Suatu ketika, lima ratus orang pemuda ditahbiskan menjadi
bhikkhu, siswa Sang Buddha di Savatthi. Setelah menerima pelajaran meditasi
dari Sang Buddha, para bhikkhu baru tersebut, kecuali satu bhikkhu, pergi ke
hutan untuk berlatih meditasi. Mereka berlatih dengan tekun dan sungguh-sungguh
sehingga dalam waktu singkat mereka semua mencapai tingkat kesucian arahat.
Ketika mereka pulang ke vihara untuk memberi hormat kepada Sang Buddha, Beliau
sangat gembira dan puas dengan pencapaian mereka. Bhikkhu Tissa, yang
tertinggal, tidak berusaha keras sehingga ia tidak mencapai apa-apa.
Ketika Tissa tahu bahwa hubungan antara Sang Buddha dan para
bhikkhu sangat baik dan dekat, ia merasa agak dilupakan dan menyesal karena ia
telah menyia-nyiakan waktunya selama ini. Sehingga ia memutuskan untuk berlatih
meditasi sepanjang malam. Ketika ia sedang berjalan dalam meditasinya di suatu
malam, ia tersandung dan mengalami patah tulang di pahanya. Bhikkhu yang lain
mendengar teriakannya, segera datang menolongnya.
Saat mendengar peristiwa itu Sang Buddha berkata, “Para
bhikkhu, ia yang tidak berusaha keras pada saat harus berusaha, tetapi
menyia-nyiakan waktunya, ia tidak akan mencapai jhana dan pandangan terang Sang
Jalan.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 280 berikut:
Walaupun
seseorang masih muda dan kuat, namun bila ia malas dan tidak mau berjuang
semasa harus berjuang, serta berpikir lamban; maka orang yang malas dan lamban
seperti itu tidak akan menemukan Jalan yang mengantarnya pada kebijaksanaan.
Komentar
Posting Komentar