Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab X (X:4. Kisah Kondadhana Thera)


Sejak Kondadhana Thera diterima dalam pasamuan Sangha, ada bayangan wanita yang selalu mengikuti beliau. Bayangan ini hanya dapat dilihat oleh orang lain sedangkan Kondadhana Thera sendiri tidak melihatnya.
Ketika beliau berpindapatta, orang-orang memberikan dua sendok makanan kepada beliau, dengan mengatakan, “Ini untuk Bhante, dan yang ini untuk wanita yang mengikuti Bhante.”
Melihat seorang bhikkhu bepergian dengan seorang wanita, para penduduk menghadap kepada Raja Pasenadi dari Kosala dan melaporkan perihal bhikkhu dengan wanita tersebut, “O, Raja, usir saja bhikkhu itu dari kerajaanmu karena beliau tidak memiliki moral.” Raja segera pergi ke vihara tempat bhikkhu itu berdiam dan para pengawalnya mengepung vihara tersebut.
Mendengar suara ribut, bhikkhu itu keluar dan berdiri di depan pintu, dan bayangan wanita itu berada tidak jauh dari bhikkhu tersebut. Mengetahui raja yang datang, bhikkhu tersebut masuk dan menunggu di dalam. Raja masuk ke dalam ruangan, dan bayangan wanita itu tidak terdapat dalam tempat itu.
Kemudian Raja bertanya kepada bhikkhu itu, di mana wanita tersebut berada, bhikkhu itu menjawab bahwa ia tidak melihat wanita.
Raja menginginkan kepastian, ia menyuruh bhikkhu tersebut keluar ruangan. Kemudian bhikkhu tersebut keluar ruangan, dan ketika raja melihat keluar tertampak bayangan wanita di dekat bhikkhu itu.
Akan tetapi ketika bhikkhu memasuki ruangan kembali, bayangan tersebut tidak diketemukan. Raja kemudian mengatakan bahwa wanita itu tidak benar-benar ada, dan bhikkhu tersebut tidak bersalah. Raja mengundang bhikkhu itu untuk datang ke istana, dan menerima dana makanan setiap hari.
Ketika bhikkhu lain mendengar hal itu, mereka ragu-ragu dan bingung, dan mereka berkata kepada Kondadhana Thera, “O, bhikkhu yang tidak bermoral! Sekarang raja akan menyuruhmu keluar dari kerajaan ini setelah engkau menerima dana makanan, karena engkau bersalah!”
Kondadhana Thera berkata dengan pedas, “Hanya engkau satu-satunya yang tidak bermoral, hanya kamu yang bersalah, sebab hanya engkau yang bepergian dengan wanita!”
Para bhikkhu kemudian menceritakan masalah ini kepada Sang Buddha.
Sang Buddha mengundang Kondadhana Thera dan bertanya, “Anakku, apakah engkau melihat wanita bersama dengan para bhikkhu ketika engkau berbicara dengan mereka? Apakah engkau melihat wanita bersama mereka seperti mereka melihat engkau bersama wanita. Saya mengetahui bahwa engkau tidak menyadari telah menciptakan masalah sebagai akibat perbuatan jahatmu dalam kehidupan yang lampau. Sekarang dengarlah, Saya akan menjelaskan kepadamu mengapa ada bayangan wanita yang mengikuti dirimu. Engkau adalah dewa dalam kehidupan lampaumu. Pada waktu itu ada dua orang bhikkhu yang sangat akrab. Engkau berusaha membuat masalah di antara mereka berdua, engkau menyamar sebagai seorang wanita yang mengikuti salah seorang bhikkhu itu. Atas perbuatanmu itu engkau sekarang diikuti oleh bayangan wanita. Jadi, selanjutnya engkau jangan berdebat dengan bhikkhu lain atas permasalahan itu. Diamlah seperti gong yang pecah, dan engkau akan merealisasi nibbana.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 133 dan 134 berikut ini:
Jangan berbicara kasar kepada siapapun, karena mereka yang mendapat perlakuan demikian akan membalas dengan cara yang sama. Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.
Apabila engkau berdiam diri bagaikan sebuah gong pecah, berarti engkau telah mencapai nibbana, sebab keinginan membalas dendam tak terdapat lagi dalam dirimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav