Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab XXVI (XXVI:21. Kisah Tissa Thera)


Tissa Thera, setelah menerima sebuah obyek meditasi dari Sang Buddha, pergi ke suatu sisi gunung. Di sana, ia menemukan sebuah gua yang sesuai baginya dan ia memutuskan untuk menghabiskan waktu tiga bulan musim hujan (masa vassa) di dalam gua tersebut. Oleh karena tinggal di dalam gua, ia pergi ke desa untuk berpindapatta setiap pagi.
Di desa itu, terdapat seorang wanita yang usianya lebih tua yang secara teratur memberikan dana makanan kepadanya. Di dalam gua, juga hidup hantu penjaga gua. Karena sang thera memiliki latihan moral (sila) yang baik, hantu gua tersebut tidak berani untuk tinggal di dalam gua yang sama dengan sang thera. Selain itu, ia juga tidak mempunyai keberanian menyuruh sang thera untuk meninggalkan gua. Jadi ia memikirkan suatu rencana yang akan mampu membuatnya menemukan kesalahan sang thera; yang kemudian menyebabkan sang thera tersebut meninggalkan gua.
Hantu gua merasuki anak laki-laki dari wanita tua yang bertempat tinggal di rumah dimana sang thera biasanya pergi untuk menerima dana makanan. Ia menyebabkan anak tersebut bertingkah laku aneh, menolehkan kepalanya ke arah belakang, dan memutar-mutarkan matanya yang terbuka lebar. Ibu anak itu menjadi kebingungan dan menangis. Hantu gua, yang merasuki anak tadi, kemudian berkata, “Biarkan gurumu, sang thera mencuci kakinya dengan air dan menuangkan air tersebut pada kepala anakmu.”
Pada hari berikutnya, ketika sang thera datang ke rumahnya untuk menerima dana makanan, ia melakukan seperti yang telah dianjurkan oleh hantu gua tadi dan anaknya menjadi tenang dan damai.
Hantu gua kembali ke gua dan menunggu di lubang masuk kedatangan sang thera. Ketika sang thera tiba kembali dari berpindapatta, hantu gua menampakkan dirinya dan berkata, “Akulah hantu penjaga gua ini. O, kamu, tabib, tidak boleh memasuki gua ini.”
Sang thera mengetahui bahwa ia telah hidup dalam kehidupan yang bersih sejak ia menjadi thera, jadi ia menjawab bahwa ia tidak ingat mempraktekkan ilmu ketabiban. Kemudian hantu gua menuduhnya bahwa pada pagi hari ia telah menyembuhkan seorang anak muda yang dirasuki oleh raksasa pada rumah wanita tua tersebut. Tetapi sang thera tersebut menyadari hal itu sesungguhnya bukan praktek ilmu ketabiban, dan ia menyadari bahwa bahkan hantu gua tidak dapat menemukan kesalahan yang lain padanya. Hal ini memberinya suatu kepuasan yang sangat menggembirakan (piti) pada dirinya sendiri, meninggalkan kegiuran (piti) dan konsentrasi keras menuju ‘Meditasi Pandangan Terang’ (Vipassana).
Ia kemudian mencapai tingkat kesucian arahat di sana, ketika ia sedang berdiri pada lubang masuk gua.
Karena sang thera sekarang telah menjadi seorang arahat, ia menasihati hantu gua untuk meninggalkan gua. Sang thera terus menetap di sana sampai akhir vassa, dan kemudian ia kembali menemui Sang Buddha. Ketika ia menceritakan kepada para bhikkhu lain tentang pertemuannya dengan hantu gua, mereka bertanya apakah ia tidak marah terhadap hantu gua ketika ia dilarang masuk ke dalam gua. Sang thera menjawab tidak, tetapi para bhikkhu yang lain tidak mempercayainya. Lalu mereka pergi menemui Sang Buddha dan berkata, “Tissa Thera telah menegaskan dirinya sebagai seorang arahat; ia tidak berbicara yang sebenarnya.”
Kepada mereka Sang Buddha menjawab, “Para bhikkhu, murid-Ku Tissa berbicara yang sebenarnya ketika ia berkata bahwa ia tidak marah. Ia telah sungguh-sungguh menjadi seorang arahat. Ia tidak lagi melekat kepada siapapun; ia tidak mempunyai kesempatan untuk marah kepada siapapun atau pun kepada segala sesuatu yang berhubungan dengannya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 404 berikut:
Orang yang menjauhkan diri dari masyarakat umum maupun para pertapa, yang mengembara tanpa tempat tinggal tertentu dan sedikit kebutuhannya, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav