Suatu hari, Samanera Sanu didesak oleh para bhikkhu yang
lebih tua untuk naik ke atas mimbar dan mengulang bagian-bagian dari Dhamma
yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha. Ketika ia telah menyelesaikan
pengulangannya ia dengan sungguh-sungguh menyebut, “Semoga jasa-jasa yang telah
saya peroleh hari ini dengan mengulang syair-syair mulia ini, dinikmati pula
oleh ibu dan ayah saya.”
Saat itu, dewa-dewa dan raksasa yang pernah menjadi ibu
samanera muda ini dalam kehidupan lampaunya turut mendengarkan pengulangannya.
Ketika mereka mendengar kata-kata itu, raksasa tersebut dangat gembira dan
dengan cepat berteriak, “Putraku sayang, betapa bahagianya saya dapat ikut
menikmati jasamu; kau telah melakukannya dengan baik, putraku. Sangat baik!
Sangat baik! (Sadhu! Sadhu!).” Karena jasa Samanera Sanu, dewa dan raksasa yang
pernah menjadi ibunya menjadi sangat dihormati dan diberi tempat yang utama
dalam perkumpulan mereka oleh para dewa dan raksasa lainnya.
Saat samanera tersebut tumbuh menjadi lebih tua, ia ingin
kembali pada kehidupan sebagai umat biasa; ia pergi ke rumahnya dan meminta
pakaiannya dari ibunya. Ibunya tidak ingin ia meninggalkan Sangha dan mencoba
agar ia tidak melakukan hal itu, tetapi ia tetap teguh dengan keputusannya.
Untuk mengulur waktu, ibunya menjanjikan untuk memberinya pakaian setelah
bersantap makanan. Saat ibunya sedang sibuk memasak makanannya, raksasa yang
pernah menjadi ibunya dalam suatu kehidupan yang lampau berpikir, “Jika
putraku, Sanu meninggalkan Sangha, saya akan malu dan menjadi tertawaan di
antara raksasa dan dewa yang lain. Saya harus mencoba dan menghentikannya agar
tidak meninggalkan Sangha.”
Kemudian samanera muda dirasuki oleh raksasa tersebut. Anak
laki-laki itu berguling-guling di lantai, berkomat-kamit tidak keruan dengan
air liur berleleran dari mulutnya. Sang ibu merasa ada bahaya; tetangga
berdatangan dan mencoba untuk mengusir makhluk halus tersebut. Kemudian,
raksasa itu berbicara, “Samanera ini ingin meninggalkan Sangha dan kembali pada
kehidupan umat awam; jika ia berbuat demikian maka ia tidak akan dapat lepas
dari dukkha.” Setelah mengucapkan kata-kata ini, raksasa tersebut meninggalkan
tubuh anak laki-laki tersebut dan anak tersebut menjadi normal kembali.
Melihat ibunya menangis dan para tetangga berkumpul di
sekitarnya, ia bertanya apa yang telah terjadi. Ibunya menceritakan pada
mereka, semua yang telah terjadi pada samanera muda anaknya dan juga
menjelaskan pada mereka bahwa untuk kembali pada kehidupan umat awam setelah
meninggalkan Sangha adalah sangat bodoh. Sesungguhnya, meskipun hidup ia
seperti orang mati.
Samanera tersebut kemudian menyadari kesalahannya. Dengan
membawa tiga jubah dari ibunya, ia kembali ke vihara dan segera diterima
sebagai seorang bhikkhu.
Ketika berkata tentang Samanera Sanu, Sang Buddha yang
berharap untuk mengajar tentang latihan batin berkata, “Anak-Ku, seseorang yang
tidak mengendalikan pikirannya, yang mengembara ke mana-mana, tidak dapat
menemukan kebahagiaan. Karena itu, kendalikan pikiranmu seperti seorang pelatih
gajah mengendalikan seekor gajah.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 326 berikut:
Dahulu pikiran ini
mengembara, pergi kepada obyek-obyek yang disukai, diingini, dan kemana yang
dikehendaki. Sekarang aku akan mengendalikannya dengan penuh perhatian, seperti
seorang penjinak gajah mengendalikan gajah dengan kaitan besi.
Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, bhikkhu Sanu memahami
‘Empat Kebenaran Mulia’. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian Arahat.
Komentar
Posting Komentar