Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab XVII (XVII:2. Kisah Seorang Bhikkhu)


Suatu ketika, seorang bhikkhu dari Alavi hendak membangun sebuah vihara untuk dirinya sendiri, dan ia pun mulai menebang sebuah pohon. Dewa yang mendiami pohon tersebut (Rukkha Deva), mencoba untuk mencegahnya, dengan alasan bahwa ia dan bayinya tak tahu ke mana lagi harus tinggal. Gagal menghentikan perbuatan sang bhikkhu, kemudian dewa itu meletakkan anaknya pada sebuah dahan, berharap bahwa hal itu akan membuat sang bhikkhu berhenti menebang. Namun, bhikkhu tersebut terlanjur mengayunkan kapaknya dan ia tidak dapat menghentikannya seketika, dan tanpa sengaja memotong lengan anak tersebut. Melihat bayinya terluka, sang ibu menjadi marah dan bermaksud membunuh bhikkhu tersebut. Ketika ia mulai mengangkat kedua tangannya untuk menyerang, tiba-tiba ia berhenti dan berpikir, “Bila aku membunuh seorang bhikkhu, berarti aku membunuh seseorang yang menjalankan peraturan moral (sila). Hal ini akan membuat aku menderita di alam neraka (niraya). Dewa pohon lainnya akan meniru apa yang kuperbuat, dan semakin banyak bhikkhu akan terbunuh. Tetapi bhikkhu ini pasti memiliki guru. Aku harus menemui gurunya.”
Kemudian ia pergi menghadap Sang Buddha. Sambil menangis ia menceritakan semua yang telah menimpanya. Kepadanya Sang Buddha berkata, “O Rukkha Deva! Kau telah berhasil baik mengendalikan dirimu sendiri.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 222 berikut:
Barang siapa yang dapat menahan kemarahannya yang telah memuncak seperti menahan kereta yang sedang melaju, ia patut disebut sais sejati. Sedangkan sais lainnya hanya sebagai pemegang kendali belaka.
Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Rukkha Deva mencapai tingkat kesucian sotapatti dan ia pun diperbolehkan mendiami sebuah pohon di dekat kamar harum (Gandha Kuti) Sang Buddha. Semenjak kejadian itu, Sang Buddha melarang para bhikkhu menebangi tumbuh-tumbuhan seperti rumput, tanaman, semak belukar, dan pepohonan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav