Candabha Thera, dalam salah satu kehidupannya terdahulu,
membuat persembahan kayu cendana kepada sebuah stupa di mana relik Buddha
Kassapa diabadikan. Karena perbuatan baik ini, ia dilahirkan kembali dalam
keluarga brahmana di Savatthi. Ia dilahirkan dengan tanda yang istimewa, yaitu
sebuah lingkaran cahaya yang memancar dari sekitar pusarnya. Karena lingkaran
cahaya ini menyerupai bulan ia dikenal sebagai Candabha. Beberapa brahmana,
mengambil keuntungan dari keistimewaan yang jarang terjadi ini, memasukkannya
ke dalam kereta dan membawanya keliling kota untuk pertunjukan dan hanya orang
yang membayar seratus atau seribu yang boleh menyentuhnya. Pada suatu
kesempatan, mereka berhenti pada suatu tempat antara kota dan Vihara Jetavana.
Kepada para pengikut Sang Buddha yang sedang berjalan ke
Vihara Jetavana, mereka berkata, “Apa gunanya engkau pergi menemui Sang Buddha
dan mendengarkan khotbah Beliau? Tidak ada seorang pun yang sehebat Candabha.
Seseorang yang menyentuhnya akan menjadi kaya; mengapa engkau tidak datang dan
melihatnya?” Para pengikut itu kemudian berkata kepada para brahmana, “Hanya
guru kami yang hebat; ia tidak tersaingi dan tiada bandingnya.”
Kemudian para brahmana membawa Candabha menuju Vihara
Jetavana untuk bertanding dengan Sang Buddha. Tetapi ketika Candabha sedang
bersama Sang Buddha, cincin cahaya itu hilang dengan sendirinya. Ketika
Candabha dibawa jauh hilang dari pandangan Sang Buddha, cincin cahaya itu
kembali lagi secara otomatis; cahaya itu hilang lagi ketika ia dibawa kembali
ke hadapan Sang Buddha.
Candabha kemudian meminta Sang Buddha untuk memberinya
mantra (kata-kata bermakna) yang akan membuat cincin cahaya itu hilang dari
pusarnya. Sang Buddha memberitahu bahwa mantra tersebut hanya akan diberikan
kepada anggota pasamuan. Candabha memberitahu para brahmana bahwa ia akan mendapatkan
mantra dari Sang Buddha dan setelah menguasai mantra tersebut ia akan menjadi
manusia terbesar di seluruh Jambudipa. Sehingga para brahmana tersebut menunggu
di luar vihara.
Dalam hal itu, Candabha menjadi seorang bhikkhu. Ia
diperintahkan untuk merenungkan tubuh, yaitu untuk menggambarkan betapa
menjijikkannya dan kotornya tubuh ini terdiri dari tiga puluh dua unsur pokok
tubuh. Dalam beberapa hari, Candabha mencapai tingkat kesucian arahat.
Ketika para brahmana yang menunggu di luar vihara datang untuk
menanyakan apakah ia telah mendapatkan mantra tersebut, Candabha menjawab,
“Engkau sebaiknya pulang kembali sekarang; karena aku tidak lagi berada pada
pihak yang akan pergi bersamamu.” Para bhikkhu yang mendengarnya pergi menemui
Sang Buddha dan berkata, “Candabha dengan cara seperti itu menegaskan bahwa ia
telah menjadi seorang arahat.”
Kepada mereka Sang Buddha menjawab, “Candabha mengatakan
yang sebenarnya; ia telah memusnahkan semua kekotoran batin.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 413 berikut:
Seseorang yang tanpa
noda, bersih, tenang, dan jernih batinnya seperti bulan purnama, maka ia
Kusebut seorang ‘brahmana’.
Komentar
Posting Komentar