Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab XX (XX:10. Kisah Mahadhana, Seorang Saudagar)


Suatu ketika, seorang saudagar dari Banarasi akan menghadiri sebuah festival di Savatthi dengan membawa 500 kereta yang penuh dengan kain dan barang dagangan lainnya. Ketika tiba di tepi sebuah sungai dekat Savatthi, air sungai tersebut sedang meluap. Ia menunda perjalanannya selama tujuh hari karena hujan yang lebat dan air sungai yang tidak kunjung surut. Karenanya, ia menjadi terlambat mengikuti festival, sehingga tidak berguna lagi baginya untuk menyeberangi sungai itu.
Karena datang dari jauh, dia tidak ingin kembali ke rumah dengan barang dagangan yang masih utuh. Akhirnya ia memutuskan untuk menghabiskan musim hujan, musim dingin, dan musim panas di tempat itu, dan mengajak semua pelayannya untuk turut serta.
Saat Sang Buddha pergi berpindapatta, Beliau mengetahui keputusan itu dan tersenyum. Ananda bertanya mengapa Sang Buddha tersenyum dan Sang Buddha pun menjawab, “Ananda, tahukah kau pedagang itu? Dia mengira bahwa dia dapat tinggal di sini dan menjual semua barangnya sepanjang tahun. Dia tidak menyadari bahwa ia dapat meninggal dunia di sini dalam waktu tujuh hari. Apa yang harus dilakukan hendaknya dilakukan hari ini. Siapa dapat mengetahui seseorang akan meninggal dunia esok? Kita tidak dapat berkompromi waktu dengan Raja Kematian. Orang yang selalu waspada tiap pagi dan malam, yang tidak terganggu oleh kekotoran batin, penuh semangat, yang hidup untuk hanya satu malam, adalah pengguna waktu yang baik.”
Kemudian Sang Buddha menyuruh Ananda untuk mendatangi saudagar Mahadhana. Ananda menjelaskan kepada Mahadhana bahwa waktu terus berlalu dan bahwa ia harus meninggalkan kelalaian dan menjadi waspada. Memikirkan tentang kematian yang akan menyambutnya, Mahadhana menjadi sadar dan merasa takut. Sehingga, selama tujuh hari ia mengunjungi Sang Buddha dan para bhikkhu untuk berdana makanan. Pada hari ke tujuh, Sang Buddha berkhotbah tentang penghargaan dana (anumodana).
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 286 berikut:
Di sini aku akan berdiam pada musim hujan, di sini aku akan berdiam selama musim gugur, dan musim panas. Demikianlah pikiran orang bodoh yang tidak menyadari bahaya (kematian).
Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, saudagar Mahadhana mencapai tingkat kesucian sotapatti. Ia mengikuti Sang Buddha selama beberapa waktu sebelum akhirnya kembali. saat perjalanan pulang ia terserang sakit kepala dan akhirnya meninggal dunia. Mahadhana terlahir kembali di alam dewa Tusita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav