Suatu ketika, saat Maha Moggallana Thera berjalan menuruni
bukit Gijjhakuta bersama Lakkhana Thera, Beliau melihat sesuatu yang
menyedihkan, yaitu makhluk peta kelaparan, dengan kepala berwujud babi dan
berbadan manusia. Melihat makhluk peta tersebut, Maha Moggallana Thera
tersenyum namun tak berkata sedikit pun. Pada saat tiba di vihara, Maha
Moggallana Thera menghadap Sang Buddha, membicarakan tentang makhluk peta
berwujud babi yang mulutnya penuh dengan belatung.
Sang Buddha mengatakan bahwa Beliau juga pernah melihat
makhluk tersebut saat Beliau baru saja mencapai Ke-Buddha-an, namun Beliau
tidak mengatakan hal itu, karena orang-orang mungkin tidak akan percaya dan
akan menyalahkan Beliau. Kemudian Sang Buddha menceritakan kisah tentang
makhluk peta babi tersebut.
Pada masa Buddha Kassapa, makhluk peta babi itu adalah
seorang bhikkhu yang sering membabarkan Dhamma. Suatu ketika, ia mengunjungi
sebuah vihara yang ditempati oleh dua bhikkhu. Setelah tinggal beberapa waktu
bersama kedua bhikkhu tersebut, ia menyadari bahwa ia telah berbuat cukup baik
karena orang-orang menyukai penjelasannya. Ia merasa akan lebih baik lagi bila
ia dapat membuat kedua bhikkhu tersebut pergi dan vihara itu menjadi miliknya
sendiri. Maka ia mencoba untuk mengadu domba mereka. Kedua bhikkhu tersebut
bertengkar dan meninggalkan vihara menuju dua arah yang berlawanan. Akibat dari
perbuatan buruk itu, bhikkhu tadi terlahir di alam neraka Avici dan ia harus
menjalani sisa hidupnya dengan menderita sebagai makhluk peta yang berwujud
babi dengan mulut dipenuhi belatung.
Sang Buddha pun melanjutkan, “Seorang bhikkhu haruslah
tenang dan terkendali baik dalam pikiran, ucapan maupun perbuatan.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 281 berikut:
Hendaklah
ia menjaga ucapan dan mengendalikan pikiran dengan baik serta tidak melakukan
perbuatan jahat melalui jasmani. Hendaklah ia memurnikan tiga saluran perbuatan
ini, memenangkan ‘jalan’ yang telah dibabarkan oleh Para Suci.
Komentar
Posting Komentar