Suatu ketika, Raja Pasenadi dari Kosala datang untuk memberi
hormat kepada Sang Buddha. Ia menjelaskan kepada Sang Buddha bahwa ia terlambat
datang karena pada pagi hari itu seorang kaya telah meninggal dunia di Savatthi
tanpa meninggalkan ahli waris, sehingga ia harus mengambil alih semua kekayaan
orang itu. Raja berkata perihal orang itu, yang meskipun sangat kaya namun
sangat kikir. Saat orang itu masih hidup, ia tidak pernah memberikan apapun
sebagai wujud kemurahan hati. Ia menolak untuk membelanjakan uangnya bahkan
untuk dirinya sendiri, dan karenanya, makan sangat hemat serta mengenakan
pakaian dari kain yang kasar dan murah. Mendengar hal ini Sang Buddha
menceritakan kepada raja serta para pengiringnya tentang orang itu pada saat
kehidupannya yang lampau. Dalam kehidupannya itu ia juga seorang kaya.
Suatu hari ketika seorang Paccekabuddha datang dan berdiri
untuk berpindapatta di depan rumahnya. Ia berkata pada istrinya untuk
mempersembahkan sesuatu kepada Paccekabuddha. Istrinya berpikir sangat jarang
suaminya memberi izin untuk memberikan sesuatu pada orang lain. Maka istrinya
mengisi penuh mangkok beliau dengan makanan. Orang kaya tersebut sekali lagi
bertemu dengan Paccekabuddha tersebut dalam perjalanan pulang ke rumah dan ia
melihat pada mangkuk makanannya. Mengetahui bahwa istrinya telah mempersembahkan
makanan yang baik dalam jumlah banyak, ia berpikir, “Oh, bhikkhu ini hanya akan
tidur nyenyak setelah makan enak. Akan lebih baik bila pelayan-pelayanku yang
diberi makanan sebaik itu. Paling tidak, mereka akan memberiku pelayanan yang
lebih baik.” Dengan kata lain, ia menyesal bahwa ia telah menyuruh istrinya
untuk mempersembahkan dana makanan pada Paccekabuddha.
Orang ini mempunyai seorang kakak yang juga kaya. Kakaknya
hanya mempunyai satu orang anak lelaki. Karena iri hati atas kekayaan kakaknya,
ia telah membunuh keponakannya yang masih muda dan karenanya mewarisi secara
tidak sah kekayaan kakaknya setelah meninggal dunia.
Karena orang tersebut telah mempersembahkan dana makanan
pada Paccekabuddha ia menjadi orang kaya dalam kehidupannya sekarang. Karena ia
menyesal telah mendanakan makanan pada Paccekabuddha maka ia tidak punya
keinginan untuk membelanjakan apapun bahkan untuk dirinya sendiri. Karena ia
telah membunuh keponakannya sendiri untuk mendapatkan kekayaan kakaknya ia
telah menderita dalam alam neraka (niraya) selama tujuh kali kehidupan.
Perbuatan buruknya telah berakhir sehingga ia terlahir kembali ke alam manusia.
Tetapi di sini ia juga tidak melakukan perbuatan baik.
Raja kemudian berkata, “Bhante, meskipun ia telah hidup di
sini dalam masa kehidupan seorang Buddha, ia tidak pernah mempersembahkan
apapun kepada Sang Buddha maupun murid-muridnya. Sesungguhnya ia telah
kehilangan kesempatan yang sangat baik, ia sangat bodoh.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 355 berikut:
Kekayaan dapat
menghancurkan orang bodoh, tetapi tidak menghancurkan mereka yang mencari
‘Pantai Seberang’ (nibbana). Karena nafsu keinginan mendapatkan kekayaan, orang
bodoh menghancurkan dirinya sendiri, dan juga akan menghancurkan orang lain.
Komentar
Posting Komentar