Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab XIII (XIII:10. Kisah Pemberian Dana Yang Tiada Taranya)


Suatu saat raja memberi dana makanan kepada Sang Buddha dan bhikkhu-bhikkhu lainnya dalam jumlah besar. Saingan-saingannya, yang bersaing dengannya, telah mengatur upacara pemberian dana yang lainnya dalam jumlah yang lebih besar dari raja. Jadi, raja dan para saingannya bersaing dalam pemberian dana. Akhirnya, Ratu Mallika memikirkan sebuah rencana. Untuk melaksanakan rencana ini, ia meminta raja membangun sebuah paviliun besar. Berikutnya, ia meminta lima ratus buah payung putih dan lima ratus ekor gajah jinak. Kelima ratus ekor gajah tersebut akan menahan kelima ratus buah payung putih memayungi lima ratus bhikkhu. Di tengah paviliun, mereka membuat sepuluh perahu yang telah diisi dengan wewangian dan dupa. Di sana juga terdapat dua ratus lima puluh orang putri, yang akan mengipasi kelima ratus orang bhikkhu tersebut. Sedangkan saingan-saingan raja tidak memiliki putri-putri, payung-payung putih, ataupun gajah-gajah, mereka tidak lagi dapat bersaing dengan raja. Ketika semua persiapan telah selesai dilaksanakan, dana makanan diberikan. Setelah bersantap raja mempersembahkan seluruh benda yang berada di paviliun, yang seharga empat belas crores.
Pada saat itu, dua menteri raja hadir. Salah seorang yang bernama Junha sangat senang dan memuji kemurahan hati raja atas pemberian dana kepada Sang Buddha dan para bhikkhu. Ia juga mengingatkan bahwa pemberian yang sebesar itu hanya dapat dilakukan oleh seorang raja. Ia sangat senang karena raja akan membagi kebaikan atas perbuatan baiknya kepada seluruh makhluk. Dengan kata lain, menteri Junha bergembira atas kemurahan hati raja yang tiada taranya. Di lain pihak, menteri Kala berpikir bahwa raja hanya menghambur-hamburkan uang, dengan memberikan empat belas crores dalam sehari, dan karena setelah itu para bhikkhu akan kembali ke vihara dan tidur.
Setelah bersantap, Sang Buddha menatap kepada orang-orang yang hadir dan mengetahui bagaimana perasaan menteri Kala. Kemudian, Beliau berpikir bahwa jika ia menyampaikan khotbah panjang tentang pengertian, Kala akan bertambah kecewa, dan akibatnya akan lebih menderita dalam kehidupannya yang akan datang. Jadi, dengan perasaan kasihan terhadap Kala, Sang Buddha hanya menyampaikan khotbah singkat dan kembali ke Vihara Jetavana. Raja mengharapkan khotbah panjang tentang pengertian, oleh karena itu ia menjadi sangat sedih karena Sang Buddha hanya memberikan khotbah singkat. Raja berpikir bahwa ia telah gagal melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, dan akhirnya ia pergi ke vihara.
Begitu melihat raja, Sang Buddha berkata, “Raja yang agung! Anda seharusnya bergembira karena berhasil mempersembahkan dana yang tiada taranya (asadisadana). Sebuah kesempatan yang jarang sekali datangnya; dan datang hanya sekali selama kemunculan setiap Buddha. Tetapi menteri Kala merasa bahwa hal itu hanyalah sebuah pemborosan, dan sama sekali tidak berharga. Jadi, jika Saya memberikan sebuah khotbah panjang, ia akan sangat menderita pada kehidupannya yang sekarang maupun pada kehidupan-kehidupan berikutnya. Itulah mengapa Saya berkhotbah sangat singkat sekali.” Kemudian Sang Buddha menambahkan, “Raja yang agung! Adalah suatu kebodohan tidak bergembira atas kemurahan hati yang telah diberikan oleh orang lain dan akan pergi ke alam yang rendah. Orang bijaksana bergembira atas kemurahan hati orang lain, dan melalui pengertian, mereka saling membagi keuntungan kebaikan dengan yang lainnya dan akan pergi ke tempat kediaman para dewa.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 177 berikut:
Sesungguhnya onag kikir tidak dapat pergi ke alam dewa. Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati. Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi, dan karenanya ia akan bergembira di alam berikutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav