Suatu saat raja memberi dana makanan kepada Sang Buddha dan
bhikkhu-bhikkhu lainnya dalam jumlah besar. Saingan-saingannya, yang bersaing
dengannya, telah mengatur upacara pemberian dana yang lainnya dalam jumlah yang
lebih besar dari raja. Jadi, raja dan para saingannya bersaing dalam pemberian
dana. Akhirnya, Ratu Mallika memikirkan sebuah rencana. Untuk melaksanakan
rencana ini, ia meminta raja membangun sebuah paviliun besar. Berikutnya, ia
meminta lima ratus buah payung putih dan lima ratus ekor gajah jinak. Kelima
ratus ekor gajah tersebut akan menahan kelima ratus buah payung putih memayungi
lima ratus bhikkhu. Di tengah paviliun, mereka membuat sepuluh perahu yang
telah diisi dengan wewangian dan dupa. Di sana juga terdapat dua ratus lima
puluh orang putri, yang akan mengipasi kelima ratus orang bhikkhu tersebut.
Sedangkan saingan-saingan raja tidak memiliki putri-putri, payung-payung putih,
ataupun gajah-gajah, mereka tidak lagi dapat bersaing dengan raja. Ketika semua
persiapan telah selesai dilaksanakan, dana makanan diberikan. Setelah bersantap
raja mempersembahkan seluruh benda yang berada di paviliun, yang seharga empat
belas crores.
Pada saat itu, dua menteri raja hadir. Salah seorang yang
bernama Junha sangat senang dan memuji kemurahan hati raja atas pemberian dana
kepada Sang Buddha dan para bhikkhu. Ia juga mengingatkan bahwa pemberian yang
sebesar itu hanya dapat dilakukan oleh seorang raja. Ia sangat senang karena
raja akan membagi kebaikan atas perbuatan baiknya kepada seluruh makhluk.
Dengan kata lain, menteri Junha bergembira atas kemurahan hati raja yang tiada
taranya. Di lain pihak, menteri Kala berpikir bahwa raja hanya
menghambur-hamburkan uang, dengan memberikan empat belas crores dalam sehari,
dan karena setelah itu para bhikkhu akan kembali ke vihara dan tidur.
Setelah bersantap, Sang Buddha menatap kepada orang-orang
yang hadir dan mengetahui bagaimana perasaan menteri Kala. Kemudian, Beliau
berpikir bahwa jika ia menyampaikan khotbah panjang tentang pengertian, Kala
akan bertambah kecewa, dan akibatnya akan lebih menderita dalam kehidupannya
yang akan datang. Jadi, dengan perasaan kasihan terhadap Kala, Sang Buddha
hanya menyampaikan khotbah singkat dan kembali ke Vihara Jetavana. Raja
mengharapkan khotbah panjang tentang pengertian, oleh karena itu ia menjadi
sangat sedih karena Sang Buddha hanya memberikan khotbah singkat. Raja berpikir
bahwa ia telah gagal melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, dan akhirnya
ia pergi ke vihara.
Begitu melihat raja, Sang Buddha berkata, “Raja yang agung!
Anda seharusnya bergembira karena berhasil mempersembahkan dana yang tiada
taranya (asadisadana). Sebuah kesempatan yang jarang sekali datangnya; dan
datang hanya sekali selama kemunculan setiap Buddha. Tetapi menteri Kala merasa
bahwa hal itu hanyalah sebuah pemborosan, dan sama sekali tidak berharga. Jadi,
jika Saya memberikan sebuah khotbah panjang, ia akan sangat menderita pada
kehidupannya yang sekarang maupun pada kehidupan-kehidupan berikutnya. Itulah
mengapa Saya berkhotbah sangat singkat sekali.” Kemudian Sang Buddha
menambahkan, “Raja yang agung! Adalah suatu kebodohan tidak bergembira atas
kemurahan hati yang telah diberikan oleh orang lain dan akan pergi ke alam yang
rendah. Orang bijaksana bergembira atas kemurahan hati orang lain, dan melalui
pengertian, mereka saling membagi keuntungan kebaikan dengan yang lainnya dan
akan pergi ke tempat kediaman para dewa.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 177 berikut:
Sesungguhnya onag
kikir tidak dapat pergi ke alam dewa. Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati.
Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi, dan karenanya ia akan
bergembira di alam berikutnya.
Komentar
Posting Komentar