Suatu ketika seorang bhikkhu muda menerima dana makanan pada
salah satu tempat berteduh yang khusus dibuat untuk para bhikkhu di dalam kota.
Setelah makan ia merasa ingin minum. Ia pergi ke suatu rumah dan meminta air
minum, seorang gadis keluar untuk memberinya air minum. Begitu melihat bhikkhu
muda tersebut, gadis itu jatuh cinta kepadanya. Ia mengundang bhikkhu muda itu
untuk datang ke rumahnya bila merasa haus dengan harapan agar dapat membujuk
bhikkhu muda tersebut.
Setelah beberapa waktu, ia mengundang bhikkhu muda tersebut
ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Pada hari itu, ia berkata kepada
bhikkhu muda itu bahwa ia mempunyai segala sesuatu yang ia inginkan dalam
rumah, tetapi tidak ada lelaki yang merawatnya, dan sebagainya. Mendengar
kata-kata ini, bhikkhu muda menangkap isyarat tersebut dan ia segera merasa
makin terikat pada gadis yang menarik itu. Ia menjadi sangat tidak puas dengan
kehidupannya sebagai seorang bhikkhu dan menjadi kurus. Para bhikkhu lain
melaporkan hal itu kepada Sang Buddha.
Sang Buddha mengundang bhikkhu muda tersebut, dan berkata
padanya, “Anak-Ku, dengarkan Aku. Gadis muda ini akan menyebabkan keruntuhanmu
seperti yang telah dia lakukan padamu dalam kehidupanmu yang lampau.
Dalam salah satu kehidupanmu yang lampau kamu adalah seorang
pemanah yang sangat trampil dan ia adalah istrimu. Pada suatu kesempatan,
ketika kamu berdua sedang dalam perjalanan, kamu bertemu dengan sekelompok
orang jalanan. Istrimu jatuh cinta dengan pemimpin kelompok itu. Ketika kamu
dan pemimpin kelompok itu sedang terlibat dalam satu perkelahian, kamu
berteriak pada istrimu agar memberikan pedangmu. Tetapi istrimu memberikan
pedang itu pada pemimpin kelompok yang segera membunuhmu. Jadi, ia adalah
penyebab kematianmu. Sekarang juga, ia akan menjadi penyebab kehancuranmu jika
kamu mengikutinya dan meninggalkan pasamuan bhikkhu demi kepentingannya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 349 dan 350 berikut:
Orang yang pikirannya
kacau, penuh dengan nafsu, dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan
sanja, maka nafsu keinginannya akan terus bertambah. Sesungguhnya orang seperti
itu hanya akan memperkuat ikatan belenggunya sendiri.
Orang yang bergembira
dalam menenangkan pikiran, tekun merenungkan hal-hal yang menjijikkan (sebagai
obyek perenungan dalam samadhi) dan selalu sadar, maka ia akan mengakhiri
nafsu-nafsu keinginannya dan menghancurkan belenggu Mara.
Bhikkhu muda mencapai tingkat kesucian Sotapatti setelah
khotbah Dhamma itu berakhir.
Komentar
Posting Komentar