Suatu ketika ada seorang brahmana, yang istrinya mempunyai
kebiasaan latah/mengatakan tanpa berpikir terlebih dahulu beberapa kata-kata
kapan saja ia bersin, atau ketika sesuatu/seseorang menyentuhnya tanpa sadar.
Suatu hari, brahmana itu mengundang beberapa teman-temannya untuk makan dan
tiba-tiba istri brahmana mengucapkan beberapa kata tanpa dipikir terlebih
dahulu. Karena ia adalah seorang sotapanna, kata-kata “Namo Tassa Bhagavato
Arahato Sammasambuddhassa” secara otomatis keluar dari mulutnya. Kata-kata
pemuliaan bagi Sang Buddha ini sangat tidak disukai oleh suaminya, yang seorang
brahmana. Sehingga, dalam kemarahannya, ia pergi menemui Sang Buddha berharap
untuk mengajukan beberapa pertanyaan yang menantang Sang Buddha.
Pertanyaan pertamanya adalah, “Apakah yang harus kita bunuh
untuk dapat hidup dengan bahagia dan damai?” dan pertanyaan keduanya adalah,
“Membunuh Dhamma yang mana Anda setujui?”
Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Sang Buddha menjawab, “O,
brahmana, untuk dapat hidup dengan bahagia dan damai, seseorang harus dapat
membunuh kebencian (dosa). Membunuh kebencian seseorang adalah yang disenangi
dan dipuji oleh para Buddha dan para Arahat.”
Setelah mendengar kata-kata Sang Buddha, brahmana tersebut
menjadi sangat terkesan dan puas dengan jawaban tersebut, sehingga ia mohon
untuk diijinkan masuk dalam pasamuan bhikkhu. Ia diterima masuk dalam pasamuan
bhikkhu dan kelak ia menjadi seorang Arahat.
Brahmana ini mempunyai seorang saudara laki-laki yang sangat
terkenal karena kata-kata hinaannya dan dikenal sebagai Akkosaka Bharadvaja,
Bharadvaja yang suka menghina/berkata kasar. Ketika Akkosaka Bharadvaja
mendengar bahwa saudara laki-lakinya telah masuk dalam pasamuan bhikkhu, ia
menjadi sangat marah. Ia langsung pergi ke vihara dan berkata kasar kepada Sang
Buddha.
Sang Buddha pada gilirannya bertanya, “O, brahmana, kita
misalkan, engkau menawarkan beberapa makanan kepada beberapa tamu dan mereka
meninggalkan rumah tanpa mengambil makanan tersebut. Karena tamu tersebut tidak
menerima makananmu itu, kemudian makanan itu menjadi milik siapa?”
Brahmana tersebut menjawab, bahwa makanan itu menjadi
miliknya.
Setelah menerima jawaban tersebut, Sang Buddha berkata,
“Dengan cara yang sama, O brahmana, karena Aku tidak menerima hinaan/kata-kata
kasarmu, maka hinaan tersebut akan kembali kepadamu.”
Akkosaka Bharadvaja dengan segera menyadari kebijaksanaan
dari kata-kata tersebut dan ia menaruh rasa hormat kepada Sang Buddha. Ia juga
memasuki pasamuan bhikkhu, kemudian ia menjadi seorang Arahat.
Setelah Akkosaka Bharadvaja memasuki kelompok, dua saudara
laki-lakinya juga datang menemui Sang Buddha dengan tujuan yang sama yaitu
menghina/berkata kasar kepada Sang Buddha. Mereka juga dibuat melihat cahaya
Kebenaran oleh Sang Buddha dan mereka juga, pada gilirannya memasuki pasamuan.
Akhirnya, mereka berdua juga menjadi Arahat.
Suatu sore, pada saat berkumpulnya para bhikkhu, para
bhikkhu berkata kepada Sang Buddha, “O betapa indahnya dan betapa agungnya
kebajikan Sang Buddha! Empat brahmana bersaudara datang kemari untuk menghina
Sang Buddha, daripada berdebat dengan mereka; Beliau membuat mereka melihat
cahaya, dan sebagai hasilnya, Sang Buddha telah menjadi pelindung bagi mereka.”
Kepada mereka, Sang Buddha menjawab, “Para bhikkhu! Karena
Aku sabar dan menahan diri, dan tidak melakukan kesalahan kepada mereka yang
melakukan kesalahan kepadaKu, Aku menjadi pelindung bagi banyak orang.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 399 berikut:
Seseorang yang tidak
marah yang dapat menahan hinaan, penganiayaan, dan hukuman, yang memiliki
senjata kesabaran, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
Komentar
Posting Komentar