Pada suatu waktu, sejumlah besar bhikkhu tiba di Vihara
Jetavana. Untuk memberi tempat menginap bagi para bhikkhu tamu, Samanera Rahula
harus pergi dan tidur dekat pintu, tepat di luar kamar Sang Buddha. Mara ingin
mengganggu Sang Buddha melalui putranya, ia mengubah badan menjadi gajah dan
membelit kepala samanera itu dengan belalainya serta membuat suara keras dengan
harapan untuk menakut-nakutinya. Tetapi Rahula tidak bergerak. Sang Buddha dari
kamar-Nya mengetahui apa yang sedang terjadi dan berkata, “O, Mara licik!
Bahkan seratus sepertimu tidak akan mampu menakut-nakuti anak-Ku. Anak-Ku tidak
takut, ia bebas dari nafsu, ia waspada, dan ia bijaksana.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 351 dan 352 berikut
ini:
Orang yang telah
mencapai tujuan akhir, tidak lagi mempunyai rasa takut, noda batin serta nafsu
keinginan, sesungguhnya ia telah mematahkan ruji-ruji kehidupan. Bagi orang
suci (arahat) seperti itu, tubuhnya merupakan tubuh yang terakhir.
Orang yang telah bebas
dari nafsu keinginan dan kemelekatan, pandai dalam menganalisa serta memahami
‘Ajaran’ beserta pasangan-pasangannya, maka ia patut disebut seorang ‘Pemilik
Tubuh Terakhir’ (arahat), orang yang memiliki ‘Kebijaksanaan Agung’ seorang
manusia agung.
Mendengar kata-kata di atas, Mara menyadari bahwa Sang
Buddha mengetahui tipu muslihatnya dan segera menghilang.
Komentar
Posting Komentar