Nangala adalah seorang buruh tani yang bekerja pada seorang
petani. Suatu hari seorang bhikkhu melihatnya sedang bekerja di sawah dengan
pakaian tuanya yang koyak-koyak. Sang bhikkhu bertanya kepadanya apakah ia
berminat menjadi seorang bhikkhu. Ketika ia menyetujui, sang bhikkhu membawanya
ke vihara, dan mentahbiskannya menjadi bhikkhu. Setelah diterima dalam Pasamuan
Bhikkhu seperti yang telah dinasihatkan oleh gurunya, ia meninggalkan bajak dan
pakaian tuanya pada sebuah pohon tidak jauh dari vihara. Karena orang miskin
itu meninggalkan bajaknya untuk memasuki pasamuan, maka ia dikenal dengan nama
Nangala Thera (nangala artinya bajak).
Kehidupan di vihara lebih baik, maka Nangala Thera menjadi lebih
sehat, dan berat badannya bertambah. Setelah beberapa saat, ia merasa bosan
dengan kehidupannya sebagai bhikkhu dan sering memikirkan untuk kembali menjadi
perumah tangga.
Jika pikiran itu muncul, ia akan pergi ke pohon dekat
vihara, di mana bajak dan pakaian tuanya ditaruh. Di sana ia menegur dirinya
sendiri, “O, orang tak tahu malu! Apakah kamu masih menginginkan kembali
menggunakan pakaian tua ini dan bekerja keras, hidup rendah sebagai buruh
kasar?” Setelah berpikir seperti itu, ketidakpuasan terhadap kehidupan
bhikkhunya menjadi sirna, dan ia kembali ke vihara. Ia pergi ke pohon itu
setiap tiga atau empat hari, untuk merenungkan kembali tentang masa lalunya
yang tidak menyenangkan.
Jika para bhikkhu bertanya kepadanya tentang seringnya ia
berkunjung ke pohon itu, ia menjawab, “Saya pergi ke tempat guru saya.”
Waktu berlalu, karena ketekunannya, akhirnya ia mencapai
tingkat kesucian Arahat, dan ia berhenti pergi ke pohon lagi. Para bhikkhu lain
memperhatikan hal itu, bertanya kepadanya, “Mengapa engkau sekarang tidak lagi
berkunjung kepada gurumu?” Kepada mereka, ia menjawab, “Saya pergi kepada guru
saya karena saya memerlukannya, tetapi sekarang saya tidak memerlukan pergi
kepadanya.” Para bhikkhu mengerti apa maksud jawabannya itu, mereka pergi menghadap
Sang Buddha dan memberitahu, “Bhante,
Nangala Thera menyatakan diri telah mencapai tingkat kesucian arahat. Itu
barangkali tidak benar; ia membual, ia berkata bohong.”
Kepada mereka, Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu, jangan
berkata seperti itu perihal Nangala, ia tidak berkata bohong. Anak-Ku Nangala,
dengan introspeksi diri dan memperbaiki diri sendiri telah berhasil mencapai
tingkat kesucian Arahat.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 379 dan 380 berikut
ini:
Engkaulah yang harus
mengingatkan dan memeriksa dirimu sendiri. O bhikkhu, bila engkau dapat menjaga
dirimu sendiri dan selalu sadar, maka engkau akan hidup dalam kebahagiaan.
Sesungguhnya diri
sendiri menjadi tuan bagi diri sendiri. Diri sendiri adalah pelindung bagi diri
sendiri. Oleh karena itu kendalikan dirimu sendiri, seperti pedagang kuda
menguasai kuda yang baik.
Komentar
Posting Komentar