Angulimala adalah putra seorang kepala pendeta di istana
Raja Pasenadi dari Kosala. Nama aslinya adalaha Ahimsaka. Ketika dia sudah
cukup umur, ia dikirim ke Taxila, sebuah universitas besar yang terkenal.
Ahimsaka sangat pandai dan juga patuh kepada gurunya. Oleh karena itu ia
disenangi oleh guru maupun istri gurunya. Murid-murid yang lain menjadi iri
hati kepadanya. Mereka pergi kepada gurunya dan dengan berbohong melaporkan
bahwa Ahimsaka terlibat hubungan gelap dengan istri gurunya. Mulanya, sang guru
tidak mempercayai mereka, tetapi setelah disampaikan beberapa kali dia
mempercayai mereka. Dia bersumpah untuk mengenyahkan Ahimsaka. Untuk
melenyapkan anak tersebut harus dengan cara yang sangat kejam, sehingga dia
memikirkan sebuah rencana yang lebih buruk daripada pembunuhan. Dia mengajarkan
Ahimsaka untuk membunuh seribu orang lelaki ataupun wanita dan setelah kembali
dia berjanji untuk memberikan kepada Ahimsaka pengetahuan yang tak ternilai.
Anak itu ingin memiliki pengetahuan ini, tetapi sangat segan untuk membunuh.
Terpaksa dia menyetujui untuk melakukan apa yang telah diajarkan kepadanya.
Ahimsaka melakukan pembunuhan manusia, dan tidak pernah
lalai menghitung. Dia merangkai setiap jari dari setiap orang yang dibunuhnya.
Oleh karena itu dia terkenal dengan nama Angulimala, dan menjadi pengacau
daerah itu. Raja mendengar perihal perbuatan Angulimala, dan ia membuat
persiapan untuk menangkapnya. Mantani, ibu dari Angulimala, mendengar maksud
raja. Karena cinta pada anaknya, ia memasuki hutan, dan berusaha untuk
menyelamatkan anaknya. Pada waktu itu, kalung jari di leher Angulimala telah
mencapai sembilan ratus sembilan puluh sembilan jari, dan tinggal satu jari
akan menjadi seribu.
Pagi-pagi sekali pada hari itu, Sang Buddha melihat Angulimala
dalam penglihatan-Nya, dan berpikir bahwa jika Beliau tidak menghalangi
Angulimala, yang sedang menunggu orang terakhir untuk memperoleh seribu jari,
akan melihatnya ibunya dan bisa membunuhnya. Karena hal itu, Angulimala akan
menderita di alam neraka (niraya) yang tiada akhirnya. Dengan perasaan cinta
kasih, Sang Buddha menuju hutan di mana Angulimala berada.
Angulimala, setelah lama tidak tidur siang dan malam, sangat
letih dan lelah. Pada saat yang sama, dia sangat cemas untuk membunuh orang terakhir
agar jumlah seribu jari terpenuhi, dan menyempurnakan tugasnya. Dia memutuskan
untuk membunuh orang pertama yang dijumpainya. Ketika sedang menunggu,
tiba-tiba dia melihat Sang Buddha dan mengejar-Nya dengan pedang terhunus.
Tetapi Sang Buddha tidak dapat dikejar sehingga dirinya sangat lelah.
Sambil memperhatikan Sang Buddha, dia menangis, “O bhikkhu,
berhenti! Berhenti!”
Dan Sang Buddha menjawab, “Aku telah berhenti, kamulah yang
belum berhenti.”
Angulimala tidak mengerti arti dari kata-kata Sang Buddha,
sehingga dia bertanya, “O bhikkhu! Mengapa engkau berkata bahwa engkau telah
berhenti dan saya belum berhenti?”
Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya, “Aku berkata bahwa
Aku telah berhenti, karena Aku telah berhenti membunuh semua makhluk, dan karena
Aku telah mengembangkan diri-Ku dalam cinta kasih yang universal, kesabaran,
dan pengetahuan yang tanpa cela. Tetapi, kamu belum berhenti membunuh atau
menyiksa makhluk lain dan kamu belum mengembangkan dirimu dalam cinta kasih
yang universal dan kesabaran. Karena itu, kamulah orang yang belum berhenti.”
Begitu mendengar kata-kata ini dari mulut Sang Buddha,
Angulimala berpikir, “Ini adalah kata-kata orang yang bijaksana. Bhikkhu ini
amat sangat bijaksana dan amat sangat berani, dia pasti adalah pemimpin para
bhikkhu.
Tentu, dia pasti adalah Sang Buddha sendiri! Dia pasti
datang kemari khusus untuk membuat saya menjadi sadar.”
Dengan berpikir demikian, dia melemparkan senjatanya dan
memohon kepada Sang Buddha untuk diterima menjadi bhikkhu. Kemudian di tempat
itu juga, Sang Buddha menerimanya menjadi seorang bhikkhu.
Ibu Angulimala mencari anaknya di dalam hutan dengan
menyebut-nyebut namanya, tetapi gagal menemukannya. Ia kembali ke rumah. Ketika
raja dan para prajuritnya datang untuk menangkap Angulimala, mereka
menemukannya di vihara Sang Buddha. Mengetahui bahwa Angulimala telah
menghentikan perbuatan jahatnya dan menjadi seorang bhikkhu, raja dan para
prajuritnya kembali pulang. Selama tinggal di vihara, Angulimala dengan rajin
dan tekun melatih meditasi, dalam waktu yang singkat dia mencapai tingkat
kesucian arahat.
Pada suatu hari ketika Angulimala sedang berjalan untuk
menerima dana makanan, dia melewati suatu tempat di mana terjadi pertengkaran
antara sekumpulan orang. Ketika mereka saling melemparkan batu-batu, beberapa
batu mengenai kepala Angulimala dan melukainya.
Dia berjalan pulang menemui Sang Buddha, dan Sang Buddha
berkata kepadanya, “Angulimala anak-Ku! Kamu telah melepaskan perbuatan jahat.
Bersabarlah. Saat ini kamu sedang menerima akibat perbuatan-perbuatan jahat
yang telah kamu lakukan.
Perbuatan-perbuatan jahat itu bisa menyebabkan penderitaan
yang tak terkira lamanya dalam alam neraka (niraya).”
Segera setelah itu, Angulimala meninggal dunia dengan
tenang, dia telah merealisasi ‘Kebebasan Akhir’ (parinibbana).
Para bhikkhu yang lain bertanya kepada Sang Buddha di
manakah Angulimala akan bertumimbal lahir, Sang Buddha menjawab, “Anak-Ku telah
merealisasi kebebasan akhir (parinibbana).”
Mereka hampir tidak mempercayainya. Sehingga mereka bertanya
lagi kepada Sang Buddha apakah mungkin seseorang yang sudah begitu banyak
membunuh manusia dapat mencapai paranibbana.
Terhadap pertanyaan ini, Sang Buddha menjawab, “Para
bhikkhu, Angulimala telah banyak melakukan perbuatan jahat karena dia tidak
memiliki teman-teman ynag baik. Tetapi kemudian, dia menemukan teman-teman yang
baik dan dengan bantuan mereka serta nasehat yang baik dia telah dengan mantap
dan penuh perhatian melaksanakan Dhamma. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan
jahatnya telah disingkirkan oleh kebaikan (arahatta magga).”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 173 berikut:
Barangsiapa
meninggalkan perbuatan jahat yang pernah dilakukan dengan jalan berbuat
kebajikan, maka ia akan menerangi dunia ini bagai bulan yang bebas dari awan.
Komentar
Posting Komentar