Suatu saat Atula bersama dengan 500 orang temannya,
mengunjungi Revata Thera, dengan harapan dapat mendengarkan Dhamma. Revata
Thera yang pendiam seperti seekor singa tidak mengatakan apapun pada mereka.
Atula dan teman-temannya sangat tidak puas dan kemudian pergi menghadap
Sariputta Thera. Saat Sariputta Thera mengetahui mengapa mereka datang ke
hadapannya, beliau menjelaskan Abhidhamma secara mendalam. Apa yang dijelaskan
Sariputta Thera juga bukanlah yang mereka harapkan, dan mereka mengeluh bahwa
Sariputta Thera terlalu panjang dan terlalu mendalam.
Kemudian Atula dan rombongannya mendekati Ananda Thera.
Ananda Thera menjelaskan pada mereka sedikit tentang inti dari ajaran Dhamma.
Kali itu, mereka menilai bahwa penjelasan Ananda Thera terlalu singkat dan
kurang lengkap.
Akhirnya mereka menghadap Sang Buddha dan berkata kepada
Beliau, “Bhante, kami datang untuk mendengarkan ajaran-Mu. Kami telah menemui
beberapa guru sebelum kami datang kemari, tapi kami tidak puas terhadap mereka.
Revata Thera tidak berkenan mengajar kami dan ia hanya berdiam diri. Penjelasan
Sariputta Thera terlalu mendalam dan Dhamma yang beliau ajarkan terlalu sukar
buat kami. Begitu pula Ananda Thera, beliau menjelaskan terlalu singkat dan
kurang lengkap. Kami tidak menyukai apa yang mereka ajarkan.”
Kepada mereka, Sang Buddha berkata, “Murid-murid-Ku, mencela
orang lain bukanlah hal yang baru. Tak satu pun orang di dunia ini yang tak
pernah dicela; orang-orang akan mencela meskipun seorang raja atau bahkan
seorang Buddha. Dicela atau dipuji oleh orang bodoh, tidaklah berarti.
Seseorang akan benar-benar tercela hanya bila ia dicela oleh orang bijaksana,
dan benar-benar terpuji hanya bila ia dipuji oleh orang bijaksana.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 227, 228, 229, dan
230 berikut ini:
O Atula, hal ini telah
ada sejak dahulu dan bukan baru saja ada sekarang, di mana mereka mencela orang
yang duduk diam, mereka mencela orang yang banyak bicara, mereka juga mencela
orang yang sedikit bicara. Tak ada seorangpun di dunia ini yang tak dicela.
Tidak pada zaman
dahulu, waktu yang akan datang ataupun waktu sekarang, dapat ditemukan
seseorang yang selalu dicela maupun yang selalu dipuji.
Setelah memperhatikan
secara seksama, orang bijaksana memuji ia yang menempuh kehidupan tanpa cela,
pandai serta memiliki kebijaksanan dan sila.
Siapakah yang layak
merendahkan orang tanpa cela seperti sepotong emas murni? Para dewa akan selalu
memujinya, begitu pula para brahmana.
Atula dan teman-temannya mencapai tingkat kesucian sotapatti
setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Komentar
Posting Komentar