Lima ratus bhikkhu, setelah mengikuti Sang Buddha ke sebuah
desa, pulang ke Vihara Jetavana. Sore harinya mereka berbicara tentang
perjalanannya, khususnya tentang keadaan tanah, apakah datar atau berbukit,
lembek atau berbatu, dan lainnya.
Sang Buddha menghampiri mereka, seraya berkata, “Para
bhikkhu, jalan yang kalian bicarakan adalah keadaan di luar diri kalian.
Seorang bhikkhu seharusnya hanya terpusat pada ‘jalan utama’ (Jalan Ariya) dan
berusaha keras berbuat sesuai dengan ‘Jalan Ariya’ yang membimbing kita
merealisasi kedamaian abadi (Nibbana).”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 273 sampai dengan 276
berikut ini:
Di antara semua jalan,
maka ‘Jalan Mulia Berfaktor Delapan’ adalah yang terbaik; di antara semua
kebenaran, maka ‘Empat Kebenaran Mulia’ adalah yang terbaik. Di antara semua
keadaan, maka keadaan tanpa nafsu adalah yang terbaik; dan di antara semua
makhluk hidup, maka orang yang ‘melihat’ adalah yang terbaik.
Inilah satu-satunya
‘Jalan’. Tidak ada jalan lain yang dapat membawa pada kemurnian pandangan.
Ikutilah jalan ini, yang dapat mengalahkan Mara (penggoda).
Dengan mengikuti
‘Jalan’ ini, engkau dapat mengakhiri penderitaan. Dan jalan ini pula yang
Kutunjukkan setelah Aku mengetahui bagaimana cara mencabut duri-duri (kekotoran
batin).
Engkau sendirilah yang
harus berusaha, para Tathagata hanya menunjukkan ‘Jalan’. Mereka yang tekun
bersamadhi dan memasuki ‘Jalan’ ini akan terbebas dari belenggu Mara.
Kelima ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat,
setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Komentar
Posting Komentar