Suatu ketika Pangeran Bodhi membangun sebuah istana yang
sangat indah untuk tempat tinggalnya. Ketika istana tersebut selesai dibangun,
ia mengundang Sang Buddha untuk berdana makanan.
Untuk acara istimewa ini, ia menghias bangunan dengan
memberi pengharum ruangan empat macam wangi-wangian dan dupa. Juga, kain yang
panjang dilembarkan di lantai untuk alas, mulai dari ambang pintu sampai ke
dalam ruangan. Karena ia tidak mempunyai anak, Pangeran membuat harapan dan
tebakan yang sungguh-sungguh, dengan berkata dalam hati, “Bila Sang Buddha
berjalan di atas kain tersebut, semoga aku akan mempunyai anak!”
Ketika Sang Buddha tiba, Pangeran Bodhi dengan hormat
memohon kepada Beliau sebanyak tiga kali untuk memasuki ruangan. Tetapi Sang
Buddha tidak beranjak, hanya melihat pada Ananda. Ananda mengerti dan meminta
kepada Pangeran Bodhi untuk memindahkan kain dari ambang pintu. Dan Sang Buddha
pun masuk ke dalam istana.
Setibanya di dalam istana, pangeran mempersembahkan makanan
yang enak dan terpilih kepada Sang Buddha. Selesai makan, pangeran bertanya,
“Bhante, mengapa Bhante tidak mau berjalan di atas kain alas?”
Sang Buddha bertanya balik kepada pangeran, “Bukankah
pangeran membentangkan kain itu dengan harapan agar dikaruniai anak apabila Aku
berjalan di atas kain itu?”
Pangeran membenarkan pertanyaan itu. Kepadanya Sang Buddha
mengatakan bahwa ia dan istrinya tidak akan memperoleh anak akibat perbuatan
jahat yang mereka lakukan di masa yang lampau. Sang Buddha kemudian
menceritakan kisah masa lalu mereka.
Pada salah satu kehidupan mereka yang lampau, Pangeran dan
istrinya adalah satu-satunya orang yang selamat dari bencana kapal. Mereka
terdampar pada pulau yang tidak berpenduduk. Mereka hidup dengan memakan
telur-telur burung, anak-anak burung, dan burung, tanpa perasaan menyesal
sepanjang waktu. Untuk perbuatan jahat itu, mereka tidak dikaruniai anak. Jika
mereka mempunyai rasa sesal atas perbuatan mereka saat itu, mereka akan
mempunyai seorang atau dua orang anak pada kehidupan sekarang.
Kembali kepada Pangeran, Sang Buddha berkata, “Seseorang
yang mencintai dirinya sendiri harus menjaga dirinya sendiri dalam seluruh
tingkat kehidupan, atau setidaknya dalam satu tahap kehidupannya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 157 berikut:
Bila orang mencintai
dirinya sendiri, maka ia harus menjaga dirinya dengan baik. Orang bijaksana
selalu waspada selama tiga masa dalam kehidupannya.
Bodhirajakumara mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah
khotbah Dhamma itu berakhir.
Komentar
Posting Komentar