Suatu ketika ada seorang bhikkhu yang merasa sangat menyesal
karena telah memotong rumput tanpa sengaja. Ia mengakui hal tersebut di hadapan
bhikkhu lain. Bhikkhu yang mendapat pengakuan kesalahan tersebut mempunyai
sifat sembrono dan keras kepala, ia memandang remeh terhadap kesalahan kecil.
Maka, ia menjawab kepada bhikkhu pertama, “Memotong rumput
adalah pelanggaran yang sangat kecil. Jika kamu menyatakan dan mengakui
kesalahan kepada bhikkhu lain, secara otomatis kamu bebas dari kesalahan. Tak
ada yang perlu dirisaukan.” Setelah mengatakan hal itu, ia sendiri mencabut
segenggam rumput dengan kedua tangannya untuk menunjukkan bahwa ia hanya
menganggap ringan terhadap pelanggaran yang tak berarti ini. Ketika Sang Buddha
diberi tahu tentang hal ini, Beliau menegur bhikkhu yang sembrono dan keras
kepala itu.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 311, 312, dan 313
berikut ini:
Bagaikan rumput kusa,
bila dipegang secara salah akan melukai tangan; begitu juga kehidupan seorang
pertapa, apabila dijalankan secara salah akan menyeret orang ke neraka.
Bila suatu pekerjaan
dikerjakan dengan seenaknya, suatu tekad tidak dijalankan dengan selayaknya,
kehidupan suci tidak dijalankan dengan sepenuh hati; maka semuanya ini tidak
akan membuahkan hasil yang besar.
Hendaklah orang
mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati. Suatu kehidupan suci yang dijalankan
dengan seenaknya akan membangkitkan debu nafsu yang lebih besar.
Pada akhir khotbah Dhamma, bhikkhu yang sembrono dan keras
kepala itu menyadari pentingnya pengendalian diri dalam kehidupan seorang
bhikkhu, dan mematuhi secara ketat ‘Peraturan Pokok’ (Patimokha) bagi para
bhikkhu. Beberapa waktu kemudian, melalui praktek meditasi ‘Pandangan Terang’
bhikkhu tersebut mencapai tingkat kesucian Arahat.
Komentar
Posting Komentar