Langsung ke konten utama

Dhammapada Bab XXV (XXV:2. Kisah Seorang Bhikkhu yang Membunuh Angsa)


Suatu ketika, terdapatlah seorang bhikkhu muda yang sangat mahir melempar batu. Ia mampu membidik obyeknya dengan tepat tanpa gagal. Suatu hari ketika ia duduk bersama dengan bhikkhu lain setelah selesai membersihkan diri di tepi sungai Aciravati, ia melihat dua ekor angsa yang sedang terbang. Ia bercerita pada temannya bahwa ia akan berusaha untuk memiliki salah satu dari dua angsa itu dengan melemparkan sebutir batu padanya. Ketika angsa tersebut mendengar kata-katanya, ia menyembunyikan lehernya. Bhikkhu itu melemparkan sebuah batu kecil kepada angsa itu. Batu kecil mengenai mata angsa, menembus masuk melewati salah satu mata angsa, dan keluar melalui mata satunya lagi. Angsa menangis kesakitan, dan sangat menderita, akhirnya angsa jatuh meninggal dunia di depan kaki bhikkhu muda itu.
Bhikkhu lain yang menyaksikan kejadian itu membawa bhikkhu muda tersebut menghadap Sang Buddha. Sang Buddha menegur bhikkhu muda itu dan berkata, “Anak-Ku, mengapa engkau membunuh angsa itu? Mengapa justru kamu, sebagai anggota Sangha, yang seharusnya mengembangkan cinta kasih kepada semua makhluk hidup dan berjuang sungguh-sungguh untuk membebaskan diri dari kelahiran kembali? Meskipun selama periode di luar keberadaan Dhamma, seorang bijaksana mempraktekkan moralitas dan taat pada peraturan. Seorang bhikkhu harus mengendalikan tangannya, kakinya, dan lidahnya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 362 berikut:
Seseorang yang mengendalikan tangan dan kakinya, ucapannya dan pikirannya, yang bergembira dalam Samadhi dan memiliki batin yang tenang, yang puas berdiam seorang diri, maka orang lain menamakan dia seorang “bhikkhu”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana

Download dalam bentuk pdf Bab 1 – Istana Trayastrimsa Demikian yang kudengar: Pada suatu waktu, Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya. Sang Buddha ingin agar ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha. Beliau memasuki samadhi dan pada saat itu Vinnyana-Nya (kesadaran-Nya) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa. Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada ibu-Nya di istana surga Trayastrimsa, datanglah para Buddha beserta para Bodhisatva-Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlahnya sulit diperkirakan! Mereka berkumpul di pesamuhan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni. Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa (alam manusia) atau alam Sahaloka yang memiliki Panca-Kasayah (5 macam kekeruhan) tapi Beliau dapat menampilkan

Amitayur Dhyana Sutra

Download dalam bentuk pdf Amitayur Dhyana Sutra Sutra Perenungan terhadap Buddha Amitayus Latar Belakang Pada suatu saat Sang Buddha berdiam di Vihara yang terletak di Gunung Grdhrakuta (puncak burung nasar), dekat Kota Rajagrha di Negeri Magadaha. Beliau bersama-sama dengan 1250 Bhiksu Agung dan 32000 Bodhisattva Mahasattva yang dipimpin oleh ketuanya yaitu Pangeran Dharma Manjusri. Pada saat itu, di Kota Rajagrha terdapat seorang pangeran bernama Ajatasatruyang telah dihasut oleh kawannya yang jahat, Devadatta dan juga kawan lainnya untuk mengurung ayahnya, Raja Bimbisara di dalam suatu gedung yang tertutup dengan 7 lapis tembok permanen, dan dijaga sangat ketat dan tidak mengijinkan para menteri dan orang lain datang menengok kepala Negara itu, bahkan ia melarang memberi makan kepada ayahnya yang malang itu. Peristiwa itu sangat menyedihkan   para keluarga Raja Bimbisara di dalam istana, terutama Ratu Vaidehi, ia sangat rindu kepada sang Raja! Pada suatu hari ia m

Sutra Amitayus

Download dalam bentuk pdf Bab 1 (Pendahuluan) Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu saat, Sang Buddha berada di gunung Grdhrakuta, dekat kota Rajagaha bersama-sama dengan 12 ribu maha biksu yang telah memiliki 6 Kekuatan Batin (sad abhija), seperti Ajnatakaundinya, Asvajit, Vaspa, Mahanama, Bhadrajit, Yasodeva, Vimala, Subahu, Purna Maitrayaniputra, Uruvilva Kasyapa, Nadi Kasyapa, Gaya Kasyapa, Kumara Kasyapa, Maha Kasyapa, Sariputra, Maha Maudgalyayana, Malikarsthilya, Maha Kapphina, Maha Cunda, Aniruddha, Nandika, Kampila, Subhuti, Revata, Khadiravanika, Vakula, Svagata, Amogharaja, Parayanika, Patka, Cullapatka, Nanda, Rahula, Ananda, dan lainnya yang berstatus sesepuh (Sthavira). Hadir juga rombongan Bodhisattva Mahasattva yang telah menguasai ajaran Mahayana, antara lain Samanta Bharda Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Maitreya Bodhisattva. Hadir juga Bodhisattva yang bergelar 16 Tokoh Suci (Sodasa Satpurura). Mereka adalah Bradhapala, Ratnakara, Susarthav