Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab XXVI (XXVI:33. Kisah Jatila Thera)


Segera setelah Buddha Kassapa mangkat (parinibbana), seorang Arahat thera pergi berkeliling untuk mencari dana bagi pembangunan stupa emas dimana nantinya relik Buddha Kassapa akan diabadikan.
Sang thera datang ke rumah seorang pandai emas ketika pandai emas dan istrinya sedang dalam pertengkaran yang sengit. Si pandai emas tersebut berteriak kepada sang thera, “Kau sebaiknya melemparkan stupamu itu ke dalam air dan segera pergi.”
Istrinya kemudian berkata kepada sang pandai emas, “Jika engkau marah kepadaku engkau seharusnya hanya boleh memakiku saja, engkau bahkan boleh memukulku jika engkau suka, tetapi mengapa engkau harus memaki Sang Buddha dan sang thera? Tentu saja, engkau telah melakukan kesalahan yang menyedihkan!”
Mendengar kata-kata istrinya, sang pandai emas menyadari betapa besarnya kesalahan yang telah diperbuatnya dan ingin menebus kesalahan itu. Maka ia membuat bunga-bunga emas, meletakannya ke dalam tiga pot emas dan memberikannya untuk diletakkan pada kamar relik stupa Buddha Kassapa.
Pada kelahirannya yang sekarang, ia dikandung di dalam rahim anak perempuan dari seorang hartawan yang telah mempunyai hubungan cinta gelap. Ketika anak itu dilahirkan, ia meletakkannya ke dalam pot dan mengapungkannya ke dalam aliran sungai.
Seorang wanita muda yang sedang mandi di sungai melihat anak di dalam pot tersebut dan membawanya bersamanya. Ia mengadopsi anak itu dan memberi nama Jatila. Karena nasihat dari salah seorang thera, wanita tersebut menyuruh Jatila pergi ke Taxila di mana ia akan mendapatkan pendidikan. Ketika Jatila berada di Taxila, sang thera mengaturnya untuk tinggal di rumah seorang pedagang yang merupakan muridnya. Setelah beberapa lama, Jatila menikah dengan anak perempuan dari pedagang tersebut. Segera setelah menikah, segundukan emas diberikan di halaman belakang dari rumah yang baru saja dibangun untuk pasangan ini. Lahirlah tiga anak dari pernikahan ini.
Setelah itu, Jatila memasuki pasamuan bhikkhu dan mencapai tingkat kesucian arahat.
Pada suatu kesempatan, saat Sang Buddha pergi untuk berpindapatta bersama dengan lima ratus bhikkhu termasuk Jatila, mereka datang ke rumah dari anak-anak Jatila. Anak-anaknya memberi dana makanan kepada Sang Buddha dan para pengikutnya selama lima belas hari.
Beberapa waktu setelah kejadian itu, para bhikkhu bertanya kepada Jatila apakah ia masih melekat kepada segundukan emas miliknya dan anak-anaknya, dan ia menjawab, bahwa ia tidak lagi mempunyai kemelekatan pada mereka. Para bhikkhu kemudian berkata kepada Sang Buddha, bahwa Jatila dengan cara seperti itu menegaskan dirinya telah mencapai tingkat kesucian arahat.
Kepada mereka Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu! Jatila telah membuang nafsu keinginan dan kesombongan; ia telah benar-benar mencapai tingkat kesucian arahat.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 416 berikut:
Seseorang yang dengan membuang nafsu keinginan kemudian meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh kehidupan tanpa rumah, yang telah menghancurkan kemelekatan dan kerinduan, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav