi wajah anak
gadis tersebut yang cantik jelita, tetapi ketika bertambah tua berusia 20,
terus menerus ia memperhatikan anak gadis yang berada di samping Sang Buddha
itu bertambah tua dan menjadi sangat tua. Anak gadis itu berubah dari anak
gadis muda, menjadi setengah baya, tua, dan sangat tua.
Rupananda menyadari bahwa dengan timbulnya bayangan baru,
bayangan lama lenyap, dan dia mulai menyadari proses perubahan yang terus
menerus dan kelapukan tubuh. Dengan kesadaran ini, kemelekatan terhadap
tubuhnya berkurang. Pada saat itu bayangan anak gadis yang ada di dekat Sang
Buddha telah berubah menjadi wanita jompo, yang tidak dapat mengatur gerak
tubuhnya lagi, terjatuh. Akhirnya bayangan wanita itu meninggal dunia. Dari
tubuhnya muncul belatung, cairan tubuh keluar dari sembilan lubang, burung
gagak dan pemakan bangkai mencabik-cabik bangkai itu.
Setelah melihat semua ini, Rupananda merenung, “Gadis muda
itu menjadi tua dan jompo kemudian meninggal dunia di sini di hadapan mataku.
Sama halnya dengan tubuhku akan menjadi tua dan rusak; akan merupakan sarang
penyakit dan juga akan meninggal dunia.” Kemudian Rupananda menyadari akan
corak sebenarnya kenyataan kelompok kehidupan. Pada saat itu Sang Buddha
memberikan khotbah tentang ketidak-kekalan, ketidak-puasan, dan ketanpa-intian
dari kelompok kehidupan (khandha) dan Rupananda mencapai tingkat kesucian
sotapatti.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 150 berikut:
Kota (tubuh) ini
terbuat dari tulang belulang yang dibungkus oleh daging dan darah. Di sinilah
terdapat kelapukan dan kematian, kesombongan dan iri hati.
Rupananda mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah
Dhamma itu berakhir.
Komentar
Posting Komentar