Pada akhir upacara pemberian dana makanan di Alavi, Sang
Buddha memberikan khotbah tentang ketidak-kekalan dari kumpulan-kumpulan
kehidupan (khandha). Pada hari itu Sang Buddha menekankan hal utama yang dapat
dijelaskan seperti di bawah ini:
“Hidup-Ku adalah tidak pasti; bagi-Ku, hanya kematianlah
satu-satunya yang pasti. Aku pasti mati; hidup-Ku berakhir dengan kematian.
Hidup tidaklah pasti; kematian adalah pasti.”
Sang Buddha juga menasehati orang-orang yang mendengarkan
Beliau agar selalu sadar dan berusaha untuk memahami kesunyataan tentang
kelompok kehidupan (Khandha). Beliau juga berkata, “Seperti seseorang yang
bersenjatakan tongkat atau tombak telah bersiap untuk bertemu dengan musuh
(misal seekor ular berbisa), demikian pula halnya seseorang yang selalu sadar
terhadap kematian akan menghadapi kematian dengan penuh kesadaran. Kemudian ia
akan meninggalkan dunia ini untuk mencapai tujuan kebahagiaan (sugati).”
Banyak orang yang tidak memperhatikan penjelasan di atas
dengan serius, tetapi seorang gadis penenun muda berusia enam belas tahun
mengerti makna penjelasan tersebut. Setelah memberikan khotbah, Sang Buddha
kembali ke Vihara Jetavana.
Selang tiga tahun kemudian, ketika Sang Buddha melihat dunia
kehidupan, Beliau melihat penenun muda, dan mengetahui bahwa sudah saatnya bagi
gadis itu untuk mencapai tingkat kesucian sotapatti. Sehingga Sang Buddha
datang ke Negara Alavi untuk menjelaskan Dhamma untuk kedua kalinya. Ketika
sang gadis mendengar bahwa Sang Buddha telah tiba beserta lima ratus bhikkhu,
dia ingin pergi dan mendengarkan khotbah yang akan diberikan oleh Sang Buddha.
Tetapi, ayahnya juga meminta kepadanya untuk menggulung beberapa gulungan
benang yang dibutuhkan dengan segera, sehingga dia dengan cepat menggulung
beberapa gulungan dan membawanya kepada ayahnya. Dalam perjalanan menuju ke
tempat ayahnya berada, dia berhenti untuk sementara di samping orang-orang yang
telah tiba untuk mendengarkan khotbah Sang Buddha.
Ketika Sang Buddha mengetahui bahwa gadis penenun muda akan
datang untuk mendengarkan khotbah-Nya; Beliau juga mengetahui bahwa sang gadis
akan meninggal pada saat dia pergi ke tempat penenunan. Oleh karena itu,
sangatlah penting baginya untuk mendengarkan Dhamma dalam perjalanan menuju ke
tempat penenunan dan bukan pada saat dia kembali. Jadi, ketika gadis penenun
muda itu muncul dalam kumpulan orang-orang, Sang Buddha melihatnya. Ketika dia
melihat Sang Buddha menatapnya, dia menjatuhkan keranjangnya dan dengan penuh
hormat mendekati Sang Buddha. Kemudian, Sang Buddha memberikan empat pertanyaan
kepadanya dan dia menjawab semua pertanyaan tersebut. Pertanyaan dan jawaban
diberikan seperti di bawah ini:
Pertanyaan 1,
Dari mana asalmu?
Jawaban 1, Saya
tidak tahu.
Pertanyaan 2,
Ke mana kamu akan pergi?
Jawaban 2, Saya
tidak tahu.
Pertanyaan 3,
Tidakkah kau tahu?
Jawaban 3, Ya,
saya tahu.
Pertanyaan 4,
Tahukah kamu?
Jawaban 4, Saya
tidak tahu, Bhante.
Mendengar jawaban itu, orang-orang berpikir bahwa gadis penenun
muda sangat tidak hormat. Kemudian, Sang Buddha meminta untuk menjelaskan apa
maksud jawabannya, dan diapun menjelaskan.
“Bhante! Engkau tahu bahwa saya datang dari rumah saya; saya
mengartikan pertanyaan pertama anda, anda bermaksud untuk menanyakan dari
kehidupan yang lampau manakah saya datang. Karena itu jawaban saya, “Saya tidak
tahu.”
Maksud pertanyaan kedua, pada kehidupan yang akan datang
manakah akan saya tempuh setelah ini; oleh karena itu jawaban saya, “Saya tidak
tahu.”
Maksud pertanyaan ketiga, apakah saya tidak tahu bahwa suatu
hari saya akan meninggal dunia; oleh karena itu jawaban saya, “Ya, saya tahu.”
Maksud pertanyaan terakhir apakah saya tahu kapan saya akan
meninggal dunia; oleh karena itu jawaban saya, “Saya tidak tahu.”
Sang Buddha sangat puas dengan penjelasannya dan berkata
kepada orang-orang hadir, “Banyak dari kalian yang mungkin tidak mengerti
dengan jelas maksud dari jawaban yang diberikan oleh gadis penenun muda. Mereka
yang bodoh berada dalam kegelapan, seperti orang buta.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 174 berikut:
Dunia ini terselubung
kegelapan, dan hanya sedikit orang yang dapat melihat dengan jelas. Bagaikan
burung-burung kena jerat, hanya sedikit yang dapat melepaskan diri; demikian
pula hanya sedikit orang yang dapat pergi ke alam surga.
Gadis penenun muda mencapai tingkat kesucian sotapatti
setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Kemudian, dia melanjutkan perjalanannya menuju tempat
penenunan. Ketika dia sampai di sana, ayahnya tertidur di atas kursi peralatan
tenun. Saat ayahnya terbangun dengan tiba-tiba, dia dengan tidak sengaja
menarik gulungan dan ujung gulungan menusuk tepat di dada sang gadis. Gadis
penenun muda meninggal dunia di tempat itu juga, dan ayahnya sangat sedih.
Dengan berlinang air mata ayah gadis itu pergi menghadap Sang Buddha dan
memohon agar Sang Buddha menerimanya sebagai bhikkhu. Kemudian, ia menjadi
seorang bhikkhu, dan tidak lama setelah itu mencapai tingkat kesucian arahat.
Komentar
Posting Komentar